OLEH :
Hesti Retno Budi Arini (125070301111006)
BAB II
PEMBAHASAN
I. Kode Etik Ahli Gizi Indonesia (Persatuan Ahli Gizi Indonesia)
Ahli Gizi yang dalam melaksanakan profesi gizi harus mengabdikan
dirinya sepenuh hati dengan senantiasa bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
menunjukkan sikap dan perbuatan terpuji yang dilandasi oleh falsafah dan nilainilai Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 serta Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga Persatuan Ahli Gizi Indonesia serta etik profesinya, baik dalam
hubungan dengan pemerintah bangsa, negara, masyarakat, profesi maupun dengan
diri sendiri.
A. Kewajiban Umum
1.
2.
Ahli Gizi berkewajiban menjunjung tinggi nama baik profesi gizi dengan
menunjukkan sikap, perilaku, dan budi luhur serta tidak mementingkan diri
sendiri
3.
4.
5.
6.
7.
8.
2.
3.
4.
5.
6.
1.
2.
3.
4.
Ahli Gizi berkewajiban memberi contoh hidup sehat dengan pola makan
dan aktivitas fisik yang seimbang sesuai dengan nilai praktek gizi individu
yang baik
5.
6.
2.
2.
3.
Ahli Gizi harus menunjukkan sikap percaya diri, berpengetahuan luas, dan
berani mengemukakan pendapat serta senantiasa menunjukkan kerendahan
hati dan mau menerima pendapat orang lain yang benar
4.
5.
6.
7.
8.
F. Penetapan Pelanggaran
Pelanggaran terhadap ketentuan kode etik ini diatur tersendiri dalam Majelis Kode
Etik Persatuan Ahli Gizi Indonesia
G. Kekuatan Kode Etik
Kode etik Ahli Gizi ini dibuat atas prinsip bahwa organisasi profesi bertanggung
jawab terhadap kiprah anggotanya dalam menjalankan praktek profesinya.
Kode etik ini berlaku setelah hari dari disahkannya kode etik ini oleh sidang
tertinggi profesi sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga profesi gizi.
a. The dietetics practitioner must not be convicted of a crime under the laws of
the United States, whether a felony or a misdemeanor, an essential element of
which is dishonesty.
b. The dietetics practitioner must not be disciplined by a state for conduct that
would violate one or more of these principles.
c. The dietetics practitioner must not commit an act of misfeasance or
malfeasance that is directly related to the practice of the profession as determined
by a court of competent jurisdiction, a licensing board, or an agency of a
governmental body.
5.The dietetics practitioner provides professional services with objectivity and
with respect for the unique needs and values of individuals.
a. The dietetics practitioner does not, in professional practice, discriminate
against others on the basis of race, ethnicity, creed, religion, disability, gender,
age, gender identity, sexual orientation, national origin, economic status, or any
other legally protected category.
b. The dietetics practitioner provides services in a manner that is sensitive to
cultural differences.
c. The dietetics practitioner does not engage in sexual harassment in connection
with professional practice.
6.The dietetics practitioner does not engage in false or misleading practices or
communications.
a. The dietetics practitioner does not engage in false or deceptive advertising of
his or her services.
b. The dietetics practitioner promotes or endorses specific goods or products only
in a manner that is not false and misleading.
c. The dietetics practitioner provides accurate and truthful information in
communicating with the public.
d. The test for appearance of impropriety is whether the conduct would create in
reasonable minds a perception that the dietetics practitioners ability to carry out
professional responsibilities with integrity, impartiality, and competence is
impaired.
Aspek
Prinsip
Integritas dan Empati
Objektivitas
Kerjasama kooperatif
Keamanan Informasi
Profesionalisme
Perlindungan dari
Indonesia
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Amerika
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Kanada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Australia
Ada
Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Ada
Diskriminasi
Akurasi Informasi
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Organisasi
di Bidang Gizi
Saling Mendukung
Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Profesi
dalam Mencapai
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Tidak Ada
Klien
Masyarakat
dan
Lingkungan
Tujuan Profesi
Mendukung
Pelatihan dalam
Rangka Kaderisasi
Melibatkan Diri
Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Terlalu
Lugas, rinci,
Lugas,
Singkat
bertele-tele
tetapi
rinci, dan
tetapi rinci
sehingga
penyusunannya
sistematis
rawan akan
agak kurang
multitafsir
sistematis
Pada dasarnya semua kode etik memiliki standar isi yang sama yakni
pertanggungjawaban pada klien, masyarakat, dan profesi. Selain itu dalam hal
sanksi pelanggaran juga tidak dicantumkan dalam kode etik tetapi dijelaskan
dalam penjelasan yang lain. Yang membedakan antara kode etik yang satu dengan
yang lain adalah redaksional bahasa dan rinci tidaknya isi dari kode etik tersebut.
Sebagai contoh kode etik ADA memiliki rincian poin a, b, dan c untuk beberapa
nomor, sedangkan untuk kode etik PERSAGI dibagi menurut sasaran
pertanggungjawaban dengan kalimat yang rinci tanpa poin tambahan di tiap
nomornya.
Perbedaan lain adalah dalam hal pertanggungjawaban pada profesi dan
masyarakat. Misal pada kode etik CDA terdapat poin kode etik untuk mendukung
pengajaran dan pelatihan bagi anggota baru demi kemajuan profesi, sedangkan
dalam kode etik lainnya ada poin untuk memajukan profesi tetapi tidak
tersampaikan secara eksplisit tentang pelatihan bagi anggota baru tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara keseluruhan antara kode etik profesi gizi di Indonesia, Amerika
Serikat, Kanada, dan Australia memiliki persamaan dalam aspek
pertanggungjawabannya yakni kepada masyarakat, klien, lingkungan, dan
profesi. Hal yang membedakan adalah ada beberapa prinsip yang tidak
dijelaskan atau dijelaskan dengan redaksional yang berbeda antara satu negara
dengan negara yang lain. Selain itu perbedaannya adalah rincian yang ada
dalam kode etik tersebut, ada yang dijabarkan secara detail dan ada yang
dijelaskan dalam bagian terpisah.
B. Saran
Dari perbandingan antara kode etik profesi gizi di Indonesia dengan kode
etik profesi gizi di negara lain, dapat dilihat bahwa kode etik dari Indonesia
tersebut sudah cukup baik. Untuk ke depannya dapat lebih ditingkatkan
pengawasan terhadap pelaksanaan kode etik tersebut. Selain itu bila perlu dapat
pula ditambahkan poin tambahan atau pengubahan dalam kode etik tersebut
bila memang ada keadaan yang memerlukan penyesuaian untuk memajukan
profesi gizi.
DAFTAR PUSTAKA
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 374/Menkes/SK/III/2007
tentang Standar Profesi Gizi. http://www.rsuab.com/book/kmk374gizi.pdf.
Diakses 27 Februari 2014 14.34 WIB
Code of Ethics For The Dietetic Profession In Canada.
http://ethics.iit.edu/ecodes/node/4290. Diakses 1 Maret 2014 23.16 WIB
American Dietetic Association Code of Ethics. http:// www.eatright.org. Diakses
27 Februari 2014 13.35 WIB
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akhir-akhir ini tren di masyarakat menunjukkan bahwa profesi gizi mulai
banyak diminati. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan jumlah mahasiswa yang
memilih kuliah di jurusan gizi baik gizi kesehatan maupun gizi masyarakat.
Demikian juga dengan kemauan masyarakat untuk menjaga kesehatan melalui
makanan juga menunjukkan tren positif. Sehingga ahli gizi pun lebih banyak
dicari.
Di sisi lain, kenyataan di Indonesia bahwa minat yang besar pada profesi
gizi dapat dikatakan sedikit terlambat. Dikatakan sedikit terlambat karena masalah
gizi di Indonesia yang cukup kompleks telah terjadi sejak lama dan tenaga gizi
yang dibutuhkan belum ada sehingga ada profesi-profesi lain yang memilih
mempelajari ilmu gizi walaupun sebenarnya itu agak jauh dari ranah kerjanya.
Maka dari itu adanya standar profesi gizi tahun 2007 dan Permenkes tentang
penyelenggaraan dan praktik tenaga kerja gizi tahun 2013 memberikan kejelasan
akan ranah kerja tenaga gizi di Indonesia. Tetapi sebenarnya peraturan hukum
yang memayungi profesi gizi masih memerlukan kajian mendalam dan
pemantauan terkait pelaksanaannya. Sehingga perbandingan antara kode etik
profesi gizi di Indonesia dengan kode etik beberapa negara yang notabene sudah
maju dalam hal gizinya, perlu dilakukan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah isi dari kode etik profesi gizi oleh Persatuan Ahli Gizi
Indonesia?
2. Bagaimanakah isi dari kode etik profesi gizi oleh American Dietetic
Association?
3. Bagaimanakah isi dari kode etik profesi gizi oleh Canadian Dietetic
Association?
4. Bagaimanakah isi dari kode etik profesi gizi oleh Dietitians
Association of Australia?
5. Bagaimanakah perbandingan antara kode etik profesi gizi di Indonesia
dengan kode etik profesi gizi di Amerika Serikat, Kanada, dan
Australia?
C.
Tujuan
1. Mengetahui isi dari kode etik profesi gizi oleh Persatuan Ahli Gizi
Indonesia.
2. Mengetahui isi dari kode etik profesi gizi oleh American Dietetic
Association.
3. Mengetahui isi dari kode etik profesi gizi oleh Canadian Dietetic
Association.
4. Mengetahui isi dari kode etik profesi gizi oleh Dietitians Association
of Australia.
5. Mengetahui perbandingan antara kode etik profesi gizi di Indonesia
dengan kode etik profesi gizi di Amerika Serikat, Kanada, dan
Australia.
D. Manfaat
1. Dapat memberikan gambaran profesi gizi di Indonesia beserta kode
etik yang harus dilaksanakan.
2. Dapat memberikan gambaran profesi gizi di negara lain beserta
kode etiknya.
3. Dapat membandingkan antara kode etik profesi gizi di Indonesia
dengan kode etik profesi gizi di negara lain.