Anda di halaman 1dari 2

Abrasi Ancam Pulau Wawonii

Kendari, Jurnal Nasional Pulau Wawonii, sebuah pulau kecil di Kabupaten Konawe,
Sulawesi Tenggara (Sultra), saat ini mengalami abrasi parah yang dapat mengganggu
kelangsungan hidup warga di sana. Tiga dari tujuh kecamatan di pulau seluas 650 kilometer
persegi telah mengalami abrasi yang membuat garis pantai semakin jauh ke darat.
Anggota DPRD Konawe yang berasal dari daerah pemilihan Pulau Wawonii, Muhammad
Jafar, mengatakan, abrasi sudah berlangsung sejak tahun 1990-an silam. Hingga kini, daratan
yang hilang di kawasan pantai diperkirakan sudah mencapai 200 meter.
Abrasi di Wawonii telah mengancam pemukiman warga. Ribuan pohon kelapa di pesisir
pantai telah tumbang akibat abrasi. Satu unit sekolah dasar juga sudah rusak terkena abrasi,
jelas Jafar di Unaaha, ibukota Konawe, Jumat (29/4).
Jafar menambahkan, sebuah desa yang beberapa tahun lalu terpaksa memindahkan rumahnya
lebih jauh ke daratan, kini kembali terancam oleh abrasi tersebut. Saat ini, kata dia, air laut
sudah berada beberapa meter saja dari belakang rumah mereka sehingga harus pindah lagi
untuk yang kedua kalinya.
Tiga kecamatan yang saat ini dilanda abrasi parah yakni, Wawonii Utara, Wawonii Tenggara,
dan Wawonii Selatan. Sedangkan empat kecamatan lainnya yang sejauh ini masih aman dari
abrasi yaitu Wawonii Barat, Wawonii Tengah, Wawonii Timur, dan Wawonii Timur Laut.
Total jumlah penduduk Wawonii berdasarkan buku Kabupaten Konawe dalam Angka Tahun
2010 yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Konawe sebanyak 28.426 jiwa.
Untuk menahan laju abrasi, masyarakat di tiga kecamatan itu secara swadaya memasang
karung berisi pasir di sepanjang pesisir pantai. Namun, upaya itu tidak berjalan maksimal
karena jumlah karung pasir yang berhasil disediakan tidak sebanding dengan panjang pesisir
pantai yang mengalami abrasi.
Sejauh ini, tambah Jafar, belum ada upaya dari pemerintah baik dari kabupaten, provinsi,
maupun pusat untuk mengendalikan laju abrasi di pulau yang kaya dengan bahan tambang
ini. Soal tambang, juga menjadi persoalan tersendiri pulau yang digadang-gadang menjadi
sentra pengembangan kawasan perikanan di Sultra ini.
Program tentang penanaman bakau di pulau ini juga tak pernah kedengaran. Padahal, hutan
bakau merupakan penahan abrasi alami yang sangat ampuh. Hutan bakau yang pernah ada di
sepanjang pesisir Pulau Wawonii rusak akibat ekspolitasi sumber daya laut seperti pasir,
karang, dan budidaya ikan di pesisir.
Selain abrasi, warga Wawonii juga dibayangi oleh kerusakan alam lainnya yang disebabaan
oleh aktifitas pertambangan enam perusahaan yang sudah ada sejak tahun 1990-an hingga
awal 2000-an. Perusahaan ini mengeksploitasi lahan-lahan di pulau itu seperti nikel, pasir
besi, dan krom.
Aktifitas penambangan tersebut mengakibatkan rusaknya perkebunan milik warga seperti
kelapa, pala, kakao, cengkeh, jambu mete, pisang, dan merica yang selama ini menjadi
sumber penghasilan utama masyarakat setempat yang 80 persen di antaranya adalah petani
dan 20 persen sisanya berprofesi sebagai nelayan.

Penduduk yang mendiami pulau yang terletak di perairan Laut Banda ini terdiri dari etnis
Wawonii, Bajo, Buton, Tolaki dan transmigran asal Pulau Jawa dan Bali. Awalnya, jumlah
kecamatan di Pulau Wawonii hanya empat kecamatan, setelah era otonomi daerah jumlah
kecamatan naik menjadi tujuh.
Sayangnya, akselerasi penambahan jumlah kecamatan tidak berjalan seiring dengan
pembangunan yang ada. Infrastruktur seperti jalan beraspal di pulau itu masih sangat minim,
kebanyakan masih dalam tahap pengerasan. Pulau ini merupakan salah satu daerah tertinggal
di Sultra.
Tidak mengherankan jika putra daerah asal pulau ini senantiasa menggaungkan pemekaran
daerah mereka untuk berdiri sendiri sebagai kabupaten otonom, memisahkan diri dengan
Kabupaten Konawe.(andi syahrir)

Anda mungkin juga menyukai