Anda di halaman 1dari 2

Maulid Nabi dengan Ritual Gorana Oputa

MALAM tepat menunjukkan pukul 00.00 Wita. Hari telah berganti menjadi 12 Rabiul Awal
1432 Hijriyah. Penanggalan yang bertepatan dengan kelahiran seorang manusia besar,
pembawa agama suci, Nabi Muhammad SAW. Memasuki hari Selasa, 15 Februari 2010.
Suasana di rumah jabatan (rujab) Walikota Baubau, Sulawesi Tenggara (Sultra), spontan
berubah takzim. Hadirin dicengkram oleh rasa khusyuk yang tercipta.

Beberapa saat kemudian, seorang pria sepuh maju ke tengah ruangan. Dia duduk
beralaskan karpet halus berwarna krem. Di dekatnya, sebuah lampu baca menyala
temaram siap membantu mata tuanya membaca barisan abjad Arab yang berisi kisah
hidup Rasulullah.

Sesepuh ini dalam istilah Buton disebut dengan moji atau perangkat Masjid Agung
Keraton Buton yang merupakan perwakilan Kesultanan Buton di bidang keagamaan. Di
sekeliling moji, duduk melingkar para tokoh agama, adat, dan para pejabat pemerintahan
mengikuti upacara dengan khidmat.

Secara bergiliran, ada empat moji yang akan membacakan riwayat hidup Rasulullah
sebagai rangkaian acara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang digelar secara
adat Kesultanan Buton yang dikenal dengan Maludu Wolio Gorana Oputa yang secara
harfiah diterjemahkan menjadi peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW oleh warga
Wolio (salah satu etnis di Buton) berupa permohonan dan doa-doa kepada yang maha
kuasa.

Seorang tokoh adat Wolio yang hadir dalam peringatan maulid nabi itu, Ali Arham,
mengatakan, Gorana Oputa pertama kali dilaksanakan di daerah ini sejak Pulau Buton
dan sekitarnya masih berbentuk kesultanan dan dipimpin oleh Sultan Buton IV bernama
La Elangi yang bergelar Sultan Dayanu Ikhsanuddin.

"Pada zamannya, dia dikenal bukan saja sebagai pemimpin negeri melainkan sebagai
pemimpin Islam yang banyak mendapat bantuan dan petunjuk teknis di bidang
keagamaan dari Syarif Muhammad, seorang ulama berkebangsaan Arab yang diutus oleh
penguasa Mekkah (Arab Saudi) sebagai bagian dari penciptaan hubungan antara Butuuni
(Buton) dengan pusat Islam sedunia," jelas Arham.

Untuk memantapkan spirit Islam di Kesultanan Buton, Syarif Muhammad


memperkenalkan sebuah kitab karangan Syeikh Jafar berjudul Maulud Syafarul Anami
yang meriwayatkan kehidupan Nabi Muhammad sejak kecil hingga wafatnya.

Berbekal kitab inilah kemudian ritual Gorana Oputa digelar, yang merupakan akulturasi
tradisi budaya Buton dengan Islam yang mengandung arti permohonan paduka Sri Sultan
Buton kepada Allah SWT. Doa yang dipanjatkan adalah permohonan kepada Allah SWT
agar negeri Buton diberi keselamatan, keamanan, jauh dari segala mara bahaya,
senantiasa dilimpahi rezeki agar masyarakatnya hidup sejahtera.

Pagelaran Gorana Oputa ini biasanya berlangsung mulai pukul 00. 00 waktu setempat,
12 Rabiul Awal, yang diawali dengan pembacaan riwayat Nabi Muhammad oleh empat
orang moji secara bergiliran. Setelah masa pemerintahan kesultanan dibubarkan dan
menjadi sistem pemerintahan seperti sekarang ini, pelaksanaan Gorana Oputa setiap
tahun digelar di rumah jabatan walikota. Selain dilakukan di rujab, Gorana Oputa juga
dilakukan oleh masyarakat di rumah masing-masing.

Walikota Baubau MZ Amirul Tamim mengatakan, Gorana Oputa merupakan momentum


yang sangat penting sebagai salah satu media untuk mengingatkan kembali peran dan
jasa besar Nabi Muhammad SAW. Selain sebagai ritual, Gorana Oputa juga merupakan
pengumuman atau penyampaian kepada seluruh lapisan masyarakat untuk tetap
menjalankan tradisi Maludu (Maulid) secara terus menerus.
"Ini sebagai sarana bagi setiap umat yang beragama untuk tetap saling mengingatkan
dalam hal kebaikan. Juga sebagai manifestasi kecintaan terhadap negeri, kata Amirul.

Peringatan maulid Nabi Muhammad SAW yang digelar dengan ritual adat Gorana Oputa
merupakan yang ke-9 kalinya digelar sejak masa pemerintahan Amirul Tamim. Pada
pemerintahan sebelumnya, Gorana Oputa tak pernah digelar setelah Sultan Dayanu
Ikhsanuddin merintisnya. Nantilah setelah Amirul memimpin, ritual adat ini kembali
dihidupkan.

Beberapa hari sebelum upacara digelar, perangkat Masjid Agung Keraton Buton
mendatangi walikota untuk melaporkan rencana pelaksanaan Gorana Oputa. Pelaporan
itu ditandai dengan penyerahan dupa (kemenyan). Jika dulu pelaksanaan Gorana Oputa
digelar di keraton, maka saat ini pelaksanaannya di rujab walikota.

Sesudah rangkaian kegiatan ini, perangkat masjid secara simbolis akan melaporkannya
kembali kepada walikota (kepala pemerintahan). Selanjutnya, walikota akan
mempublikasikannya ke masyarakat luas bahwasanya masyarakat sudah bisa menggelar
peringatan maulid di rumah atau di lingkungan masing-masing.(andi syahrir)

Anda mungkin juga menyukai