Anda di halaman 1dari 32

GERAKAN INGKAR SUNNAH

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas akhir pada mata kuliah:
Studi al-Hadth

Disusun Oleh:
Sofia Rosdanila Andri
FO5212102
Dosen Pengampu:
Dr. Abu Azam al-Hadi M.Ag

PROGRAM PASCASARJANA
JURUSAN TAFSIR HADITS
IAIN SUNAN AMPEL SURABAYA
1434 H/2012 M
GERAKAN INGKAR SUNNAH
1

A. Pendahuluan
Wacana pembaharuan pemikiran dalam Islam selalu
menarik untuk dibicarakan. Banyak ulama dan cendekiawan
muslim

yang

memberikan

pandangan

atau

pendapat

mengenai reaksi pemahaman tentang Islam, reaksi yang


muncul beraneka ragam ada yang pro dan dan ada pula yang
kontra, terutama yang berhubungan dengan sumber hukum
kedua Islam atau Sunnah.
Goresan

sejarah

mengungkapkan,

bahwa

ada

sekelompok orang yang mengaku beragama Islam namun


menolak keberadaan sunnah, mengingkari kedudukan sunnah,
dan tidak mau menggunakan sunnah sebagai sumber syariat
setelah al-Qur`an. Mereka hanya mau mengakui al-Qur`an
satu-satunya sumber syariat. Secara terang-terangan mereka
tidak mau menerima hadith-hadith Nabi, baik yang mutawatir
maupun yang ahad. Kata mereka; Sunnah tidak dibutuhkan,
al-Qur`an saja sudah cukup tanpa sunnah. Namun, di antara
mereka ada juga yang menggunakan hadith sebagai hujjah,
meskipun hanya sebagian dan pilih-pilih.
Hal ini ditandai dengan munculnya kritik dan pandangan
yang menolak eksistensi dan substansi sunnah baik secara
absolut maupun dalam bentuk pengingkaran sebagian hadith
atau sunnah. Kelompok ini yang akhirnya mengkristal menjadi
golongan yang bernama Inkr al-Sunnah. Di kalangan ahli
Islam di Barat dan segelintir kalangan sarjana muslim yang
terpelajar tidak mengakui dan menolak hadith tersebut
sebagai

suatu

melainkan

kerangka,

juga

bukan

sikap-sikap

saja

dan

keteladanan

Nabi

perbuatan-perbuatan

keagamaan para sahabat. Dari sinilah penulis mencoba


mengangkat tulisan ini dalam bentuk makalah dengan lebih
jauh mengenali kelompok ini serta argumentasi-argumentasi
yang dikemukakannya.
2

B. Gerakan Ingkar Sunnah


1. Pengertian
Kata ingkar sunnah searti dengan inkr al-Sunnah,
rafdl al-Sunnah, radd al-Akhbr, dan lain-lain yang mempunyai
arti pengingkaran sunnah. Menurut bahasa, artinya menolak
atau mengingkari, berasal dari kata kerja, ankara-yunkiruinkran.1 Dalam bahasa Indonesia, kata (ingkar) mempunyai
beberapa arti antara lain; menyangkal, tidak membenarkan,
tidak mengetahui, dan mungkir.2
Cukup banyak di antara para pakar hadith berbicara
tentang ingkar sunnah, tetapi tidak ditemukan banyak yang
mengemukakan definisi ingkar sunnah secara terminologis
dan secara eksplisit. Ada beberapa definisi ingkar sunnah di
beberapa referensi berbahasa Indonesia yang sifatnya masih
sangat sederhana pembatasannya, yaitu:
a. Paham

yang

timbul

dalam

masyarakat

Islam

yang

menolak hadith atau sunnah sebagai sumber ajaran agama


Islam kedua setelah al-Quran.3
b. Suatu pendapat yang timbul dari sebagian kaum muslimin
yang menolak sunnah sebagai dasar dan sumber hukum.4
c. Orang-orang yang menolak sunnah (hadith) Rasulullah
SAW sebagai hujjah dan sumber kedua ajaran Islam yang
wajib ditaati dan diamalkan.5
d. Golongan ingkar sunnah juga menamakan dirinya sebagai
golongan Qurani, sebab mereka hanya menggunakan al1 Ibrahim Anis, et al. (Anis), al-Mujm al-Was, (Mesir: Mujm Lughah
al-Arabiyah, 1972), cet. Ke-2, juz. 1, 4456.
2 W.J.S Poerwadarminta (Poewadarminta), Kamus Umum Bahasa
Indonesia, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984), cet. Ke-7, 382.
3 Tim Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta:
Djambatan, 1992), 428-429.
4 Husnan, Gerakan Inkar as-Sunnah dan Jawabannya, (T.t: T.tp, T.t), 5.
5 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, jilid.2, 225.
3

Quran sebagai sumber ajaran dan tidak memercayai


hadith Nabi Muhammad SAW. Alasannya, adalah bahwa
tugas Rasul hanya menyampaikan bukan memberikan
perincian.6
Namun, definisi ingkar sunnah yang dimaksud disini
adalah suatu paham yang timbul pada suatu kaum minoritas
umat Islam yang menolak dasar hukum Islam dari sunnah
shahih baik sunnah praktis ataupun yang secara formal
dikodifikasikan para ulama, baik secara totalitas mutawatir
atau ahad atau sebagian saja, tanpa ada alasan yang dapat
diterima oleh para ulama.7
Menurut Dr. H. Abdul Majid Khon, ada tujuh poin yang
perlu mendapatkan penjelasan sebagai kriteria pengingkar
sunnah, sebagai berikut:8
a. Suatu Paham
Ingkar sunnah adalah paham atau pendapat perorangan
atau paham sekelompok orang. Istilah ingkar sunnah,
bukan

nama

sebuah

sekte

dalam

Islam,

tetapi

ia

cenderung kepada sifat, sikap, pekerjaan, dan paham


individu atau sekelompok orang yang menolak kehujjahan
sunnah.

Kata

paham

berarti

menunjuk

kepada

keuniversalitasan definisi yang mengantisipasi masa yang


lewat dan yang akan datang, baik masa klasik atau
modern, yang pernah terorganisasi atau tidak. Seperti
seseorang yang pernah berdebat dengan Imam al-Syafii
mengatasnamakan gerakan al-Qurniyyn atau Ahl alQurn di India dan Pakistan pada akhir abad ke-19 atau

6 Tim penyusun Pustaka Azet, Leksikon Islam, 221.


7 Abdul Majid Khon, Pemikiran Modern dalam Sunnah: Pendekatan Ilmu
Hadith, (Jakarta: Fajar Interpratama Offset, 2011), 22.
8 Pemikiran Modern dalam Sunnah: Pendekatan Ilmu Hadith, h. 22-24.
4

awal abad ke-20 pimpinan Muhibb al-Haqq Azhim Abadiy


dan Abdillah Jikralawiy.9
b. Sebagian minoritas umat Islam
Paham penolakan sunnah mungkin terjadi di kalangan
umat Islam sekalipun sangat minim karena kekurangan
informasi tentang pentingnya sunnah dalam agama atau
sebab-sebab faktor lain. Adapun penolakan sunnah di
kalangan umat non-Islam sangat mungkin terjadi, karena
posisinya sangat jelas, yaitu mengingkari Nabi, al-Quran
dan sunnah. Meskipun diantara mereka ada yang telah
mempelajari dan paham tentang sunnah seperti penelitian
yang dilakukan oleh sebagian orientalis dan murtad.
Penolakan sunnah yang terjadi pada umat Islam tidak
digolongkan ingkar sunnah, tetapi ingkar Islam.
c. Penolakan sunnah sebagai dasar hukum Islam
Ada kemungkinan paham ini menerima dan mengakui
sunnah selain sebagai sumber hukum Islam, misalnya
sebagai fakta sejarah, budaya, dan tradisi. Memang pada
umumnya mereka menganggap sunnah sebagai sejarah
atau tradisi saja. Bagi mereka tidak ada keharusan
memperlakukan sunnah sebagai hujjah dalam beragama
dan tidak ada kewajiban mengamalkannya. Sunnah boleh
diamalkan dan boleh tidak diamalkan.
d. Sunnah praktis dan formalistik
Sunnah yang diingkari adalah sunnah yang shahih baik
sunnah

praktis

yakni

pengamalan

al-Quran

(sunnah

amaliyah) maupun sunnah formalistis, yakni sunnah yang


dikodifikasikan para ulama dalam berbagai buku induk
9 Khadim Husayn Ilahi Najsy, al-Quraniyyn wa Syubhatuhum Hawla alSunnah, (Thaif: Maktabah al-Shiddiq, 1989), cet. Ke-1, 19-22. Ada dugaan
pendiri al-Quraniyyun di India dua orang tersebut yakni Muhib al-Haqq
Azhim Abadi di Bahar India Timur dan Abd. Allah Jikralawi Lahore.
Keduanya mengambil pemikiran dari narasumber yang sama. Hanya tokoh
pertama, mulanya tidak bertentangan dengan amaliah kaum muslimin,
berbeda dengan tokoh kedua.
5

hadith meliputi perbuatan, perkataan, persetujuan Nabi


SAW. Bisa jadi secara substansial mereka menerima
sunnah praktis tetapi menolak sunnah formalistis atau
menolak keduanya.
e. Penolakan sunnah secara total atau sebagian saja
Paham ingkar sunnah bisa jadi menolak keseluruhan
sunnah

baik

sunnah

mutawatirah10

dan

ahad11

atau

menolak yang ahad saja dan atau sebagian daripadanya.


Berarti kemungkinan mereka hanya menerima sunnah
sebagai praktik hidup Rasul SAW dalam melaksanakan alQuran yang disebut dengan sunnah amaliyah mutawtirah
(arti sunnah pada awal perkembangan Islam) dan tidak
menerima sunnah yang diriwayatkan dan dikodifikasikan
para ulama pendahulunya.
f. Penolakan secara terang-terangan atau tidak
Para ulama membagi ingkar sunnah menjadi dua macam,
yaitu Pertama, adakalanya dengan ungkapan yang tegas
(sharih) bahwa hanya al-Quran yang dijadikan hujjah
dalam Islam dan menolak kehujjahan sunnah. Kedua,
kelompok yang ingin merobohkan paradigma
dengan

cara

mencerca

cara

periwayatannya

sunnah
secara

diplomatis.12
g. Tidak ada dasar alasan yang diterima
10 Arti mutawair dari segi bahasa berarti (al-Tatbu). Menurut istilah
adalah sesuatu yang diriwayatkan oleh banyak orang dari sesamanya di
seluruh tingkatan periwayatan (thabaqat) sampai akhir sanad, banyaknya
menurut logika dan tradisi mustahil mereka sepakat bohong. Sebagian
ulama mempersyaratkan berita yang diriwayatkan masalah inderawi.
Lihat: al-Shalih, Ulum al-Hadth wa Musthalahahuh, h. 149-151, Mahmudh
al-Thahn, Taysr Musthalah al-Hadth, (Beirut: Dr al-Tsaqafah alIslmiyah, 1985), cet. Ke-7, 20.
11Ahad jamak dari ahad artinya berita yang diriwayatkan oleh seorang
atau sampai tiga orang lebih yang tidak mencapai mutawatir. Berita ahad
memberi faedah zhanniy al-Wurd dan ilmu naari, artinya tidak mutlak
(relatif) kebenaran berita, perlu pemikiran dan penelitian lebih lanjut.
Lihat, al-alih, Ulum al-Hadth wa Musthalahahuh, h. 149-151, Mahmudh
al-Thahn, Taysir Musthalah al-Hadth, 22.
6

Jika seseorang menolak sebagian sunnah dengan alasan


yang dapat diterima oleh syara atau akal yang sehat.
Misalnya, seorang mujtahid yang menemukan dalil yang
lebih kuat daripada hadith yang ia dapatkan, atau hadith
itu tidak sampai kepadanya, atau karena kedhaifannya.
2. Sejarah Timbulnya Ingkar Sunnah
Dalam sejarah para sahabat tidak pernah ada yang
skeptis sedikitpun dalam mendengar, meriwayatkan, dan
melaksanakan sunnah yang datang dari Nabi SAW. Sejarah
membuktikan bahwa di masa hidup beliau tidak ada di antara
mereka yang mendustakan Nabi, bahkan terhadap sesama
sahabat yang memandang satu sama lain saling mempercayai
berita yang mereka sampaikan dan tidak ada sikap yang
skeptis atau permusuhan, kecuali yang datang dari orangorang munafik.13
Pengingkar sunnah pada masa Nabi SAW tidaklah
terjadi, beliau hanya pernah memberikan isyarat bahwa nanti
akan timbul pengingkar sunnah yang menyimpang dari jalan
yang lurus:





Diriwayatkan dari Abi Rfi r.a dari Nabi SAW bersabda:
Sungguh aku tidak bertemu dengan salah satu di antara
kamu yang duduk bersandar di atas singgasananya, datang
perkara dari padaku dari apa yang aku perintahkan atau aku

12 Ab Zahrah, Trikh al-Madhhib al-Islmiyah, (Beirut: Dr al-Fikr, tt),


451.
13 Abd al-Qahir bin Muhammad al-Baghddiy (w.1037 H), al-Farq bain alFirq, (Kairo: Maktabah Dr al-Turth, t.th), 35 dan baca QS. Al-Fath/48:29
dan al-Hasyr/59:9.
7

larang. Maka ia menjawab: Kami tidak tahu, apa yang kami


dapati di dalam kitab Alah kami ikutinya.14
Hadith diatas memberikan isyarat bahwa ingkar sunnah
datang dari kalangan ekstremis yang bersenang-senang
dalam kehidupan materi dan tidak memerhatikan hukum
syariat Islam, hadith ini juga sebagai dalil kemukjizatan
beliau15 yang telah memprediksikan suatu peristiwa yang
belum terjadi dan akan terjadi, sebagai dalil bahwa sunnah
adalah wahyu Allah, dan menunjukkan ke-mashum-an beliau.
Sejarah perkembangan umat Islam terbagi menjadi tiga,
yaitu masa klasik: 650-1250 M, masa pertengahan: 1250-1800
M, dan masa modern

1800-sekarang. Adapun sejarah

perkembangan ingkar sunnah hanya terjadi dua masa, yaitu


masa klasik dan masa modern.16
a. Ingkar Sunnah Klasik
Pada

masa

sahabat

memang

pernah

terjadi

ada

segelintir orang yang ingin hanya belajar al-Quran, seperti


periwayatan al-Hasan al-Bashriy berkata:
Ketika Imran bin Husain mengajarkan hadith, ada seorang
yang minta agar tidak usah mengajarkan hadith, tetapi
cukup al-Quran saja. Jawab Imran, Kamu dan sahabatsahabatmu dapat membaca al-Quran, maukah kamu
mengajarkan shalat dan syarat-syaratnya kepadaku? Atau
zakat dan syarat-syaratnya. Kamu sering absen. Padahal
Rasulullah telah mewajibkan zakat begini begini. Terima

14 Hadith diriwayatkan oleh Abu Dwud, Kitab al-Sunnah, bb Luzm alSunnah: 13/356, al-Turmudzi, Kitb al-Ilmi, bab M Nuhy anh an yuqla:
7/424, Ibn Hibban, dalam mukaddimah, bb al-Itishm bi al-Sunnah:
1/190, dan al-Hakim: 1/108. Abu Isa: Hadith ini hadith hasan dan sa,
lihat: Muhammad bin Isa al-Turmudzi, Sunan al-Turmudzi, juz. 4, h. 462.
15 Abi al-Ula al-Mubarakfury,Tuhfah al-Ahwadzy bi Syarh Jam alTurmudziy, (Beirut: Dr al-Kutub al-Ilmiyah, t.th), juz. 7, 354.
16 Pemikiran Modern dalam Sunnah: Pendekatan Ilmu Hadith, 55.
8

kasih, saya baru sadar. Jawab orang tadi, dan ia di


kemudian hari menjadi ahli fiqh.17
Hal serupa juga pernah tejadi pada masa Umayyah bin
Khlid, dimana ia mencoba mencari seluruh permasalahan
dengan merujuk kepada al-Quran saja. Akhirnya ia berkata
pada Abdullh bin Umar bahwa di dalam al-Quran ia
hanya menemukan masalah shalat di rumah dan pada
waktu perang saja (shalt al-Khauf). Sedang masalah
shalat dalam perjalanan tidak ditemukan. Abdullah bin
Umar

menjawab,

Wahai

kemenakanku,

Allah

telah

mengutus Nabi Muhammad SAW dan kita tidak tahu apaapa, kita kerjakan saja apa yang Nabi kerjakan.18
Dari kisah-kisah diatas menunjukkan bahwa pada masa
yang

sangat

ketidakpedulian

dini

sudah

terhadap

muncul
hadith

gejala-gejala

dimana

dalam

perkembangan selanjutnya hal itu menjadi cikal-bakal


munculnya paham yang menolak hadith sebagai salah satu
sumber syariat Islam, yang kemudian lazim dikenal
dengan ingkar sunnah.
Menurut M. Musthaf al-Azhmiy,19 sejarah ingkar
sunnah klasik terjadi pada masa Imam al-Syfii (w.204 H)
17 Ab Abdillh al-Hkim al-Naysabri, al-Mustadrak ala aayn, (Beirut:
Dr al-Marif, t.th), juz 1, 109-110.
18 Al-Mustadrak ala aayn, 258.
19 Muhammad Musthaf al-Amy salah seorang guru besar hadith dan
ilmu hadith Fakultas Tarbiyah Universitas King Imam Muhammad bin Saud
Riyadh. Ia banyak membaca buku orientalis yang menyerang hadith dan
berhasil menangkis pikiran mereka melalui penelitiannya yang diajukan ke
Universitas Cmbridge sebagai disertasi untuk meraih gelar doktor dalam
filsafat. Ia berhasil mengkritik pemikiran Joseph Schacht yang menolak
keotentikan hadith dan hasil penelitiannya diakui oleh Prof. A.J Arberry,
seoarang tokoh orientalis terkemuka di iniversitas ini pada 1967 M.
Kemudian pada 1980 M/1400 H, al-Azhamiy mendapat hadiah King Faysal
Internasional dalam Studi Islam. Lihat, Muhammad Musthafa al-Azhamiy,
Dirasat fi al-Hadits al-Nabawi wa Tarikhi Tadwinih, (Beirut: al-Maktab alIslamiy, 1992), juz. 1, h. Iv-7, dan Ali Musthafa Yaqub, Kritik Hadis,
(Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1995), 25-27.
9

abad ke-2 H/7 M yang menolak kehujjahan sunnah atau


menolak

sunnah

sebagai

sumber

hukum

mutawatir maupun ahad. Imam al-Syafii

Islam

baik

yang dikenal

sebagai Nashir al-Sunnah (pembela sunnah) pernah di


datangi oleh seseorang yang disebut sebagai ahli tentang
mazhab

teman-temannya

yang

menolak

kehujjahan

sunnah, untuk berdiskusi dan berdebat secara panjang


lebar dengan berbagai argumentasi yang ia ajukan.20
Di

antara

argumentasi

yang

dikemukakan

secara

ringkas dapat disimpulkan sebagai berkut:21


a. Al-Quran turun sebagai penerang atas segala sesuatu,
bukan yang diterangkan. Jadi, al-Quran tidak perlu
keterangan dari sunnah.
b. Al-Quran

bersifat

qathy

(absolut

kebenarannya),

sedang sunnah bersifat anniy (relatif kebenarannya),


maka jika terjadi kontradiksi antar keduanya, sunnah
tidak dapat berdiri sendiri sebagai produk hukum baru.
c. Jika sunnah diantara fungsinya sebagai penguat (takid)
terhadap hukum dalam al-Quran, maka yang diikuti
adalah al-Quran bukan sunnah.
d. Jika sunnah memberikan perincian terhadap globalitas
hukum yang dikandung al-Quran, maka tidak mungkin
terjadi al-Quran yang bersifat qathy dan yang menjadi
kafir pengingkarnya sekalipun satu huruf daripadanya,
diterangkan dengan sunnah yang bersifat zhanniy dan
tidak kafir pengingkarnya.
e. Sunnah

mutawatirah

tidak

dapat

memberikan

arti

kepastian (qathy ), karena prosesnya melalui ahad.


Boleh jadi, di dalamnya terdapat kebohongan.

20 Al-Syfii , al-Umm, (Beirut: al-Marifah, 1983), cet. Ke. 2, 50-255.


21 Pemikiran Modern dalam Sunnah: Pendekatan Ilmu Hadith, 56.
10

Secara garis besar, Abu Zahrah berkesimpulan bahwa


ada tiga kelompok pengingkar sunnah yang berhadapan
dengan al-Syfii , sebagai berikut:
a. Menolak sunah secara keseluruhan, golongan ini hanya
mengakui al-Quran saja, golongan ini hanya mengakui
al-Quran saja yang dapat
dijadikan hujjah.
b.

Tidak menerima sunnah kecuali yang semakna dengan alQuran.


c. Hanya menerima sunnah mutawatir saja dan menolak
selain mutawatir yakni ahad.22
b. Inkar Sunnah Modern
Prof. Dr. Ahmad Majid Khon di dalam bukunya yang
berawal dari karya ilmiah disertasinya Pemikiran Modern
dalam

Sunnah:

Pendekatan

Ilmu

Hadith

menjelaskan

gerakan ingkar sunnah modern terjadi di beberapa tempat.


Muhammad Musthafa al-Azhamiy, sejarah ingkar sunnah
klasik terjadi pada masa Imam al-Syfii

pada abad ke-2

H/7 M kemudian hilang dari peredarannya selama kurang


lebih 11 abad.23 Kemudian pada abad modern, ingkar
sunnah timbul kembali di India dan Mesir dari abad ke-19
M/13 H hingga sekarang.

a.

Inkar Sunnah India


Dalam sejarah tercatat, ada dua gerakan penghancur
Islam di India pada abad ke-19 M ini, yakni al-Qainiyah

22 Al-Syfii , al-Umm, h. 292, dan al-Rislah, Ed. Ahmad Muhammad


Syakir, (Kairo: Dr a-Turth, 1979), cet. Ke-2, 369-387. Bagi Imam alSyfii sunnah mutawatir disebut khabar ammah dan sunnah selain
mutawatir (ahad) disebut khabar kha. Lihat. Ab Zahrah, Trkh alMadhhib al-Islmiyah, 449450 dan al-Syfii Haytuh wa Aruh Aruh
wa Fiqhuh, (Kairo: Dr al-Fikr al-Arabi, 1996), 193.
23 Muhammad Musthafa al-Aamy, Dirsat fi al-Hadth al-Nabawi wa
Trkhi Tadwnih, 26.
11

dan al-Qurniyah. Al-Qainiyah adalah kelompok Mirza


Ghulam

Ahmad

al-Qadhihaniy

(w.

1908

M)

yang

mengaku menjadi Nabi dan Rasul yang kemudian


disebut gerakan Ahmadiyah. Adapun Quraniyah, alQuraniyn atau ingkar sunnah dipimpin pendirinya
Ghulam Nabi yang dikenal Abdullah Jakralevi (w. 1918
M) mengingkari seluruh sunnah.24
Diduga ada dua orang yang membidani lahirnya
gerakan al-Qurniyyn di India pada akhir abad ke-19
yaitu Muhib al-Haqq Adzim Abadi di Bihar India Timur
dan Abdullah Jakralevi (w. 1918 M) di Lahore. 25 Para
tokoh ingkar sunnah yang lainnya di India adalah Sayyid
Ahmad Khan, Ciragh Ali, Maulevi Abdillah Jakralevi,
Ahmad al-Din Amratserri, Aslam Cirachburri, Ghulam
Ahmad Parwez, dan Abdul al-Khaliq Malwadah.26
Sebab utama timbulnya ingkar sunnah modern ini
adalah akibat pengaruh kolonialisme yang semakin
dahsyat sejak awal abad 19 M di dunia Islam, terutama
di India setelah terjadinya pemberontakan melawan
kolonial Inggris pada tahun 1857 M. Berbagai usaha
yang dilakukan kolonial untuk pendangkalan ilmu agama
dan umum, penyimpangan akidah melalui pimpinan
umat Islam, dan tergiurnya mereka terhadap teori-teori
Barat untuk memberikan interpretasi hakikat Islam. 27
Seperti yag dilakukan oleh Ciragh Ali, Mirza Ghulam
Ahmad al-Qadiyani, dan para tokoh yang mengingkari
hadith jihad dengan pedang, dengan cara mencela-cela
hadith.
24 Khadim Husayn Ilhiy Najsy, al-Qurniyyn wa Syubhatuhum Hawla
al-Sunnah, (Thaif: Maktabah al-Shiddiq, 1989), cet. Ke-3, 19.
25 Pemikiran Modern dalam Sunnah: Pendekatan Ilmu Hadith, h. 60.
26 Al-Qurniyyn wa Syubhatuhum Hawla al-Sunnah, 57 dan 63.
27 Ibid, 21-24.
12

Pada masa modern ini, terdapat empat kelompok alQurniyyn di India yang mempunyai dua prinsip, yaitu:
Pertama, berpedoman hanya pada al-Quran baik dalam
urusan dunia maupun akhirat. Kedua, hadith Nabi bukan
sebagai hujjah dalam beragama. Empat kelompok ini
antara lain; Umat Muslim Ahl al-Dzikr wa al-Quran,28
Umat Muslimah,29 Thulu Islam,30 dan Tamir Insaniyat.31

28Kelompok ini dipimpin oleh Abdullh Jakralevi, seorang syaikh dan


penngerak atau pencetus Qurniyah. Diantara tulisannya Tarjamat alQurn bi yat al-Furqn (al-Quran dijelaskan dengan ayat al-Quran juga).
Kelompok ini mempunyai majalah yang disebut Balgh al-Qurn yang
berisikan pikiran mereka. Ia tinggal di Lahore, Pakistan, membawahi
sekitar 100 orang pengikut yang memiliki beberapa markas di berbagai
kota di Pakistan pusatnya di Dr al-Quran 110 Semanabad Lahore. Disini
ada masjid yang tdak pakai mihrab yang emuat sekitar 100 orang
shalatnya tiga kali dalam sehari semalam dan mengingkari salam ketika
izin masuk rumah. Baginya tidak ada yang membatalkan wuduhu sperti
menyentuh alat vital, mengeluarkan darah dan tidak ada adzan sebelum
shalat, karena al-Quran tidak menjelaskannya, hadith yang menjelaskan
ini bohong. Lihat, Al-Qurniyyn wa Syubhatuhum Hawla al-Sunnah, 5758, dan 368.
29 Kelompok ini dipimpin oleh Ahmad al-Din Amratserri bin al-Khwajah
Miyan Muhammad (1861-1933 H) di India. Pernah mempunya majalah alBayn dan Balgh, tetapi belakangan tidak terbit karena kondisi ekonomi.
Kelompok ini mempunyai banyak markas, pusatnya di Dr al-Quran 3
Lahore. Diantara pemikirannya shalat hanya dua waktu yakni shalat fajar
dan Isya yang ketiga tidak wajib. Shalat boleh dikerjaan empat atau dua
rakaat dan tidak harus menghadap kiblat ke Kabah. Namun belakangan
shalat mereka lahirnya sama dengan muslim lain lima waktu dan puasa
dalam bulan suci Ramadhan. Lihat, Al-Qurniyyn wa Syubhatuhum
Hawla al-Sunnah, 59, dan 373-375.
30 Pendirinya adalah Ahmad Parwez bin Fadhal Din, lahir pada tahun 1903
di Punjab Timur India, kemudian ia pindak ke Pakistan setelah
kemerdekaannya. Pelajaran yang dierikan pada kelomok ini adalah
pelajaran tafsir al-Quran. Diantara pemikirannya adalah di dalam alQuran tidak ada keterangan bahwa Nabi pernah shalat mengadap Bait alMaqdis kemudian berubah ke Mekkah. Al-Quran juga tidak menjelaskan
hadapan shalat ke Kabah yang ada menghadap ke Mekkah untuk
menyatukan umat Islam. Pemerintah Quraiyah boleh mengubah dan
mengganti bagian shalat yang tidak ditetapkan al-Quran. Lihat, AlQurniyyn wa Syubhatuhum Hawla al-Sunnah, h. 60-61, dan 377-378.
13

Dibawah ini akan penulis tampilkan pengingkar


sunnah India Ahmad Khan dan Ciragh Ali karena
pemikiran keduanyalah yang dijadikan refrensi dan
diikuti gerakan al-Qurniyyn berikutnya.
a. Ahmad Khan
Nama lengkapnya adalah Ahmad Khan bin Ahmad Mir
al-Muntai bin Imad al-Husayniy, lahir di Delhi 17
Oktober

1817.

Sejak

kecil

ia

belajar

al-Quran

kemudian belajar bahasa Arab dan Persia. Pada 1838,


ayahnya meninggal. Karirnya diawali menjadi juru
tulis tingkat rendahan di Serikat India Timur (EIC)
Delhi.32
Pikirannya tidak mau terbelenggu oleh otoritas hadith
dan fiqh. Semua ini diukur dengan kritik rasional.
Akibatnya, ia menolaj semua hal yang bertentangan
dengan logika dan hukum alam. Pertama-tama ia
hanya

mau

mengambil

al-Quran

sebagai

yang

menentukan bagi Islam; sedang yang lainnya adalah


membantu dan kurang begitu penting. Ia menolak
hadith yang berisi moralitas sosial yang dihimpun
oleh masyarakat Islam abad pertama atau abad
kedua. Ia mulai sama sekali dari al-Quran dan
dibawa

untuk

relevansinya

menguraikan

dengan

tentang

masyarakat

tentang

baru

pada

zamannya33, dan disesuaikan dengan logikanya saja


31 Kelompok ini dikomandoi oleh Adul Khaliq Malwadah, salah seorang
pimpinan yang memiliki bakat peceramah ang dapat memikat
pendengarnya, ia berpendidikan magister bahasa Arab tetapi juga
menguasai bahasa Urdu dan Inggris. Diantara pemikirannya adalah tidak
lebih dari apa yang diperintah Allah untuk mengikuti apa yang diturunkanNya dalam al-Quran. Lihat, Al-Qurniyyn wa Syubhatuhum Hawla alSunnah, 62-63.
32 Pemikiran Modern dalam Sunnah: Pendekatan Ilmu Hadith, h. 81.
33 Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, (Bandung:
Mizan, 1996), cet. Ke. 3, h. 20.
14

tanpa melihat petunjuk lafaznya dan ijma para


ulama. Maka, ia menolak surga, neraka, malaikat, jin
serta mencaci ulama fikih, ahli hadith dan syair
Islam.
Diantara pemikirannya yang lain yang dihimpun
dalam makalahnya adalah sebagai berikut:34
1. Al-Quran diturunkan kepada Rasul secara makna
saja sedang redaksinya dari Rasul sendiri.
2. Berita ghaib dan sunnah ia takwilkan dengan
pendapat

akalnya.

Misalnya,

hadith

tentang

malaikat menulis ketentuan janin dala kandungan


sang ibu, tentang rezeki, dan ajal ditakwilkan
latihan perbuatan yang akan diperbuat anak
stelah lahir, setan ditakwilkan kekuatan musuh
dan lain-lain.
3. Meragukan otentisitas sunnah karena ia hanya
ditulis berdasarkan ingat-ingatan periwayat saja
dalam tempo waktu yang lama dari masa Nabi,
maka tidak lepas dari tambahan-tambahan.
4. Hadith

yang

tertulis

dalam

berbagai

kitab

sesungguhnya ungkapan para periwayat, kita


tidak tahu lafaz yang asli dari Nabi SAW. Ungkapan
ini adakalanya sesuai dengan ungkapan Nabi dan
adakalanya tidak, maka tidak heran jika sebagian
periwayat salah dalam memahami hadith.
5. Segala hukum prodik hadith tidak wajib diikuti
umat Islam, karena ia hanya produk ijtihad para
ulama dan ada kemungkinan bukan demikian
yang dimaksudkan Nabi SAW.
6. Para periwayat hadith sekalipun yang paling
agung seluruhnya tidak ada yang dapat dipercaya
karena

mereka

telah

lama

wafat

kemudian

34 Pemikiran Modern dalam Sunnah: Pendekatan Ilmu Hadith, h. 82-83.


15

diadakan

penelitian

tentang

diterima

atau

ditolaknya suatu hadith. Jikalau hal ini mustahil,


adalah sesuatu yang sangat sulit.35
Uraian diatas menunjukkan bahwa Sayyid Ahmad
Khan menolak seluruh sunnah yang tidak sesuai
dengan logika dan meragukan validitasnya, sebab ia
dihimpun para ulama abad pertama atau kedua.
a. Ciragh Ali
Ciragh Ali bin Muhammad dilahirkan pada 1844 M.
Studinya

hanya

sampai

pada

tingkat

Mutawassithah (SMA), tetapi karena kesungguhan


dan kecerdasannya ia mempunyai kedudukan. Ia
meninggal pada 15 Juni 1898 dan dimakamkan di
Bombay, India.36 Menurut Dr. Musthafa al-Sibaiy
yang dikutip oleh Khadim Husein Ilahiy Najsy,
kaum imperialis sadar bahwa umai Islam India
tidak mungkin dapat dicegah berperang dengan
pedang, maka mereka berusaha mencaci hadith
tentang

jihad.

Ciragh

Ali

dan

al-adiyani

sebagaimana Ahmad Khan dan lain-lain bergerak


dalam hal ini. Diantara pemikiran Ciragh Ali
tentang sunnah, sebagai berikut:
1. Menolak hijab yang diperintahkan Islam seperti
ungkapannya, Nabi SAW tidak perintah dan
tidak melarang istri-istrinya mengenakan hijab,
tetapi

memelihara

tradisi

cara

berpakaian

sebagaimana juga fiqh Islam tidak perintah


menutup muka dan tangan.
2. Nabi melarang sistem perbudakan, tawanan
peperangan harus dibebaskan tanpa tebusan
dan pembunuhan.
35 Al-Qurniyyn wa Syubhatuhum Hawla al-Sunnah, h. 102-105.
36 Pemikiran Modern dalam Sunnah: Pendekatan Ilmu Hadith, h. 84.
16

3. Periwayatan tentang penjualan Bani Quraidhah


dan anak-anak mereka tidak benar, apalagi
ketundukan Nabi terhadap keputusan Saad,
karena keputusan ini bertentangan dengan
hukum al-Quran.
4. Al-Quran adalah kitab yang sempurna dari
berbagai

segi

dan

selalu

relevan

dengan

perkembangan zaman jika penafsirannya bagus


dan pengikutnya akan mencapai kemajuan.
Tetapi jika al-Quran ditafsirkan sebagaimana
ahli tafsir yang ada dan mengikuti periwayatan
hadith

yang

bohong/maudhu,

maka

umat

menjadi mundur. Mayoritas sunnah maudhu


hanya sedikit yang shahih, ia tidak lebih
khayalan dan renungan para ulama atau dalil
aalogi dan ijmai.37
Dapat disimpulkan pemikiran Ciragh Ali tentang
sunnah bahwa ia mengingkarinya sebagai dasar
hukum Islam. Ia hanya berpedoman pada alQuran saja dalam beragama. Dari Ciragh Ali dan
Ahmad Khan dilanjutkan oleh Abdullah pendiri ahl
al-Dzikr

wa

al-Quran

empat

tahun

setelah

meninggalnya Ahmad Khan dari sinilah disebarkan


berbagai kerancuan dalam sunnah tersebut.
b.

Ingkar Sunnah di Mesir


Gejala timbulnya ingkar sunnah awal di Mesir modern
beriringan dengan dengan perkembangan modernisasi
yang dipelopori oleh para reformis seperti Syaikh
Muhammad Abduh dan murid-muridnya diantaranya
Muhammad Rasyid Ridha yang membawa pengaruh
besar bagi perkembangan dunia Islam khususnya di

37 Al-Qurniyyn wa Syubhatuhum Hawla al-Sunnah, h. 107-110.


17

Mesir dalam perkembangan kebebasan berpikir dan


berijtihad setelah mengalami stagnasi sekian lama.38
Diantara tokoh ingkar sunnah Mesir antara lain:
a. Tawfiq Shidqy39
Isu

ingkar

sunnah

awal

di

Mesir

modern

dikemukakan oleh Tawfiq Shidqiy dalam artikel


kontroversialnya yaitu al-Islam Huw al-Quran
Wahdah40

pada

Muhammad

majalah

Rasyid

al-Manar

Ridha.41

pimpinan

Artikel

ini

mengundang reaksi keras para ulama dan kritikus,


sehingga ia harus melayani jawaban selama
kurang lebih 4 tahun yang memenuhi halaman
majalah ini.42
Setelah selesai menyelesaikan studi, ia banyak
menulis artikel ilmiah dan berwawasan di berbagai
majalah dan Koran harian, seperti di al-Manar, al38Ijtihad mengalami stagnasi pada masa kemunduran (1250-1800 M).
Pendapat yang itimbulakn zaman desintegrasi (1000-1250 M), bahwa
ijtihad telah tertutup diterima secara umum pada masa ini. Antara mazhab
empat terdapat suasana damai dan di madrasah diajarkan mazhab empat
ini. Perhatian pada ilmu pengetahuan sedikit sekali. Lihat, Harun Nasution,
Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek, (Jakarta: UI-Press, 1985), cet. Ke-5, h.
83 dan Pembaruan dalam Islam Sejarah, Pemikiran, dan Gerakan, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1984), cet. Ke-7, h. 62.
39Tawfiq Shidqiy adalah salah seorang dokter yang bertugas di salah satu
Lembaga Kemasyarakatan di Kairo, Mesir. Ia dilahirkan pada 24 Syawwal
1298 H/1881 M. pada masa usia remaja masuk ke Maktab untuk
mempelajari al-Quran dan menghafalnya, sejak itu ia telah tampak
adanya kecenderungan pada masalah yang bersifat religius dan
realisasinya dalam ilmu modern. Kemudian ia menamatkan sekolah dasar
tahun 1896 M, sekolah menengah tahun 1900 M, sekolah kedokteran
tahun 1904 M.
40Tawfiq Shidqiy, al-Islm Huw al-Quran Wahdah (ra wa Afkr),, dalam
al-Manar, (Mesir: Mathbaah al-Manr, 1906), jiz. 7, jilid. 9, 515-525.
41 Al-Islm Huw al-Qurn Wahdah, 906-925.
42 Muhammad Rasyid Ridha, Tarjamah al-Thabb Tawfiq Shidqiy, dalam
al-Manr, juz. 9, jilid. 21, 492-494.
18

Muayyad, al-Liwa, al-Syaab, dan al-Ilm. Diantara


judul artikel yang kontroversia adalah al-Islam
Huw

al-Quran

Shidqiy

dapat

Wahdah.
ditelaah

Buah
dari

pikiran

artikel

Tawfiq

tersebut,

diantaranya:
1. Hanyalah al-Quran yang diwahyukan Allah secara
mutlak dan tidak terjadi kesalahan, sedangkan
sunnah tidak demikian.
2. Islam hanyalah al-Quran, tidak perlu tambahan
lain, karena al-Quran teah sempurna tidak perlu
disempurnakan.

Sunnah

bersifat

kontemporer

hanya berlaku pada masa Nabi saja dan bagi


bangsa Arab saja. Bagi umat yang hidup setelah
masa Nabi atau bagi bangsa non Arab boleh tidak
pakai sunnah.
3. Nabi melarang penulisan sunnah. Seandainya
sunnah menjadi sumber hukum Islam pasti Nabi
perintah menulis seperti al-Quran.
4. Ia

menolak

seluruh

sunnah

baik

mutawatir

maupun ahad, seperti tata cara shalat. Menurutya,


tata cara shalat telah disebutkan dalam berbagai
ayat al-Quran secara terpisah seperti berdiri,
duduk, ruku, sujud, tasbih, takbir, dan membaca
al-Quran. Sementara jumlah rakaat shalat qashr
dalam

keadaan

khawf

(perang)

yaitu

dilaksanakan dua rakaat. Jadi kewajiban minimal


dalam shalat adalah dua

rakaat dan

boleh

ditambah sesuai dengan kondisinya dengan asas


tidak berlebihan.43
b. Mahmud al-Rayyah

43 Tawfiq Shidqiy, Al-Islm Huw al-Qurn Wahdah, 907, 911, dan 916, juz.
7, jildi. 9, 515, 517, 518.
19

Mahmud al-Rayyah adalah salah seorang penulis


modern

berkebangsaan

Mesir.

Pada

masa

mudanya pernah belajar di al-Azhar sampai ke


tingkat Tsanawiyah (SMU), akan tetapi mengalami
kegagalan tidak luls lebih satu kali.44
Pada

1945,

ia

menulis

sebuah

artikel

yang

berjudul Hadits Muhammad di al-Risalah yang


memuat

pikirannya

menyalahi
Maka,

tentang

kepercayaan

terjadilah

diantaranya

para

polemik

dengan

Abu

hadith

yang

ulama

a-Azhar.

dengan

mereka,

Syahbah

sendiri

menolaknya bahkan menyarankan agar ia meralat


tulisannya, tetapi dengan pendiriannya, Mahmud
al-Rayyah menolaknya dengan artikel kedua yang
tetap mempertahankan pendiriannya.45
Diantara pemikiran Mahmud Abu Rayyah adalah
sebagai berikut:
1. Buku

induk

pedoman

hadith

dalam

tidak

beragama

dapat

dijadikan

untuk

umum

sebagaimana al-Quran, karena ia merupakan


hasil ijtihad para ulama belakangan.
2. Abu

Rayyah

dengan

mengutip

berbagai

pendapat ulama yang kontra berkesimpulan,


bahwa secara keseluruhan hadith hanya ahad
yang berfaedah zhann (menduga-duga) dan
tercela

menurut

mutawatir

tidak

al-Quran,

sedang

hadith

mungkin

terjadi

karena

kelangkaan persyaratan.46
44 Imd al-Sayyid, al-Sunnah al-Nabawiyyah fi Kibat Ad al-Islm, (Tesis
di Fakultas Ushuluddin, Kairo, Mesir, 1999), 34-35.
45 Ab Syahbah, Dif al-Sunnah, (Kairo: Maktabah al-Ilm, 1995), cet. Ke.
1, 34-35.
46 Mahmud Abu Rayyah, Aw ala al-Sunnah al-Muhammadiyah, (Kairo:
Dr al-Marif, t.th), cet. Ke. 6, . 19-22, 250-252, 380-381.
20

c. Ingkar Sunnah di Indonesia


Penulis

menambahkan

sekilas

dalam

pembahasan ingkar sunnah modern yang terjadi


di Indonesia. Pemikiran modern ingkar sunnah
muncul di Indonesia secara terang-terangan kirakira pada tahun 1980-an. Persisnya sekitar tahun
1982-1983.47

Sekitar

tahun

1980-an,

paham

pemikiran modern ingkar sunnah di Indonesia


bergerak di beberapa tempat pada 1983-1985
mencapai puncaknya sehingga menghebohkan
masyarakat
berbagai

Islam

harian

dan
koran

memenuhi
dan

halaman

majalah.

Pusat

pergerakan mereka di Jakarta yang mendominasi


jumlah pembawanya yang terbanyak, kemudian di
Bogor, Jawa Barat; Tegal, Jawa Tengah, dan
Padang, Sumatera Barat.48
Secara umum, pokok-pokok ajaran ingkar
sunnah yang tersebar di Indonesia antara lain:
1. Tidak mengakui dua kalimat syahadat.
2. Tidak mengakui shalat lima waktu dan azan
iqamat setiap waktu .
3. Menghilangkan shalat berjamaah setiap waktu.
4. Tidak ada kewajiban puasa Ramadhan, zakat
fitrah dan shalat Jumat.
5. Orang

meninggal

tidak

boleh

dimandikan,

dikafankan, dan dishalatkan.


6. Allah

dan

Rasul

manunggal

(dwi

tunggal)

mengikuti hadith Nabi haram.


7. Tidak mengakui adanya shalat Idul Fitri, Idul
Adha, dan shalat Tarawih.
47 Zufran Rahman, Sunnah Nabi SAW sebagai Sumber Hukum Islam
(Jawaban Terhadap Ingkar Sunnah, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1995),
cet. Ke-1, h. 162.
48 Pemikiran Modern dalam Sunnah: Pendekatan Ilmu Hadith, h. 100.
21

8. Nabi Muhammad tidak berhak menerangkan


agama yang membinasakan umat.49
3. Argumentasi Ingkar Sunnah
Sebuah statemen yang muncul tak ubahnya seperti
bangunan, untuk
beberapa

dapat berdiri kokoh harus didukung oleh

komponen

sebagai

pilar

penyangga

dan

penopangnya. Demikian pula dengan kelompok Ingkar Sunnah


telah mengajukan berbagai argumentasi yang dikedepankan
sebagai upaya memberikan justifikasi terhadap statemen
yang mereka landingkan.
mereka

ajukan

dapat

Ditilik dari argumentasi yang

dibedakan

menjadi

dua,

yaitu

argumentasi dalam bentuk nas secara tekstual (naql) dan


argumentasi berdasarkan logika formal (aql).
1. Argumentasi berdasarkan nash secara tekstual
a. Sesuatu yang akan menjadi landasan agama haras
bernilai

pasti.

kepastiannya

Dan

yang

dalam

segala

secara
segi

jelas

hanya

terbukti
al-Quran,

sementara sunnah masih bernilai zhanni. Berdasarkan


fiman Allah SWT;



Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya;
petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.50
b. Pendapat lain mengatakan, secara kuantitas hadith
mutawatir

sangat

minim

sekali

jika

dibandingkan

dengan hadith yang secara kualitas bernilai ahad,


sementara yang ahad itu bersifat zhann. Agama tidak
bisa

dilandaskan

pada

konspirasi

antara

al-Quran

dengan hadith yang bernilai zhann, karena gabungan


49 M Amin Djamaluddin, Bahaya Ingkar Sunnah, (Jakarta: LPPI, 2000), cet.
Ke-3, 48-69.
50 QS. Al-Baqarah, 2:2.
22

antara yang pasti dengan zhann akan melahirkan


bentuk zhann juga. Dasarnya firman Allah SWT;


Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak
mempunyai pengetahuan tentangnya.51
c. Al-Quran tidak memerlukan penjelasan karena alQuran merupakan penjelasan bagi segala hal. Dalam
statemennya disebutkan, al-Quran diturunkan secara
rinci. Implikasinya semua ayat yang telah diturunkan
sudah jelas dan tidak memerlukan penjelasan lagi.
Berdasarkan firman Allah SWT;

Padahal Dialah yang telah menurunkan kitab (Al


Quran) kepadamu dengan terperinci?52
d. Konsekuensi dari pandangan diatas, bagi mereka yang
tetap berpendapat perlunya penjelasan bagi al-Quran,
berarti secara tegas telah mendustakan eksistensi dan
substansi al-Quran sebagai penjelas bagi segala hal
secara tuntas tanpa ada yang luput dan teralfakan di
dalamnya. Berdasarkan firman Allah SWT;


Tiadalah Kami alfakan sesuatupun dalam al-Kitab.53
e. Hanya al-Quran yang memilki otoritas dan legitimasi
menjadi sumber hukum Islam. Untuk itu Allah telah
51 QS. Al-Isra, 17:36.
52 QS. Al-Anam, 6: 114.
53 QS. Al-Anam, 6:38.
23

menjamin kelestarian, keutuhan dan keorisinilannya


sampai hari kiamat. Sesuai dengan firman Allah SWT;


Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Quran,
dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.54
Argumentasi ini dipegang Rasyid Ridha dan Tawfiq
Shidqyi, Abu Rayyah dan para pengingkar sunnah dari
Pakistan.55 Sedangkan kelompok lain berpendapat, hadith
tidak

dapat

dikategorikan

sebagai

wahyu,

karena

bisa

dikatakan wahyu tentu akan ada jaminan atau garansi dari


Allah SWT untuk memelihara kelestarian dan keorisinalannya
sampai hari Kiamat nanti.
Masih banyak lagi argumen-argumen lain yang dijadikan
hujjah dan pegangan untuk melegitimasi dan menjustifikasi
pandangannya. Dalam perjalanannya kelompok ini telah
menemui rintangan dan kritikan baik yang bernada keras
maupun ringan, terutama dari kelompok yang mengklaim diri
sebagai

kelompok

pembela

sunnah,

dengan

melakukan

berbagai tindakan preventif terhadap kemungkinan semakin


meluasnya pengaruh dan akibat yang ditimbulkan oleh
kelompok ini. Juga sebagai pembelaan terhadap eksistensi
dan

substansi

sunnah

dari

upaya

penggerogotan

yang

dilakukan oleh mereka yang menentang sunnah Nabi sebagai


sumber ajaran Islam.
2. Argumentasi berdasarkan dalil aqli
Maksud dalil aqli disini, yaitu dalil yang tidak secara
langsung disandarkan pada teks teks al-Quran, akan tetapi
54 QS. Al-Hijr, 15:9.
55 Aw al al-Sunnah al-Muhammadiyah, 46-50.
24

dengan cara analisis dan elaborasi melalui penalaran akal


secara logis-obyektif, walaupun sisi-sisi argumentasi itu
ada yang bersinggungan dengan sisi tertentu dari ayat alQuran

maupun

sunnah

Nabi.

Diantara

argumentasi

tersebut yang patut dikedepankan adalah;


a. Al-Quran ditransformasikan Allah SWT dalam bahasa
Arab,

yang

notabene

sebagai

bahasa

sehari-hari

komunitas masyarakat muslim dimana al-Quran itu


diturunkan. Tentu bagi orang mampu memahami bahasa
Arab dari segi balaghah, uslub dan tata bahasa secara
baik dan benar, dalam memahami al-Quran tidak
memerlukan

perantara

termasuk

dari

hadits

atau

sunnah dalam menangkap pesan-pesan moral al-Quran


dengan pemaknaan yang benar dan lebih komprehensif.
b. Realitas

sejarah

terpolarisasi

menunjukkan

menjadi

umat

beberapa

Islam

kelompok

telah
karena

perbedaan paham dalam memahami realitas agama


yang

menimbulkan

konsekuensi

kemunduran

Islam

dalam peraturan dan persaingan internasional sampai


saat ini. Salah satu penyebabnya adalah perbedaan
dalam penggunaan hadits sebagai literatur mereka.
Berdasarkan premi diatas dapat ditarik benang merah
bahwa

hadits

merupakan

salah

satu

penyebab

mundurnya umat Islam.56


c. Tawfiq Shidqiy menambahkan, tidak satupun hadith
yang dicatat pada masa Nabi. Dalam rentang waktu
tersebut

hadith

sangat

rentan

terhadap

upaya

memutarbalikkan fakta, dengan cara mempermainkan


dan merusak hadith sebagaimana yang telah terjadi.57
56 Kasim Ahmad, Hadits Satu Penilaian Semula, (Selangor : Media Intelek, 1986),
14-20.
57 Tahir Hakim, Sunnah Dalam Tatanan Pengingkarnya, Alih Bahasa M. Maaruf
Misbah,(Jakarta : Granada, tt), 14.

25

d. Signifikasi metode analisis-korektif yang berwawasan


obyektif terhadap hadith seperti kritik sanad, masih
belum

representatif

menentukan

dan

keshahihan

masih

lemah

dalam

(realibility)

sebuah

hadith,

karena dua alasan; pertama kritik sanad yang terdapat


dalam ilmu al-jarh wa al-tadil58, baru muncul satu
setengah abad setelah Nabi wafat. Sehingga mata
rantai pentransmisian pada masa sahabat Nabi tidak
dapat ditemui dan diteliti lagi. Kedua seluruh sahabat
nabi sebagai perawi pada tingkatan pertama, dinilai
semua adil oleh para muhaddithin abad III H atau awal
abad IV H, dengan konsep tadil al-Shahabah, sehingga
mereka dikategorikan sebagai orang yang ma'sum dari
kesalahan dan kekeliruan dalam meriwayatkan hadith.
Inilah argumentasi-argumentasi dan dasar statemen
mereka sebagai, upaya justifikasi terhadap statemen yang
digutirkannnya. Terlepas dari benar dan salahnya kita
dapat

menjadikannya

sebagai

stimulus

bagi

gerakan

intelektual muslim, khususnya bagi kalangan muhaddithin


dalam

mencari

formulasi

dan

argumentasi

yang

independen dengan berwawasan obyektif yang jauh dari


kesan

apologis,

apalagi

sikap

apriori,

tetapi

dengan

berlandaskan logika formal merupakan solusi yang realistis.


4. Bantahan Ulama Terhadap Ingkar Sunnah
Menurut Amy, tidak diragukan lagi bahwa al-Quran
bersifat

konkrit

dan

pasti.

Namun,

kekonkritan

dan

kepastian itu adalah dari segi keberadaannya (Qaiy alThubt). Sementara dari segi pengertian yang terkandung
dalam ayat-ayat al-Quran itu, tidak selamanya hal itu
bersifat konkrit dan pasti. Ada ayat yang memberikan
58Ilm Jarh wa al-Tadl suatu ilmu dengan metode tertentu untuk menentukan
cacat dan terpujinya para rawi hadith, yang sangat signifkan dalam menentukan
diterima dan ditolaknya sebuah hadith.

26

pengertian konkrit dan pasti, qaiy al-Dallah. Dan ada


juga ayat yang memberikan pengertian tidak konkrit dan
pasti, anni al-Dallah.59
Dalam mengikuti ann antara al-Quran dan hadith tidak
ada perbedaan. Kita diwajibkan mengikuti al-Quran yang
terkdang bersifat dhann pengertiaanya, dan kita suda
diwajibkan

mengikuti

hadith

yang

bersifat

ann

keberadaanya.60
Tidak bisa disangkal lagi bahwa para pengingkar Sunnah
cenderung

memilah-miilh

ayat

al-Quran,

mana

yang

sesuai dengan gaya berpikir mereka itulah yang mereka


pakai. Namun, apabila ayat tersebut tidak bisa memback
up pemikiran serta argumen mereka maka mereka tidak
akan menggunakkan ayat tersebut sebagai legitimasi.
Memang al-Quran merupkan penjelas segala sesuatu
seperti yang telah disebut dalam surat al-Anm ayat 38:


Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan
burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya,
melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami
alpakan sesuatupun dalam al-Kitab, kemudian kepada
Tuhanlah mereka dihimpunkan.
dan al-Nahl ayat 89,

59 Ali Musthafa Yaqub, Kritik Hadis, 54.


60 Ibid
27

(dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada


tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka
sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi
saksi atas seluruh umat manusia. dan Kami turunkan
kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala
sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi
orang-orang yang berserah diri.

Namun, mereka enggan melihat ayat lain seperi surat


an-Nahl ayat 44,

Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan


Kami
turunkan
kepadamu
al-Qurn,
agar
kamu
menerangkan pada umat manusia apa yang telah
diturunkan kepada mereka[829] dan supaya mereka
memikirkan.

C. Kesimpulan
Sejak masa lalu umat Islam sepakat untuk menerima
hadith dan menjadikannya sebagai sumber hukum Islam yang
wajib dipatuhi. Pada masa lalu juga sudah terdapat sejumlah
orang atau kelompok yang menolak hadith, tetapi hal itu
lenyap pada akhir abad atau paling tidak pada akhir abad
ketiga. Penolakan hadith ini muncul kembali pada abad ketiga
belas hijri yang lalu, akibat pengaruh penjajahan Barat.
Substansi ingkar sunnah modern (abad ke-19-21 M)
sebenarnya tidak jauh berbeda dengan pemikiran ingkar
sunnah klasik (masa Imam Syfii) yakni sama-sama menolak
28

kehujjahan

sunnah

sebagai

dasar

beragama.

Keduanya

memiliki tingkatan yang sama dalam penolakan sunnah yakni


adakalanya menolak
sunnah yang tidak

seluruh sunnah, menolak sebagian

semakna dengan al-Quran, dan menolak

sunnah ahad saja.


Dalam rangka memperkuat persepsi tentang status
sunnah sebagai dasar hukum Islam, hendaknya kepada semua
umat Islam mempelajari ilmu hadith Diryah dan Riwyah,
sehingga mampu memahaminya secara fungsional, mampu
mendeteksi dan meneliti keshahihan periwayatan dalam
sanad dan matan, mampu mengetahui bagaimana perhatian
para

ulama

dalam

periwayatan,

penghimpunan,

dan

pengodifikasian sunnah dengan riset yang ekstra ketat,


teoretis, metodologis, dan seterusnya.
Para pengingkar sunnah modern, hendaknya kembali
kepada pemahaman induk semula yaitu mengikuti pendapat
para ulama yang ahli dalam bidangnya, kecuali jika mereka
elah memenuhi kriteria sebagai reformer (mujaddid) dalam
sunnah. Jika tidak, kekacauan pemahaman dan persepsi salah
akan terjadi, akibatnya akan meninggalkan mayoritas ajaran
agama Islam, berwawasan sempit, bersikap skeptis dalam
kehidupan beragama, dan menyesatkan umat.

29

DAFTAR PUSTAKA
Anis, Ibrahim, et al. Al-Mujm al-Was, Mesir: Mujm Lughah
al-Arabiyyah, 1972, cet. Ke-2, juz 1.
Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: PN
Balai Pustaka, 1984, cet. Ke-7.
Tim Syarif Hidayatullah. Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta:
Djambatan, 1992.
Husnan. Gerakan Inkar as-Sunnah dan Jawabannya, T.t: T.tp, T.t.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, jilid.2
Tim penyusun Pustaka Azet, Leksikon Islam.
Majid Khon, Abdul. Pemikiran Modern dalam Sunnah: Pendekatan
Ilmu Hadith, Jakarta: Fajar Interpratama Offset, 2011.
Husayn Ilahi Najsy. Khadim, al-Quraniyn wa Syubhatuhum Hawla
al-Sunnah, (Thaif: Maktabah al-Shiddiq, 1989), cet. Ke-1.
Shalih. Ulm al-Hadth wa Musthalahahuh, Beirut: Dr al-Hadth,
1989.
Thahn, Mahmud. Taysr Musthalah al-Hadth, Beirut: Dr alTsaqafah al-Islmiyah, 1985, cet. Ke-7.
Zahrah, Ab. Trkh al-Madhhib al-Islmiyah, Beirut: Dr al-Fikr, tt.
Baghddy, Abd al-Qhir bin Muhammad. Al-Farq bain al-Firq,
Kairo: Maktabah Dar al-Turth, t.th.
Ab Dwud, Kitb al-Sunnah, bab Luzm al-Sunnah.
Al-Turmudzi, Kitb al-Ilmi, bab Ma Nuhy anh an Yuqla.
Hibban, Ibn. Dalam mukaddimah, bb al-Itishm bi al-Sunnah.

30

Al-Mubarakfury, Al-Ula, Abi. Tuhfah al-Ahwadzy bi Syarh Jam alTurmudziy, Beirut: Dr al-Kutub al-Ilmiyah, t.th.
Al-Hkim al-Naysabri, Abi Abdillh. Al-Mustadrak ala aayn,
Beirut: Dr al-Marif, t.th, juz 1.
Yaqub, Ali Musthafa. Kritik Hadis, Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1995.
Al-Syfii . Al-Umm, Beirut: al-Marifah, 1983, cet. Ke. 2.
Al-Rislah, Ed. Ahmad Muhammad Syakir, Kairo: Dr a-Turats, 1979,
cet. Ke-2.
Al-Syfii

Haituh wa Ashruh Aruh wa Fiqhuh, Kairo: Dr al-Fikr

al-Arabi, 1996.
Ali, Mukti. Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan,
Bandung: Mizan, 1996, cet. Ke. 3.
Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek, Jakarta: UIPress, 1985, cet. Ke-5.
Pembaruan dalam Islam Sejarah, Pemikiran, dan Gerakan, Jakarta:
Bulan Bintang, 1984), cet. Ke-7.
Shidqiy, Tawfiq. Al-Islm Huw al-Qurn Wahdah (Ar wa Afkr),,
dalam al-Manr, Mesir: Mathbaah al-Manr, 1906, jiz. 7, jilid.
9.
Ridha, Rasyid, Muhammad. Tarjamah al-Thabb Tawfiq Shidqiy,
dalam al-Manr, juz. 9, jilid. 21.
Sayyid Imd. Al-Sunnah al-Nabawiyyah fi Kitbat Ad al-Islm, Tesis
di Fakultas Ushuluddin, Kairo, Mesir, 1999.
Syahbah Abu, Dhif al-Sunnah, Kairo: Maktabah al-Ilm, 1995, cet.
Ke. 1.
Abu Rayyah, Mahmud. Aw ala al-Sunnah al-Muhammadiyah,
Kairo: Dr al-Marif, t.th, cet. Ke. 6.
31

Zufran, Rahman. Sunnah Nabi SAW sebagai Sumber Hukum Islam


(Jawaban Terhadap Ingkar Sunnah, Jakarta: CV Pedoman Ilmu
Jaya, 1995, cet. Ke-1.
Djamaluddin, M Amin. Bahaya Ingkar Sunnah, Jakarta: LPPI, 2000,
cet. Ke-3.
Ahmad, Kasim. Hadits Satu Penilaian Semula, Selangor : Media
Intelek, 1986.
Hakim, Tahir. Sunnah Dalam Tatanan Pengingkarnya, Alih Bahasa M.
Maaruf Misbah, Jakarta : Granada, tt.

32

Anda mungkin juga menyukai