Laporan Praktikum Rempah Oleoresin
Laporan Praktikum Rempah Oleoresin
Disusun Oleh:
Artika EL Sonia (1400025)
Hertika Permata Sari (1406992)
Nadya Nanda Mutiara (1405514)
Shaila Rismayaningrum (1400912)
Weliyus (1404450)
Kelompok 4
I.
TEORI
Oleoresin merupakan campuran senyawa minyak atsiri dan resin yang
diperoleh dengan cara ekstraksi. Dalam perdagangan, sudah banyak oleoresin yang
dipasarkan seperti oleoresin jahe (ginger), cabe (capsicum), lada hitam (black
pepper), kayu manis (cinnamon bark), bunga cengkeh (clove bud oleoresin), pala
(nutmeg oleoresin), paprika oleoresin, dan masih banyak lagi yang lain. Umumnya
oleoresin ini bisa berbentuk cair, pasta ataupun padatan tergantung dari komponen
senyawa yang terkandung. Sedang fungsi oleoresin adalah sebagai bahan baku
flavor, disamping sebagai bahan pengawet alami. Di dunia industri, oleoresin
digunakan sebagai bahan baku obat, kosmetik, parfum, pengalengan daging, fresh
drink dan masih banyak lagi, hingga industri bakery maupun kembang gulapun juga
membutuhkan oleoresin.
Industri oleoresin di Indonesia sangat terbatas jumlahnya, sampai-sampai
perusahaan pengguna oleoresin di harus import oleoresin dari negara lain. Ini artinya
peluang bisnis memproduk oleoresin sangat lebar, terlebih lagi bahan baku rempah
juga tersedia melimpah. Inilah kesempatan emas orang Indonesia untuk meraih
sukses dengan memproduksi oleoresin yang jauh lebih profit dibanding menjual
bahan mentah rempah ke luar negeri.
Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan
kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda, biasanya air dan
yang
ekstrak
(Extracta)
adalah
sedian
kering, kental, atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani
menurut cara yang cocok diluar pengaruh matahari langsung ektrak kering harus
mudah di gerus menjadi serbuk.
Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan
penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Sedangkan
ekstraksi
soxhlet adalah salah satu instrumen yang digunakan untuk mengekstrak suatu
senyawa. Pada umumnya metode yang digunakan dalami nstrumen ini adalah untuk
mengekstrak senyawa yang memiliki kelarutan terbatas dalam suatu pelarut.
Oleoresin dapat dihasilkan dari berbagai jenis rempah rempah yang ada di
Indonesia, setiap jenis rempah memiliki jenis oleoresin yang berbeda beda pula,
tergantung kandungan dari setiap rempah tersebut.
Cabai (Capsicum annuum L.)
Cabai (Capsicum annuum L. ) adalah tanaman yang termasuk ke dalam
keluarga tanaman Solanaceae. Cabai mengandung senyawa kimia yang dinamakan
capsaicin (8-methyl-N-vanillyl-6-nonenamide). Selain itu, terkandung juga berbagai
senyawa yang mirip dengan capsaicin, yang dinamakan capsaicinoids. Sedangkan
buah cabai merupakan buah buni dengan bentuk garis lanset, merah cerah, dan
rasanya pedas. Daging buahnya berupa keping-keping tidak berair. Bijinya
berjumlah banyak serta terletak di dalam ruangan buah (Setiadi, 2008). Secara
umum cabai memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin diantaranya Kalori,
Protein, Lemak, Karbohidrat, Kalsium, Vitamin A, B, dan Vitamin C. Selain
digunakan untuk keperluan rumah tangga, cabai juga dapat digunakan untuk
keperluan industri diantaranya, Industri bumbu masakan, Industri makanan, Industri
obat-obatan atau jamu (Setiadi, 2008).
Serai
Serai merupakan tumbuhan yang masuk ke dalam family rumput-rumputan.
Dikenal juga dengan nama serai (Indonesia), dan sereh (Sunda). Tanaman ini
dikenal dengan istilah Lemongrass karena memiliki bau yang kuat seperti lemon,
Kayu Manis
Kayu manis merupakan produk rempah-rempah yang paling banyak
dijumpai di Indonesia. Ada empat jenis kulit kayu manis dalam dunia perdagangan
ekspor maupun lokal, yaitu : Cinnamomum burmanii, Cinnamomum zeylanicum,
cinnamomum cassia, cinnamomum cillialawan. Cinnamomum burmanii ini berasal
dari Indonesia (Rismunandar dan Paimin, 2001). Kayu manis mengandung minyak
terbang (sinamaldehida, eugenol, terpen) pati, kalsium oksalat, dan lemak. Akarnya
mengandung glisiridin, gula, asparagin, dammar, dan kalsium oksalat (Sri, 2006)
II.
III.
TUJUAN PRAKTIKUM
Mengekstraksi oleoresin dari beberapa jenis rempah-rempah dengan
menggunakan alat soxhlet dan alat perkolasi
Menganalisis sifat-sifat oleoresin yang dihasilkan.
ALAT DAN BAHAN
Alat
Alat ekstraksi Soxhlet lengkap
(terdiri dari pemanas, labu didih,
tabung Soxhlet, dan kondensor)
IV.
Bahan
Kayu Manis
Serai
Cabai
Jahe
Heksana
Alkohol
PROSEDUR KERJA
Metode Soxhlet
1. Menyiapkan sampel (hasil rajang), kemudian menimbang 50 gram
sampel, dilanjutkan dengan menimbang labu kosong.
2. Membungkus sampel dengan kertas saring, kemudian memasukkan
ke dalam Soxhlet.
3. Menambahkan heksana 1 siklus, kemudian melanjutkan ekstraksi
9 kali siklus.
4. Mengevaporasi sampel di labu ukur, kemudian mengoven selama 15
menit.
5. Menimbang hasil ekstraksi.
6. Melakukan pengamatan warna dan aroma, perhitungan rendemen dan
5.
6.
7.
8.
Uji Alkohol
Menambahkan 1 sampel dalam tabung reaksi, kemudian menambahkan
alkohol 90% sedikit demi sedikit hingga terbentuk larutan jenih.
V.
HASIL PENGAMATAN
Sokhlet
Cabe
Rendeme
Kadar
Berat
Alkoho
Jenis
10,10%(5
l
170 ml
0 g)
Warna
Aroma
0,99
Merah
Khas
(280C)
Keorenan
Cabe
Pekat
Serai
22,17%
Kayu
3,41%(25
Manis
g)
Jahe
1,78%
2,5 ml
1,2821
Kuning
(+++)
Khas
130 ml
(280C)
-
Keruh
Coklat
Serai
Khas
Kekuninga
Kayu
Manis
(++)
Coklat
(+++)
Khas Jahe
Kekuninga
(+++)
130 ml
n
(+++)
Warna
Aroma
Perkolas
Rendeme
Kadar
Berat
Alkoho
Jenis
Cabe
83,89%
l
2 ml
1,0129
Orange
Cabe
0,9 ml
(280C)
0,9735
(+++)
Coklat
(+)
Menyenga
(280C)
Keruh
t Khas
1,0811
Coklat
Serai
Menyenga
(280C)
Pekat
t Khas
Kemeraha
Kayu
Manis (++
Coklat Tua
+)
Kuat
Serai
Kayu
182,35%
208,798%
50 ml
Manis
Jahe
836,468%
26 ml
1,038
(280C)
Khas Jahe
(++)
I.
PEMBAHASAN
dua metode
Metode perkolasi adalah metode ekstraksi cara dingin yaitu dengan cara penyairan
yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyaring yang berupa etanol melalui
serbuk simplisia yang telah dibasahi. Proses perkolasi terdiri dari tahapan pengembang
bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan
ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat). Yang kedua adalah metode
soklet termasuk ke dalam cara ekstraksi panas. Soklet adalah ekstraksi dengan
menggunakan pelarut yang ada umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi
ekstraksi kontinyu dan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
Pelarut yang digunakan kali ini adalah heksan. Parameter yang diamati dalam beberapa
sample adalah rendemen, kadar alcohol, berat jenis, warna dan aroma.
A. Oleoresin Cabai merah
Rendemen oleoresin cabai merah yang dihasilkan dengan metode soklet adalah 10,6
% sementara pada oleoresin cabai merah dengan metode perkolasi adalah 83,89 %.
Disini penggunaan pelarut berpengaruh. Oleoresin sebagian besar adalah senyawa polar
sehingga pelarut dengan polaritas yang tinggi (etanol) dapat mengekstrak oleoresin
lebih banyak dibandingkan jenis pelarut yang lain (aceton atau n-hexane). Oleh karena
itu, rendemen oleoresin cabai dengan metode perkolasi lebih banyak daripada oleoresin
cabai dengan metode soxhlet. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Laras (2013),
rendemen yang didapatkan pada cabai dengan metode perkolasi adalah 29,74 %.
Adanya perbedaan hasil mungkin saja dipengaruhi oleh banyak pelarut yang digunakan,
suhu, lama ekstraksi, serta banyaknya simplisia.
Warna oleoresin pada cabai merah merah dengan metode soklet lebih gelap (pekat)
dibandingkan dengan metode perkolasi. Komponen oleoresin cabai merah disebut
dengan capsaicin. Pigmen warna yang berpengaruh dalam cabai adalah klorofil dan
karotenoid. Karena cabai merah yang digunakan sudah menua, klorofil tersebut
digantikan dengan karotenoid.Warna oleoresin yang lebih tua pada metode soklet terjadi
karena pelarut yang digunakan. Metode soxhlet menggunakan pelarut heksan sementara
metode perkolasi menggunakan etanol. Menurut Purseglove (1981) pada Laras (2013),
etanol merupakan pelarut yang tidak efisien dalam melarutkan warna sehingga tidak
dapat melarutkan semua pigmen warna yang terkandung dalam bahan. Oleoresin cabai
dengan metode perkolasi tidak berwarna pekat karena menarik keseluruhan zat (zat
berkhasiat yang tahan ataupun tidak tahan pemanasan).
Aroma pada oleoresin cabai dengan metode soxhet lebih tajam daripada oleoresin
cabai dengan metode perkolasi. Hal tersebut karena pengaruh capsium yang terkandung
dalam cabai merah. Aroma cabai dengan metode soxhlet lebih tajam karena oleoresin
yang dihasilkan juga lebih pekat dan yang terambilnya hanyalah zat khasiat yang tahan
panas saja. Kemudian untuk berat jenis, berat jenis oleoresin cabai merah dengan
metode soxhlet lebih rendah (0,99) daripada oleoresin cabai merah dengan metode
perkolasi (1,0129). Hal tersebut terjadi karena massa oleoresin cabai merah dengan
metode perkolasi lebih besar daripada oleoresin cabai merah dengan metode soxhlet.
Selain itu konsentrasi oleoresinnya pun berpengaruh.
Kelarutan oleoresin dalam alcohol digunakan untuk mengetahui kerusakan minyak
atsiri pada oleoresin yang dhasilkan akibat proses resinifikasi. Kelarutan dalam alcohol
dinyatakan dalam jumlah alcohol yang dibutuhkan untuk melarutkan 1 ml oleoresin.
Semakin besar kelarutan sample dalam alcohol, semakin baik mutunya (SII,1998 dalam
Muh Irfan,2008). Untuk melarutkan oleoresin cabai merah dengan metode sokhlet
diperlukan 170 ml alcohol sedangkan oleoresin cabai merah dengan metode perkolasi
sebanyak 2 ml. Kelarutan oleoresin dalam alcohol disebabkan oleh adanya komponen
kimia yang mengandung gugus OH. Semakin banyak senyawa yang mengandung gugus
tersebut, maka akan semakin tinggi kelarutannya. Semakin banyak jumlah alcohol yang
ditambahkan untuk melarutkan oleoresin, berarti semakin kecil kelarutannya.
Pada oleoresin cabai merah dengan metode sokhlet, hasilnya lebih pekat
dikarenakan proses ekstraksinya pun lebih lama, dan menyebabkan proses polimerisasi.
Proses polimerisasi akan menurunkan kelarutan oleoresin dalam alcohol. Proses
polimerisasi mudah terjadi pada minyak arsiri yang mengandung sejumlah besar terpena
yang disebabkan oleh panas. Dalam metode soxhlet, minyak atsiri cabai lebih lama
mengalami proses pemanasan. Oleh karena itu, hasilnya pun lebih pekat (viskositasnya
lebih tinggi) dan memerlukan alcohol yang banyak pula untuk melarutkannya. (Hermani
dan Rishaferi ,1989 cit.Widada,1993 dalam Irfan,2008).
B. Oleoresin Serai
Rendemen oleoresin serai yang dihasilkan dengan metode soklet adalah 22,17
% sementara pada oleoresin serai dengan metode perkolasi adalah 182,35 %. Dalam
SNI seharusnya rendemen oleoresin serai adalah 0,4 %. Disini penggunaan pelarut
berpengaruh. Oleoresin sebagian besar adalah senyawa polar sehingga pelarut dengan
polaritas yang tinggi (etanol) dapat mengekstrak oleoresin lebih banyak dibandingkan
jenis pelarut yang lain (aceton atau n-hexane). Oleh karena itu, rendemen oleoresin
cabai dengan metode perkolasi lebih banyak daripada oleoresin cabai dengan metode
soxhlet. Adanya perbedaan hasil mungkin saja dipengaruhi oleh banyak pelarut yang
digunakan, suhu, lama ekstraksi, serta banyaknya simplisia.
Warna yang dihasilkan pada oleoresin serai dengan metode soxhlet adalah
kuning keruh sementara oleoresin serai dengan metode perkolasi berwarna coklat keruh.
Karakteristik oleoresin sereh dapur menurut SNI No. 06-3953-1995, penampilannya
cair, warnanya kuning tua sampai merah, aroma lemon. Rendemen 0,4%; berat jenis
0,8902; putaran optik + 0,2; indeks bias 1,487; kelarutan dalam alkohol 1:2; kadar sitral
80,2%. Untuk warna oleoresin serai dengan metode soxhlet sudah memenuhi SNI
sementara pada oleoresin serai dengan metode perkolasi tidak sesuai. Hal tersebut
terjadi mungkin pada metode perkolasi seluruh zat terbawa (zat berkhasiat yang tahan
ataupun tidak tahan pemanasan).
Sementara untuk aroma keduanya berbau khas serai. Hal tersebut timbul
karena senyawa citondro yang terkandung dalam serai. Untuk berat jenis pada oleoresin
serai dengan metode soxhlet adalah 1,2821 sementara oleoresin serai dengan metode
perkolasi adalah 0,91, sedangkan menurut SNI adalah 0,8902. Ini terjadi karena massa
serai dengan metode soxhlet lebih besar (lebih tinggi viskositasnya) dibandingkan
dengan oleoresin serai metode perkolasi. Untuk kadar alcohol, serai oleoresin serai
dengan metode soxhlet membutuhkan 2,5 ml untuk melarutkan alcohol, sementara
oleoresin serai dengan metode perkolasi membutuhkan 0,9 ml untuk melarutkan
alcohol. Proses polimerisasi akan menurunkan kelarutan oleoresin dalam alcohol.
Semakin banyak jumlah alcohol yang ditambahkan untuk melarutkan oleoresin, berarti
semakin kecil kelarutannya. Oleh karena itu, serai dengan metode perkolasi
membutuhkan 0,9 ml alcohol, yang berarti lebih tinggi kelarutannya dibandingkan
dengan serai oleoresin serai dengan metode soxhlet karena membuthkan lebih banyak
alcohol untuk larut.
C. Oleoresin Kayu Manis
Rendemen oleoresin kayu manis yang dihasilkan dengan metode soklet
adalah 3,41 % sementara pada oleoresin kayu manis dengan metode perkolasi
adalah 208,79 %. Disini penggunaan pelarut berpengaruh. Oleoresin sebagian
besar adalah senyawa polar sehingga pelarut dengan polaritas yang tinggi (etanol)
dapat mengekstrak oleoresin lebih banyak dibandingkan jenis pelarut yang lain
(aceton atau n-hexane). Oleh karena itu, rendemen oleoresin cabai dengan metode
perkolasi lebih banyak daripada oleoresin cabai dengan metode soxhlet. Adanya
perbedaan hasil mungkin saja dipengaruhi oleh banyak pelarut yang digunakan,
suhu, lama ekstraksi, serta banyaknya simplisia.
Warna yang dihasilkan oleoresin kayu manis yang dihasilkan dengan metode
soklet adalah coklat kekuningan sementara pada oleoresin kayu manis dengan
metode perkolasi adalah coklat pekat. Warna yang dihasilkan oleoresin kayu manis
yang dihasilkan dengan metode soklet sudah sesuai dengan SNI yakni berwarna
kekuningan. Sementara aroma yang timbul pada keduanya adalah aroma khas kayu
manis yang menusuk. Aroma tersebut disebabkan oleh senyawa kimia yang
terkandung dalam kayu manis yaitu minyak sinnamon atau sinamat aldehide
(Cinnamic aldehyde), Eugenol, methyl-n-amyl Ketene, furfural, 1- - Pinene, 1Phellandrene, p-Cymene, benzaldehyde, nonyl aldehyd, hydrocinnamic aldehyde,
cuminaldehyde, 1-Linalool, kariofilene, Linalyl Isobutyrate.
Untuk berat jenis pada oleoresin kayu manis yang dihasilkan dengan metode
soklet tidak dihitung karena terlalu sedikit bobot yang didapat. Sementara pada
oleoresin kayu manis dengan metode perkolasi berat jenisnya adalah 1,08, hal
tersebut sesuai dengan SNI bahwa berat jenis oleoresin kayu manis adalah berkisar
1,008-1,030. Untuk kadar alcohol, oleoresin kayu manis yang dihasilkan dengan
metode soklet lebih banyak membutuhkan alcohol (130 ml) untuk larut
dibandingkan dengan oleoresin kayu manis dengan metode perkolasi (50 ml).
Karena oleoresin kayu manis metode soxhlet berbentuk pasta maka semakin sulit
larut.
oleoresin, berarti semakin kecil kelarutannya. Oleh karena itu kelarutan oleoresin
kayu manis dengan metode perkolasi lebih besar dibandingkan oleoresin kayu
manis dengan metode soxhlet.
D. Oleoresin Jahe
Rendemen oleoresin jahe yang dihasilkan dengan metode soklet adalah 1,78 %
sementara pada oleoresin jahe dengan metode perkolasi adalah 83,64%. Disini
penggunaan pelarut berpengaruh. Menurut Sabel dan Waren (1973) menyatakan bahwa
pelarut yang digunakan hendaknya mempunyai titik didih yang tidak terlalu tinggi dan
tidak terlalu rendah, karena akan mempersulit pemisahan pelarut. Cripps (1973),
menambahkan pada pelarut yang mempunyai titik didih rendah, pelarut akan mudah
diperoleh kembali dan dapat melarutkan oleoresin dengan cepat dan sempurna. Dalam
pertimbangan ekonomi, diupayakan pemilihan pelarut yang mudah harganya dan mudah
didapat. Sable dan Waren (1973) mengatakan dalam pemisahan pelarut, harus
dipertimbangkan titik didihnya. Pelarut bertitik didih rendah biasanya banyak hilang
karena penguapan, sedangkan pelarut bertitik didih tinggi baru dapat dipisahkan pada
suhu tinggi.
Etanol mempunyai polaritas tinggi sehingga dapat mengekstrak oleoresin jahe
lebih banyak dibandingkan aseton atau heksan. Oleh karena itu, rendemen yang
dihasilkan pun lebih besar oleoresin jahe dengan metode perkolasi karena menggunakan
pelarut etanol. Etanol memiliki konstanta dielektrikum (D) atau sifat kelarutan yang
tinggi jika dibandingkan n-heksana dan petroleum eter yaitu 24,30. Sebagian besar
senyawa yang berada dalam jahe dapat terdispersi dalam air karena jahe bersifat polar,
maka jahe akan lebih mudah terekstrak juga oleh solvent yang bersifat polar (Oktora
2007).
Warna yang dihasilkan oleoresin jahe yang dihasilkan dengan metode soklet adalah
coklat kekuningan, sementara pada oleoresin jahe dengan metode perkolasi adalah
coklat tua. Oleoresin jahe dengan metode perkolasi sesuai dengan karakteristik mutu
oleoresin jahe pada penelitian Oktora (2007), yaitu berwarna coklat tua. Untuk aroma,
keduanya beraroma khas jahe. Sesuai dengan SNI yaitu beraroma jahe. Komponen yang
menyebabkan bau harum pada jahe adalah minyak atsiri yang terdiri dari zingiberol,
zingiberan, cineol, citral, borneol, linalool dan lainnya. Selanjutnya adalah berat jenis.
Dalam penelitian Oktora (2007), SNI minyak atsiri jahe adalah 0,877-0,882. Tidak
berbeda jauh dengan oleoresin jahe dengan metode perkolasi yaitu 1,03. Sementara
untuk oleoresin jahe dengan metode soxhlet, tidak dapat diukur berat jenisnya karena
terlalu sedikit yang dihasilkan (tidak sampai 1 ml).
Alcohol yang dibutuhkan oleh oleoresin jahe yang dihasilkan dengan metode
soklet adalah 130 ml sementara untuk oleoresin jahe dengan metode perkolasi adalah 26
ml. Semakin banyak jumlah alcohol yang ditambahkan untuk melarutkan oleoresin,
berarti semakin kecil kelarutannya. Oleh karena itu kelarutan oleoresin jahe dengan
metode perkolasi lebih besar dibandingkan oleoresin jahe dengan metode soxhlet.
Adapun kelemahannya yaitu wujudnya berupa cairan kental sampai semi padat sehingga
sulit ditangani dan dicampurkan pada makanan tanpa pemanasan, flavornya bervariasi
tergantung dari bahan aslinya dan jenis pelarut yang digunakan, mengandung tannin
kecuali bila diperlakukan secara khusus.
Ekstraksi
adalah
proses
pemisahan
suatu
zat
berdasarkan
perbedaan
kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda. Ekstraksi oleoresin
dilakukan menggunakan pelarut organik yang mempunyai titik didih rendah sehingga
pelarut dapat mudah dipisahkan dari oleoresin. Pemisahan pelarut merupakan tahapan
penting dalam pembuatan oleoresin. Cara pemisahan pelarut akan menentukan
kandungan sisa pelarut yang masih tertinggal di dalam oleoresin. Makin tinggi sisa
pelarut dalam oleoresin akan memberi peluang untuk menguapkan komponen kimia
sebagai pembawa aroma dan flavor (Khasanah, dkk. 2011). Tujuan proses ekstraksi
adalah untuk mendapatkan suatu produk oleoresin berkonsentrasi tinggi yang stabil
dalam flavor, bebas dari kontaminasi mikroba, dan memiliki cara penyimpanan yang
lebih sederhana. Secara umum, proses ekstraksi meliputi empat tahap yaitu
penggilingan bahan, ekstraksi, penyaringan, dan penguapan pelarut dalam keadaan
vakum (Hui, 1992). Kesempurnaan proses ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain ukuran bahan baku, pemilihan pelarut, waktu proses ekstraksi, suhu ekstraksi
dan lain sebagainya. Dalam praktikum kali ini, kami menggunakan heksan sebagai
pelarut. Heksan adalah sebuah senyawa hidrokarbon alkana dengan rumus kimia
C6H14. Fungsi dari heksana adalah untuk mengekstraksi lemak atau untuk melarutkan
lemak. (Mahmudi 1997).
digunakan harus mudah menguap dan hanya digunakan untuk ekstraksi senyawa yang
tahan panas.
A. Rendemen
Rendemen adalah presentase produk yang didapatkan dari membandingkan
berat awal bahan dengan berat akhirnya. Sehingga dapat diketahui kehilangan
beratnya selama proses pengolahan. Rendemen oleoresin yang didapat dari cabai
yaitu sebanyak 10,6% sedangkan pada serai sebanyak 22,7% (didapatkan dari 50
gram cabai atau serai segar). Rendemen oleoresin yang didapat pada kayu manis
sebanyak 3,41% sedangkan pada jahe sebanyak 1,78% (didapatkan dari 25 gram
kayu manis atau jahe bubuk).
Menurut pluthi 1980 ada beberapa faktor yang mempengaruhi rendemen dan
mutu oleoresin yaitu varietas, kondisi, ukuran serbuk rempah, pemilihan pelarut,
kondisi ekstraksi dan penguapan pelarut. Rendemen oleoresin yang dihasilkan
dapat bervariasi, tergantung dari jenis pelarut yang digunakan (Farrel, 1985)
Semakin besar jumlah pelarut yang digunakan maka semakin besar jumlah
oleoresin yang dihasilkan. Kelarutan pelarut juga mempengaruhi terhadap
rendemen oleoresin, semakin besar nilai kelarutan pelarut maka semakin besar
kesempatan dan kemampuan pelarut untuk mengekstrak oleoresin.
B. Kadar Alkohol
Kelarutan dalam alkohol dinyatakan dalam jumlah alkohol yang dibutuhkan
untuk melarutkan 1 ml oleoresin. Semakin besar kelarutan oleoresin dalam alkohol,
maka semakin baik mutunya. Kadar alkohol pada oleoresin cabai 170 ml. Kadar
alkohol pada oleoresin serai 2,5 ml. Kedangkan kadar alkohol pada oleoresin kayu
manis dan jahe 130 ml.
C. Berat jenis
(Ciptadi, 1985).
Berat jenis pada oleoresin cabai yaitu 0,99 (28 ) sedangkan pada oleoresin
serai berat jenisnya 1,2821 (28 ). Untuk oleoresin kayu manis dan jahe kami
tidak menghitung berat jenis, hal ini dikarenakan hasil oleoresin kayu manis dan
jahe yang sedikit sehingga tidak memungkinkan dilakukan perhitungan berat jenis.
D. Warna
Warna merupakan karakteristik yang menentukan penerimaan suatu produk
oleh konsumen. Kesan pertama yang didapat dari bahan pangan adalah warna.
Warna tersebut dihasilkan berdasarkan pigmen yang terkandung pada masing
masing bahan. Oleoresin cabai berwarna merah keorenan. Oleoresin serai berwarna
kuning keruh. Oleoresin kayu manis berwarna coklat kekuningan (++). Dan
oleoresin jahe berwarna coklat kekuningan (+++).
E. Aroma
Aroma adalah hasil dari uap proses pengolahan, uap ini tercipta dari bahan
bahan yang diolah, tiap bahan memiliki aroma yang berbeda, proses dan metode
juga akan menentukan hasil dari aroma yang akan tercium. Oleoresin cabai
beraroma khas cabai pekat (+++). Oleoresin serai beraroma khas serai. Oleoresin
kayu manis beraroma khas kayu manis (+++). Dan oleoresin jahe beraroma khas
jahe (+++).
Metode Perkolasi
D. Warna
menguap dan dapat melarutkan senyawa organic yang terdapat pada bahan tetapi tidak
melarutkan zat padat yang tidak diinginkan. Selanjutnya, langkah setelah dilakukan
ekstraksi yaitu filtrasi yang bertujuan untuk memisahkan residu. Filtrasi ini
menggunakan sistem vakum. Selanjutnya, filtrat yang diperoleh dievaporasi dengan
evaporator recycling solvent agar diperoleh oleoresin murni.
Ekstraksi perkolasi merupakan ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang
selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada
suhu ruangan. Perkolasi bertujuan supaya zat berkhasiat tertarik seluruhnya dan
biasanya dilakukan untuk zat berkhasiat yang tahan ataupun tidak tahan pemanasan.
Pelarut yang ditambahkan dalam ekstraksi ini adalah alkohol 70%.
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi yaitu ukuran partikel, pelarut,
suhu, dan pengadukan dari fluida (campuran pelarut, solute, dan padatan).
Cabai
Cabai merupakan salah satubahan yang dapat digunakan dalam bentuk segar
maupun kering. Didalam ekstrak cabai, terdapat senyawa capsaicin yang mengakibatkan
rasa pedas dari cabai. Capsaicin merupakan golongan alkaloid yang larut pada pelarut
organik. berfungsi sebagai antioksidan sehingga dapat menghambat perkembangan sel
kanker, sebagai antimikroba. Dari hasil yang didapatkan, rendemen oleoresin dengan
metode Soxhlet lebih rendah dari metode perkolasi, masing-masing nilai yaitu 10,6%
(dalam 50 gram) dan 83,89%. Rendemen oleoresin dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain ukuran bahan, suhu, waktu ekstraksi, dan proses evaporasi (Utami, 2009).
Semakin kecil ukuran bahan, semakin luas bidang kontak dengan pelarut sehingga
rendemen yang dihasilkan lebih rendah dengan metode ekstraksi Soxhlet, yaitu 3,41%
sedangkan rendemen dengan metode perkolasi yaitu 208,798%. Kemudian, setelah
oleoresin kayu manis di uji alkohol, hasil dari metode ekstraksi Soxhlet pun lebih baik,
dengan nilai kadar alkohol 130 ml, sedangkan dengan metode perkolasi yaitu 50 ml.
Diketahui semakin banyak kadar alkohol yang digunakan, maka semakin kental
oleoresin yang didapat sehingga semakin baik hasilnya. Namun, pada metode ekstraksi
Soxhlet tidak ada hasil berat jenis dari oleoresin, sedangkan dari metode perkolasi
terdapat hasil berat jenis dari oleoresin kayu manis ini, sebesar 1,08113 (28C).
Jahe
Jahe merupakan salah satu rempah-rempah yang digunakan sebagai penyedap
makanan, bahan industri minuman dan parfum, dan obat-obatan. Jahe mengandung
resin yang cukup tinggi sehingga bisa dibuat sebagai oleoresin. Jahe mengandung 0,8
3,3% minyak atsiri dan kurang lebih 3% oleoresin, tergantung pada klon jahe yang
bersangkutan. Komponen oleoresin jahe ini adahal gingerin.
Berdasarkan hasil pengamatan, rendemen yang baik yaitu rendemen yang
rendah. Oleoresin jahe dengan metode Soxhlet menghasilkan 1,78% (dalam 25 gram),
sedangkan dengan metode perkolasi menghasilkan rendemen 83,6368%. Membuktikan
bahwa ekstraksi jahe dengan metode Soxhlet lebih baik. Kemudian, oleoresin jahe yang
didapat dengan metode Soxhlet berwarna coklat kekuningan (+++), dengan aroma khas
jahe (+++). Sementara dengan metode perkolasi, hasil yang didapat yaitu berwarna
coklat tua dengan aroma khas jahe (+++) kuat, sebagaimana karakteristik oleoresin jahe
menurut standard EOA yang berwarna coklat tua, kental sekali, dengan aroma khas
jahe. Kemudian, kadar alkohol yang dihasilkan dari oleoresin jahe setelah di uji alkohol,
dengan metode Soxhlet menghasilkan 130 ml, sedangkan metode perkolasi 26 ml.
Menandakan ekstraksi jahe dengan metode Soxhlet lebih baik karena kadar alkohol
yang dihasilkan tinggi, menghasilkan oleoresin kental, semakin baik. Untuk rendemen
pun, dengan metode Soxhlet lebih baik karena menghasilkan rendemen yang rendah
yaitu 1,78%, sedangkan dengan metode perkolasi 83,6468%.
Serai
Serai merupakan jenis rumput-rumputan yang dibudidayakan di Indonesia, digunakan
sebagai bumbu dapur, juga dapat dibuat minyak (minyak serai), dapat juga digunakan
sebagi pewangi pada sabun mandi juga obat gosok. Untuk menghasilkan oleoresin dari
serai, maka dilakukan ekstraksi. Serai yang akan diekstraksi sebelumnya dirajang kecilkecil terlebih dahulu, kemudian direndam dalam pelarut yang berbeda sesuai metode,
yakni heksan untuk metode Soxhlet, dan alkohol 70% untuk metode perkolasi. Minyak
serai mengandung Citral (80%), Citronellal, Methyllheptone, n-decyaldehyde, dan
linalol. Didapatkan hasil rendemen yang diperoleh dari metode Soxhlet sangat rendah
yaitu 22,17%, sedangkan dengan metode perkolasi 182,35%. Oleoresin serai dengan
metode perkolasi memiliki warna coklat keruh dengan aroma khas serai yang
menyengat. Sementara dengan metode Soxhlet menghasilkan warna kuning keruh
dengan aroma khas serai. Untuk pengujian kadar alkohol, oleoresin serai yang baik
yaitu dengan metode Soxhlet karena kadar alkohol yang digunakan cukup besar
dibandingkan dengan perkolasi, yaitu 2,5 ml dan 0,9 ml, dengan berat jenis masing
1,2821 (28C) dan 0,9735 (28C). Karakteristik oleoresin serai menurut SNI No. 063953-1995, penampilannya cair, warnanya kuning tua sampai merah, aroma lemon,
rendemen 0,4%; berat jenis 0,8902; putaran optik + 0,2; indeks bias 1,487; kelarutan
dalam alkohol 1:2; kadar sitral 80,2%.
maka
Dari pengamatan kadar alkohol, kadar alkohol tertinggi dalam pengujian soxhlet
ialah yang berasal dari cabai dan terendah ialah serai. Sedangakan dari pengujian
perkolasi kadar alkohol tertinggi ialah kayu manis dan kadar alkohol terendah adalah
dari serai. Semakin tinggi kadar alkoholnya makan semakin baik kualitas ekstraksi yang
didapatkan. Dari hasil pengamatan kadar alkohol jika dibandingkan dari hasil metode
ekstraksi soxhlet dan perkolasi, kadar alkohol yang tinggi ialah dari hasil ekstraksi
metode soxhlet.
Rendemen tertinggi yang didapatkan dari metode soxhlet ialah dari serai
sebanyak 22,17% dan pada metode perkolasi rendemen terbanyak dihasilkan oleh Kayu
manis sebanyak 208,798% yang apabila dibandingkan dengan metode soxhlet kayu
menghasilkan rendemen terkecil sehingga berat jenisnya pun tidak dapat dihitung.
Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan hasil bahwa rata-rata rendemen terbanyak
dihasilkan oleh metode perkolasi namun hasilnya lebih cair dan tidak kental sehingga
dapat dikatakan bahwa hasilnya tidak terlalu bagus dikarenakan seharusnya hasil
ekstrak oleorisin itu berbentuk pekat dan kental, berbeda dengan metode perkolasi,
metode soxhlet menghasilkan rendemen yang sedikit namun dengan kualitas yang
bagus.
Nama Weliyus
NIM : 1404450
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan substansi dari campurannya dengan
menggunakan pelarut yang sesuai. Sokhletasi merupakan proses pemisahan suatu bahan
dasar dengan pelarut organic yang menggunakan alat sokhlet. Perkolasi adalah suatu
metode yang dilakukan dengan jalan melewatkan pelarut secara perlahan-lahan
sehingga pelarut tersebut bisa menembus sampel bahan yang biasanya ditampung dalam
suatu bahan kertas yang agak tebal dan berpori dan berbentuk seperti kantong atau
sampel ditampung dalam kantong yang terbuat dari kertas saring.
Berdasarkan hasil dari pengujian ekstraksi sokhlet dan perkolasi didapatkan,
untuk sampel (rempah) yang paling banyak menghasilkan rendemen yakni pengujian
ekstraksi. Hal ini disebabkan karena pada proses pengujian menggunakan sokhlet,
sampel (rempah) ditampung atau dibungkus dalam kertas sari sehingga yang hanya
keluar adalah sari-sarinya saja. Sedangkan untuk penggujian menggunakan perkolasi,
sampel (rempah) yang telah dicincang (potong) halus langsung dimasukan kedalam
tabung tanpa menggunakan kain sari. Banyaknya rendemen pada sampel (rempah)
disebabkan karena penguapan yang tidak sempurna atau masih terdapat kandungan air
didalam sampel (rempah).
Kadar alkohol, dilihat dari hasil menunjukan bahwa produk yang diolah melalui
pengujian ekstraksi sokhlet lebih baik dari pada pengujian menggunakan ekstraksi
perkolasi. Semakin banyaknya penambahan alkohol dalam melarutkan hasil (sampel),
maka menunjukan semakin baik kualitas oleoresin sampel tersebut. Oleoresin
II.
KESIMPULAN
Metode perkolasi adalah metode ekstraksi cara dingin yaitu dengan cara penyairan
yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyaring yang berupa etanol melalui
serbuk simplisia yang telah dibasahi. Metode soklet termasuk ke dalam cara
ekstraksi pana syaitu dengan menggunakan pelarut yang ada umumnya dilakukan
dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dan jumlah pelarut relatif
Oleoresin adalah campuran senyawa minyak atsiri dan resin yang diperoleh dengan
ekstraksi
Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan kelarutannya
terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda, biasanya air dan yang lainnya
pelarut organik.
Pada jahe terdapat oleoresin zingiberen, curcumene, gingerols, philandren, dan
shogaols. Pada kayu manis terdapat oleoresin cinnamaldehyde dan cinnamylacetate.
Pada serai terdapat oleoresin sitronelal, sitronelol, dan geraniol. Dan pada cabai
yang dihasilkan.
Semakin besar kelarutan oleoresin dalam alkohol, maka semakin baik mutunya.
Rata-rata
rempah
memiliki
kandungan
minyak
atsiri
sehingga
dapat
produk oleoresin.
Produk oleorisin dengan kualitas yang baik biasanya pekat dan kental.
Aroma dan warna produk oleorisin yang dihasilkan tidak berbeda jauh dari
bahan dasar.
Hasil oleorisin yang baik dihasilkan oleh rempah yang diekstraksi dengan
metode sokhlet.
Nama : Weliyus
NIM : 1404450
DAFTAR PUSTAKA
Teori
Paimin, F .B dan Murhanato, 2008. Budidaya, Pengelolaan, Perdagangan Jahe.
Penebar Swadaya: Jakarta.
Setiadi, 2008. Bertanam Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta.
Supriyanto., 2008, Potensi Ekstrak Sereh Wangi (Cymbopogon nardus L.) Sebagai Anti
Streptococcus mutans, Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Institut Pertanian Bogor, Bogor
Wijayakusuma. (2000). Tumbuhan berkhasiat obat Indonesia: rempah, rimpang, dan
umbi. Jakarta: Milenia popular.
Hui, Y. H. 1992. Food Science And Encyclopedia. New York. A. Wilev Interscience
Publication.
Khasanah, Lia Umi, dkk. 2011. Reduksi Sisa Pelarut Etanol Oleoresin Kayu Manis.
Surakarta
Mahmudi M. 1997. Penurunan Kadar Limbah Sintesis Asam Phospat Menggunakan
Cara Ekstraksi Cair-Cair Dengan Solven Campuran Isopropanol Dan nHeksane. Semarang. Universitas Diponegoro
Pluthi, J. S. 1980. Spices And Condiment. New York. Chemistry, Mikrobiology,
Teknology Academic Press.
Suvitno, 1988. Pengujian Sifat Bahan Pangan. Yogyakarta. Pusat Antar Universitas
Pangan Dan Gizi UGM.
Nama : Nadya Nanda Mutiara
NIM : 1405514
Dewi, Triska Hani Chandra, dkk. 2012. Optimasi Ekstraksi Oleoresin Cabai Rawit
Hijau (Capsicum frutescens L.) melalui Metode Maserasi. Jurnal Teknosains
Pangan Vol 1 No. 1 Oktober 2012. Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Somaatmadja, D. 1981. Prospek Pengembangan Industri Oleoresin di Indonesia.
Makalah di dalam Hasil Perumusan dan Kumpulan Kerta Kerja Pekan
Pengembangan Ekspor Rempah-rempah Olahan di Tanjung Karang, Lampung.
LAMPIRAN
Eksraksi Metode Perkolasi