Anda di halaman 1dari 7

MERAJUT IMPIAN, MENEPIS

RINTANGAN, MENGGAPAI CITA-CITA,


DAN MENGABDI UNTUK BANGSA
Leave a reply

Oleh: Hastangka
Ilmu Bagaikan api yang harus dinyalakan bukan bejana yang menunggu untuk diisi
Setiap dari kita pasti mempunyai impian, cita-cita dan harapan. Harapan yang tersembunyi dari
relung hati dan jiwa kita akan menimbulkan dorongan untuk melakukan sesuatu perubahan.
Ketika saya masih kecil saya juga mempunyai impian bahwa ketika dewasa kelak saya harus
menjadi orang yang bermanfaat dan berhasil. Saya ingin berhasil, bisa mandiri, dan bisa
membantu orang lain. Saya ingin menunjukkan kepada orang tua kelak bahwa saya bisa meraih
cita-cita saya. Saya ingin memperlihatkan kepada orang tua, sahabat, dan orang lain bahwa
sebenarnya kita bisa melakukan sesuatu yang berguna dan bermanfaat di tengah- tengah
keterbatasan kita. Sejak kecil saya tidak memiliki prestasi apapun baik dari sekolah dasar hingga
perguruan tinggi. Saya adalah orang yang biasa saja di bidang akademik dan tidak ada yang
dibanggakan dari saya. Perjalanan hidup saya mulai berubah ketika saya menginjak SMA. Ketika
itu saya masuk SMA BOPKRI I Yogyakarta. Disinilah awal saya mulai bermimpi dan bercita-cita.
Di SMA BOPKRI I saya mendapatkan teman-teman yang begitu beragam dan luar biasa. Saya
memiliki guru yang juga selalu memberikan motivasi dan inspirasi untuk menatap ke depan.
Guru saya selalu mengatakan bahwa jika ada kemauan pasti ada jalan.
Saya mempercayai hal itu bahwa suatu saat saya akan melakukan sesuatu yang baru. Di
sekolah itu, saya mulai bergaul dan sering mendengar pengalaman teman-teman yang pernah
tinggal di Luar Negeri karena mereka mempunyai ayah yang bekerja dan bertugas di luar negeri.
Selain itu juga karena ayah mereka ada yang menjadi pengusaha. Teman saya selalu bercerita
tentang bagaimana kehidupan di Luar Negeri. Sehingga cerita mereka telah memotivasi saya
ingin melihat bagaimana kehidupan di luar sana. Saya bermimpi bahwa suatu saat saya juga
bisa seperti teman-teman saya untuk pergi ke luar negeri. Sejak kelas tiga SMA, saya mulai rajin
untuk belajar dan belajar karena saya bercita-cita masuk UGM karena saya bukan orang yang
terlalu pintar dan berpretasi di sekolah. Saya ingin bahwa orang yang biasa-biasa juga bisa
berbuat sesuatu dan tidak hanya orang yang berprestasi saja. UGM adalah universitas
kebanggaan bagi setiap orang. Sebagai orang Yogyakarta saya juga akan bangga apabila bisa
diterima di UGM karena universitas ini sudah terkenal di mana-mana.
Impian saya mulai menjadi kenyataan bahwa pada akhirnya saya bisa diterima di UGM melalui
tes SPMB. Tetapi perjuangan belum selesai perjalanan masih panjang buat saya untuk
menggapai impian-impian yang masih terpendam. Saya ingin bisa memberikan yang terbaik
karena saya sudah diterima di UGM, universitas yang menjadi kebanggaan saya. Saya bisa
diterima di UGM juga karena orang tua yang telah mengorbankan segalanya demi langkahlangkah anaknya dalam menitih pendidikan yang lebih baik dan mereka tidak menuntut apapun
dari saya. Apa yang mereka inginkan hanyalah kehidupan kita sebagai anaknya menjadi lebih

baik. Oleh karena itu, UGM sebagai bakti saya kepada orang tua yang telah membesarkan saya
sampai sekarang ini.
Dari UGM mari kita berbakti
Selama saya kuliah di UGM saya mencoba untuk belajar giat. Sehari-hari saya banyak
melakukan kegiatan di Perpustakaan. Perpustakaan UPT II adalah saksi bisu yang dapat
menjelaskan bagaimana saya menghabiskan waktu bersama buku-buku dan para pustakawan di
sana. Saya menjadi akrab dengan para pustakawan perpustakaan UPT II karena setiap hari
saya pasti berkunjung ke perpustakaan tersebut dan sering kali meminjam buku. Berbagai buku
yang ada di perpustakaan saya baca mulai dari politik, sosial, antropologi, Ilmu Pemerintahan,
filsafat, sastra, hubungan international, psikologi,sosiologi,sejarah, dan ekonomi. Di UGM, saya
ditempa bagaikan mata bajak karena UGM memberikan banyak kesempatan kepada saya untuk
menggali bakat dan potensi diri saya. Berbagai fasilitas disediakan oleh UGM, antara lain ruang
akademik terbuka begitu luas dan berbagai kegiatan seminar, diskusi, dan simposium nasional
gratis sering dilaksanakan. Saya merasa mendapatkan banyak pelajaran, inspirasi, dan ilmu baru
ketika mengikuti acara seminar maupun simposium nasional yang mendatangkan tokoh-tokoh
nasional,pratisi dan ilmuwan dari luar UGM. UGM-lah yang membentuk karakter dan jati diri saya
dan banyak pembelajaran yang saya dapatkan selama menjadi mahasiswa UGM.
Bekal inilah yang membuat saya mampu untuk bisa menepaki setiap jalan- jalan kehidupan
akademik. 2 tahun Setelah lulus dari kampus UGM saya mendapatkan kesempatan untuk
bergabung di Pusat Studi Pancasila, Universitas Gadjah Mada. Di Pusat Studi Pancasila, saya
bertemu dengan anak muda yang bersemangat. Kami melakukan kegiatan diskusi karena bagi
saya ide cemerlang lahir dari diskusi. Di sinilah saatnya saya dapat mengabdi dan berbuat
sesuatu untuk bangsa dan alamameter saya. Kesempatan pertama kali yang saya dapatkan
adalah saya mendapatkan kesempatan sebagai pembicara pada Yale Indonesia Forum:
International Conference on Pancasila Contemporary Appeals: re- legitimizing Indonesias
Founding Ethos,pada bulan Juli 2009 di Universitas Sanata Dharma. Suatu seminar yang
bergengsi yang diselenggarakan oleh sebuah forum dari Universitas termuka di dunia dan
bergengsi di Amerika Serikat yaitu Yale University. Dalam forum tersebut saya disejajarkan
dengan para ilmuwan asing dari berbagai negara yang saat itu rata-rata mereka adalah kandidat
PhD tetapi saya sendiri hanya lulusan S1 UGM.
Dalam forum tersebut saya berbicara tentang Pendidikan Pancasila di Sekolah. Inilah
kesempatan yang langka bagi saya ketika bisa berbicara di sebuah forum yang bergengsi. Saya
mempunyai keyakinan bahwa jika setiap anak muda di negeri ini diberikan kesempatan yang
luas untuk berkarya dan berbicara di forum nasional mereka akan cepat bertumbuh dan
berkembang menjadi pribadi yang kuat,tangguh, dan peduli. Namun sampai sejauh ini masih
sedikit sekali anak muda negeri ini mendapatkan kesempatan untuk berkarya dan berbicara di
forum nasional karena harus menunggu gelar tertinggi baru bisa mendapatkan perhatian. Tetapi
saya menyakini bahwa dari Gadjah Mada para ilmuwan akan lahir dan para pemikir akan bangkit
untuk menunjukkan bahwa kami adalah bangsa Indonesia,bangsa yang besar, dan bisa berdikari
karena anak mudanya punya visi dan impian untuk meraih cita-cita. Saya percaya bahwa visi
adalah tujuan hidup dan tempat membangun harapan.

Semua berangkat dari visi yang murni dan tulus untuk membangun harapan dan masa depan
yang indah. Setelah itu saya juga mendapatkan kesempatan sebagai pembicara pada
International conference on Critical Discourse Analysis yang diselenggarakan oleh CRCS, UGM
bekerjasama dengan Universitas di Belanda, pada bulan November 2009. Tahun berikutnya
November 2010, saya mendapatkan kesempatan lagi untuk presentasi pada International
Conference on Language, Education, and MDGs yang disponsori oleh UNESCO Bangkok di
Thailand. Kesempatan ini adalah suatu yang luar biasa bagi saya karena sejak lama saya hanya
sekedar menjadi peserta seminar tetapi dalam kesempatan ini saya bisa menjadi pembicara di
tingkat internasional. Saya terharu dan bersyukur karena saya adalah orang biasa-biasa saja
tetapi saya bisa berkontribusi lebih baik dan bisa berbicara di forum internasional yang dihadiri
oleh para ilmuwan,praktisi, dan professor dari berbagai negara untuk menunjukkan pada dunia
internasional bahwa ada anak muda dari Indonesia juga bisa melakukan sesuatu dan berbuat
untuk bangsanya.
Semua berawal dari Impian dan indah pada waktunya
hiduplah dengan mempunyai impian dan harapan bukan hidup dalam mimpi
Inilah hikmah yang saya dapatkan menjadi pembicara seminar International di Indonesia,
sepertinya oleh hidup saya dipersiapkan lebih dulu untuk ditempa di negeri sendiri dan untuk
dipercayai berbicara di kancah internasional. Pada tahun berikutnya saya mendapatkan
kesempatan untuk mengikuti program Youth
Exchange pada bulan April 2010 di Budapest, Hungary, Eropa Timur yang dibiayai oleh Open
Society Institute. Negara yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Tetapi, hanya oleh
karena keyakinanlah yang menuntun setiap jalan-jalan yang harus saya tempuh. Sebagaimana
saya teringat dengan lirik lagu yang selalu di putar di sebuah stasion radio amatir yang berbunyi
kuyakin saat Kau berfirman, kumenang saat Kau bertindak, hidupku hanya ditentukan oleh
Kuasa-Mu, Bagi Tuhan tak ada yang mustahil, bagi Tuhan tak ada yang tak mungkin,hidupku
hanya ditentukan oleh perkataan-Mumujizat-Nya disediakan bagiku,ku diangkat dan
dipulihkan-Nya. Saya tidak tahu itu lagu apa dan siapa yang menyanyi tetapi lirik lagu it telah
menyentuh hati dan juga telah memberikan inspirasi saya untuk bisa berbuat lebih baik dan
berkarya.
Inilah yang bisa saya lakukan untuk tetap membawa keyakinan saya masih bisa bertahan. Oleh
karena keyakinan dan semangat pantang menyerah saya dapat mengatasi rintangan dan
keterbatasan yang ada. Inilah perjalanan pertama saya keluar negeri ke negara Hungaria. Bagi
saya impian dan harapan adalah awal dari kehidupan untuk menggapai cita-cita bagai bintang
yang ingin diraih meskipun itu terasa sulit tetapi proses adalah suatu anugerah yang akan
membentuk saya menjadi orang yang ingin terus berjuang. Kini, apa yang saya rasakan bahwa
menggapai impian dan harapan bukanlah hal yang mustahil lagi. UGM-lah pelita jalan saya yang
menuntun saya ke jalan-jalan yang harus saya lalui meskipun jalan itu terjal, sempit, dan berduri
namun dengan segenap keterbatasan saya, saya yakin bahwa saya bisa melaluinya.
Disinilah saya harus menunjukkan bahwa saya adalah orang Indonesia. Saya tidak ingin seperti
mahasiswa biasanya yang hanya ke luar negeri tidak memiliki bekal apapun. Sebelum

berangkat, saya mencoba mencari informasi sebanyak- banyaknya tentang negara Hungaria,
saya mulai mencari dari internet tentang peta negara Hungaria, transportasi di sana serta KBRI
yang ada di Hungaria karena jika terjadi sesuatu hal saya bisa lari ke KBRI meminta pertolongan.
Saya juga mencari orang Hungaria yang ada di Yogyakarta untuk bertanya tentang kondisi
negara itu seperti apa,sistem yang berjalan bagaimana, budaya,makanan, dan orang-orangnya.
Kemudian, saya menemukan seorang mahasiswa pertukaran darmasiswa dari Hungaria yang
kuliah di ISI karena saya hanya bermodalkan semangat oleh karena itu saya harus bisa survive
di negara lain. Saya mendapatkan banyak informasi dari mahasiswa Hungaria tersebut. Saya
merasa lebih baik dan siap untuk berangkat.
Setelah saya mendapatkan surat pengantar dari Kantor Urusan Internasional, UGM saya
langsung ke Kedubes Hungaria di Jakarta untuk mengurus visa. Selang seminggu visa saya
keluar,saya senang sekali dan saya konfirmasi kepada pihak panitia untuk ditindaklanjuti supaya
dikirimi e-tickets. Ketika e-tickets sudah saya dapatkan saya langsung mempersiapkan diri saya.
Saya juga harus membawa sesuatu yang bisa saya bagikan bagi teman-teman di sana. Karena
saya adalah juga duta kebudayaan bagi bangsa saya oleh karena itu saya harus menunjukkan
identitas bangsa saya di mata Internasional. Saya membawa beberapa souvenir cantik dan
pakaian tradisional Yogyakarta. Di Budapest, saya bertemu dengan berbagai anak muda dari
negara-negara berkembang seperti Ceko, Uzbekistan, Tazkistan, Ukraina, Bosnia, Thailand,
Filipina, Nepal, Georgia, Polandia, Turki,Macedonia, dan beberapa dari negara Eropa lainnya,
sekitar 100 pemuda dari 50 negara berkumpul untuk membicarakan masa depan bangsa. Kami
berbagi pengalaman dan pemikiran bagaimana membangun bangsa dan cita-cita generasi muda
untuk menjadi penerus masa depan.
Saya terharu bahwa saya ternyata bisa sampai di negeri orang melewati rintangan dan
keterbatasan. Saya juga mendengar dan melihat teman-teman dari bangsa lain bagaimana
mereka bercerita tentang kondisi yang dialami bangsanya.
Saya bertemu dengan banyak pemuda dan beberapa diantara mereka bertanya tentang negara
saya terutama tentang Soekarno. Saya bangga bahwa saya memiliki Soekarno yang telah
banyak menginspirasi banyak bangsa-bangsa karena kepemimpinannya. Saya teringat dengan
pidato Soekarno yang mengatakan Jangan Sekali-kali melupakan sejarah karena dari sejarah
kita bisa belajar tentang apa arti hidup itu dan bagaimana bangsa lain berjuang untuk bangkit.
Saya merenungkan bahwa bangsa ini juga membutuhkan generasi muda yang peduli dan
perhatian untuk mengabdi bagi bangsa tanpa pamrih. Bangsa ini membutuhkan uluran tangan
kita, untuk mengabdikan ilmu kita dan keahlian kita untuk kemajuan bangsa. Setidaknya kita
perlu meluangkan waktu,tenaga, dan pikiran kita untuk berkontribusi secara aktif. Bangsa
Indonesia membutuhkan pemulihan dan perlu dipulihkan dari keterpurukan. Masa depan bangsa
ada ditangan generasi muda. Saat ini banyak kaum intelektual hanya mengejar prestige dan
prestasi individual tetapi sedikit yang mau untuk berkorban dan menjadi suka relawan untuk
memikirkan nasib bangsa dan melakukan pengabdian.
Setelah saya pulang ke Indonesia, bulan Agustus 2010 saya mendapatkan kesempatan lagi
untuk berangkat keluar negeri. Saya mengikuti program Civics Exchange: Democracy and
Tolerance, Two Nations Exchange yang disponsori oleh the US State Department melalui

Donanue Institute, Massachusetts University, USA. Program ini adalah program kerjasama Pusat
Studi Pancasila dan Donahue Institute, Massachusetts University. Saya merasa bersyukur
karena mendapatkan kesempatan lagi menjadi duta bangsa dan bisa berbuat sesuatu untuk
mewakili Indonesia.
Sejak kecil saya memang mempunyai impian ingin melihat negeri yang dikenal sebagai julukan
negeri Paman Sam. Negara yang memang menjadi idam-idaman bagi semua orang. Saya
adalah orang yang tidak memiliki apapun baik prestasi akademik maupun finansial. Tetapi mimpi
itu mulai tercapai ketika saya sudah kuliah di Gadjah
Mada. Dari Universitas Gadjah Mada, setiap mimpi-mimpi saya mulai terwujud dan menjadi
kenyataan. Bahwa orang biasa bisa untuk berbuat sesuatu. Setelah saya mendapatkan visa J-1
dari Kedubes Amerika di Jakarta hari berikutnya saya terbang ke Amerika Serikat. Pertama kali
saya mendaratkan kaki saya di Ibu kota Amerika Serikat yaitu Washington DC.
Hal yang pertama ingin saya kunjungi adalah KBRI di Washington DC. Setelah tiba di
Washington DC. Saya menginap di Dupont Hotel. Saat itu, saya berkata kepada program
coordinator saya Dr. Hannahan, saya ingin pergi ke Indonesian embassy,dan bertanya kepada
beliau dimana tempatnya?, tetapi program coordinator saya tidak menjawab secara jelas hanya
berkata kedubes asing tidak jauh dari sini anda bisa cari sendiri. Kemudian saya mulai mencari
dengan meminta peta dari receptionist hotel dan berbekal peta tersebut saya menemukan KBRI.
Setelah saya berkunjung ke KBRI saya merasa bangga ketika melihat KBRI yang begitu luar
biasa megahnya. Itulah hasil dari perjuangan dan impian para pendiri bangsa kita yang rela
berjuang dan berkorban untuk bangsa dan negara sehingga bisa mendapatkan KBRI di tempat
yang strategis dan begitu megahnya di negeri Paman Sam tersebut. Saya berjalan dan
berkeliling di Embassy row, dimana di sepanjang blok tersebut tidak ada gedung Kedutaan
besar dari negara manapun yang semegah gedung Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI)
di Washington DC.
Oleh karena visi-lah yang menggerakkan para pendiri bangsa kita untuk mewarisi kejayaan dan
keagungan bangsa yang besar dan berdaulat bagi anak cucu dan generasi penerus bangsa.
Selama di Amerika Serikat saya tidak tinggal diam saya ingin menggali lebih jauh apa yang ada
di negeri itu. Saya diajak oleh Dr. Michael Hannahan, program coordinator dari Donahue Institute
mengelilingi kota Washington DC, ke Amherst, dan Boston. Saya melihat bahwa keberagaman
bangsa Indonesia mengatasi batas-batas kehidupan yang penuh warna. Keberagaman bangsa
Indonesia akan menjadi bangsa yang besar dan tidak pernah saya lihat di bangsa manapun
termasuk di negara Amerika.
Di sebuah kota kecil bernama Belchertown, Massachusetts saya melihat konser charity disana
saya bertemu dengan salah seorang veteran Amerika Serikat dari angkatan darat dalamperang
Vietnam yang memanggil saya dan bertanya where are you from?, saya jawab bahwa saya dari
Indonesia. Kemudian, seorang veteran tersebut mengatakan saya tahu Soekarno. Saya merasa
bangga sekali bahwa Soekarno juga dikenal oleh para tentara perang Amerika Serikat
di masa itu. Sungguh luar biasa, apa yang dikerjakan Soekarno tidak hanya berbicara tentang
memerdekan bangsa, tetapi juga hari esok dan masa depan bangsa.

Inilah yang dinamakan sebagai nation character building. Siapapun pemimpinnya tetapi bangsa
ini tidak akan terlepas dari sosok Soekarno yang memberikan dasar karakter bangsa. Indonesia
dikenal oleh banyak bangsa-bangsa karena sosok Soekarno yang telah gigih berjuang untuk
memerdekan bangsa dan negara. Hidup adalah penuh keajaiban dan makna hidup adalah
bagaimana saya bisa memberikan keajaiban bagi setiap orang yang ada disekitar saya.
Indonesia adalah negara yang kucintai yang juga memiliki sejuta keajaiban dan pengharapan.
Kini saatnya kita menunjukkannya kepada semua orang melalui mewujudkan impian-impian kita
sebagai bakti bagi bangsa dan negara.
Tak ada rotan mimpi-pun jadi
gambaran masa depan suatu bangsa dapat diketahui seperti apa impian-impian para generasi
mudanya
Saya bisa karena saya bisa bermimpi dan bercita-cita. Impian yang menggerakkan saya untuk
bertindak dan berbuat. Saya dapat mengubah cara hidup dan pikiran saya karena saya memiliki
impian. Meskipun kita memiliki keterbatasan dan kekurangan tetapi akan ada sercerah harapan.
Pelita yang akan menerangi setiap jalan-jalan saya karena ada harapan yang ingin saya raih.
Impian adalah semangatku untuk berbuat sesuatu. Teman saya pernah mengatakan kepada
saya jangan pernah berhenti melangkah pada hari ini karena jika kamu berhenti melangkah
pada hari ini. kamu tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi besok. Saya juga tidak
berhenti untuk bermimpi karena dengan bermimpi saya masih punya keyakinan dan harapan
untuk menatap hari esok dengan kebahagiaan dan kemenangan. Saya ingin menatap seperti
anak kecil di atas yang menatap masa depannya dengan kejujuran dan ketulusan. Saya ingin
menatap masa depan bangsa saya menjadi bangsa yang luar biasa karena generasi mudanya
juga luar biasa untuk mengabdi. Ada banyak orang berprestasi tetapi sedikit sekali yang mau
mengabdi dan menjadi sukarelawan bagi bangsa dan negara. Saya datang untuk berbakti pada
bangsa dan negara. Pelita itu tidak akan pernah padam selama generasi muda bangsa memiliki
harapan, impian, dan cita-cita untuk membangun negeri.
TENTANG PENULIS
Hastangka, lahir di Sleman pada 30 September 1983. Ia menamatkan pendidikan sekolah dasar
pada SD Semarangan I. Pendidikan SMP di BOPKRI III dan kemudian diteruskan di SMU
BOPKRI I Yogyakarta. Gelar sarjana diraihnya pada Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada
dengan predikat cum laude tahun 2007. Samasa di kampus ia aktif dalam berbagai kegiatan
seminar,kegiatan akademik dan komunitas diskusi. Prestasi utama yang pernah dicapai saat
menjadi mahasiswa adalah pada tahun 2006 mengikuti Pelayaran Kebangsaan VI yang
diselenggarakan oleh Dirjen Dikti. Hastangka pernah mengikuti berbagai Training yang
diselenggarakan oleh SP2MP antara lain Training of Trainer Basic Academic Speech Skills 2006,
Training of Trainer Basic Academic Writing Skills 2004 dan Workshop English Language
Teaching Proficiency 2006. Mengikuti program Civic Exchange: Democracy and Tolerance, two
nation exchange di Amerika Serikat:Washington DC, Massachusetts, Boston, Agustus 2010 yang
disponsori oleh the US State Department melalui Donahue Institute, UMass. Youth Exchange di
Budapest, Hungaria,April 2010.

Ia pernah menjadi presenter pada Seminar International: Education, Language, and MGDs di
Bangkok Thailand, November 2010. Pembicara pada seminar Nasional acara Dies Natalis ke-46
Universitas Atmajaya Yogyakarta 2011. Hastangka aktif di Pusat Studi Pancasila Universitas
Gadjah Mada dan terlibat berbagai penelitian seperti penelitian Model Pendidikan
kewarganegaraan di Indonesia, hibah DIKTI melalui LPPM tahun 2010. Penelitian tentang ESD
studi kasus di Yogyakarta 2010 melalui hibah kluster sosial-humaniora. Penelitian tentang
Museum ke-UGM-an: Media Transformatif Pembelajaran nilai-nilai ke- UGM-an dan kebangsaan,
hibah unggulan kluster Sosial-Humaniora tahun 2011. Ia juga pernah mengikuti Workshop dan
Basic Short course International Humanitarian Law kerjasama ICRC dan HI ISIPOL UGM tahun
2011. Serta, bersama teman-teman pusat Studi Pancasila menginisiasi forum Pancasila Study
Club di Pusat Studi Pancasila, sebuah forum diskusi untuk anak muda yang berbicara tentang
kebangsaan dan ke-Indonesia-an dari pemuda untuk bangsa. Saat ini, Ia sedang menempuh S2
Filsafat, UGM dan menjadi staf pengajar tidak tetap di STIKES A YANI Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai