Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH FT KARDIOVASKULAR PULMONAL I

Manajemen Ft pada Bronkiektasis

OLEH:

Anita
Miftah Chaerani
Muslim Hasan
Raihana Ohorella
Rosyaadah Hasan
Ulfah Eka Wardani

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR


DIV FISIOTERAPI Tk. II
2016/2017

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat, inayah,
taufik, dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk, maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini
kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki
sangat kurang. Oleh karena itu, kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 17, Oktober, 2016

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL

.......................................................................................................

KATA PENGANTAR

....................................................................................................... ii

DAFTAR ISI

....................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................................
B. Rumusan Masalah................................................................................................
C. Tujuan
.........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.
J.

Definisi
.........................................................................................................
Anatomi Bronkus ..............................................................................................
Prevalensi .........................................................................................................
Perubahan Patologi Anatomis ...........................................................................
Gambaran Klinik ...............................................................................................
Etiologi
.........................................................................................................
Klasifikasi .........................................................................................................
Patogenesis ........................................................................................................
Komplikasi ........................................................................................................
Assessment Fisioterapi ......................................................................................

BAB III PENUTUP


Kesimpulan ........................................................................................................
Daftar Pustaka......................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pernapasan tersusun atas organ yang berbeda, tidak menutup kemungkinan organ ini
dapat mengalami masalah yang bisa mengganggu proses pernafasan baik itu ringan ataupun
berat. Gangguan ini akan menyebabkan kesulitan bernapas pada penderitanya dan dalam
jangka waktu yang panjang gangguan ini akan mempengaruhi metabolisme tubuh si
penderitanya. Gangguan pada paru dapat berupa yang obstruktif ataupun restriktif.Gangguan
paru obstruktif biasanya terjadi pada jalan nafas itu sendiri atau organ paru itu sendiri,
dikenal dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).Sedangkan retriksi gangguannya
berasal dari luar atau dalam paru-paru.Dikenal dengan Penyakit Paru Restriksi
(PPR).Masing-masing penyakit ini memiliki karakteristiknya tersendiri.
Fisioterapi sebagai tenaga kesehatan ikut berperan dalam menangani kasus
Bronkiektasis, dengan tujuan untuk mengembalikan fungsi paru dan mengurangi
problematika yang ada.Dalam kasus ini problematika fisioterapi meliputi impraiment,
functional limitation dan disability.
Riwayat bronkiektasis pertama kali dikemukakan oleh Rene Theophile Hyacinthe
Laennec pada tahun 1819 pada pasien dengan flegmon supuratif.Tahun 1922, Jean Athanase
Sicard dapat menjelaskan perubahan destruktif saluran respiratorik pada gambaran radiologis
melalui penemuannya, yaitu bronkografi dengan kontras.Dengan pemberian imunisasi
terhadap pertusis, campak, dan juga regiman pengobatan penyakit Tuberkulosis (TB) yang
lebih baik, maka diduga prevalens penyakit ini semakin rendah.Hal ini dikarenakan penyakit
TB dan pertussis merupakan salah satu penyebab bronkiektasis (Rahajoe dkk, 2008).
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi bronkus
yang bersifat patologis dan berlangsung kronik.Dilatasi tersebut menyebabkan berkurangnya
aliran udara dari dan ke paru-paru.Dengan alasan ini, bronkiektasis digolongkan dalam
penyakit paru obstruktif kronik, yang bermanifestasi sebagai peradangan saluran pernafasan
dan mudah kolaps, lalu menyebabkan obstruksi aliran udara dan menimbulkan sesak,
gangguan pembersihan mukus yang biasanya disertai dengan batuk dan kadang-kadang
hemoptisis.
Individu mungkin mempunyai predisposisi terhadap bronkiektasis sebagai akibat
infeksi pernapasan pada masa kanak-kanaknya, campak, influenza, tuberculosis, dan
gangguan immunodefisiensi.Setelah pembedahan, bronkiektasis dapat terjadi ketika pasien
tidak mampu untuk batuk secara efektif, dengan akibat lendir menyumbat bronchial dan
mengarah pada atelektasis.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebangai berikut

1.
2.
3.
4.
5.

Apa defenisi dari bronkiektasis?


Bangaimana gambaran klinis dari bronkiektasis ?
Apa etiologo dari bronkiektasis ?
Apa patofisiologi dari bronkiektasis?
Bagaiman menejemen fisioterapi pada kasusu bronkiektasis?

C. TUJUAN
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebangau berikut
1. Untuk mengetahui defenisi dari bronkiektasis
2. Untuk mengetahui gambaran klinik dari bronkiektasis
3. Untuk mengetahui etiologi dari bronkiektasis
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari bronkiektasis
5. Untuk mengetahui manajemen fisioterapi pada kasus bronkiektasis

BAB II
PEMBAHASAN

A. Defenisi

Bronkiektasis adalah dilatasi bronki dan bronkiolus kronis yang mungkin disebabkan
oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi bronkus, aspirasi benda asing,
muntahan, benda-benda dari saluran pernafasan atas, dan tekanan akibat tumor, pembuluh
darah yang berdilatasi dan pembesaran nodus limfa (Brunner & Suddart, 2002). Menurut
(Soeparman & Sarwono, 1990), bronkiektasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri
dari pelebaran bronkus yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis
dan muscular dinding bronkus. Bronkiektasis berarti suatu dilatasi yang tak dapat pulih lagi
dari bronchial yang disebabkan oleh episode pnemonitis berulang dan memanjang, aspirasi
benda asing, atau massa ( mis. Neoplasma) yang menghambat lumen bronchial dengan
obstruksi (Hudak & Gallo,1997). Bronkiektasis adalah dilatasi permanen abnormal dari salah
satu atau lebih cabang-cabang bronkus yang besar ( Barbara E, 1998).
Bronkiektasis (Bronchiectasis) merupakan kondisi yang ditandai dengan dilatasi
abnormal di bronki dan kehancuran dinding bronkial dan bisa muncul diseluruh pohon
trakeobronkial atau bisa terbatas pada satu segmen atau lobus.Akan tetapi bronkiektasis
biasanya bilateral dan melibatkan segmen basilar di lobus bawah.Penyakit Bronkiektasis
terdiri dari tiga bentuk, yaitu silindris (fusiform), varikosa dan sakular (sistik).
Penyakit Bronkiektasis menyerang pria dan wanita maupun semua usia. Karena
tersedianya antibiotik untuk mengobati infeksi traktus respiratorik akut, insidensi
bronkiektasis telah berkurang secara dramatis dalam 20 tahun terakhir. Insidensinya adalah
yang tertinggi diantara inuit arktik dan suku maori di selandia baru. Dipastikan bronkiektasis
tidak reversibel.
Bentuk-bentuk yang berbeda dari bronkiektasis bisa muncul terpisah atau secara
simultan. Pada bronkiektasis silindris, bronki membesar secara tidak merata dengan
perubahan kecil pada diameter dan tiba-tiba berhenti pada keadaan bersudut.Pada
bronkiektasis varikosa, bronki yang mengalami dilatasi abnormal dan tidak beraturan
menyebabkan terlihatnya vena varikosa. Pada bronkiektasis sakular banyak dilatasi besar
berujung di sakus.

B. Anatomi Bronkus
Anatomi bronkus Bronkus merupakan saluran nafas yang terbentuk dari belahan dua
trakea pada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan
trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus berjalan ke arah bawah dan samping
menuju paru dan bercabang menjadi dua, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Bronkus kanan
mempunyai diameter lumen lebih lebar, ukuran lebih pendek dan posisi lebih vertikal. Letak
sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis serta mengeluarkan sebuah cabang utama yang
melintas di bawah arteri, yang disebut bronkus kanan lobus bawah.
Sedangkan bronkus kiri memiliki ukuran lebih panjang, diameter lumennya lebih
sempit dibandingkan bronkus kanan dan melintas di bawah arteri pulmonalis sebelum di belah
menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah. Cabang utama bronkus kanan
dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris, kernudian menjadi lobus segmentalis. Bronkus
lobaris ini bercabang terus menjadi bronkus yang lebih kecil, dengan ujung cabangnya yang
disebut bronkiolus. Setiap bronkiolus memasuki lobulus paru, dan bercabang-cabang menjadi 57 bronkiolus terminalis. Bronkiolus terminalis adalah saluran udara terkecil yang tidak
mengandung alveoli (kantong udara).
Bronkiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm. Bronkiolus tidak
diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat
berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkiolus terminalis disebut saluran
penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran
gas paru-paru. Percabangan Bronkus Sama seperti halnya hepar, bronkus juga memiliki
pembagian segmentasi yang nantinya juga merupakan segmentasi bagi pulmo juga. Yang
dimaksud dengan segmenta bronchopulmonalia adalah unit paru secara anatomis, fungsi dan
pembedahannya. Dimana dalam masing-masing segmenta bronkus ini juga berperan sebagai
segmenta pada pulmo yang memiliki ujung saluran, cabang arteria pulmonalis, aliran vena, aliran
limfe dan persarafan otonom yg berbeda- beda pada masing-masing segmenta lainnya. Hal ini
berfungsi pada pasien pneumonektomi (suatu prosedur pembedahan untuk pengangkatan paru).

C. Prevalensi
Di negara barat, prevalensi bronkiektasis diperkirakan sebanyak
1,3% di antara populasi. Kekerapan itu mengalami penurunan setelah
antibiotik banyak dipakai untuk mengobati penyakit infeksi paru. Di
Indonesia belum ada laporan tentang angka yang pasti mengenai penyakit
ini (Rahmatullah, 2009).
Dampak khusus bagi sistem kesehatan mengalami peningkatan. Di
Amerika Serikat, angka rawat inap untuk kasus bronkiektasis meningkat

antara tahun 1993 2006. Dan saat ini mencapai angka 16,5/100.000
penduduk per tahun (Maguire, 2012). Peningkatan ini prevalensi ini seiring
dengan semakin meluasnya penggunaan high resolution chest CT
(HRCT) (ODonnel, 2008).
Terapi untuk bronkiektasis adalah multimodal, dan termasuk terapi
dengan antibiotik, antiinflamasi, dan pembersihan jalan napas. Prognosis
pasien dengan bronkiektasis bervariasi. Pendekatan yang berfokus pada
pasien dibutuhkan untuk dapat mengevaluasi dan merawat setiap individu
yang menderita bronkiektasis (ODonnel, 2008).

D. Perubahan Patologi Anatomis


Terdapat berbagai variasi bronkiektasis, baik mengenai jumlah atau luasnya bronkus yang
terkena maupun beratnya penyakit.
1. Tempat Predisposisi Bronkiektasis
Bronkiektasis dapat mengenai bronkus pada satu segmen paru, bahkan dapat secara difus
mengenai kedua paru.Bagian paru yang sering terkena dan merupakan tempat predisposisi
bronkiektasis adalah lobus tengah paru kanan, bagian lingual paru kiri lobus atas, segmen basal
pada lobus bawah kedua paru.
2. Bronkus Yang Terkena
Bronkus yang terkena umumnya adalah bronkus ukuran sedang (medium size), sedangkan
bronkus besar jarang terkena.Bronkus yang terkena dapat hanya pada satu segmen paru saja
(local) maupun difus mengenai bronkus kedua paru.
3. Perubahan Morfologis Bronkus Yang Terkena
Keterlibatan dapat unilateral atau bilateral.Lobus bawah-terutama lobus bawah kiriadalah yang paling peka, tetapi lobus medius kanan dan lingule sering juga terkena.Yang paling
berat terlibat terletak pada bronki yang lebih kecil dari bronkioli.Saluran udara ini mengalami
dilatasi, kadang-kadang sampai empat kali ukuran normal dan sering hampir sampai keluar ke
permukaan pleura.Segmen yang mengalami dilatasi dapat memanjang dan menyerupai pipa
(silindroid), atau mereka mungkin fusiforme atau sakular bentuknya.Kelainan anatomi terbaik
ditemukan dengan melakukan irisan paru pada sudut kanan sepanjang sumbu saluran udara yang
terkena.Permukaan irisan paru dapat menunjukkan suatu bentuk yang hampir kistik yang dibuat
oleh bronkiolus yang mengalami dilatasi luas dan penekanan pada parenkim paru.Lumen bronki
yang terkena, khas terisi dengan eksudat yang supuratif, hijau kekuningan, kadang mengandung
darah, apabila terlepas, meninggalkan suatu mukosa yang hijau kemerahan, nekrotik, edematosa,
sering ulseratif.Apabila infeksi menyebar ke pleura, seperti yang sering terjadi.Menyebabkan

suatu plueritis fibrinosa atau supuratifa.Gambaran histologi, bervariasi tergantung dari aktifitas
dan kronisitas penyakit.Pada yang sempurna, kasus aktif, adanya eksudat radang kronis dan akut
yang jelas di dalam dinding saluran udara yang terkena yang disertai dengan pelepasan epitel
pelapis, dan daerah ulserasi nekrosis yang ekstensif.Mungkin juga terjadi metaplasia skuamosa
pada epitel yang tertinggal. Pada beberapa contoh, nekrosis meluas ke dalam otot polos dan
bahkan merusak seluruh dinding, hingga proses infeksi berhubungan langsung dengan parenkim
paru, membentuk abses paru. Pada kasus yang lebih kronis, fibrosis dinding bronkus dan
peribronkial terbentuk.
Dinding bronkus. Dinding bronkus yang terkena dapat mengalami perubahan berupa
proses inflamasi yang sifatnya dekstruktif dan reversible. Pada pemeriksaan patologi anatomi
sering ditemukan berbagai tingkatan keaktifan proses inflamasi serta terdapat proses fibrosis.
Jaringan bronkus yang mengalami kerusakan selain otot-otot polos bronkus juga elemen-elemen
elastis, pembuluh-pembuluh darah dan tulang rawan bronkus.
Mukosa bronkus. Mukosa bronkus permukaannya menjadi abnormal, silia pada sel
epitel menghilang, terjadi perubahan metaplasia skuamosa, dan terjasi eksaserbasi infeksi akut,
pada mukosa akan terjasi pengelupasan, ulserasi, dan pernanahan.
Jaringan paru peribronkial. Pada parenkim paru peribronkial dapat ditemukan kelainan
antara lain berupa pneumonia, fibrosis paru atau pleuritis apabila prosesnya dekat pleura. Pada
keadaan yang berat, jaringan paru distal bronkiektasis akan diganti oleh jaringan fibrotic dengan
kista-kista berisi nanah.
Arteri bronkialis disekitar bronkiektasis dapat mengalami pelebaran (aneurysma
Rasmussen) atau membentuk anyaman/anastomosis dengan pembuluh sirkulasi pulmonal.
4. Variasi Kelainan Anatomis Bronkiektasis
Telah dikenal ada 3 variasi bentuk kelaina anatomis bronkiektasis, yaitu: a). Bentuk
tabung (Tubular, Cylincdrical, Fusiform bronchiectasis). Variasi ini merupakan bronkiektasis
yang paling ringan, dan sering ditemukan pada bronkiektasis yang menyertai bronchitis kronik.
b). Bentuk kantong (Saccular bronchiectasis). Bentuk ini merupakan bentuk bronkiektasis yang
klasik, ditandai dengan adanya dilatasi dan penyempitan bronkus yang bersifat irregular.Bentuk
ini kadang-kadang berbentuk kista (Cystic bronchiectasis). c). Varicose bronchiectasis.
bentuknya merupakan bentuk antara tabung dan kantong. Istilah ini digunakan karena perubahan
bentuk bronkus menyerupai varises pembuluh vena.
Adanya variasi bentuk-bentuk anatomis bronkus tadi secara klinis tidak begitu penting,
karena kelainan-kelainan yang berbeda tadi dapat berasal dari etiologi yang sama dan tidak
mempengaruhi gejala klinis, dan manajemen pengobatannya sama saja. Bahkan beberapa bentuk
kelainan tadi bias terdapat pada satu pasien

5. Pseudobronkiektasis
Bentuk ini tidak termasuk bronkiektasis yang sebenarnya, karena terdapat pelebaran
bronkus yang bersifat sementara, umumnya bentuk silindris dan tidak terdapat kerusakan dinding
bronkus. Kelainan ini bersifat sementara karena dalam beberapa bulan akan menghilang. Bentuk
ini biasanya merupakan komplikasi pneumonia.
E. Gambaran Klinik
Bronkiektasis merupakan penyakit yang sering di jumpai pada umur muda, 69 %
penderita berumur kurang dari 20 tahun. Gejala sering dimulai sejak anak-anak,60% dari
penderita gejalanya timbul sejak umur kurang dari 10 tahun, gejala bronkiektasis tergantung
dari luas,berat,lokasi serta ada atau tidaknya komplikasi. Gejala yang sering terjadi adalah
batuk yang menahun dengan sputum yang banyak. Batuk dan pengeluarkan sputum di alami
penderita paling sering padapagi hari,setelah tiduran atau berbaring pada posisi yang
berlawanan dengan sisi yang mengandung kelainan bronkiektasis.pada bronkiektasis yang
ringan mungkin batuk dengan sputum timbul menyertai batuk pilek selama 1-2 minggu atau
tidak ada gejalah sama sekali.
Gambaran klinik utama dari bronkiektasis adalah batuk kronik yang jarang, bersifat
produktif dengan bayak sputum mukopurulen yang berbau busuk.Jumlah sputum yang
dikeluarkan bergantung pada stadium penyakit, tetapi pada kasusu yang berat dapat mencapai
200 ml sehari.Hemopstisis sering terjadi, biasanya berupa sputum yang mengandung darah
Tanda dan Gejala bronkiektasis
Pada awalnya tidak menunjukan gejalah (asimtomatik)
Hemoptosis (Batuk darah), terjadi akibat nekrosis atau dekstruksi mukosa bronkus
mengenai pembuluh darah (pecah) dan timbul pendarahan.
Batuk menahan disertai dahak yang berbau busuk
Batuk makin parah jika penderita berbaring miring
Penurunan berat badan
Warna kulit kebiruan
Jari-jari tangan seperti tabuh gendering
Sesak nafas makin memburuk bila penderita melakukan aktifitas
Bau mulut, Pucat
Mengigil
Lelah
F. Etiologi Bronkiekstasis
Kebanyakan bronkiektasis biasanya di dapat semasa anak-anak. Penyebab kerusakan
bronkus pada bronkiektasis hampir selalu adalah infeksi tapi factor lain seperti kelainan
herediter,kongenital atau mekanis mempermudah timbulnya infeksi. Sering penderita

mempunyai riwayat pneumonia sebagai komplikasi campak, batuk kejan atau penyakit
menular lainnya semasa anak-anak.
Penyebab lain dari Bronkiektasis antara lain:
a. Infeksi pernafasan
Campak, tuberkulosa, infeksi mikoplasma, infeksi jamur, infeksi adenovirus,
pertussis, infeksi bakteri seperti staphylococcus, klebsiella, dan pseudomonas br.
b. Penyumbatan bronkus
Dapat disebabkan oleh benda asing yang terisap, tumor paru, pembesaran keringat
betah bening, sumbatan ole lender.
c. Cederah pengirupan
Seperti menghirup partikel makanan dan getah lambung, dan cedera akibat gas,
asap dan pertikel beracun
d. Keadaan genetic
Seperti fibrosis kistik, kekuragan alfa- 1 antripsin, dan diskinesnia silia, termasuk
sindromal kartagener.
e. Kelainan imunologik
Seperti kekurangan komplemen, disfungsi sel darah putih, sindrom kekurangan
immunoglobulin, dan kelainnan autonmi atau hiperium tertentu seperti colitis ulserativa
dan rematoid artritis
f. Keadaan lain
Yaitu penyalahgunaan obat seperti heroin, sindrom marfan, infeksi HIV, dan
sindrom young (azoospermia obstruktif)
Factor predisposisi terjadi pada bronkiektasis dapat di bagi menjadi 3 kelompok :
1. Kekurangan mekanisme pertahanan yang di dapat atau kongenital, biasanya kelainan
imunologik beruba kekurangan globulin gama atau kelainan imunitas selular atau
kekurangan antitrypsin alfa.
2. Kelainan struktur kongenital seperti fibrosis kistik, sindrom kartagener,kekurangan
kartilago bronkus dan kifoskoliosis kongenital. Pada fibrosis kisti, kelainan fisis mucus
trakeobronkial dan sillia yang tidak berfungsi baik,menyebabkan pengumpulan secret
yang merupakan media baik bagi pertumbuhan kuman.pada sindrom kartagener
(bronkiektasis, dekstrokardia dan sinusitis) gangguan sillia dan masuknya secret yang
terinfeksi dari sinus ke bronkus menyebabkan infeksi sinopulmonal yang berulang. Kalau
dinding bronkus terinfeksi, terjadi kerusakan pada jaringan otot dan elastin,sehingga
kerusakan bronkus yang menetap; kemampuan bronkus untuk berkontraksi selama
ekspirasi menghilang, kemampuan untuk mengalirkan secret menurun,lebih mudah
terjadi infeksi, hal mana semua merupakan suatu sirkulus visiosus.
3. Penyakit paru primer seperti tumor paru,benda asing atau tuberculosis paru.obstruksi
saluran nafas menyebabkan atelectasis, penyerapan udara dari parenkim di sekitar daerah
yang tersumbat menyebabkan tekanan intrapleura menjadi negatif dan perbedaan antara

tekanan atmosfir dan tekanan intrapleura yang semakin negative menyebabkan bronkus
berdilatasi.
Bronkiektasis juga dapat terjadi akibat komplikasi inhalisa uap dan gas atau aspirasi
cairan lambung. Bronkiektasis paling sering mengenai bagian paru yang dependen meliputi
lobus medius kanan, lingual lobus atas kiri dan segmen basal kedua lobus bawah. Sebab
drainase yang jelek pada posisi berdiri dan ketidak mampuan untuk batuk yang efektif
menyebabkan infeksi menjadi kronik dan sulit di hilangkan. Bronkiektasis, bronchitis
menahun dan emfisema sering terlihat bersama-sama dan kadang-kadang sulit menentukan
mana yang primer dan mana yang sekunder karena bronkiektasis dapat menyebabkan
peradangan difus seperti pada bronchitis menahun.

G. Klasifikasi bronkiektasis
Berdasarkan atas brongrafi dan patologi bronkiektasis dapat dibagi menjadi 3 yaitu
1. Fusiform bronchiectacsis
Fusiform bronchiectacsisatau Bronkiektasis silindris berbentuk tabung.
Bronkiektaksis ini yang paling ringan dan sering ditemukan pada bronkiktasis yang
menyertai bronchitis kronik.
2. Secular bronchiectacsis
Bronkiektasis sakular ini berbentuk tabung. Bentuk ini merupakan bentuk
bronkiektasis yang klasik,ditandai dengan adanya dilatasi dan penyempitan bronkus yang
bersifat irregular. Bentuk ini kadang kadang berbentuk kista (cyctic bronkiktasis)
3. Varicose bronchiectacsis
Bentuknya merupakan bentuk antara diantara bentuk tabung dan katong. Istilah
ini digunakan karena perubahan bentuk bronkus menyerupai varises pembuluh vena.

H. Patogenesis
Pathogenesis bronkiektasis tergantung factor penyebabnya.Apabila bronkiektasis timbul
kongenital, patogenesisnya tidak diketahui, diduga erat hubungannya dengan factor genetic serta
factor pertumbuhan dan perkembangan fetus dalam kandungan.Pada bronkiektasis yang didapat,
patogenesisnya diduga melalui beberapa mekanisme. Ada beberapa factor yang diduga ikut
berperan, antara lain: 1). Factor obstruksi bronkus, 2). Factor infeksi pada bronkus atau paru, 3).
Factor adanya beberapa penyakit tertentu seperti fibrosis paru, asthmatic pulmonary eosinophilia,
dan 4). Factor instrinsik dalam bronkus atau paru.Pathogenesis pada kebanyakan bronkiektasis
yang didapat, diduga melalui dua mekanisme dasar.

1) Permulaannya didahului adanya factor infeksi bacterial.


Mula-mula karena adanya infeksi pada bronkus atau paru, kemudian timbul
bronkiektasis.Mekanisme kejadiannya sangat rumit. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa
infeksi pada bronkus atau paru, akan diikuti proses destruksi dindinng bronkus daerah infeksi
dan kemudian timbul bronkiektasis.
2) Permulaannya didahului adanya obstruksi bronkus.
Adanya obstruksi bronkus oleh beberapa penyebab (misalnya tuberculosis kelenjar limfe
pada anak; karsinoma bronkus, korpus alienum dalam bronkus) akan diikuti terbentuknya
bronkiektasis. Pada bagian distal obstruksi biasanya akan terjadi infeksi dan sestruksi bronkus,
kemudian terjadi bronkiektasis. Mekanisme kejadiannya sangat rumit.Pada bronkiektasis
didapat, pada keadaan yang amat jarang dapat terjadi atau timbul sesudah masuknya bahan
kontra korosif (biasanya bahan hidrokarbon) ke dalam saluran napas, dan karena terjadinya
aspirasi berulang bahan/cairan lambung ke dalam paru.Seperti diketahui, bronkiektasis
merupakan penyakti paru yang mengenai bronkus dan sifatnya kronik.keluhan-keluhan yang
timbul juga berlangsung kronik dan menetap. Keluhan-keluhan yang timbul berhubungan erat
dengan: 1). Luas atau banyaknya bronkus yang terkena, 2). Tingkatan beratnya penyakit, 3).
Lokasi bronkus yang terkena, dan 4). Ada atau tidaknya komplikasi lanjut.Pada bronkiektasis,
keluhan-keluhan timbul umumnya sebagai akibat adanya beberapa hal berikut: 1). Adanya
kerusakan dinding bronkus, 2). Adanya kerusakan fungsi bronkus, 3). Adanya akibat lanjut
bronkiektasis atau komplikasi dan sebagainya. Kerusakan dinding bronkus berupa dilatasi dan
distorsi dinding bronkus, kerusakan elemen elastis. Tulang rawan, otot-otot polos, mukosa dan
silia, kerusakan tersebut akan menimbulkan statis sputum, gangguan ekspektorasi, gangguan
reflex batuk dan sesak napas.
Infeksi pertama (primer).Kecuali pada bentuk bronkiektasis kongenital, tiap
bronkiektasis kejadiannya didahului oleh infeksi bronkus (bronchitis) maupun jaringan paru
(pneumonia).Masih menjadi pertanyaan, apakah infeksi yang mendahului terjadinya
bronkiektasis tersebut disebabkan oleh bakteri atau virus.Menurut hasil penelitian para ahli
terdahulu ditemukan bahwa infeksi yang mendahului bronkiektasis adalah infeksi bacterial, yaitu
mikroorganisme penyebab pneumonia atau bronchitis yang mendahuluinya.Dikatakan bahwa
hanya infeksi bakteri saja yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding bronkus sehingga
terjadi bronkiektasis, sedangkan infeksi virus tidak dapat.Boleh jadi bahwa pneumonia atau
bronchitis yang mendahului bronkiektasis tadi didahului oleh infeksi virus (misalnya adenovirus
tipe 21, virus influenza, campak, dan sebagainya).
Infeksi sekunder.Tiap pasien bronkiektasis tidak selalu disertai infeksi sekunder pada
lesi (daerah bronkiektasis).Secara praktis apabila sputum pasien bronkiektasis bersifat mukoid
dan putih jernih, menandakan tidak atau belum ada infeksi sekunder.Sebaliknya apabila sputum
pasien yang semula berwarna putih jernih kemudian berubah warnanya menjadi kuning atau

kehijauan atau berbau busuk berarti telah terjadi infeksi sekunder. Untuk menentukan jenis
kumannya bias dilakukan pemeriksaan mikrobiologis. Sputum berbau busuk menandakan adanya
infeksi sekunder oleh kuman anaerob.Contoh kuman anaerob ini misalnya Fusifornis fusiformis,
Treponema vincenti, anaerobic streptococci, dan sebagainya. Kuman-kuman aerob yang sering
ditemukan dan menginfeksi bronkiektasis misalnya: Streptococcus pneumonia, Haemophilus
influenza, Klebsiella azaena, dan sebagainya.
I. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi bronkiektasis yang dapat dijumpai pada pasien, antara lain:
a)
b)
c)
d)
e)
f)

Bronchitis kronik
Pneumonia dengan atau tanpa atelektasis.
Pleuritis, timbul bersamaan dengan timbulnya pneumonia.
Efusi pleura atau empyema
Abses metastasis di otak
Hemoptisis
Terjadi karena pecahnya pembuluh darah cabang vena (arteri pulmonalis),
cabang aeteri (arteri bronkialis) atau anastomosis pembuluh darah.Komplikasi
hemoptisis hebat dan tidak terkendali merupakan tindakan bedah gawat darurat
(indikasi pembedahan).Sering juga hemoptisis masih yang sulit diatasi ini
merupakan penyebab kematian utama pasien bronkiektasis.

g) Sinusitis
Keadaan ini sering di temukan dan merupakan bagian darikomplikasi
bronkiektasis pada saluran nafas.
h) Kor pulmonal kronik (KPK)
Komplikasi ini sering terjadi pada pasien bronkiektasis yang berat dan
lanjut atau mengenai beberapa bagian paru. Pada kasus ini bila terjadi
anastomosis cabang-cabang arteri dan vena pulmonalis pada dinding bronkus
(bronkiektasis), akan terjadi arerio-venous shunt, terjadi gangguan oksigenasi
darah, timbul seanosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan
lanjut akan terjadi hipertensi pulmonal, kor-polmonal kronik. Selanjutnya dapat
terjadi gagal jantung kanan.
i) Kegagalan pernafasan
Merupakan komplikasi paling akhir yang timbul pada pasien bronkiektasis
yang berat dan luas.
j)

Amiloidosis
Pada pasien yang mengalami komplikasi amiloidosis ini sering ditemukan
pembesaran hati dan limpa serta proteinoria.

J. Manajemen Fisioterapi
1. ASSESSMENT :
1) ANAMNESIS
ANAMNESIS UMUM
Nama
: Tn . Muslim Hasan
Alamat
: Antang
Umur
: 34 thn
Jenis kelamin : laki-laki
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Sopir angkutan kota
Hoby
: Merokok

ANAMNESIS KHUSUS
Keluhan Utama
:Batuk produktif disertai peningkatan produksi sputum yang
berwarna hijau dengan jumlah sputum sebanyak 150 ml dan
sesak nafas
Lokasi keluhan
: dada kiri pasien
RPP
: Keluhan dirasakan pasien sejak3 bulan yang lalu, tapi sejak
1 minggu yang lalu pasien batuk dengan bertambahnya
produksi sputum sehingga menyebabkan pasien sesak nafas,
terlebih pada saat pasien melakukan aktifitas yang berat dan
lama.
Riwayat penyakit keluarga : tidak ada riwayat keluarga

2) VITAL SIGN

Dalam vital sign yang diukur antara lain


Tekanan Darah
: 130/90 mmHg
Pernasafan
: 29x/menit
Denyut nadi
: 75x/menit
Suhu
: 37oC

3) INSKPEKSI
Inspeksi adalah suatu tindakan pemeriksa dengan menggunakan indera penglihatan
untuk mendeteksi karakteristik normal atau tandah tertentu dari bagian tubuh atau
fungsi tubuh pasien. Inspeksi digunakan untuk mendeteksi bentuk, postur, warna,
posisi, ukuran, tumor dan lainnya dari tubuh pasien. Inspeksi dilakukan pada posisi
tidur, duduk, berdiri, dan saat berjalan.
Hasil dari infeksi/observasi
- Tingkat kesadaran pasien normal (merespon saat diajukan pertanyaan tapi
pasien terengah-engah)
- Wajah pasien tampak pucat dan cemas
- Pasien bernafas dengan menggunakan mulut
- Pasien tampak lelah
- Jari-jari tangan seperti tabuh gendering
- Warna kulit kebiruan
- Terdapat sianosis perifer yang diakibatkan karena kurangnya suplai oksigen
dalam darah
- Dada pasien berbentuk barrel chest
4) PEMERIKSAAN SPESIFIK
a. PALPASI
i. Mobilitas Thoraks

Mobilitas thoraks adalah suatu pemeriksaan untuk mengetahui gerakan


simetris chest pasien dan pengembangan tiap bagian chest selama inspirasi
dan ekspirasi.
Expansi upper lobus
Posisi terapis : Sebelah kiri pasien
Posisi pasien : Pasien lying
Prosedur
:Letakkan kedua ujung ibu jari-jari tangan terapis di atas
clavicula sehingga pasien full expirasi lalu pasien deep
inspirasi
Expansi middle lobus
Posisi terapis : Sebelah kiri pasien
Posisi pasien : Pasien lying
Prosedur
:Letakkan kedua ujung ibu
jari-jari tangan terapis di
processus xyphoideus dan
jari-jari di extensikan ke
lateral costa sehingga pasien
full expirasi lalu pasien deep
inspirasi
Expansi lower lobus
Posisi terapis : Dibelakang pasien
Posisi pasien : Sitting
Prosedur
: Letakkan ke dua ibu jari-jari tangan terapis di medulla
spinalis (sejajar lower costa) dan jari-jari diekstensikan
sejajar costa pasien full expirasi lalu pasien deep inspirasi
dalam
Hasil pemeriksaaan :
- Ketidak simetrisan thoraks pada upper thoraks sekmen apical
anterior
- Terjadi penurunan ekspansi thoraks pada upper thoraks
ii.

Fremitus
Fremitus merupakan getaran pada dinding dada pasien yang dihasilkan
oleh pita suara melalui system broncho pulmonal
Posisi terapis : Dibelakang pasien
Posisi pasien : Sitting
Prosedur
: Letakkan kedua telapak
tangan
terapis
secara
simetris pada dinding dada
bagian belakang pasien.
Instruksikan pasien untuk
Tarik nafas dan tahan

sebentar lalu mengucapkan huruf ninety ninebeberapa


kali
Hasil pemeriksaan:
- Fremitus melema
b. Auskultasi
Auskultasi merupakan suatu teknik pemeriksaan dengan menggunakan
stetoskop untuk mendengarkan suara khusus nafas. Bunyi nafas normal dan
abnormal terjadi akibat gerakan udara di airway seama inspirasi dan ekspirasi.
Prosedur :
Posisi pasien duduk comfortable dan rileks, stetoskop diletakkan sejajar
dengan T-2, T-6, T-10 dinding dada kiri dan kanan bagian anterior dan
posterior thoraks lalu anjurkan pasien deep inspirasi dan ekspirasi dengan
perlahan.
Hasil pemeriksaan :
- Terdengar bunyi pernafasan abnormal pada paru kiri, upper lobus
anterior segmen yaitu bunyi Ronki basah

Keterangan :

A = tampak depan
B = tampak belakang

5) PEMERIKSAAN TAMBAHAN
X-Ray
- untuk mengevaluasi paru-paru, jantung dan dinding dada

pemeriksaan warna sputum


sputum adalah zat mucousy (terdiri dari sel-sel dan materi lainya) yang
disekresikan kedalam saluran udara dari saluran pernapasan.
Hasil pemeriksaan : warna sputum hijau

2. Problematik dan Diagnosis Fisioterapi


a. Impairment: adanya sesak nafas, adanya penurunan ekspansi thoraks, adanya spasme
pada musculus upper trapezius dan musculus, sternocleidomastoideus
b. Functional Limitation:
- pasien tidak dapat melakukan aktifitas sebagai supir angkot karna sesak napas.
- pasien belum dapat bepergian jauh karena sesak napas.
c. Participation Restrictive: pasien belum dapat melakukan aktifitas sosial seperti biasanya
Diagnosis:
- Sesak napas
- Batuk disertai sputum sulit keluar
- Spasme otot pernapasan
- Penurunan expansi thoraks
3. Perencanaan Fisioterapi
Melepaskan sekresi dan membersihkan jalan nafas.
Memelihara mobilitas thoraks dan perbaikan postur.
Mengajarkan tehnik batuk yang benar.
Memberi rasa percaya diri
Mencegah atau mengontrol infeksi berulang
Mengajarkan gaya hidup yang baik ( home program)
4. Tujuan fisioterapi
Jangka pendek:
- Mengurangi dan mengeluarkan sputum
- Melepaskan sekresi dan membersihkan jalan nafas.
- Memperbaiki pola nafas
- Mengajarkan tehnik batuk yang benar
- Mengurangi spasme otot pernapasan.
Jangka panjang:

Memelihara mobilitas thoraks


Perbaikan postur kearah yang normal
Memperbaiki kapasitas fisik dan fungsional

5. Intervensi fisioterapi
a. Postural drainage
b. Breating exercise
a. Posturaldrainage
Postural drainage merupakan suatu teknik untuk mengalirkan sekresi dari
berbagai segmen menuju saluran nafas yang lebih besar, dengan menggunakan
pengaruh gravitasi dan pengaruh posisi pasien yang sesuai dengan letak sputum
atau mukus. Sebelum dilakukan PD memperbanyak minum dahulu, 1 jam
sebelum dilakukan PD.Untuk tujuan mencegah akumulasi sekret, postural
drainage dapat dilakukan pada penderita-penderita berikut : yang melakukan tirah
baring yang lama, khususnya pada mereka yang tergolong "high risk" yaitu
penderita penyakit paru kronik, penderita pasca bedah yang mengalami
imobilisasi dan mereka yang telah dilakukan sayatan pada toraks dan abdomen
yang sputumnya banyak, seperti bronkhiektasis atau fibrosis.

Tujuan PD:
a) Untuk mengeluarkan secret yang tertampung
b) .Untuk mencegah akumulasi secret agar tidak terjadi atelektasis.
c) Mencegah dan mengeluarkan secret
Persiapan pasien untuk PD:
a) Longgarkan seluruh pakaian terutama daerah leher dan pinggang
b) Terangkan cara pengobatan kepada pasien secara ringkas tetapi lengkap
Clapping
Clapping adalah tepukan pada dinding dada atau punggung dengan tangan
seperti mangkok. Tujuannya yaitu melepaskan sekret yang tertahan atau
melekat pada bronchus. Clapping secara rutin dilakukan pada pasien yang
mendapat postural drainase.
Prosedur
- Instruksikan pasien untuk rileks
- Clapping pada segmen apical anterior sinistra paru selama 1-2 menit
dengan kedua tangan membentuk mangkok
Vibrating
Vibrating secara umum dilakukan dengan claping selama postural drainase
terapis biasanya secara umum mengkombinasikan clapping dan vibrating
untuk mengeluarkan sekret. Vibrasi dilakukan hanya pada waktu pasien

mengeluarkan nafas. Pasien diinstruksikan bernafas dalam dan kompresi


dada dan vibrasi dilakukan pada puncak inspirasi dan dilanjutkan sampai
akhir ekspirasi.
Prosedur
- Terapis meletakkan kedua telapak tangan secara tumpang tindih diatas
area paru kiri yang akan dilakukan vibrating yaitu segmen apical
anteriol
- Anjurkan pasien bernfas dalam dengan Purse lips breathing
- Lakukan vibrating atau getaran pada tumpuan telapak tangan saat
pasien 1/3 akhir ekspirasi
- Instruksikan pasien untuk batuk
- Pengulangan sebanyak 3 kali
b. Breating exercise
Latihan ini meliputi latihan pernafasan dada dan perut. Melakukan latihan
yang benar adalah tarik nafas lewat hidung dan hembuskan lewat mulut. Latihan
ini bertujuan untuk memperbaiki ventilasi udara, melatih pernafasan diafragma,
memelihara elastisitas jaringan paru-paru dan menjaga expansi thorax.
Prosedur
Bernafas dengan perut.
Dada dan bahu harus rileks.
Saat inspirasi, kembungkan perut.
Saat ekspirasi, kempiskan perut.
Terapis mengontrol dengan memegang perut dan dada pasien. Yang harus
bergerak hanya perut, dada harus diam.
c. Batuk efektif
Batuk merupakan suatu gerakan reflek untuk mengeluarkan benda asing
atau sputum dari dalam saluran pernafasan. Dalam latihan batuk harus di
lakukan
dengan benar yaitu dengan pengembangan daerah perut dan
pinggang secara perlahan-lahan yang bertujuan untuk pengisian udara pada
daerah bronkiolus tanpa menyebabkan sekresi tersebut terbawa masuk lebih
dalam pada saluran bronkiolus.
Posisi pasien pada batuk efektif yang benar adalah posisi pasien duduk
dengan badan agak condong kedepan agar memudahkan
kontraksi
otot dinding perut dan dada sehingga menghasilkan tekanan abdominal yang
benar.
Teknik pelaksanaan batuk efektif yaitu pasien tarik nafas lewat hidung
pelan dan dalam, kemudian menahan nafas beberapa saat (2-3detik) selanjutnya
pasien disuruh mengontraksikan otot perut sambil mengeluarkan nafas dengan
dibatukkan. Batuk dilakukan sebanyak 2 kali dengan mulut terbuka dan dilakukan
setelah respirasi sebanyak 2-3 kali, batuk yang pertama akan melepaskan sputum

dari tempat perlengketannya dan batuk yang kedua akan membantu mengeluarkan
sputum dari saluran pernafasan.
6. Evaluasi
Sesak nafas sedikit berkurang
Sputum sudah dapat dikeluarkan
Spasme otot pernafasan sudah agak berkurang dan pasien merasa nyaman dari
keadaan sebelumnya

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Bronkiektasis adalah dilatasi bronki dan bronkiolus kronis yang mungkin
disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi bronkus, aspirasi
benda asing, muntahan, benda-benda dari saluran pernafasan atas, dan tekanan akibat
tumor, pembuluh darah yang berdilatasi dan pembesaran nodus limfa (Brunner &
Suddart, 2002).
Kebanyakan bronkiektasis biasanya di dapat semasa anak-anak. Penyebab
kerusakan bronkus pada bronkiektasis hampir selalu adalah infeksi tapi factor lain seperti
kelainan herediter,kongenital atau mekanis mempermudah timbulnya infeksi. Sering
penderita mempunyai riwayat pneumonia sebagai komplikasi campak, batuk kejan atau
penyakit menular lainnya semasa anak-anak.
Pemeriksaan spesifik bronkiektasis terdiri atas palpasi, auskultasi, fremitus,
perkusi. Sedangkan penatalaksanaan fisioterapi terdiri atas :
- Postural drainase,
- perkusi dan fibrasi,
- Breathing Exercise
- Batuk efektif

DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses
penyakit Edisi VI.Jakarta : EGC
Waspadji, Sarwono dan Soeparman. 1994. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II.
Jakarta : FKUI
Porter, Stuart B. 2003. Tidys physipterapy. Lecturer in physiotherapy school of health
care professions. University of Saiford Manchester : UK
http://www.nursingtimes.net/nursing-patients-with-bronchiectasis-part-on
http://www.drugs.com/cg/bronchiectasis-in-children.html

Anda mungkin juga menyukai