Anda di halaman 1dari 40

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN TB PARU

A. KONSEP DASAR KELUARGA

1. Pengertian Keluarga

Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama

dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-

masing yang merupakan bagian dari keluarga. (Friedman 1998).

Keluarga adalah suatu ikatan / persekutuan hidup atas dasar perkawinan

antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-

laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik

anaknya sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah tangga.(Sayekti

1994).

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala

keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu atap dalam

keadaan saling ketergantungan. (Effendy, 1998)

2. Bentuk / Type Keluarga

a. Keluarga inti (nuclear family)

Keluarga yang hanya terdiri ayah, ibu, dananak yang diperoleh dari

keturunannya, adopsi atau keduanya.

b. Keluarga besar (extended family)

Keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai

hubungan darah (kakek-nenek, paman bibi).

c. Keluarga bentukan kembali (dyadic family)


Keluarga baru yang bentuk terbentuk dari pasangan yng bercerai atau

kehilangan pasangannya.

d. Orang tua tunggal (single parent family)

Keluarga yang terdiri dari salah satu orang tua dengan anak-anak akibat

perceraian atau ditinggal pasangannya.

e. Ibu dengan anak tanpa perkawinan (the unmarried teenage mother)

Orang dewasa (laki-laki atau perempuan) yang tinggal sendiri tanpa pernah

menikah (the single adult living alone)

Keluarga dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya (the non marital

heterosexsual cobabiting family)

f. Keluarga yang di bentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama (gay and

lesbian family).

g. Keluarga Indonesia menganut keluarga besar (extended family), karena

masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai suku hidup dalam satu kominiti

dengan adat istiadat yang sangat kuat (Depkes RI. 2002)

3. Peranan &. Struktur keluarga

a. Pola komunikasi

Bila dalam keluarga komunikasi yang terjadi secara terbuka dan dua arah

akan sangat mendukung bagi penderita TBC. Saling mengingatkan dan

memotivasi penderita untuk terus melakukan pengobatan dapat

mempercepat proses penyembuhan.


b. Struktur peran keluarga

Bila anggota keluarga dapat menerima dan melaksanakan perannya

dengan baik akan membuat anggota keluarga puas dan menghindari

terjadinya konflik dalam keluarga dan masyarakat.

c. Struktur kekuatan keluarga

Kemampuan anggota keluarga untuk mempengaruhi dan mengendalikan

orang lain untuk mengubah perilaku keluarga yang mendukung kesehatan.

Penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan secara musyawarah

akan dapat menciptakan suasana kekeluargaan. Akan timbul perasaan

dihargai dalam keluarga.

d. Nilai atau norma keluarga

Perilaku individu masing-masing anggota keluarga yang ditampakan

merupakan gambaran dari nilai dan norma yang berlaku dalam keluarga.

(Suprajitno, 2004: 7)

4. Fungsi Keluarga (Friedman, 1998)

a. Fungsi Afektif

Keluarga yang saling menyayangi dan peduli terhadap anggota keluarga

yang sakit TBC akan mempercepat proses penyembuhan. Karena adanya

partisipasi dari anggota keluarga dalam merawat anggota keluarga yang

sakit.

b. Fungsi Sosialisasi dan Tempat Bersosialisasi

Fungsi keluarga mengembangkan dan melatih untuk berkehidupan sosial

sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain.


Tidak ada batasan dalam bersosialisasi bagi penderita dengan lingkungan

akan mempengaruhi kesembuhan penderita asalkan penderita tetap

memperhatikan kondisinya .Sosialisasi sangat diperlukan karena dapat

mengurangi stress bagi penderita.

c. Fungsi Reproduksi

Keluarga berfungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga

kelangsungan keluarga.Dan juga tempat mengembangkan fungsi

reproduksi secara universal, diantaranya : seks yang sehat dan berkualitas,

pendidikan seks pada anak sangat penting.

d. Fungsi Ekonomi

Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti

kebutuhan makan, pakaian dan tempat untuk berlindung (rumah).Dan

tempat untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan

penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

e. Fungsi Perawatan / Pemeliharaan Kesehatan

Berfungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga

agar tetap memiliki produktivitas tinggi. Fungsi ini dikembangkan

menjadi tugas keluarga di bidang kesehatan.

5. Tugas keluarga di bidang Kesehatan

Dikaitkan dengan kemampuan keluarga dalam melaksanakan 5 tugas

keluarga di bidang kesehatan yaitu :


a. Mengenal masalah kesehatan keluarga

Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan

karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan karena

kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga

habis.Ketidaksanggupan keluarga dalam mengenal masalah kesehatan pada

keluarga salah satunya disebabkan oleh kurangnya pengetahuan . Kurangnya

pengetahuan keluarga tentang pengertian, tanda dan gejala, perawatan dan

pencegahan TBC.

b. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga

Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari

pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga,dengan pertimbangkan

siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan menentukan

tindakan.keluarga.Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan

tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi bahkan teratasi.Ketidaksanggupan

keluarga mengambil keputusan dalam melakukan tindakan yang

tepat,disebabkan karena keluarga tidak memahami mengenai sifat, berat dan

luasnya masalah serta tidak merasakan menonjolnya masalah.

c. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan.

Keluarga dapat mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi

keluarga memiliki keterbatasan.Ketidakmampuan keluarga merawat anggota

keluarga yang sakit dikarenakan tidak mengetahui cara perawatan pada

penyakitnya.Jika demikian ,anggota keluarga yang mengalami gangguan


kesehatanperlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan dapat dilakukan

di institusi pelayanan kesehatan.

d. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga

Pemeliharaan lingkungan yang baik akan meningkatkan kesehatan

keluarga dan membantu penyembuhan. Ketidakmampuan keluarga dalam

memodifikasi lingkungan bisa di sebabkan karena terbatasnya sumber-sumber

keluarga diantaranya keuangan, kondisi fisik rumah yang tidak memenuhi

syarat.

e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga

Kemampuan keluarga dalam memanfaatkan fasilitas pelayanan

kesehatan akan membantu anggota keluarga yang sakit memperoleh

pertolongan dan mendapat perawatan segera agar masalah teratasi.

B. KONSEP DASAR TUBERKULOSIS

1. Definisi

Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi menahun menular yang

disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Kuman

tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara

(pernapasan) ke dalam paru-paru, kemudian menyebar dari paru-paru ke

organ tubuh yang lain melalui peredaran darah, yaitu : kelenjar limfe,

saluran pernafasan atau penyebaran langsung ke organ tubuh lain (Depkes

RI, 2002).
Tuberkulos adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang

parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya

termasuk meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe (Smeltzer 2001).

2. Etiologi

Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium Tuberkulosis. .

Kuman Mycobacterium Tuberkulosis adalah kuman berbentuk batang

aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitive terhadap

panas dan sinar ultraviolet (Smelzer, 2001: 5584).

Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah

yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap

gangguan kimia dan fisik. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering

maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari

es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant.Dari sifat

dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberculosis

aktif lagi (Bahar, 1999: 715).

Sifat lain kuman ini adalah kuman aerob, sifat ini menunjukkan

bahwa kuman lebih menyenani jaringan yang lebih tinggi kandungan

oksigennya.Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru

lebih tinggi daripada bagian lain, sehingga bagian apikal inimerupakan

tempat prediksi penyakit tuberculosis.

Kuman TBC menyebar melalui udara (batuk,tertawa dan bersin)

dan melepaskan droplet. Sinar matahari langsung dapat mematikan


kuman, akan tetapi kuman dapat hidup beberapa jam dalam suhu kamar

(Dep Kes RI 2002).

3. Patofisiologi

Tempat masuk kuman M. Tuberculosis adalah saluran pernafasan,

saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi

tuberkulosis (TBC) terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet

yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang

yang terinfeksi.

Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon

imunitas dengan melakukan reaksi inflamasi Bakteri dipindahkan melalui

jalan nafas ,basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya

diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil ;

gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan

cabang besar bronkhus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada

dalam ruang alveolus, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi

peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan

memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut. Setelah

hari-hari pertama leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang

akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut.

Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada

sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus

difagosit atau berkembang-biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui


getah bening menuju ke kelenjar getah bening regional. Makrofag yang

mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu

sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit.

Reaksi ini membutuhkan waktu 10 20 hari .

Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif

padat dan seperti keju, isi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Bagian ini

disebut dengan lesi primer. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan

jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan

fibroblast, menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan granulasi menjadi

lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk

suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.

Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Ghon dan gabungan

terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan

kompleks Ghon. Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis

adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkhus dan

menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding

kavitas akan masuk kedalam percabangan trakheobronkial. Proses ini

dapat terulang kembali di bagian lain di paru-paru, atau basil dapat

terbawa sampai ke laring, telinga tengah, atau usus. Lesi primer menjadi

rongga-rongga serta jaringan nekrotik yang sesudah mencair keluar

bersama batuk. Bila lesi ini sampai menembus pleura maka akan terjadi

efusi pleura tuberkulosa.


Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan

meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen

bronkhus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat

dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental

sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga

kavitas penuh dengan bahan perkejuan, dan lesi mirip dengan lesi

berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat menimbulkan gejala

dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan

menjadi tempat peradangan aktif.

Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh

darah. Organisme yang lolos melalui kelenjar getah bening akan mencapai

aliran darah dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat menimbulkan

lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai

penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran

hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan

tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh

darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskuler dan

tersebar ke organ-organ tubuh.

Komplikasi yang dapat timbul akibat tuberkulosis terjadi pada

sistem pernafasan dan di luar sistem pernafasan. Pada sistem pernafasan

antara lain menimbulkan pneumothoraks, efusi pleural, dan gagal nafas,

sedang diluar sistem pernafasan menimbulkan tuberkulosis usus,

meningitis serosa, dan tuberkulosis milier.


4. Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala yang sering terjadi pada tuberkulosis adalah

batuk yang tidak spesifik tetapi progresif. Biasanya tiga minggu atau lebih

dan ada dahak. Selain tanda-tanda tersebut diatas, penyakit TBC biasanya

tidak tampak adanya tanda dan gejala yang khas. Biasanya keluhan yang

muncul adalah :

1. Demam : terjadi lebih dari satu bulan, biasanya pada pagi hari.

2. Batuk : terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini

membuang / mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering

sampai batuk purulent ( menghasilkan sputum ).

3. Sesak nafas : terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai

setengah paru.

4. Nyeri dada : ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang

sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.

5. Malaise : ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit

kepala, nyeri otot dan keringat di waktu di malam hari.


5. Klasifikasi

Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita penting

dilakukan untuk menetapkan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang

sesuai dan dilakukan sebelum pengobatan dimulai.

Klasifikasi penyakit

1.1. Tuberculosis Paru

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC Paru dibagi dalam

a. Tuberkulosis Paru BTA (+)

Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya

BTA (+).

1 spesimen dahak SPS hasilnya (+) dan foto rontgen dada

menunjukan gambaran tuberculosis aktif.

b. Tuberkulosis Paru BTA (-)

Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (-) dan

foto rontgen dada menunjukan gambaran tuberculosis aktif. TBC

Paru BTA (-), rontgen (+) dibagi berdasarkan tingkat keparahan

penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila

gambaran foto rontgan dada memperlihatkan gambaran kerusakan

paru yang luas

.1.2. Tuberculosis Ekstra Paru

TBC ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya,

yaitu :

1. TBC ekstra-paru ringan


Misalnya : TBC kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang

(kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.

2. TBC ekstra-paru berat

Misalnya : meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa

duplex, TBC tulang belakang, TBC usus, TBC saluran

kencing dan alat kelamin.

Tipe penderita

Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya,ada beberapa tipe penderita yaitu :

a. Kasus Baru

Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah

menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).

b. Kambuh (Relaps)

Adalah penderita tuberculosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan

tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi berobat denga

hasil pemeriksaan dahak BTA (+).

c. Pindahan (Transfer In)

Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain dan

kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahhhan tersebut harus

membawa surat rujukan/pindah (Form TB.09).

d. Setelah Lalai (Pengobatan setelah default/drop out)

Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan

atau lebih, kemudian dating kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA (+).
Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan Diagnostik.

2) Pemeriksaan sputum

3) Pemeriksaan sputum sangat penting karena dengan di ketemukannya kuman BTA

diagnosis tuberculosis sudah dapat di pastikan. Pemeriksaan dahak dilakukan 3

kali yaitu: dahak sewaktu datang, dahak pagi dan dahak sewaktu kunjungan

kedua. Bila didapatkan hasil dua kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA

positif. Bila satu positif, dua kali negatif maka pemeriksaan perlu diulang

kembali. Pada pemeriksaan ulang akan didapatkan satu kali positif maka

dikatakan mikroskopik BTA negatif. Untuk memastikan jenis kuman

mengidentifikasi perlu dilakukan pemeriksaan biakan/kultur kuman dari dahak

yang diambil (Depkes RI, 2002).

4) Ziehl-Neelsen (pewarnaan terhadap sputum)

5) Positif jika ditemukan bakteri tahan asam.

6) Skin test (PPD, Mantoux)

7) Hasil tes mantoux dibagi menjadi dalam;

8) Indurasi 0-5 mm (diameternya) : mantoux negatif

9) Indurasi 6-9 mm : hasil meragukan

10) Indurasi 10-15 mm : hasil mantoux positif

11) Indurasi lebih dari 16 mm : hasil mantouk positif kuat

12) Reaksi timbul 48 72 jam setelah injeksi antigen intra kutan,berupa indurasi

kemerahan yang terdiri dari infiltrasi limfosit yakni persenyawaan antara antibody

dan antigen tuberculin.


13) Rontgen dada menunjukkan adanya infiltrasi lesi pada paru-paru bagian atas,

timbunan kalsium dari lesi primer atau penumpukan cairan. Perubahan yang

menunjukkan perkembangan tuberkulosis meliputi adanya kavitas dan area

fibrosa.

14) Pemeriksaan histologi/kultur jaringan

15) Positif bila terdapat mikobakterium tuberkulosis.

16) Biopsi jaringan paru

17) Menampakkan adanya sel-sel yang besar yang mengindikasikan terjadinya

nekrosis.

18) Pemeriksaan elektrolit

Mungkin abnormal tergantung lokasi dan beratnya infeksi, misalnya

hipernatremia yang disebabkan retensi air mungkin ditemukan pada penyakit

tuberkulosis kronis.

19) Analisa gas darah (BGA)

Mungkin abnormal tergantung lokasi, berat, dan adanya sisa kerusakan jaringan

paru.

20) Pemeriksaan fungsi paru

Turunnya kapasitas vital, meningkatnya ruang rugi, meningkatnya rasio residu

udara pada kapasitas total paru, dan menurunnya saturasi oksigen sebagai akibat

infiltrasi parenkim/fibrosa, hilangnya jaringan paru, dan kelainan pleura (akibat

dari tuberkulosis kronis).


6. Penatalaksanaan

Pengobatan TBC Paru

Tujuan pemberian obat pada penderita tuberculosis adalah:

menyembuhkan, mencegah kematian,dan kekambuhan, menurunkan tingkat

penularan (Depkes RI. 2002).

Sejak ditemukannya obat-obat anti TB dan dimulainya dengan

monotherapi, kemudian mulai timbul masalah resistensi terhadap obat-obat

tersebut, maka pengobatan secara paduan beberapa obat ternyata dapat mencapai

tingkat kesembuhan yang tinggi dan memperkecil jumlah kekambuhan.

Paduan obat jangka pendek 6 9 bulan yang selama ini dipakai di

Indonesia dan dianjurkan juga oleh WHO adalah 2 RHZ/4RH dan variasi lain

adalah 2 RHE/4RH, 2 RHS/4RH, 2 RHZ/4R3H3/ 2RHS/4R2H2, dan lain-lain.

Untuk TB paru yang berat ( milier ) dan TB Ekstra Paru, therapi tahap lanjutan

diperpanjang jadi 7 bulan yakni 2RHZ / 7RH. Departemen Kesehatan RI selama

ini menjalankan program pemberantasan TB Paru dengan panduan 1RHE /

5R2H2.

Bila pasien alergi/hipersensitif terhadap Rifampisin, maka paduan obat

jangka panjang 1218 bulan dipakai kembali yakni SHZ, SHE, SHT, dan lain-

lain.

Beberapa obat anti TB yang dipakai saat ini adalah :

1. Obat anti TB tingkat satu


Rifampisin (R), Isoniazid (I), Pirazinamid (P), Etambutol (E),

Sterptomisin ( S ).

2. Obat anti TB tingkat dua

Kanamisin ( K ), Para-Amino-Salicylic Acid ( P ),Tiasetazon ( T ),

Etionamide, Sikloserin, Kapreomisin, Viomisin, Amikasin, Ofloksasin,

Sifrofloksasin, Norfloksasin, Klofazimin dan lain-lain.

Obat anti TB tingkat dua ini daya terapeutiknya tidak sekuat yang tingkat

satu dan beberapa macam yang teakhir yaitu golongan aminoglikosid dan

quinolon masih dalam tahap eksperimental.

Belakangan ini WHO menyadari bahwa pengobatan jangka pendek

tersebut baru berhasil bila obat-obat yang relatif mahal ( R & Z ) tersedia sampai

akhir masa pengobatan. Di beberapa negara berkembang, pengobatan jangka

pendek ini banyak yang gagal mencapai angka kesembuhan yang ( cure rate )

ditargetkan yakni 85 % karena :

- Program pemberantasan kurang baik

- Buruknya kepatuhan berobat

Hal ini menyebabkan :

- Populasi TB semakin meluas

- Timbulnya resistensi terhadap bermacam obat

Adanya epidemi AIDS akan lebih mengobarkan kembali aktifnya TB.

Menyadari bahaya tersebut di atas, WHO pada tahun 1991 mengeluarkan

pernyataan baru dalam pengobatan TB Paru sebagai berikut :

Pengobatan tetap dibagi dalam dua tahap yakni


Tahap intensif ( initial ), dengan memberikan 4 5 macam obat anti TB

per hari dengan tujuan :

- Mendapatkan konversi sputum dengan cepat ( efek bakterisidal )

- Menghilangkan keluhan dan mencegah efek penyakit lebih lanjut

- Mencegah timbulnya resistensi obat

Tahap lanjutan ( continuation phase ), dengan hanya memberikan 2 macam

obat per hari atau secara intermitten dengan tujuan :

- Menghilangkan bakteri yang tersisa (efek sterilisasi )

- Mencegah kekambuhan

Pemberian dosis diatur berdasarkan berat badan yakni kurang dari 33 kg, 33 50

kg dan lebih dari 50 kg.

Pengobatan dibagi atas 4 katagori yakni :

1. Katagori I

Ditujukan terhadap :

Kasus baru dengan sputum negatif

Kasus baru dengan bentuk TB berat seperti meningitis, TB diseminata,

perikarditis, peritonitis, pleuritis, spondilitis dengan gangguan neurologis,

kelainan paru yang luas dengan BTA negatif, TB usus, TB genito

urinarius.

Pengobatan tahap intensif adalah dengan paduan 2RHZS ( E ). Bila setelah

dua bulan BTA menjadi negatif, diteruskan dengan tahap lanjutan. Bila setelah

dua bulan masih positif, tahap intensif diperpanjang lagi selama 2 4 minggu
dengan 4 macam obat. Pada populasi dengan resistensi primer terhadap INH

rendah pada tahap intensif cukup diberikan 3 macam obat yakni RHZ.

Pengobatan tahap lanjutan adalah dengan paduan 4 RH atau 4R3H3.

Pasien dengan TB berat ( meningitis, TB diseminata, spondilitis dengan kelainan

neurologis ), R dan H harus diberikan setiap hari selama 6 7 bulan. Paduan obat

alternatif adalah 6 HE ( T ).

2. Kategori II

Ditujukan terhadap :

Kasus kambuh

Kasus gagal dengan sputum BTA positif

Pengobatan tahap intensif selama 3 bulan dengan 2 RHZE / 1RHZE. Bila

setelah tahap intensif BTA menjadi negatif, maka diteruskan dengan tahap

lanjutan. Bila setelah 3 bulan tahap intensif BTA tetap positif, maka tahap intensif

tersebut diperpanjang lagi 1 bulan dengan RHZE. Bila setelah 4 bulan BTA masih

juga positif pengobatan dihentikan selama 2 3 hari, lalu diperiksa biakan dan

resistensi terhadap BTA dan pengobatan diteruskan dengan tahap lanjutan. Bila

pasien masih mempunyai data resistensi BTA dan ternyata BTA masih sensitif

terhadap semua obat dan setelah tahap intensif BTA menjadi negatif, maka tahap

lanjutan harus diawasi dengan ketat di RS rujukan. Kemungkinan konversi

sputum masih cukup besar. Bila data menunjukkan resiten terhadap R dan H,

maka kemungkinan keberhasilan menjadi kecil.


Pengobatan tahap lanjutan adalah dengan paduan 5 RHE atau paduan 5

R3H3E3 yang perlu diawasi dengan ketat. Bila sputum BTA masih tetap positif

setelah selesai tahap lanjutan, maka pasien tidak perlu diobati lagi.

3. Kategori III

Ditujukan terhadap :

Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas.

Kasus TBC ekstra paru selain yang disebut dalam kategori I

Pengobatan tahap intensif dengan panduan 2 RHZ atau 2 R3H3Z3

Pengobatan tahap lanjutan dengan panduan 2RH atau 2 R3H3. Bila

kelainan paru lebih luas dari 10 cm2 atau pada TB ekstra paru yang belum remisi

sempurna, maka tahap lanjutan diperpanjang lagi dengan H saja selama empat

bulan lagi. Paduan obat alternatif adalah 6 HE ( T )

4. Kategori IV

Ditujukan terhadap kasus TB kronik.

Prioritas pengobatan disini rendah, terdapat resistensi terhadap obat-obat

anti TB (sedikitnya R dan H), sehingga masalahnya jadi rumit. Pasien mungkin

perlu dirawat beberapa bulan dan diberikan obat-obat anti TB tingkat dua yang

kurang begitu efektif, lebih mahal dan lebih toksis.

Di negara yang maju dapat diberikan obat-obat anti TB eksperimental

sesuai dengan sensitivitasnya, sedangkan di negara yang kurang mampu cukup

dengan pemberian H seumur hidup dengan harapan dapat mengurangi infeksi dan

penularan.
Departemen Kesehatan RI dalam program baru pemberantasan TB paru

telah mulai dengan paduan obat : 2RHZE / 4R3HE ( kategori I ), 2 RHZSE / 1

RHZE / 5 R3H3E3 ( kategori II ), 2 RHZ/2 R3H3 ( kategori IV ).

Evaluasi Pengobatan.

Kemajuan pengobatan dapat terlihat dari perbaikan klinis ( hilangnya

keluhan, nafsu makan meningkat, berat badan naik dan lain-lain ), berkurangnya

kelainan radiologis paru dan konversi sputum menjadi negatif.

Kontrol terhadap sputum BTA langsung dilakukan pada akhir bulan ke-2,

4, dan 6. Pada yang memakai paduan obat 8 bulan sputum BTA diperiksa pada

akhir bulan ke-2, 5, dan 8. Biakan BTA dilakukan pada permulaan, akhir bulan

ke-2 dan akhir pengobatan. Pemeriksaan resistensi dilakukan pada pasien baru

yang BTA-nya masih positif setelah tahap intensif dan pada awal terapi pasien

yang mendapat pengobatan ulang ( retreatment ).

Kontrol terhadap pemeriksaan radiologis dada, kurang begitu berperan

dalam evaluasi pengobatan. Bila fasilitas memungkinkan foto dapat dibuat pada

akhir pengobatan sebagai dokumentasi untuk perbandingan bila nanti timbul

kasus kambuh.

Untuk mengetahui efek samping obat ( yang terbanyak hepatitis ), perlu

pemeriksaan darah terhadap enzim hati, bilirubin, kreatinin/ureum, darah perifer.

Asam urat darah perlu diperiksa bagi yang memakai obat Z. bila terdapat hepatitis

karena obat ( kebanyakan karena R dan H ), maka obat yang hepatotoksis diganti

dengan yang non-hepatotoksis. Pemberian steroid dapat dipertimbangkan. R atau


H kemudian dapat diberikan kembali secara desensitisasi. Tes mata untuk warna

perlu bagi yang memakai E, sedangkan tes audiometri perlu bagi yang memakai

S.

Resistensi obat sudah harus diwaspadai yakni bila dalam 1 2 bulan

pengobatan tahap intensif tidak terlihat perbaikan. Di Amerika Serikat prevalensi

pasien yang resisten terhadap obat anti TB makin meningkat dan sudah mencapai

9 %. Di negara yang sedang berkembang seperti di Afrika, diperkirakan lebih

tinggi lagi. BTA yang sudah resisten terhadap obat anti TB saat ini sudah dapat

dideteksi dengan cara PCR-SSCP (Single Stranded Confirmation Polymorphism)

dalam waktu satu hari. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi 99% BTA yang resisten

terhadap R, 70% terhadap H, dan 60% terhadap S.

Ada 3 Dampak masalah.

a. Terhadap individu.

1. Biologis.

Adanya kelemahan fisik secara umum, batuk yang terus menerus, sesak

napas, nyeri dada, nafsu makan menurun, berat badan menurun, keringat

pada malam hari dan kadang-kadang panas yang tinggi.

2. Psikologis.

Biasanya klien mudah tersinggung , marah, putus asa oleh karena batuk

yang terus menerus sehingga keadaan sehari-hari yang kurang

menyenangkan.
3. Sosial.

Adanya perasaan rendah diri oleh karena malu dengan keadaan

penyakitnya sehingga klien selalu mengisolasi dirinya.

4. Spiritual.

Adanya distress spiritual yaitu menyalahkan Tuhan karena penyakitnya

yang tidak sembuh-sembuh juga menganggap penyakitnya yang

manakutkan

5. Produktifitas menurun oleh karena kelemahan fisik.

b. Terhadap keluarga.

1. Terjadinya penularan terhadap anggota keluarga yang lain karena

kurang pengetahuan dari keluarga terhadap penyakit TB Paru serta

kurang pengetahuan penatalaksanaan pengobatan dan upaya pencegahan

penularan penyakit.

2. Produktifitas menurun.

Terutama bila mengenai kepala keluarga yang berperan sebagai

pemenuhan kebutuhan keluarga, maka akan menghambat biaya hidup

sehari-hari terutama untuk biaya pengobatan.

3. Psikologis.

Peran keluarga akan berubah dan diganti oleh keluarga yang lain.

4. Sosial.

Keluarga merasa malu dan mengisolasi diri karena sebagian besar

masyarakat belum tahu pasti tentang penyakit TB Paru .


c. Terhadap masyarakat.

Apabila penemuan kasus baru TB Paru tidak secara dini serta pengobatan

Penderita TB Paru positif tidak teratur atau droup out pengobatan maka

resiko penularan pada masyarakat luas akan terjadi oleh karena cara

penularan penyakit TB Paru

.Untuk keberhasilan pengobatan, oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO)

dilakukan strategi DOTS (Directly Observed Treatmen Shortcourse). Strategi ini

merupakan yang paling efektif untuk mengontrol pengobatan tuberculosis .

Lima langkah strategi DOTS adalah dukungan dari semua kalangan,

semua orang yang batuk dalam 3 minggu harus diperiksa dahaknya, harus ada

obat yang disiapkan oleh pemerintah, pengobatan harus dipantau selama 6 bulan

oleh Pengawas Minum Obat (PMO) dan ada system pencatatan/pelaporan.

Perawatan bagi penderita TBC

Perawatan yang harus dilakukan pada penderita tuberculosis adalah :

1) Awasi penderita minum obat, yang paling berperan disini adalah orang

terdekat yaitu keluarga.

2) Mengetahui adanya gejala samping obat dan merujuk bila diperlukan.

3) Mencukupi kebutuhan gizi seimbang penderita

4) Istirahat teratur minimal 8 jam per hari

5) Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada bulan kedua,

kelima dan enam


6) Menciptakan lingkungan rumah dengan ventilasi dan pencahayaan yang

baik (Depkes RI, 2002)

Pencegahan penularan TBC

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah :

1) Menutup mulut bila batuk

2) Membuang dahak tidak di sembarang tempat. Buang dahak pada wadah

tertutup yang diberi lisol

3) Makan, makanan bergizi

4) Memisahkan alat makan dan minum bekas penderita

5) Memperhatikan lingkungan rumah, cahaya dan ventilasi yang baik

6) Untuk bayi diberikan imunisasi BCG (Depkes RI, 2002)

Proses Keperawatan

Asuhan keperawatan keluarga adalah suatu rangkaian kegiatan yang

diberikan melalui praktek keperawatan, keluarga untuk membantu menyelesaikan

masalah kesehatan keluarga tersebut dengan menggunakan pendekatan proses

keperawatan (Depkes RI, 1998:3).

Proses keperawatan adalah metode ilmiah yang digunakan secara

sistematis untuk mengkaji dan menentukan masalah kesehatan dan keperawatan

keluarga, merencanakan asuhan keperawatan dan melaksanakan intervensi

keperawatan terhadap keluarga sesuai rencana yang telah disusun dan

mengevaluasi mutu hasil asuhan keperawatan yang dilaksanakan terhadap

keluarga (Effendi, 1998:55).


1. Pengkajian

Lima tahap proses keperawatan terdiri dari pengkajian terhadap keluarga,

identifikasi masalah keluarga dan individu (diagnosa keperawatan), rencana

keperawatan, implementasi rencana pengerahan sumber-sumber dan evaluasi

perawatan.

Proses keperawatan memiliki tahapan-tahapan yang saling bergantung dan

disusun secara sistematis untuk menggambarkan perkembangan dari tahap satu ke

tahap lain, (Friedman,1998:55).

Menurut Friedman (1998:56) proses pengkajian keperawatan dengan

pengumpulan informasi secara terus-menerus terhadap arti yang melekat pada

informasi yang sedang dikumpulkan tersebut. Pengkajian yang dilakukan meliputi

pengumpulan informasi dengan cara sistematis, diklasifikasi dianalisa artinya.

Pengumpulan data

Pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara wawancara, pengamatan,

studi dokumentasi (melihat KMS, kaetu keluarga) dan pemeriksaan fisik

(Effendi,1998:47).

Data yang dikumpulkan meliputi:

a. Identitas keluarga, yang dikaji adalah umur,pekerjaan dan tempat tinggal.

Yang beresiko menjadi penderita tuberculosis adalah: individu tanpa perawatan

kesehatan yang adekuat (tuna wisma,tahanan), dibawah umur 15 tahun dan


dewasa muda antara 15-44 tahun ,tinggal ditempat kumuh dan perumahan di

bawah standart dan pekerjaan.

b. Latar belakang budaya atau kebiasaan keluarga

Kebiasaan makan

Pada penderita tuberculosis mengalami nafsu makan menurun bila terjadi

terus menerus akan menyebabkan penderita menjadi lemah. Bagi penderita

tuberculosis dianjurkan diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP)

(Tempointeraktif, 23 Juli 2005).

Pemanfaatkan fasilitas kesehatan

Kemampuan keluarga dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan sangat

berpengaruh dalam perawatan tuberculosis baik untuk mendapatkan informasi

maupun pengobatan. Beberapa tempat yang memberikan pelayanan kesehatan

bagi tuberculosis adalah Puskesmas, BP4, Rumah Sakit dan Dokter pratek

swasta (Depkes RI, 2002).

Status Sosial Ekonomi

Pendidikan yang rendah berpengaruh terhadap pola pikir dan tindakan

keluarga dalam mengatasi masalah dalam keluarga (Effendy, 1998).

Sebaliknya dengan tingkat pendidikan tinggi keluarga akan mampu mengenal

masalah dan mampu mengambil keputusan untuk menyelesaikan masalah.

Pekerjaan dan Penghasilan


Pekerjaan dan penghasilan merupakan hal yang sangat berkaitan. Penghasilan

keluarga akan menentukan kemampuan mengatasi masalah kesehatan yang

ada. Kemampuan menyediakan perumahan yang sehat, kemampuan

pengobatan anggota keluarga yang sakit dan kemampuan menyediakan

makanan dengan Gizi yang seimbang. 60% penderita tuberculosis adalah

penduduk miskin (Sinar Harapan, 23 Juli 2005).

Aktivitas

Selain kebutuhan makanan, kebutuhan istirahat juga harus diperhatikan. Bagi

penderita tuberculosis dianjurkan istirahat minimal 8 jam perhari (Depkes RI,

2002).

Tingkat perkembangan dan riwayat keluarga

Tingkat perkembangan pada tahap pembentukan keluarga akan didapati

masalah dengan social ekonomi yang rendah karena harus belajar

menyesuaikan dengan kebutuhan yang harus dipenuhi. Keluarga baru belajar

memecahkan masalah. Dengan keadaan tersebut berpengaruh pada tingkat

kesehatan keluarga. Social ekonomi yang rendah pada umumnya berkaitan

erat dengan masalah kesehatan yang mereka hadapi disebabkan karena

ketidak mampuan dan ketidak tahuan dalam mengatasi masalah yang mereka

hadapi (Effendy,1998). Tidak adanya riwayat keluarga yang mempunyai

masalah kesehatan tidak berpengaruh pada status kesehatan keluarga.

Data lingkungan

1. Karakteristik rumah
Keadaan rumah yang sempit, ventilasi kurang, udara yang lembab termasuk

rumah dengan kondisi di bawah standart kesehatan. Salah satu factor yang bisa

menyebabkan kuman tuberculosis bertahan hidup adalah kondisi udara yang

lembab (Depkes RI, 2002).

a. Karakteristik lingkungan

Lingkungan rumah yang bersih, pembuangan sampah dan pembuangan

limbah yang benar dapat mengurangi penularan TBC dan menghambat

pertumbuhan bakteri tuberkulosa. TBC sangat erat berhubungan dengan

kondisi lingkungan yang kumuh .

b. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat

Kuman tuberculosis dapat menular dari ke orang melalui udara. Semakin

sering kontak langsung dengan penderita bereksiko sekali tertular TBC.

Terutama yang merawat di rumah berkesempatan terkena TBC dari pada

yang berada di tempat umum

2. Struktur keluarga

a. Pola komunikasi

Bila dalam keluarga komunikasi yang terjadi secara terbuka dan dua arah akan

sangat mendukung bagi penderita TBC. Saling mengingatkan dan memotivasi

penderita untuk terus melakukan pengobatan dapat mempercepat proses

penyembuhan.

b. Struktur peran keluarga


Bila anggota keluarga dapat menerima dan melaksanakan perannya dengan baik

akan membuat anggota keluarga puas dan menghindari terjadinya konflik dalam

keluarga dan masyarakat.

c. Struktur kekuatan keluarga

Kemampuan anggota keluarga untuk mempengaruhi dan mengendalikan orang

lain untuk mengubah perilaku keluarga yang mendukung kesehatan. Penyelesaian

masalah dan pengambilan keputusan secara musyawarah akan dapat menciptakan

suasana kekeluargaan. Akan timbul perasaan dihargai dalam keluarga.

d. Nilai atau norma keluarga

Perilaku individu masing-masing anggota keluarga yang ditampakan merupakan

gambaran dari nilai dan norma yang berlaku dalam keluarga.(Suprajitno,.2004: 7)

3. Fungsi Keluarga (Friedman, 1998)

a. Fungsi Afektif

Keluarga yang saling menyayangi dan peduli terhadap anggota keluarga

yang sakit TBC akan mempercepat proses penyembuhan. Karena adanya

partisipasi dari anggota keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit.

b. Fungsi Sosialisasi dan Tempat Bersosialisasi

Fungsi keluarga mengembangkan dan melatih untuk berkehidupan sosial

sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain.

Tidak ada batasan dalam bersosialisasi bagi penderita dengan lingkungan

akan mempengaruhi kesembuhan penderita asalkan penderita tetap


memperhatikan kondisinya .Sosialisasi sangat diperlukan karena dapat

mengurangi stress bagi penderita.

c. Fungsi Perawatan/Pemeliharaan Kesehatan

Dikaitkan dengan kemampuan keluarga dalam melaksanakan 5 tugas keluarga di

bidang kesehatan yaitu :

Mengenal masalah kesehatan keluarga

Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan

karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan karena kesehatanlah

kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga habis. Ketidak

sanggupan keluarga dalam mengenal masalah kesehatan pada keluarga salah

satunya disebabkan oleh kurangnya pengetahuan . Kurangnya pengetahuan

keluarga tentang pengertian, tanda dan gejala, akibat, pancegahan, perawatan dan

pengobatan TBC.

Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga

Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari

pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga,dengan pertimbangkan

siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan menentukan

tindakan .keluarga.Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan

tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi bahkan teratasi. Ketidak sanggupan

keluarga mengambil keputusan dalam melakukan tindakan yang tepat, disebabkan

karena keluarga tidak memahami mengenai sifat, berat dan luasnya masalah serta

tidak merasakan menonjolnya masalah.

Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan.


Keluarga dapat mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi keluarga

memiliki keterbatasan. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga

yang sakit dikarenakan tidak mengetahui cara perawatan pada penyakitnya. Jika

demikian, anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu

memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan dapat dilakukan di institusi

pelayanan kesehatan.

Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga

Pemeliharaan lingkungan yang baik akan meningkatkan kesehatan

keluarga dan membantu penyembuhan. Ketidakmampuan keluarga dalam

memodifikasi lingkungan bisa di sebabkan karena terbatasnya sumber-sumber

keluarga diantaranya keuangan, kondisi fisik rumah yang tidak memenuhi syarat.

Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga

Kemampuan keluarga dalam memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan

akan membantu anggota keluarga yang sakit memperoleh pertolongan dan

mendapat perawatan segera agar masalah teratasi.

4. Fungsi Reproduksi

Keluarga berfungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan

keluarga.Dan juga tempat mengembangkan fungsi reproduksi secara universal,

diantaranya : seks yang sehat dan berkualitas, pendidikan seks pada anak sangat

penting.

5. Fungsi Ekonomi

Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti kebutuhan

makan, pakaian dan tempat untuk berlindung (rumah).Dan tempat untuk


mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk

memenuhi kebutuhan keluarga.

6. Koping keluarga

Bila koping keluarga tidak efektif terhadap stressor yang akan menyebabkan

stress yang berkepanjangan.Hal ini akan mempengaruhi daya tahan tubuh .

2. Perumusan Diagnosa Keperawatan

Perumusan diagnosis keperawatan keluarga menggunakan aturan yang

telah disepakati, terdiri dari

Masalah (problem, P) adalah suatu pernyataan tidak terpenuhinya

kebutuhan dasar manusia yang dialami oleh keluarga atau anggota (individu).

Penyebab (etiology ,E) adalah suatu pernyataan yang dapat menyebabkan

masalah dengan mengacu kepada lima tugas keluarga, yaitu mengenal masalah,

mengambil keputusan yang tepat, merawat anggota keluarga, memelihara

lingkungan, atau memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan .

Tanda (Sign, S) adalah sekumpulan data subyektif dan obyektif yang

diperoleh perawat dari keluarga secara langsung atau tidak yang mendukung

masalah dan penyebab.

Apabila perawat merumuskan diagnosis keperawatan lebih dari satu perlu

dilakukan skor Proses skoring menggunakan skala yang telah dirumuskan oleh

Bailon dan Maglaya (1978). Proses scoring untuk setiap diagnosis keperawatan:

Tentukan skornya sesuai dengan kriteria yang di buat perawat.

Selanjutnya skor dibagi dengan skor tertinggi dan dikalikan dengan bobot.

Skor yang diperoleh


_______________ x bobot
Skor tertinggi
Jumlah skor untuk semua kriteria (skor maksimum sama dengan jumlah

bobot, yaitu 5).

Tipologi diagnosis keperawatan keluarga dibedakan menjadi tiga kelompok,

yaitu:

a) Diagnosis actual adalah masalah keperwatan yang sedang dialami oleh

keluarga dan memerlukan bantuan dari perawat dengan cepat.

b) Diagnosis resiko / resiko tinggi adalah masalah keperawatan yang belum

terjadi, tetapi tanda untuk menjadi masalah keperawatan actual dapat

terjadi dengan cepat apabila tidak segera mendapat bantuan perawat.

c) Diagnosis potensial adalah suatu keadaan sejahtera dari keluarga ketika

keluarga telah mampu memenuhi kebutuhan kesehatannya dan

mempunyai sumber penunjang kesehatan yang memungkinkan dapat

ditingkatkan.

Diagnosa yang mungkin muncul pada keluarga dengan penyakit TBC adalah :

a. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia

b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan secret yang keluar

c. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan

secret yang berlebih.

d. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplay O 2 yang menurun

(Doenges,1999:240-247).

Dalam merumuskan diagnosa dalam keperawatan keluarga perlu

dilakukan prioritas masalah dan adanya kriteria prioritas masalah.

Prioritas masalah
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam prioritas masalah adalah sebagai berikut :

a. Tidak mungkin masalah-masalah kesehatan dan keperawatan yang ditemukan

dalam keluarga dapat diatasi sekaligus.

b. Perlu mempertimbangkan masalah-masalan yang dapat mengancam

kehidupan keluarga seperti masalah penyakit.

c. Perlu mempertimbangkan respon dan perhatian keluarga terhadap asuhan

keperawatan yang akan diberikan.

d. Keterlibatan keluarga dalam memecahkan masalah yang mereka hadapi.

e. Sumber daya keluarga yang dapat menunjang pemecahan masalah kesehatan/

keperawatan keluarga.

f. Penetahuan dan kebudayaan keluarga (Effendy,1998).

Kriteria prioritas masalah

Beberapa kriteria dalam penyusunan prioritas masalah menurut Effendy (1998:52)

1. Sifat masalah, dikelompokkan menjadi : ancaman kesehatan, keadaan

sakit atau kurang sehat dan situasi krisis.

2. Kemungkinan masalah dapat dirubah, adalah kemungkinan keberhasilan

untuk mengurangi masalah atau mencegah masalah bila dilakukan

intervensi keperawatan dan kesehatan.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi masalah TBC dapat dirubah adalah:

a. Pengetahuan dan tindakan untuk menangani masalah TBC.

b. Sumber daya keluarga, diantaranya adalah keuangan, tenaga, sarana

dan prasarana.
c. Sumber daya perawatan, diataranya adalah pengetahuan dan

ketrampilan dalam penanganan masalah TBC serta waktu.

d. Sumber daya masyarakat, dapat dalam bentuk fasilitas, organisasi,

seperti posyandu, polindes dan sebagainya.

3. Potensi masalah TBC untuk dicegah, adalah sifat dan beratnya masalah TBC

yang akan timbul dan dapat dikuraangi atau dicegah melalui tindakan

keperawatan dan kesehatan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melihat potensi pencegahan masalah TBC

adalah :

a. Kepelikan/kesulitan masalah,hal ini berkaitan dengan beratnya penyakit atau

masalah TBC yang menunjukkan pada prognosa dan beratnya TBC yang

diderita oleh anggota keluarga.

b. Tindakan yang sudah dan sedang dijalankan, adalah tindakan untuk mencegah

dan mengobati masalah TBC dalam rangka meningkatkan status kesehatan

keluarga.

c. Lamanya masalah, berhubungan dengan beratnya masalah TBC pada keluarga

dan potensi masalah untuk dicegah.

d. Adanya kelompok resiko tinggi dalam keluarga atau kelompok yang sangat

peka menambah potensi untuk mencegah masalah.

4. Menonjolnya masalah TBC,adalah cara keluarga melihat dan menilai masalah

TBC dalam hal beratnya dan mendesaknya untuk diatasi melalui intervensi

keperawatan dan kesehatan.


3. Rencana Keperawatan

Perencanaan keperawatan mencakup tujuan umum dan khusus yang

didasarkan pada masalah yang dilengkapi dengan kriteria dan standar yang

mengacu pada penyebab. Selanjutnya merumuskan tindakan keperawatan yang

berorientasi pada kriteria dan standart.

Ada beberapa tingkatan tujuan dalam penyusunan rencana keperawatan

menurut Friedman (1998;64). Tujuan jangka pendek yang sifatnya dapat diukur,

langsung dan spesifik. Dan tujuan jangka panjang yang merupakan tingkatan

akhir yang menyatakan maksud-maksud luas yang diharapkan oleh perawat dan

keluarga agar dapat tercapai.

Penyusunan kriteria evaluasi dan standar evaluasi, disesuaikan dengan

sumber daya yang ada pada keluarga Tn .S yaitu biaya, pengetahuan dan sikap

dari keluarga Tn.S berupa respon verbal, afektif dan psikomotor untuk mengatasi

masalahnya.

Tujuan asuhan keperawatan pada keluarga dengan masalah TBC :

1. Tujuan jangka pendek antara lain :

Setelah di berikan informasi kepada keluarga mengenai TBC, maka

keluarga mampu mengenal masalah TBC, mampu mengambil keputusan dan

mampu merawat anggota keluarga yang menderita TBC.

Kriteria evaluasi :

a. Respon verbal,keluarga mampu menyebutkan pengertian, tanda dan gejala,

penyebab, cara penularan perawatan dan pencegahan TBC.


b. Respon efektif, keluarga mampu merawat anggota keluarga yang menderita

TBC.

c. Respon Psikomotor, keluarga mampu memodifikasi lingkungan bagi penderita

TBC.

Standar evaluasi :

Pengertian, tanda dan gejala, penyebab, cara pencegahan TBC, cara pencegahan

penularan dan cara perawatan TBC.

2. Tujuan jangka panjang

Masalah TBC dalam keluarga dapat teratasi / dikurangi setelah dilakukan

tindakan keperawatan.

Tahap intervensi diawali dengan penyelesaian perencanaan perawatan. Seperti

pendapat Friedman (1998: 67). Selama pelaksanaan intervensi keperawatan, data-

data baru secara terus-menerus mengalir masuk. Karena informasi ini (respon dari

klien, perubahan situasi, dll) dikumpulkan, perawat perlu cukup fleksibel dan

dapat beradaptasi untuk mengkaji ulang situasi keluarga dengan membuat

modifikasi-modifikasi tanpa rencana terhadap perencanaan. Dalam memilih

tindakan keperawatan tergantung pada sifat masalah dan sumber-sumber yang

tersedia untuk pemecahan.

Intervensi pada keluarga dengan masalah TBC antara lain sebagai berikut

(Doenges, 1999) :

1. Anjurkan pasien untuk batuk/bersin dan mengeluarkan pada tissue dan

menghindarkan meludah di sembarang tempat.

2. Dorongan keluarga untuk memberi makanan yang bergizi.


3. Kontrol berat badan secara periodic

4. Dorong pasien untuk makan sedikit tapi sering dengan makanan tinggi

karbohidart dan tinggi protein.

5. Dorong pasien untuk minum obat secara teratur

4. Implementasi

Pelaksanaan tindakan keperawatan terhadap keluarga, didasarkan pada rencana

keperawatan yang telah disusun.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan

terhadap keluarga dengan TBC adalah :

a. Sumber daya Keluarga (keuangan)

Sumber daya (keuangan) yang memadai diharapkan mampu menunjang proses

penyembuhan pada anggota keluarga yang menderita TBC

b. Tingkat pendidikan keluarga

Tingkat pendidikan keluarga dapat mempengaruhi kemampuam keluarga dalam

mengenal masalah TBC dan mengambil keputusan mengenai tindakan yang tepat

terhadap anggota keluarga yang menderita TBC.

c. Adat istiadat yang berlaku

Adat istiadat yang berlaku berpengaruh pada kemampuan kelurga dalam merawat

anggota keluarga yang menderita TBC

d. Respon dan penerimaan keluarga

Respon dan penerimaan keluarga sangat berpengaruh pada penyembuhan karena

keluarga mampu memberi motivasi.

e. Sarana dan prasarana yang ada pada keluarga


Dengan adanya sarana dan prasarana yang baik pada keluarga akan memudahkan

keluarga dalam memberikan perawatan dan pengobatan pada anggota keluarga

yang menderita TBC.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai.

Menurut Friedman (1998) evaluasi didasarkan pada bagaimana efektifnya

intervensi-intervensi yang dilakukan oleh keluarga, perawat dan yang lainnya.

Ada beberapa metode evaluasi yang dipakai dalam perawatan. Faktor yang

paling penting adalah bahwa metode tersebut harus disesuaikan dengan tujuan

dan intervensi yang sedang dievaluasi. Bila tujuan tersebut sudah tercaapai

maka kita membuat recana tindak lanjut.

Anda mungkin juga menyukai