Orang-orang mengatur tindakan mereka melalui standar moral etik. Bandura (1999a)
memandang moral agency memiliki dua aspek: (1) tidak menyakiti orang lain dan (2) secara
proaktif membantu orang lain. Mekanisme self-regulative (regulasi diri) kita bagaimanapun
tidak dapat mempengaruhi orang lain sampai kita melakukan suatu tindakan kepada mereka.
Kita tidak memiliki agency (perantara) dalam mengontrol diri secara otomatis seperti
misalnya hati nurani ataupun superego yang selalu mengarahkan perilaku kita terhadap nilai-
nilai moral yang konsisten. Bandura (2002a) menegaskan bahwa prinsip-prinsip moral dapat
memprediksi perilaku moral jika kita merubah perintah kedalam suatu tindakan. Dengan kata
lain, pengaruh self-regulatif tidak muncul secara otomatis tapi akan berjalan ketika
diaktifkan, yang merupakan konsep Bandura yang bernama selective activation.
Bagaimana bisa orang-orang dengan moral yang kuat meyakini nilai dan martabat perilaku
manusia dengan cara manusiawi bagi manusia lainnya? Bandura (1994) menjawab bahwa
"orang-orang biasanya tidak terlibat dalam perilaku tidak baik sampai mereka membenarkan
diri sendiri tindakan moral mereka". Dengan membenarkan moralitas dari tindakan kita, kita
dapat memisahkan atau memisahkan diri dari konsekuensi konsekuensi perilaku kita sendiri,
Bandura menyebut konsepnya yang dinamakan disengagement of internal control.
Selective activation dan disengagement of internal control memungkinkan orang-orang
dengan standar moral yang sama untuk berperilaku secara berbeda, sama seperti mereka
memperkenankan orang yang sama untuk berperilaku berbeda dalam situasi yang berbeda.
Figure 16.2 menggambarkan berbagai mekanisme melalui self-control (pengendalian diri)
yang tidak terlibat ataupun secara efektif diaktivasi.
Pertama, orang-orang dapat redefine or reconstruct the nature of the behavior itself
(mendefinisikan ulang ataupun merekonstruksi perilakunya sendiri) dengan teknik seperti
pembenaran moral, membuat perbandingan yang menguntungkan, atau secara halus melabeli
tindakan moral.
Kedua, moral dapat minimize, ignore, or distort the detrimental consequences of their behavior
(meminimalkan, mengabaikan, atau mendistorsi konsekuensi perilaku yang merugikan) .
Ketiga, moral dapat blame or dehumanize the victim (menyalahkan atau merugikan korbannya).
Keempat, orang-orang dapat displace or diffuse responsibility (memindahkan atau memberikan
tanggung jawabnya) atas perilaku mereka dengan menutupi hubungan antara tindakan dan
dampak dari tindakan tersebut.
Dysfunctional Behavior
Konsep Bandura dalam triadik sebab-akibat timbal balik mengasumsikan bahwa
perilaku dipelajari sebagai hasil interaksi timbal balik dari (1) manusia, termasuk kognisi dan
proses neurofisiologis; (2) lingkungan, termasuk hubungan interpersonal dan kondisi sosial
ekonomi; dan (3) faktor perilaku, termasuk pengalaman dengan reinforcement (penguat).
Perilaku disfungsional tidak terkecualikan. Konsep Bandura mengenai perilaku disfungsional
lebih cocok kedalam reaksi depresif, fobia, dan perilaku agresif.
Depression
Standar personal dan tujuan yang tinggi dapat menghantarkan prestasi dan kepuasan
diri. Namun, ketika orang-orang menetapkan tujuan mereka terlalu tinggi, mereka cenderung
akan gagal. Kegagalan seringkali menyebabkan depresi, dan orang-orang depresi sering
merendahkan prestasi mereka sendiri. Hasilnya adalah kesengsaraan kronis (chronic misery),
perasaan tidak berharga, tidak memiliki tujuan hidup, dan depresi yang pervasif. Bandura
(1986, 1997) berpendapat bahwa depresi disfungsional dapat terjadi pada salah satu dari tiga
macam self-regulation: (1) self-observation, (2) judgmental processes, dan (3) self-reactions.
Pertama, selama self-observation, orang-orang dapat salah menilai kinerja mereka
sendiri ataupun mengubah ingatan keberhasilan mereka di masa lalu. Orang-orang yang
depresi cenderung membesar-besarkan kesalahan masa lalu mereka dan meminimalkan
keberhasilan mereka, dengan cenderung mempertahankan depresi mereka.
Kedua, orang-orang yang depresi cenderung membuat penilaian yang salah. Mereka
menetapkan standar tinggi yang tidak realistis sehingga setiap keberhasilan sendiripun dinilai
sebagai suatu kegagalan. Bahkan ketika mereka mencapai kesuksesan di mata orang lain,
mereka akan tetap mencaci-maki kinerja mereka sendiri. Depresi kemungkinan khusus
muncul ketika orang-orang menetapkan tujuan dan standar pribadi yang lebih tinggi daripada
pencapaian yang sebenarnya.
Terakhir, self-reaction dari individu yang depresi sangat berbeda dari mereka orang-
orang yang tidak depresi. Orang-orang depresi tidak hanya menilai diri sendiri secara kasar,
tetapi mereka juga cenderung memperlakukan diri mereka buruk atas kekurangan mereka.
Phobias
Fobia adalah ketakutan yang cukup kuat dan cukup luas dengan memiliki efek yang
sangat melemahkan dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya, fobia ular mencegah orang-
orang memegang berbagai pekerjaan dan juga dari menikmati berbagai jenis aktivitas yang
berkaitan dengan rekreasi. Fobia dan ketakutan dipelajari melalui kontak langsung,
penggeneralisasian yang tidak pantas (inappropriate generalization), dan yang terutama ialah
dengan pengalaman observasional (Bandura, 1986). Orang-orang sulit untuk
menghilangkannya karena orang-orang fobia hanya menghindari objek yang mengancam.
Kecuali ketika menghadapi objek menakutkan, fobia akan bertahan selamanya.
Bandura (1986) meyakini televisi dan media berita lainnya menghasilkan banyaknya
ketakutan-ketakutan bagi kita. Pemberitaan pemerkosaan, perampokan bersenjata, ataupun
pembunuhan yang dapat meneror masyarakat, menyebabkan orang-orang untuk hidup lebih
terpenjarakan dibalik pintu yang terkunci. Kebanyakan orang tidak pernah diperkosa,
dirampok, atau dilukai dengan sengaja; namun banyaknya hidup dalam ketakutan akan
serangan kriminal. Tindakan kekerasan secara kriminal tampaknya terjadi secara acak dan
tidak terduga yang seringkali memicunya reaksi fobia. Sekalinya terbentuk, fobia terbentuk
oleh penentu konsekuen: yaitu, penguat negatif (negative reinforcement) orang fobia
menerima untuk menghindari situasi munculnya ketakutan. Misalnya, jika orang mengira
akan menerima pengalaman aversive (misalnya dirampok) ketika sedang berjalan melalui
taman kota, mereka akan mengurangi perasaan akan berbagai ancaman dengan tidak
memasuki taman atau bahkan tidak pergi mendekati tempat tersebut. Dalam contoh tersebut,
disfungsional (avoidance/penghindaran) perilaku diproduksi dan dipelihara oleh interaksi
timbal balik dari ekspektasi masyarakat (keyakinan bahwa mereka akan dirampok),
lingkungan eksternal (taman kota), dan faktor perilaku (pengalaman sebelumnya akan rasa
takut).