Anda di halaman 1dari 8

ANALISIS PANGAN DAN GIZI

ARINDIAH PUSPO
FRIDA YUANITA
HERAWATI
SALIM
ZULKIFLI MANSYUR

PROGRAM KESEHATAN MASYARAKAT


PASCASARJANA STIK TAMALATE
MAKASSAR
2016
BAB I

PENDAHULUAN

Status gizi bayi di Provinsi Kalimantan Timur menunjukkan bahwa tidak ada satupun
kecamatan yang bebas dari rawan gizi. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) pada
tahun 2001 hingga 2006 menunjukkan angka yang fluktuatif, yaitu 0,17 % pada tahun
2001, 0,19 % pada tahun 2002, 1,79 % pada tahun 2003, 1,31 % pada tahun 2004,
1,11 % pada tahun 2005 dan 1,54 % pada tahun 2006. Besarnya BBLR di
kabupaten/kota pada tahun 2006 berkisar antara 0,19 % (Kota Samarinda) hingga
3,50 % (Kabupaten Berau). Adapun pada Balita, status gizi buruk sejak tahun 2002
hingga 2005 menunjukkan angka yang juga fluktuatif, yaitu 2,71 % pada tahun 2002,
1,64 % pada tahun 2003, 6,50 % pada tahun 2004, dan 1,6 % pada tahun 2005.
Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) di seluruh Provinsi Kalimantan Timur, yang
diukur dengan distribusi garam berjodium, sejak tahun 2002 hingga 2005
menunjukkan angka yang belum stabil peningkatannya, yaitu 68,32 % pada tahun
2002, 71,94 % pada tahun 2003, 58,47 % pada tahun 2004 dan 60,03 % pada tahun
2005.

1. Status Gizi Balita


Prevalensi gizi buruk dan kurang di Provinsi Kaltim adalah 19.% secara
nasional target diprovinsi itu telah tercapai, namun di tingkat kavbupaten/kota
baru 8 di antara 13 kabupaten yang sudah tercapai. Prevalensi masalah
kependekan pada balita adalah 35.2% dan 7 kabupaten (Pasir, Kutai Kartanegara,
Berau, Bulungan, Nunukan, Penajam Pasir Utara dan Bontang memiliki
prevalensi masalah kependekan di atas angka provinsi. Prevalensi kekurusan pada
balita adalah 15.9, di mana di 4 kabupaten adalah serius dan 7 kabupaten
berkategori kritis. Semakin bertambah umur, prevalensi gizi kurang cenderung
meningkat, sedangkan untuk gizi lebih, tidak nampak adanya perbedaan. Tidak
ada perbedaan yang menonjol pada prevalensi gizi buruk, kurang, baik maupun
lebih antara balita laki-laki dan perempuan. Semakin tinggi pendidikan KK
semakin rendah prevalensi gizi buruk dan gizi kurang pada balita, sebaliknya
terjadi peningkatan gizi baik dan gizi lebih. Kelompok dengan KK berpenghasilan
tetap (TNI/Polri/PNS/BUMN dan Pegawai Swasta) memiliki prevalensi gizi
buruk dan gizi kurang yang relatif rendah. Prevalensi gizi buruk dan gizi kurang
daerah perkotaan relative lebih rendah dari daerah perdesaan. Semakin tinggi
tingkat pengeluaran rumahtangga per kapita per bulan semakin rendah prevalensi
gizi buruk dan gizi kurang pada balitanya, dan sebaliknya, untuk gizi baik dan
gizi lebih ,semakin meningkat.
Dalam hal masalah kependekaan, tidak ada pola yang jelas menurut umur
maupun jenis kelamin balita. Makin tinggi pendidikan KK balita, prevalensi
pendek pada balita cenderung makin rendah. Pada kelompok keluarga yang
memiliki pekerjaan berpenghasilan tetap (TNI/Polri/PNS/BUMN dan Swasta),
prevalensi pendek relatif lebih rendah dari keluarga dengan pekerjaan
berpenghasilan tidak tetap.Prevalensi pendek di daerah perdesaan relatif lebih
tinggi dibanding daerah perkotaan. Prevalensi pendek cenderung lebih rendah
seiring dengan meningkatnya tingkat pengeluaran keluarga per kapita per bulan.
Pada masalah kurus, ada kecenderungan meningkat dengan dengan
bertambahnya umur. Prevalensi kurus pada balita laki-laki relatif lebih tinggi dari
perempuan.Tidak ada pola yang jelas pada masalah kurus menurut tingkat
pendidikan KK, tetapi pada keluarga dengan KK berpendidikan tamat PT,
prevalensi kekurusan lebih rendah dan kegemukan lebih tinggi. Prevalensi kurus
balita pada kelompok dengan KK sebagai petani/nelayan relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan KK yang memiliki pekerjaan lain. Sebaliknya prevalensi
balita kegemukan tertinggi ditemui pada kelompok dengan KK yang mempunyai
pekerjaan dengan penghasilan tetap (TNI/Polri/PNS/BUMN dan Pegawai
Swasta). Masalah kurus di perkotaan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
pedesaan.Tidak ada pola pada masalah kurus menurut tingkat pengeluaran
keluarga perkapita per bulan, namun masalah kegemukan cenderung meningkat
seiring dengan meningkatnya tingkat pengeluaran.

2. Konsumsi garam beriodium


Kebanyakan (83,9 %) garam yang dikonsumsi rumah tangga mempunyai
kadar Iodium yang cukup, dengan kisaran antara 72,7 % hingga 100 %.
Kandungan Jodium yang cukup, lebih besar Persentasenya di perkotaan (87,5 %)
dibandingan dengan perdesaan (79,1% ). Kandungan Joium yang cukup ini tidak
mempunyai pola yang jelas menurut pendidikan KK, pekerjaan dan tingkat
pengeluaran.

3. Distribusi Kapsul Vitamin A


Di seluruh Provinsi Kaltim, jumlah anak umur 6-59 bulan yang menerima
kapsul vitamin A belum seluruhnya, hanya 75 % saja dan di tiap kabupaten
berkisar antara 51,6 % di Nunukan hingga 85 % di Malinau.
Cakupan pemberian kapsul vitamin A di perkotaan adalah 74.6 % atau lebih
rendah daripada di perdesaan yang mencapai 77 %, sementara Persentase pada
laki-laki (75,9%) relatif sama dengan perempuan (75,6 %); umur 12-23 bulan
merupakan kelompok umur yang paling tinggi cakupan penerimaan vitamin A
tersebut (87.1%). Persentase tertinggi cenderung terjadi pada anak yang KK-nya
berpendidikan SLTA+ (87,5 %) akan tetapi persentase pada pendidikan yang lebih
rendah tidak menurun secara linier. Pekerjaan dengan Persentase tertinggi
menerima vitamin A adalah tidak bekerja (90 %). Kuintil-4 menduduki urutan
tertinggi Persentase penerimaan vitamin A dibandingkan kuintil lainnya.
4. Pemantauan Pertumbuhan Balita
Hanya 50,2 % anak balita yang ditimbang > 4 kali, dengan kisaran antara
31,3 % (Kutai Kartanegara) hingga 70,3 % (Penajam Pasir Utara). Di perkotaan
persentasenya adalah 46,9 % atau lebih rendah daripada di perdesaan yang 53,5
%. Persentase penimbangan > 4 kali pada anak Balita laki-laki (45.9) lebih rendah
daripada perempuan (51.8 %). Kelompok umur yang tertinggi persentasenya
ditimbang > adalah umur 6-11 bulan (78,4%). Pendidikan KK yang SMA dan
SMA+ merupakan kelompok pendidikan yang tertinggi persentasenya, namun
pada pendidikan yang lebih rendah, persentasenya tidak menurun linier.
Petani/buruh/nelayan merupakan jenis pekerjaan KK yang tertinggi persentasenya
dalam melakukan penimbangan. Sementara itu distribusi menurut tingkat
pengeluaran, tidak menunjukkan pola yang jelas. Posyandu merupakan unit
pelayanan kesehatan yang paling banyak dipilih sebagai tempat penimbangan
anak (77 %), dengan kisaran antara 48,2 % di Nunukan hingga 92,7 % di Kutai
Barat.
Persentase frekuensi penimbangan balita dalam enambulan sebelum
wawancara, lebih rendah di perkotaan (70.9 %) daripada di perdesaan (83.2 %).
Menurut jenis kelamin bayi, Persentasenya relatif sama (76,7 % dan 76,3 %) dan
umur bayi 36-47 bulan merupakan kelompok umur yang paling sering (82,1 %)
ditimbang. Persentase tertinggi cenderung terjadi pada bayi yang KK-nya
berpendidikan SLTA+ (20,2 % ) akan tetapi pada pendidikan yang lebih rendah,
Persentasenya tidak menurun secara linier. Petani/buruh/nelayan merupakan
kelompok pekerjaan yang paling sering melakukan penimbangan anak (83 %).
Tingkat pengeluaran paling rendah (kuintil-1) menduduki urutan tertinggi
Persentase penimbangannya.
BAB II
TABLE PRIORITAS

Table Scoring Prioritas Masalah


Masalah Com Prevalence seriousness Manageabilit Total
Consern y Skor
Gizi Balita 3 3 3 1 10
Iodium 1 1 3 1 6
Vitamin A 3 1 1 1 6
Pertumbuha 1 3 3 1 8
n Balita

Kriteria :
Community concern: perhatian masyarakat
Prevalence/Magnitude: luas,besar masalah
Seriousness/severity : tingkat keparahan
Manageability : cara/teknik penanggulangan
BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulan
Dari hasil Riskedas di Provinsi Kalimantan Timur ini, dapat
disimpulkan bahwa: di Provinsi Kalimantan Timur ditemukan 19,3 % anak
balita bergizi kurang dan buruk
35,2 % berukuran tinggi badan pendek dan sangat pendek.
Pada orang dewasa (> 15 tahun), status gizi menurut Indeks Masa Tubuh
menunjukkan bahwa prevalensi obesitas umum adalah 18,5 %, di mana
prevalensi pada perempuan jauh lebih tinggi daripada laki-laki, dan
obesitas sentral 20,1 % dengan prevalensi pada perempuan juga jauh
lebih tinggi daripada laki-laki. Terdapat 17 % wanita usia subur berisiko
kurang energi kronis. Garam yang dikonsumsi masih kekurangan
kandungan Iodium pada 13,2 % rumah tangga dan tidak mengandung
Iodium pada 3,2 %. Besarnya prevalensi anemia di perkotaan adalah
18,86 % dan berada di atas angka rata-rata nasional (14,70 %). Besarnya
cakupan imunisasi dasar adalah 93,5 % BCG; 81,2 % Polio-3; 80 % DPT-3;
76,8 % HB-3 dan 91,9 % campak. Cakupan pemberian vaksin lengkap
anak umur 12-23 tahun adalah 60,3 %. Penimbangan anak Balita > 4 kali
dalam enam bulan sebelum wawancara hanya terjadi pada 50,2 % saja
dan bahkan 22,4 % tidak pernah ditimbang. Besarnya cakupan pemberian
kapsul vitamin A bagi anak umur 6-59 bulan adalah 75 %. Berat badan
anak waktu lahir adalah normal pada 85,9 % dan cakupan pemeriksaan
kehamilan adalah 92,7 %.

Berdasarkan analisis data yang diperoleh maka, masalah gizi masyarakat yang di
prioritaskan dahulu adalah sebagai berikut:
1. Masalah gizi balita
2. Masalah perkembangan balita
3. Masalah mengkonsumsi garam beriodium
4. Masalah imunisasi

Anda mungkin juga menyukai