Bengal Kucing
Bengal Kucing
Tugas
Disusun oleh :
Ristania, S.Ked
Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2011
HALAMAN PENGESAHAN
oleh:
Ristania, S.Ked
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior
di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Dosen Pembimbing
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan karunia dan rahmat-Nya serta kesehatan dan kesempatan sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior di Departemen Ilmu Kedokteran Forensik Palembang, Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya.
Seiring dengan selesainya penulisan makalah yang berjudul Penentuan Usia Saat
Kematian dari sebuah Jenazah Berdasarkan Kerangka Tubunya, penulis
mengucapkan terima kasih dan rasa hormat kepada dr. Ramli Baschin selaku pembimbing
referat ini.
Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi tercapainya hasil yang
lebih baik dan membawa manfaat bagi semua.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat serta dapat dijadikan
pertimbangan dan sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................................................ii
KATA PENGANTAR...................................................................................................................iii
DAFTAR ISI..............................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................1
6.1. Kesimpulan......................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Seperti diketahui bersama dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa
ini, perkembangan di segala bidang kehidupan yang membawa kesejahteraan bagi umat
manusia, pada kenytaannya juga menimbulkan berbagai akibat yang tidak diharapkan.
Salah satu diantaranya akibat yang tidak diharapkan tersebut adalah meningkatnya
kuantitas maupun kualitas mengenai cara atau teknik pelaksanaan tindak pidana,
khususnya yang berkaitan dengan upaya pelaku tindak pidana dalam usaha meniadakan
sarana bukti sehingga tidak jarang dijumpai kesulitan bagi para petugas hukum untuk
mengetahui korban dan atau pelakunya. Akhir-akhir ini terlihat peningkatan kualitas
kejahatan dimana pelakunya sering berusaha menyembunyikan korbannya yang bertujuan
untuk menghilangkan jejak serta barang bukti agar pelaku dan korbannya tidak dikenal
lagi, dengan demikian sering korban ditemukan sudah tinggal tulang belulang.
Antropologi adalah studi tentang umat manusia, budaya dan fisik, disemua waktu
dan tempat. Antopologi forensik adalah aplikasi pengetahuan antopologis dan teknik dalam
konteks hukum. Hal ini melibatkan pengetahuan rinci osteologi (anatomi budaya tulang
dan biologi) unutk membantu dalam identifikasi dan penyebab kematian sisa-sisa
kerangka, serta pemulihan tetap menggunakan teknik arkeologi. Antropologi fisik forensik
mengkhususkan diri dalam penelitian dan penerapan teknik yang digunakan unutk
menentukan usia saat kematian, seks, afinitas populasi, perawakannya, kelainan dan atau
patologi, dan keistimewaan untuk (biassanya) bahan tulang modern.
Jika rangka menunjukkan bukti bahwa telah dimakamkan dalam waktu lama atau
dengan peti mati, maka ini biasanya hanya menunjukkan riwayat pemakaman daripada
waktu
kematian. Walaupun tugas utama dari antropologi adalah untuk menentukan identitas dari
jasad, namun pada pengembangannya dapat juga untuk menentukan pendapat mengenai
tipe dan ukuran senjata yang digunakan dan jumlah dari pukulan yang terdapat pada
korban kekerasan. Kebanyakan antropologis memiliki kemampuan antropologi yang tinggi
dan telah memeriksa banyak sisa-sisa dari rangka. Beberapa di antaranya juga memiliki
pengalaman di bidang kepolisian dan medis, seperti halnya di bidang serologi, toksikologi,
senjata api dan identifikasi jejas akibat alat, investigasi kejadian kejahatan, penanganan
bukti kejahatan dan
fotografi. Dan hanya sedikit antropologis yang menangani analisis jejak kaki dan
identifikasi spesies dalam kaitannya dengan perkiraan waktu kematian yang sudah lewat.
Antropologi forensik selalu berhubungan dengan patologi forensik, odontologi dan
investigasi pembunuhan, cara kematian dan atau interval postmortem. Perlu diingat,
walaupun sebagian besar rangka manusia dewasa terdiri dari jumlah tulang yang sama
(206), namun tidak ada dua rangka yang sama. Karena itu observasi dari pola atau rangka
yang khas sering menunjukkan identifikasi pasti.
Osteologi forensik adalah subdisiplin dari antropologi forensik dan secara garis
besar memfokuskan pada analisa dari rangka manusia untuk tujuan medikologal. Osteologi
forensik paling sering dibutuhkan saat investigasi sisa-sisa dari tubuh manusia akibat dari
kematian wajar yang tidak dapat dijelaskan, pembunuhan, bunuh diri, atau bencana alam.
Meskipun begitu, seiring meningkatnya frekuensi tersebut, osteolog forensik seringkali
diminta untuk mendampingi dokter spesialis forensik dalam mengkonfirmasi usia dari
makhluk hidup maupun jenazah untuk keperluan peradilan. Pada referat kami ini, akan
dibahas tentang bagaimana menentukan usia saat kematian dari sebuah jenazah dinilai dari
kerangkanya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sangatlah bermanfaat untuk mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi pada
tulang sehubungan dengan bertambahnya usia ke dalam tiga fase yang berbeda di
sepanjang hidup seorang individu : pertumbuhan dan perkembangan, kesetimbangan atau
menetap, dan proses penuaan. Fase pertama secara luas berada di bawah pengaruh genetik
dan pengaruh lingkungan serta meliputi anak-anak dan dewasa muda yang mengalami
perubahan yang berlangsung dalam suatu pola yang terdokumentasikan relatif lebih baik
pada suatu kecepatan sedang yang dapat diperkirakan. Penggandaan dari komposisi tulang
pada remaja memberikan suatu susunan memanjang sehingga menjadi suatu parameter
berhubungan dengan pertumbuhan yang mana memiliki keakuratan yang tinggi.
Tulang manusia berbeda dengan tulang hewan dalam hal struktur, ketebalan,
ukuran dan umur penulangan (osifikasi). Setiap manusia memiliki 190 tulang, dan tulang
ini dibedakan menjadi tulang panjang, pendek, pipih dan tidak teratur. Tulang panjang kita
dapati pada tangan dan kaki seperti humerus, radius, ulna, femur, tibia dan fibula. Tulang
pendek meliputi tulang belikat / klavikula, metacarpal dan metatarsal (jari tangan dan
kaki). Tulang pipih terdapat pada tulang-tulang atap tengkorak seperti frontal, parietal dan
occipital. Tulang tidak teratur adalah tulang vertebra dan basis cranii. (Indriati, 2004)
Secara umum, rangka orang dewasa memiliki dua komponen struktur yang
mendasar yaitu tulang spongiosa dan kompakta/kortikal. Struktur kompakta/kortikal
terdapat pada bagian tepi tulang panjang meliputi permukaan eksternal. Pada bagian
internal tulang, terdapat struktur spongiosa seperti jala-jala sedangkan bagian tengah
tulang panjang kosong atau disebut cavitas medullaris untuk tempat sumsum tulang.
(Indriati, 2004) Pada persendian, tulang kompakta ditutupi oleh kartilago/tulang rawan
sepanjang hidup yang disebut tulang subchondral. Tulang subchondral pada persendian
ini lebih halus dan mengkilap dibanding tulang kompakta yang tidak terletak pada
persendian. Contohnya adalah pada bagian distal humerus atau siku.Selain itu, tulang
subchondral pada sendi juga tidak memiliki kanal Haversi. (Indriati, 2004)
Pada tulang vertebra, strukturnya porus dan dinamakan tulang trabecular atau
cancellous. Daerah tulang trabecular pada rangka yang sedang tumbuh memiliki tempat-
tempat sumsum merah, jaringan pembuat darah atau hemopoietic yang memproduksi sel-
sel darah merah, putih dan platelet. Sumsum kuning berfungsi terutama sebagai penyimpan
sel-sel lemak di kavitas medullaris pada tulang panjang, dikelilingi oleh tulang kompakta.
Selama pertumbuhan, sumsum merah digantikan secara progresif oleh sumsum kuning di
sebagian besar tulang panjang. (Indriati, 2004)
Tulang manusia dan hewan sama-sama terdiri atas kolagen, molekul protein yang
besar, yang merupakan 90% elemen organik tulang. Molekul-molekul kolagen membentuk
serabut-serabut elastik pada tulang tapi pada tulang dewasa, kolagen mengeras karena
terisi bahan anorganik hydroxyapatite. Kristal-kristal mineral ini dalam bentuk calcium
phosphate mengisi matriks kolagen. Serabut-serabut protein dan mineral ini membuat
tulang memiliki dua sifat, yaitu melunak seperti karet bila mineral anorganiknya rusak atau
mengeras (bila direndam dalam larutan asam) atau retak dan hancur bila
kolagen/organiknya rusak (bila direbus/dipanasi). (Indriati, 2004)
Walaupun umur sebenarnya tidak dapat ditentukan dari tulang, namun perkiraan
umur seseorang dapat ditentukan. Biasanya pemeriksaan dari os pubis, sakroiliac joint,
cranium, artritis pada spinal dan pemeriksaan mikroskopis dari tulang dan gigi
memberikan informasi yang mendekati perkiraan umur. Untuk memperkirakan usia,
bagian yang berbeda dari rangka lebih berguna untuk menentukan perkiraan usia pada
range usia yang berbeda. Range usia meliputi usia perinatal, neonatus, bayi dan anak kecil,
usia kanak-kanak lanjut, usia remaja, dewasa muda dan dewasa tua.
Pemeriksaan permukaan simfisis pubis dapat memberikan skala umur dari 18 tahun
hingga 50 tahun, baik yang dikemukakan oleh Todd maupun oleh Mokern dan Stewart.
Mokern dan Stewart membagi simfisis pubis menjadi 3 komponen yang masing-masing
diberi nilai. Jumlah nilai tersebut menunjukkan umur berdasarkan sebuah tabel.Schranz
mengajukan cara pemeriksaan tulang humerus dan femur guna penentuan umur.
Demikian pula tulang klavikula, sternum, tulang iga dan tulang belakang
mempunyai ciri yang dapat digunakan untuk memperkirakan umur.Nemeskeri, Harsanyi
dan Ascadi menggabungkan pemeriksaan penutupan sutura endokranial, relief permukan
simfisis pubis dan struktur spongiosa humerus proksimal/epifise femur, dan mereka dapat
menentukan umur dengan kesalahan sekitar 2,55 tahun.Perkiraan umur dari gigi dilakukan
dengan melihat pertumbuhan dan perkembangan gigi (intrauterin, gigi susu 6 bulan-3
tahun, masa statis gigi susu 3-6 tahun, geligi campuran 6-12 tahun).Selain itu dapat juga
digunakan metode Gustafson yang memperhatikan atrisi (keausan), penurunan tepi gusi,
pembentukan dentin sekunder, semen sekunder, transparasi dentin dan
penyempitan/penutupan foramen apikalis.
Ketika tidak ada yang dapat diidentifikasi, gigi dapat membantu untuk
membedakan usia seseorang, jenis kelamin,dan ras. Hal ini dapat membantu untuk
membatasi korban yang sedang dicari atau untuk membenarkan/memperkuat identitas
korban. Perkembangan gigi secara regular terjadi sampai usia 15 tahun. Identifikasi
melalui pertumbuhan gigi ini memberikan hasil yang yang lebih baik daripada
pemeriksaan antropologi lainnya pada masa pertumbuhan. Pertumbuhan gigi desidua
diawali pada minggu ke 6 intra uteri. Mineralisasi gigi dimulai saat 12 16 minggu dan
berlanjut setelah bayi lahir. Trauma pada bayi dapat merangsang stress metabolik yang
mempengaruhi pembentukan sel gigi. Kelainan sel ini akan mengakibatkan garis tipis yang
memisahkan enamel dan dentin di sebut sebagai neonatal line. Neonatal line ini akan tetap
ada walaupun seluruh enamel dan dentin telah dibentuk. Ketika ditemukan mayat bayi, dan
ditemukan garis ini menunjukkan bahwa mayat sudah pernah dilahirkan sebelumnya.
Pembentukan enamel dan dentin ini umumnya secara kasar berdasarkan teori dapat
digunakan dengan melihat ketebalan dari struktur di atas neonatal line. Pertumbuhan gigi
permanen diikuti dengan penyerapan kalsium, dimulai dari gigi molar pertama dan
dilanjutkan sampai akar dan gigi molar kedua yang menjadi lengkap pada usia 14 16
tahun. Ini bukan referensi standar yang dapat digunakan untuk menentukan umur,
penentuan secara klinis dan radiografi juga dapat digunakan untuk penentuan
perkembangan gigi.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Idris AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi pertama. Jakarta. Bina Rupa
Aksara:1997.44
2. Forensic Anthropology. http://www.journals.uchicago.edu [diakses 4 juli 2011]
3. Stimson, P. G, Mertz, C. A, 1997. Forensic Dentistry, CNC Press Boca Raton, New
York.
4. Clark, D. H, 1992, Practical Forensic Odontology, Butterworth-Heinemann Ltd,
Melksham, Great Britain.