ABSTRAK
Pendahuluan: Gizi buruk pada anak masih merupakan masalah kesehatan utama di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Afrika Wilayah dan data Wilayah Asia Tenggara, kekurangan gizi dialami kurang
lebih 20 juta anak balita dan merupakan faktor utama penyebab kematian pada sepertiga anak di seluruh dunia. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mengembangkan perilaku model ibu dalam pencegahan gizi buruk
bagi balita berbasis teori integrasi health belief model dan health promotion model. Metode: Jenis penelitian ini adalah
observasional dengan desain cross sectional. Populasi terjangkau yaitu balita dan kader yang mengunjungi Posyandu
di April 2015 sebanyak 136 dan 20 orang. Penelitian ini menggunakan proporsional random sampling, dengan jumlah
sampel 65 ibu; 10 anak di bawah lima ibu dan 10 kader Posyandu Balita untuk FGD. Variabel dalam penelitian ini adalah
faktor personal, behavioral specific cognitions and affect, persepsi individu, komitmen, isyarat untuk bertindak dan
perilaku ibu dalam pencegahan gizi buruk. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan food recall 24 jam,
dianalisis dengan PLS. Hasil: Model perilaku Ibu dalam pencegahan gizi buruk bagi balita dapat dibentuk oleh komitmen
ibu, perilaku kognisi tertentu dan faktor pribadi (pendapatan dan motivasi). Diskusi: Perawat sebagai penyedia layanan
kesehatan masyarakat memiliki peran dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui promosi kesehatan.
Komitmen yang tinggi untuk berperilaku sesuai dengan rencana, meningkatkan kemampuan individu dalam memberikan
promosi kesehatan.
Kata kunci: model, perilaku ibu, pencegahan gizi buruk, Health Belief Model, Health Promotion Model
ABSTRACT
Introduction: Child malnutrition still a major health problem in the world, including in Indonesia. According to World
Health Organization (WHO) African Region and South-East Asia Region data, malnutrition affects nearly 20 million
under five children and the main factors that affects about a third of child mortality worldwide. The aims of this study
was to analyze and develop mothers behavior model in severe malnutrition prevention for under five children based
on Integration Health Belief Model and Health Promotion Model. Methods: Type of this research was an explanatory
observational with cross sectional design. Affordable population namely children under fives years and cadres who visited
Posyandu in April 2015 as many as 136 and 20 peoples. This study used proportional random sampling, with sample size
65 mothers; 10 children under fives mothers and 10 Posyandu Balitas cadres for FGD. Variables were personal factors,
behavioral specific cognitions and affect, individual perceptions, commitment, cues to action and mothers behavior
in severe malnutrition prevention. Data were collected by using questionnaires and food recall 24 hours, analyzed by
Smart PLS. Results: Mothers behavior model in severe malnutrition prevention for under five children can be formed by
mothers commitment, behavioral specific cognition and affect and personal factors (income and motivation). Discussions:
Nurse as a community health care providers have a role in improving community health status through health promotion.
High commitment to behave in certain ways according to plan, improving the ability of individuals to maintain health
promotion behavior all the time
Keywords: models, mothers behavior, severe malnutrition prevention, Health Belief Model, Health Promotion Model
195
Jurnal Ners Vol. 10 No. 2 Oktober 2015: 195207
196
Pengembangan Model Perilaku Ibu (Ika Nur Fauziah, dkk.)
Tabel 1. Nilai T-Statistic Analisis Bootstrapping Perilaku Ibu dalam Pencegahan Gizi Buruk Balita
di Desa Ngringin, Kecamatan Lengkong, Juni 2015
Indikator Original sample T-statistic
X1.4 (penghasilan) <- X1 (Personal) 0,833 8,425
X1.5 (motivasi) <- X1 (Personal) 0,659 3,484
X2.1 (p. benefit) <- X2 (Behavioral specific cognition and 0,649 5,608
affect)
X2.2 (p. barrier) <- X2 (Behavioral specific cognition and 0,767 7,349
affect)
X2.3 (p. self efficacy) <- X2 (Behavioral specific cognition 0,787 6,838
and affect)
X2.4 (dukungan) <- X2 (Behavioral specific cognition and 0,621 3,924
affect)
X3.1 (p. susceptibility) <- X3 (Individual perceptions) 0,892 22,042
X3.2 (p. seriousness) <- X3 (Individual perceptions) 0,885 20,353
X4 (Komitmen) <- X4 (Komitmen) 1,000 -
X5 (Cues to action) <- X5 (Cues to action) 1,000 -
Y1 (ASI) <- Y (Perilaku) 0,909 31,669
Y2 (MPASI) <- Y (Perilaku) 0,830 12,497
Y3 (Aneka Makanan) <- Y (Perilaku) 0,796 10,778
197
Jurnal Ners Vol. 10 No. 2 Oktober 2015: 195207
X3.1 X3.2
(p.susceptibility) (p.seriousness)
X3
(Individual perceptions)
X1.4
(penghasilan)
X1 Y1
(Personal) (ASI)
Y
X1.5
(Perilaku) Y2
(motivasi)
(MP-ASI)
X2
(Behavioral spesific
cognition and affect) X4 Y3
(Komitmen) (Aneka Makanan)
dan dukungan sosial keluarga; faktor ketiga and affect, dan faktor personal ibu.
yang menyusun perilaku ibu yaitu komitmen.
Sementara itu individual perception memiliki
PEMBAHASAN
hubungan signifikan dengan faktor personal
ibu tetapi tidak signifikan dalam menyusun Hubungan antara Faktor Personal dengan
perilaku ibu. Berdasarkan gambar 1 tersebut di Behavioral Specific Cognitions and Affect
atas, dapat diketahui bahwa perilaku ibu dalam Hasil uji statistik dengan menggunakan
pencegahan gizi buruk dapat dibentuk oleh SmartPLS menunjukkan bahwa ada hubungan
komitmen ibu, behavioral specific cognition yang positif signif ikan antara faktor
198
Pengembangan Model Perilaku Ibu (Ika Nur Fauziah, dkk.)
personal (penghasilan dan motivasi) dengan kuat paling banyak memiliki perceived benefit
behavioral specific cognitions and affect yang positif. Sebaliknya, responden dengan
yang ditandai dengan path coeff. 0,531 dan motivasi lemah paling banyak memiliki
nilai t-statistik 4,925. Pada tabel 1, diketahui perceived benefit yang negatif.
bahwa penghasilan dan motivasi merupakan Hasil diskusi kelompok menunjukkan
indikator yang mampu menyusun faktor bahwa ibu sudah memiliki persepsi yang
personal ibu dengan nilai loading factor 0,833 baik mengenai manfaat melakukan tindakan
dan 0,659 (> 0,5) serta nilai t-statistik 8,425 pencegahan gizi buruk pada balita. Minimal
dan 3,484 (> 1,96). Sementara itu behavioral ibu sudah memahami bahwa dengan
specific cognitions and affect dapat dibentuk melakukan pencegahan gizi buruk anak
dari empat indikator yaitu perceived benefit, anak menjadi sehat, tidak mudah sakit,
perceived barrier, perceived self efficacy dan tumbuh kembang anak normal, anak menjadi
dukungan sosial keluarga dengan masing- cerdas dan perkembangan anak optimal.
masing nilai loading factor <0,5 (tabel 1). Berdasarkan hal tersebut, diperlukan upaya
Penghasilan responden didapatkan untuk mempertahankan motivasi ibu dalam
69,2% responden memiliki penghasilan kurang melakukan tindakan pencegahan gizi buruk
dari sama dengan satu juta rupiah per bulan. pada balita, sehingga kemanfaatan yang
Sementara itu 35,4% diantaranya memiliki dipersepsikan ibu semakin positif. Salah
perceived benefit yang positif; 41,5% memiliki satu upaya yang dapat dilakukan adalah
persepsi terhadap adanya hambatan (perceived memberikan reinforcement melalui pendidikan
barrier); 35,4% memiliki perceived self kesehatan, baik oleh kader posyandu balita
efficacy lemah dan 38,5% memiliki dukungan maupun bidan desa.
sosial keluarga yang kuat. WHO (1999) Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dalam Cahyo (2004) mengungkapkan bahwa 56,9% responden mempersepsikan adanya
karakteristik penghasilan tidak memengaruhi hambatan ( perceived barrier) dalam
seseorang dalam menerima suatu kepercayaan melakukan tindakan pencegahan gizi buruk
yang akan mengubah persepsi seseorang pada balita. Sedangkan 36,9% responden yang
karena kepercayaan lebih ditentukan pada mempersepsikan adanya hambatan mempunyai
pengalaman hidup, observasi sehari-hari dan motivasi yang lemah. Menurut Ajzen (1991),
pengaruh orang sekitarnya. Hal ini sesuai semakin kuat motivasi seseorang untuk
dengan hasil penelitian, di mana responden melakukan sesuatu, maka persepsi terhadap
dengan penghasilan yang kurang sebagian adanya hambatan untuk melakukan hal tersebut
besar memiliki perceived benefit yang positif, akan semakin rendah. Saat mempersepsikan
perceived barrier yang tinggi, perceived self adanya hambatan, responden dengan motivasi
efficacy lemah dan dukungan sosial keluarga kuat akan melakukan berbagai cara untuk
yang kuat. mengatasi hambatan-hambatan tersebut. Hasil
Hasil penelitian menunjukkan bahwa diskusi kelompok menunjukkan bahwa ibu
60% responden memiliki perceived benefit berusaha untuk mencari informasi dari media
positif. Sementara itu 38,8% responden elektronik dan memanfaatkan pengalaman ibu
dengan perceived benefit positif memiliki balita lain untuk mencari solusi dari hambatan
motivasi yang kuat. Motivasi merupakan yang mereka hadapi dalam melakukan
keinginan kuat dalam diri individu untuk pencegahan gizi buruk balita.
melakukan sesuatu dan mencapai tujuan Berdasarkan hasil penelitian, 52,3%
tertentu. Motivasi dipengaruhi oleh keinginan responden memiliki perceived self efficacy
dan harapan dari individu (Handoko, 2001). yang kuat. Sedangkan 38,5% responden dengan
Contento et al. (1993) dalam Has (2012), perceived self efficacy yang kuat memiliki
menyatakan bahwa semakin tinggi motivasi motivasi yang kuat pula. Menurut Deci &
ibu akan memunculkan perceived benefit yang Ryan (2008), motivasi merupakan determinan
semakin positif. Hal ini sesuai dengan hasil penting bagi individu untuk dapat menjalankan
penelitian, di mana responden dengan motivasi perannya dengan baik. Individu yang memiliki
199
Jurnal Ners Vol. 10 No. 2 Oktober 2015: 195207
motivasi kuat cenderung memiliki self efficacy mendapatkan pengobatan. Hal ini sejalan
yang kuat, bertanggung jawab dalam perannya dengan hasil penelitian bahwa responden
dan lebih aktif secara sosial. Motivasi yang dengan penghasilan yang kurang sebagian
kuat membuat individu mengesampingkan besar memiliki individual perceptions yang
hambatan dan berusaha menjalankan perannya baik.
secara optimal. Dengan demikian, semakin Sedangkan untuk indikator motivasi,
kuat motivasi ibu untuk melakukan tindakan dapat diketahui bahwa responden terbanyak
pencegahan gizi buruk pada balita maka akan memiliki motivasi kuat dan perceived
berdampak pada perceived self efficacy yang susceptibility dan perceived seriousness baik
semakin kuat pula. sebesar 36,9%. Menurut Becker dalam Morton,
Dukungan sosial keluarga diketahui et al. (1995) menyatakan bahwa persepsi
61,5% responden memiliki dukungan sosial merupakan proses pengamatan seseorang
keluarga yang kuat. Sedangkan 41,5% yang berasal dari komponen kognisi yang
responden dengan dukungan sosial yang kuat dipengaruhi oleh faktor pengalaman, proses
dari keluarga memiliki motivasi yang kuat belajar, wawasan, pengetahuan, pendidikan
pula. Menurut Friedman (2010), dukungan dan keadaan sosial budaya setempat. Pada
keluarga merupakan salah satu faktor yang prinsipnya persepsi dan motivasi tidak
memengaruhi perilaku seseorang dalam bisa dipisahkan karena keduanya saling
membuat keputusan dengan lebih tepat. memengaruhi. Persepsi membentuk pandangan
Dengan adanya dukungan keluarga mendorong seseorang terhadap orang lain, dunia dan segala
kemauan dan kemampuan untuk berperilaku. isinya. Pada gilirannya, pandangan personal
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian bahwa ini memotivasi seseorang untuk berpendirian
dukungan keluarga yang baik memberikan dan bertindak tertentu. Perbedaan persepsi
dorongan/motivasi yang baik pula bagi individu dengan yang lainnya antara lain
responden dalam melakukan tindakan ditentukan oleh pengalaman, motivasi, dan
pencegahan gizi buruk pada balita. keadaan (Azwar, 2000). Hal ini sejalan dengan
hasil penelitian bahwa responden dengan
Hubungan antara Faktor Personal dengan individual perceptions yang baik sebagian
Individual Perceptions besar memiliki motivasi yang kuat.
Faktor personal (penghasilan dan B e r d a s a r k a n h a si l FGD y a ng
motivasi) dengan individual perceptions dilakukan pada kader posyandu balita dapat
( perceived susceptibility dan perceived diketahui bahwa kader posyandu balita
seriousness) memiliki hubungan yang sudah melakukan pendidikan kesehatan
signifikan yang ditandai dengan nilai path dan memberikan motivasi kepada ibu balita
coeff. = 0,424 dan nilai t-statistik 4,399 mengenai pemberian ASI eksklusif dan MP-
(tabel 10). Hasil positif signifikan menunjukkan ASI. Tentunya dengan pemberian motivasi dan
bahwa faktor personal (penghasilan dan pendidikan kesehatan pada ibu diharapkan
motivasi) yang meningkat akan meningkatkan dapat meningkatkan persepsi dan pemahaman
individual perceptions secara signifikan. ibu mengenai pencegahan gizi buruk pada
Berdasarkan data diketahui bahwa balita. Sehingga rekomendasi yang perlu
69,2% responden memiliki penghasilan dilakukan yaitu memberikan reinforcement
kurang dari satu juta rupiah dengan perceived bagi kader mengenai pencegahan gizi buruk
susceptibility baik sebesar 36,9% dan perceived melalui pendidikan kesehatan sebagai bekal
seriousness baik sebesar 33,8%. Menurut dalam memberikan pendidikan kesehatan
Wigati (2007), penghasilan yang kurang belum pada ibu balita.
tentu dapat memperburuk persepsi kerentanan
(perceived susceptibility) karena seseorang Hubungan antara Faktor Personal dengan
Perilaku Ibu
yang telah merasa rentan terhadap sesuatu
permasalahan penyakit akan berusaha untuk Penghasilan seseorang merupakan
mengoptimalkan fasilitas yang ada untuk salah satu hal yang berpengaruh terhadap
200
Pengembangan Model Perilaku Ibu (Ika Nur Fauziah, dkk.)
pembentukan perilaku (Azwar, 2000). Menurut balita mereka, persepsi manfaat yang diperoleh
Pratiwi (2008) dalam Sholihah (2014), tingkat dan hambatan yang dihadapi, persepsi akan
penghasilan dapat memengaruhi seseorang kemampuan diri dan dukungan dari keluarga.
dalam pemeliharaan kesehatan karena Berdasarkan hasil FGD ibu balita, ibu telah
seseorang dengan pendapatan yang tinggi memiliki persepsi yang positif mengenai
dapat melancarkan kegiatan pemeliharaan manfaat melakukan pencegahan gizi buruk
kesehatan. Hal ini ditunjukkan bahwa akan tetapi ibu balita mempersepsikan adanya
responden dengan pendapatan yang tinggi hambatan dalam melakukan pencegahan gizi
memiliki perilaku yang baik. buruk sehingga diperlukan adanya strategi
Sedangkan untuk indikator motivasi, unt uk meminimalkan hambatan yang
dapat diketahui bahwa proporsi responden dirasakan ibu, misalnya dengan membentuk
terbanyak memiliki motivasi kuat dengan kelompok diskusi atau konsultasi pada petugas
perilaku baik sebesar 32,3%. Menurut Elder gizi.
dalam Notoatmodjo (2010), untuk berperilaku
sehat diperlukan tiga hal yaitu pengetahuan Hubungan antara Behavioral Specific
yang tepat, motivasi dan keterampilan Cognition and Affect dengan Komitmen
Ibu
berperilaku sehat. Faktor lingkungan pun
dapat memengaruhi motivasi seseorang Terdapat hubungan yang positif
untuk berperilaku hidup sehat jika lingkungan signifikan antara behavioral specific cognition
keluarga tidak mendukung perilaku tersebut. and affect (perceived benefit, perceived barrier,
Hasil penelitian pada gambar 1 perceived self-efficacy, dan dukungan sosial)
menunjukkan bahwa faktor personal memiliki dengan komitmen ibu dalam pencegahan gizi
hubungan dengan perilaku ibu namun bukan buruk balita (path coeff = 0,443; T = 4,222).
hubungan secara langsung. Faktor personal Hasil pengaruh positif signifikan menunjukkan
secara tidak langsung berhubungan dengan bahwa behavioral specific cognition and
perilaku ibu akan tetapi melalui variabel affect (perceived benefit, perceived barrier,
moderator/ntervening yaitu behavioral specific perceived self-efficacy, dan dukungan sosial)
cognition and affect ( perceived benefit, yang meningkat akan meningkatkan komitmen
perceived barrier, perceived self efficacy ibu dalam pencegahan gizi buruk balita.
dan dukungan sosial keluarga) dan komitmen Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ibu. 60% responden memiliki perceived benefit
Health Belief Model menjelaskan dan positif. Sementara itu 36,9% responden yang
memprediksikan kemungkinan terjadinya memiliki perceived benefit positif memiliki
perubahan perilaku yang dihubungkan komitmen yang kuat. Perceived benefit
dengan pola keyakinan (belief ) atau perasaan merupakan persepsi akan manfaat/ keuntungan
( perceived) tertentu. Perubahan perilaku yang menguatkan individu untuk melakukan
terjadi apabila individu merasa kesehatannya perilaku kesehatan tertentu (Pender, 2011).
terancam, adanya perasaan individu tentang Komitmen dalam Health Promotion Model
kerentanannya dan keseriusan penyakit, adanya adalah intensi/niat untuk melakukan perilaku
perasaan tentang manfaat dan hambatan dalam kesehatan tertentu, termasuk identifikasi
perubahan perilaku serta adanya petunjuk, strategi untuk dapat melakukannya dengan
edukasi, gejala atau media informasi yang baik (Pender, Murdaugh & Parsons, 2002).
dapat memengaruhi seseorang tentang bahaya Individu memiliki komitmen untuk melakukan
penyakit sehingga merasa perlu mengambil perilaku di mana mereka telah memikirkan
tindakan (Jones & Bartlett, 2010). nilai personal yang menguntungkan (Tomey &
Perilaku ibu dalam pencegahan Alligood, 2010). Menurut Walker, et al (2006),
gizi buruk balita tidak dipengaruhi secara tingginya keuntungan yang dipersepsikan dari
langsung oleh penghasilan dan motivasi ibu perilaku pemenuhan gizi sesuai kebutuhan
akan tetapi dipengaruhi melalui faktor lain berhubungan dengan komitmen untuk
seperti perasaan terancam akan kesehatan melakukan perilaku tersebut. Sesuai dengan
201
Jurnal Ners Vol. 10 No. 2 Oktober 2015: 195207
pendapat tersebut maka semakin positif sebagai penilaian kemampuan personal untuk
persepsi ibu tentang kemanfaatan melakukan mengatur dan melakukan perilaku kesehatan
tindakan pencegahan gizi buruk, maka akan tertentu (Pender, 2011). HPM menegaskan
semakin kuat komitmennya terhadap perilaku bahwa keyakinan diri yang kuat meningkatkan
tersebut. komitmen individu untuk memunculkan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku kesehatan yang diharapkan.
56,9% responden mempersepsikan adanya Responden dengan keyakinan diri yang kuat
hambatan ( perceived barrier) dalam merasa mampu melakukan pencegahan gizi
pencegahan gizi buruk pada balita. Sementara buruk pada balita sehingga keinginannya
itu 38,5% responden yang mempersepsikan untuk berperilaku juga menjadi lebih kuat.
adanya hambatan memiliki komitmen yang Hasil penelitian menunjukkan bahwa 40
lemah. Perceived barrier didefinisikan sebagai responden (61,5%) memiliki dukungan sosial
persepsi adanya hambatan yang dibutuhkan keluarga yang kuat dalam pencegahan gizi
untuk melakukan perilaku kesehatan tertentu buruk pada balita. Dari 40 responden tersebut,
(Pender, 2011). Menurut Tomey & Alligood 20 responden memiliki komitmen kuat dan 20
(2010) dalam Penders Health Promotion responden lainnya memiliki komitmen yang
Model, perceived barrier diyakini dapat lemah. Dalam teori HPM, komitmen dapat
menurunkan komitmen untuk berperilaku dipengaruhi oleh faktor interpersonal, manfaat
kesehatan tertentu. Sesuai dengan pendapat tindakan, hambatan tindakan, selff efficacy
tersebut, hambatan yang semakin dipersepsikan serta sikap yang berhubungan dengan aktivitas
ibu dalam melakukan pencegahan gizi buruk (Pender, 2011). Sumber utama pengaruh
pada balita menurunkan komitmennya untuk interpersonal adalah keluarga, kelompok dan
memunculkan perilaku tersebut. pemberi pengaruh pelayanan kesehatan.
Ha sil d isk u si kelompok d apat Berdasarkan hasil diskusi kelompok
disimpulkan bahwa responden juga sudah dengan kader posyandu balita serta wawancara
berupaya untuk meminimalkan hambatan dengan petugas kesehatan, dapat diketahui
dalam pencegahan gizi buruk pada balita. bahwa dukungan sosial dari petugas kesehatan
Akan tetapi responden masih mengeluhkan sudah cukup besar dalam upaya pencegahan
kurangnya kemampuan dalam pemilihan gizi buruk pada balita. Akan tetapi berdasarkan
menu makanan yang sehat dan beranekaragam pengalaman petugas gizi ketika melakukan
untuk anak. Berdasarkan hal tersebut perlu kunjungan rumah masih ada anggota keluarga
upaya untuk meningkatkan kemampuan ibu yang belum mendukung upaya pencegahan
dalam mengatasi hambatan dalam pencegahan gizi buruk pada balita diantaranya masih ada
gizi buruk pada balita, sehingga perceived keluarga yang memberikan susu formula pada
barrier yang dirasakan ibu semakin rendah. bayi di bawah usia 6 bulan dengan alasan
Sebagai salah satu upaya yang dapat dilakukan ASI ibu sedikit dan agar bayi menjadi lebih
adalah dengan membentuk kelompok diskusi gemuk. Salah satu upaya untuk meningkatkan
dengan ibu yang sebaya sebagai media untuk dukungan keluarga tersebut adalah dengan
bertukar informasi dan pengalaman ibu dalam melibatkan keluarga dalam pemberian edukasi
pencegahan gizi buruk pada balita atau dengan mengenai pencegahan gizi buruk pada balita.
memberikan kesempatan bagi ibu untuk
berkonsultasi pada petugas kesehatan ketika Hubungan antara Behavioral Specific
kegiatan Posyandu berlangsung. Cognition and Affect dengan Perilaku Ibu
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Hasil penelitian menunjukkan bahwa
52,3% responden memiliki perceived self 60% responden memiliki perceived benefit
efficacy yang kuat dalam pencegahan gizi yang positif dalam melakukan tindakan
buruk pada balita. Sementara itu 32,3% pencegahan gizi buruk pada balita. Sementara
responden yang memiliki perceived self itu 36,9% responden yang memiliki perceived
efficacy kuat memiliki komitmen yang kuat benefit positif memiliki perilaku yang baik.
pula. Perceived self efficacy didefinisikan Perceived benefit adalah kepercayaan terhadap
202
Pengembangan Model Perilaku Ibu (Ika Nur Fauziah, dkk.)
keuntungan dari metode yang disarankan responden yang memiliki dukungan sosial
untuk mengurangi risiko penyakit. Perceived keluarga kuat memiliki perilaku yang baik.
benefit berarti persepsi keuntungan yang Menurut Friedman (2010), dukungan keluarga
memiliki hubungan positif dengan perilaku merupakan salah satu faktor yang sangat
sehat (Subagiyo, 2014). berpengaruh terhadap perilaku positif. Hal ini
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sejalan dengan tabulasi silang hasil penelitian
56,9% responden mempersepsikan adanya bahwa responden dengan dukungan sosial
hambatan ( perceived barrier) dalam keluarga yang kuat sebagian besar memiliki
pencegahan gizi buruk pada balita. Sementara perilaku pencegahan gizi buruk yang baik.
itu 33,8% responden yang mempersepsikan Hasil penelitian pada gambar 1
adanya hambatan memiliki perilaku yang tidak menunjukkan bahwa behavioral specific
baik. Perceived barrier didefinisikan sebagai cognition and affect ( perceived benefits,
persepsi adanya hambatan yang dibutuhkan perceived barriers, perceived self-efficacy, dan
untuk melakukan perilaku kesehatan tertentu dukungan sosial) memiliki hubungan dengan
(Pender, 2011). Hubungan antara perceived perilaku ibu namun bukan hubungan secara
barrier dengan perilaku sehat adalah negatif. langsung. Behavioral specific cognition and
Jika persepsi hambatan terhadap perilaku affect (perceived benefits, perceived barriers,
sehat tinggi maka perilaku sehat tidak akan perceived self-efficacy, dan dukungan sosial)
dilakukan (Subagiyo, 2014). secara tidak langsung berhubungan dengan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku ibu akan tetapi melalui variabel
52,3% responden memiliki perceived self moderator/intervening yaitu komitmen ibu.
efficacy yang kuat dalam melakukan tindakan Berdasarkan proposisi dari teori
pencegahan gizi buruk pada balita. Perceived Health Promotion Model bahwa rintangan
self efficacy didefinisikan sebagai penilaian yang dirasakan ( perceived barrier) dapat
kemampuan personal untuk mengatur dan menurunkan komitmen untuk berperilaku,
melakukan perilaku kesehatan tertentu mediator perilaku seperti perilaku aktualnya.
(Pender, 2011). Sebagai seorang ibu, responden Individu dapat memodifikasi pengaruh
dituntut untuk mampu menyediakan kebutuhan kognitif, sikap, interpersonal, dan situasional
gizi setiap anggota keluarga. Hal ini membuat (behavioral specific cognition and affect)
responden mempersepsikan kemampuan supaya lebih mendukung perilaku promosi
diri yang kuat dalam melakukan tindakan kesehatannya (Tomey & Alligood, 2010).
pencegahan gizi buruk balita. Berdasarkan hasil diskusi kelompok
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu balita diketahui bahwa ibu memiliki
35,4% responden dengan perceived self beberapa hambatan dalam melakukan tindakan
efficacy kuat memiliki perilaku yang baik pencegahan gizi buruk diantaranya adalah
dalam pencegahan gizi buruk balita (35,4%) waktu yang terbatas untuk menyiapkan sendiri
sedangkan 33,8% memiliki perceived self makanan yang bergizi untuk balita mereka,
efficacy lemah dengan komitmen yang lemah terbatasnya pilihan menu makanan bergizi
pula. Self efficacy didefinisikan sebagai untuk balita serta dukungan dari keluarga
kepercayaan diri untuk dapat melakukan yang kurang. Petugas kesehatan dalam indepth
perilaku kesehatan dengan baik (Bandura, interview juga menyatakan bahwa hambatan
2004). Responden dengan keyakinan diri yang dalam pencegahan gizi buruk dapat berasal
kuat merasa mampu melakukan pencegahan dari keluarga ibu balita. Sehingga upaya
gizi buruk pada balita sehingga keinginannya yang perlu dilakukan untuk meminimalkan
untuk berperilaku tersebut juga menjadi lebih hambatan adalah dengan memberikan
kuat. informasi menu makanan bergizi yang cepat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa saji untuk balita serta perlu melibatkan
61,5% responden memiliki dukungan sosial keluarga dalam pemberian edukasi mengenai
keluarga yang kuat dalam pencegahan gizi pencegahan gizi buruk pada balita.
buruk pada balita. Sementara itu 35,4%
203
Jurnal Ners Vol. 10 No. 2 Oktober 2015: 195207
204
Pengembangan Model Perilaku Ibu (Ika Nur Fauziah, dkk.)
teori HPM, komitmen terhadap rencana aksi SmartPLS, menunjukkan bahwa tidak terdapat
tidak berakhir pada perilaku yang diharapkan, hubungan antara petunjuk/pendorong untuk
jika individu mendapatkan kontrol yang lemah bertindak (cues to action) dengan perilaku
dan jika ada perilaku lain yang lebih atraktif ibu, ditandai dengan nilai path coeff. sebesar
dan disukai oleh individu. 0,119 dengan nilai t-statistic sebesar 0,516
Hasil dari diskusi kelompok ibu balita (< 1,96). Tidak adanya hubungan antara
menunjukkan bahwa terdapat beberapa ibu cues to action dengan perilaku ibu dalam
yang lebih menyukai memberikan bubur instan pencegahan gizi buruk dimungkinkan karena
kepada balita mereka karena lebih praktis terdapat variabel lain yang tidak diteliti, yaitu
serta membeli makanan kesukaan balita di perceived threat of disease. Menurut teori
warung daripada menyiapkan sendiri makanan HBM, perilaku kesehatan individu dapat
untuk anak mereka. Berdasarkan hal tersebut, terbentuk karena adanya rasa takut akan
ibu perlu diberikan informasi mengenai ancaman suatu penyakit (perceived threat of
pemilihan makanan sehat dan pentingnya disease). Sehingga untuk mencari apakah ada
makanan bergizi untuk balita sehingga hubungan tidak langsung antara cues to action
perilaku ibu dalam memberikan makanan dengan perilaku ibu perlu diteliti variabel lain
yang beranekaragam dapat ditingkatkan. yang mungkin memengaruhi sebagai variabel
antara yaitu perceived threat of disease.
Hubungan antara Petunjuk/Pendorong
untuk Bertindak (Cues To Action) dengan
Perilaku Ibu SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian diketahui Simpulan
bahwa 52,3% responden memiliki cues Perilaku ibu dalam pencegahan gizi
to action yang negatif sedangkan 47,7% buruk dapat dibentuk oleh komitmen ibu,
responden memiliki cues to action yang positif behavioral specific cognition and affect
dalam melakukan tindakan pencegahan gizi dan faktor personal. Faktor personal ibu
buruk pada balita. Cues to action adalah memengaruhi persepsi mengenai keseriusan,
mempercepat tindakan yang membuat kerentanan, keuntungan, hambatan, keyakinan
seseorang merasa butuh mengambil tindakan diri, dukungan sosial dan perilaku ibu dalam
atau melakukan tindakan nyata untuk pencegahan gizi buruk balita.
melakukan perilaku sehat. Cues to action
juga berarti dukungan atau dorongan dari Saran
lingkungan terhadap individu yang melakukan
Kader posyandu hendak nya
perilaku sehat (Weinberger et al., 1981;
memanfaatkan posyandu balita untuk
Stacy & Llyod, 1990 dalam Subagiyo, 2014).
memberikan pendidikan kesehatan tentang
Cues to action antara lain meliputi penyakit
gizi buruk pada balita.
dari anggota keluarga (illness of a family
Ibu yang memiliki anak usia balita perlu
member), laporan media (media reports)
meningkatkan pemahaman dan komitmen
(Graham, 2002), kampanye media massa,
ibu mengenai pencegahan gizi buruk pada
saran dari orang lain, dan nasehat dari petugas
balita dengan aktif bertanya kepada petugas
kesehatan (Ali, 2002).
kesehatan (ahli gizi dan bidan desa) atau kader
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui
kesehatan setempat, mengikuti pendidikan
bahwa proporsi terbanyak adalah responden
kesehatan yang dilaksanakan dan secara
dengan cues to action negatif memiliki
mandiri mencari informasi melalui media
perilaku yang tidak baik yaitu sebesar 46,2%.
cetak maupun elektronik.
Adanya petunjuk, edukasi, gejala atau media
Peneliti selanjutnya diharapkan meneliti
informasi (cues to action) dapat memengaruhi
hubungan variabel lain dalam HPM dan HBM
seseorang tentang bahaya penyakit sehingga
dengan perilaku ibu dalam pencegahan gizi
merasa perlu mengambil tindakan (Jones
buruk pada balita.
& Bartlett, 2010). Hasil pengujian dengan
205
Jurnal Ners Vol. 10 No. 2 Oktober 2015: 195207
206
Pengembangan Model Perilaku Ibu (Ika Nur Fauziah, dkk.)
Sulistiyawati. 2011. Pengaruh Pemberian Diet Tomey, A. & Alligood, M. 2010. Nursing
Formula 75 dan 100 terhadap berat theorist and their work. (6th ed.). St.
badan balita gizi buruk rawat jalan di Louis: Mosby Elsevier, Inc.
wilayah Kerja Puskesmas Pancoran Wigati, A. 2007. Sosiologi. Jakarta: Grasindo
Mas Kota Depok. Tesis FIK UI. Diakses Walker, S., Pullen, C., Hertzog, M., Broekner,
10 Desember 2015. Website: http://lib. L., & Hageman, P. 2006. Determinants
ui.ac.id/file?file= digital/20282623- of older rural womens activity and
T%20Sulistiyawati. pdf eating. Western Journal of Nursing
Research, 449474.
207