Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA ORGANIK

SINTESIS BUTIL ASETAT

OLEH:

KELOMPOK II

YUDITH AYU LESTARI H311 13 307


RIRIN ARDIANTO H311 14 026
IKA DWIYULITA H311 14 302
BERNADET H311 14 315
WIDYA AULIYA H311 14 316

LABORATORIUM KIMIA ORGANIK


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Estermerupakan senyawa yang penting dalam industri dan secara biologis.

Lemak adalah ester yang mempunyai rantai panjang asam karboksilat dengan

trihidroksi alkohol (gliserol). Bau yang enak dan buah-buahan adalah campuran

yang kompleks dari ester volatil.

Bau dari isopentenil asetat mirip dengan aroma buah pisang ataupun buah

pir. Butil butanoat seperti aroma nanas, sedangkan propil 2-metilpropanoat

memberi aroma rum (minuman). Berton-ton senyawa polimer p-dimetil

terephtalat disintesis setiap tahunnya untuk membuat produk dengan nama

Dacron, yang merupakan polimer dari ester.

Ester adalah suatu senyawa organik yang terbentuk melalui penggantian

satu (atau lebih) atom hidrogen pada gugus hidroksil dengan suatu gugus organik

(biasa dilambangkan dengan R). Asam oksigen adalah suatu asam yang

molekulnya memiliki gugus -OH yang hidrogennya (H) dapat terdisosiasi menjadi

ion H+.

Ester dapat dibuat dari reaksi antara lain klorida asam dengan suatu

alkohol dalam media basa seperti piridin, dari reaksi asam anhidrida dengan suatu

alkohol, dan juga reaksi antara asam karboksilat dengan alkohol menggunakan

katalis karboksilat dan alkohol direfluks secara bersama-sama dengan adanya

asam sebagai katalis.Reaksi ini merupakan reaksi kesetimbangan, sehingga tidak

mungkin mendapatkan ester secara kuantitatif dalam setiap mol reaktannya.

1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan


1.2.1 Maksud Percobaan

Maksud dari percobaan ini adalah mempelajari dan mengetahui tentang

sintesis butil asetat.

1.2.2 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mensintesis butil asetat dari

n-butanol dan asam asetat glasial dengan katalis H2SO4 pekat.

1.3 Prinsip Percobaan

Prinsip dari percobaan ini adalah sintesis butil asetat dimana n-butanol dan

asam asetat glasial direaksikan dengan menggunakan katalis asam sulfat pekat,

kemudian direfluks, diekstraksi, dan dikeringkan. Selanjutnya didestilasi untuk

mendapatkan butil asetat.


BAB II

TINJUAN PUSTAKA

Esterifikasi dapat dilakukan dengan mereaksikan asam dan alkohol

dengan adanya asam mineral sebagai katalis. Metode tersebut disebutdengan

metode E. Fischer. Prosesnya adalah sebuah kesetimbangan. Pencapaian

kesetimbangan tersebut dipercepat oleh ion hidrogen. Faktor-faktor yang

mempengaruhi kecepatan proses esterifikasi diantaranya (Setyawardhani dkk.,

2005):

a. Katalisator

Katalisator mempengaruhi kecepatan reaksi kimia dalam satu atau

dua jalan, dengan pembentukan senyawa antara. Proses esterifikasi dipercepat

dengan penambahan asam kuat, seperti asam sulfat atau asam klorida. Titik

kesetimbangan reaksi tidak diubah oleh katalis, hanya kecepatan esterifikasinya

ditingkatkan. Setiap kasus, sekarang secara umum digunakan sebuah katalis, yang

biasanya asam sulfat, dalam pencampuran dengan alkohol dan asam yang akan

direaksikan. Penggunaan katalis asam sulfat pada esterifikasi hanya sedikit tetesan

asam pekat perlu ditambahkan ke suatu campuran alkanol dan asam alkanoat

untuk mengkatalis reaksi. Asam sulfat pekat ditambahkan dalam jumlah

banyak sekitar 5% sampai 10% dari volume reaksi, asam sulfat tersebut akan

memiliki efek yang penting pada posisi kesetimbangan. Asam sulfat pekat

adalah dehydrating agent, sehingga memiliki ikatan yang kuat dengan air.

Semakin banyak penggunaan asam sulfat, akan menggeser posisi keseimbangan

ke kanan oleh air yang terserap (Setyawardhani, dkk., 2005).


Hal ini meningkatkan hasil ester. Walaupun demikian menggunakan

banyak asam sulfat merupakan pemborosan, tidak ekonomis dan sulit melakukan

pemisahan ester dari campuran reaksi. Katalisator basa tidak efektif karena

konversi dari gugus karboksil ke ion karboksilat menggeser kesetimbangan sangat

jauh ke kiri (Setyawardhani, dkk., 2005).

b. Suhu reaksi

Laju reaksi kimia bertambah dengan naiknya temperatur. Seperti

kebanyakan reaksi lain, kecepatan esterifikasi kira-kira meningkat dua kali

dengan kenaikan suhu 10C. Oleh karena itu, panas digunakan untuk

mempercepat reaksi esterifikasi. Kenaikan ini dapat dihitung dalam kecepatan

reaksi dengan dasar bahwa molekul bergerak kira-kira lebih cepat pada suhu

yang lebih tinggi dan konsekuensinya tumbukan satu sama lain lebih sering.

Selama suhu meningkat tidak hanya sering terjadi tumbukan molekul, tetapi

mereka bertumbukan dengan dampak yang lebih besar karena mereka

bergerak lebih cepat. Pada suhu tinggi presentase hasil tumbukan dalam sebuah

reaksi kimia lebih luas karena presentase molekul yang memiliki energi

aktivasi yang dibutuhkan untuk bereaksi lebih besar. Cara-cara meningkatkan

hasil ester (penggeseran kesetimbangan ke kanan) antara lain dengan

(Setyawardhani, dkk., 2005):

a. Penambahan asam atau alkohol.

b. Pengeluaran H2O dengan penarikan H2O (dengan H2SO4, ZnCl2 dan

sebagainya).

c. Pengeluaran ester dengan penyulingan.

Reaksi esterifikasi asam karboksilat adalah reaksi pembentukan ester

dengan berbahan dasar asam karboksilat. Ester asam karboksilat ini merupakan
senyawa yang mengandung gugus COOR dengan R yang berbentuk alkil

maupun aril (Fessenden dan Fessenden, 2006).

Katalis yang digunakan dalam esterifikasi dapat berupa katalis asam

maupun katalis basa dan berlangsung secara reversibel. Untuk memperoleh

rendemen tinggi dari ester tersebut, kesetimbangan harus di geser kearah sisi ester

dengan menambahkan salah satu pereaksi secara berlebih. Kekuatan asam dari

asam karboksilat hanya memainkan peranan kecil dalam laju pembentukan ester

(Fessenden dan Fessenden, 2006).

Menurut Rasyid (2007), proses esterifikasi antara asam lemak dan alkohol

akan menghasilkan senyawa ester dan air dapat dilihat pada Gambar 1.

R C O + R OH R C O+ H OH

OH OR'
Asam lemak Alkohol Ester Air

Gambar 1. Reaksi esterifikasi asam lemak dan alkohol

Reaksi esterifikasi pada Gambar 1 dapat disederhanakan menjadi persamaan 1.

A+B C + D (1)

Asam asetat merupakan asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi

ion H+ dan senyawa CH3COO-. Senyawa ini bersifat korosif. Struktur asam asetat

terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur asam asetat

Asam asetat diproduksi sintesis maupun secara alami melalui fermentasi

bakteri seperti dari genus Acetobacter dan spesies Clostridium acetobutylicum.


Bakteri-bakteri tersebut terdapat pada makanan dan tanah, sehingga asam asetat

secara alami diproduksi pada buah-buahan atau makananyang sudah basi. Cara

yang paling populer dalam pembuatan asam asetat melalui karbonilasi metanol.

Prosesnya, yaitu methanol dan karbon monoksida bereaksi membentuk asam

asetat (Riyanto, 2006). Proses tersebut dapat terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Reaksi karbonasi metanol

Esterifikasi dan transesterifikasi merupakan salah satu cara yang ditempuh

untuk membuat esterifikasi dan transesterifikasi dapat dilakukan secara bersamaan

ataupun secara terpisah-pisah. Proses pembuatan ester alkil (ester metil) untuk

biodiesel pada umumnya menggunakan reaksi esterifikasi atau transesterifikasi.

Masing-masing reaksi pembuatan alkil ester tersebut memiliki karakteristik yang

berbeda-beda (Prakoso dkk., 2007).

Alkil ester adalah senyawa yang merupakan hasil dari reaksi esterifikasi

dan transesterifikasi. Reaksi esterifikasi yang melibatkan senyawa asam dan

alkohol sedangkan reaksi transesterifikasi yang melibatkan trigliserida dan

alkohol diperlihatkan pada reaksi esterifikasi diperlihatkan pada Gambar 4,

(Prakoso dkk., 2007).

O
O
R' C O R
C O C R' C OH
O O
C O R'' + R OH R'' C O R + C OH
O
O
C O C R''' C OH
R''' C O R

Trigliserida Alkohol Ester asam lemak Gliserol

Gambar 4. Reaksi transesterifikasi trigliserida dan alkohol


BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Bahan Percobaan

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah n-butanol, asam asetat

glasial, asam sulfat pekat, akuades, NaHCO3, Na2SO4 anhidrat, kertas saring

whatman 42, aliminium foil, plastik wrap, es batu, vaselin, tissue roll, plat KLT,

dan sabun cair.

3.2 Alat Percobaan

Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah alat-alat gelas yang

umum digunakan dilaboratorium, corong pisah, alat refluks, termometer, botol,

magnetik bar, botol vial, batu didih, blender, isolator air, chamber, pipa kapiler,

statif dan klemnya, pisau, neraca analitik, hot plate, FTIR, dan refraktometer.

3.3 Prosedur Percobaan

3.3.1 Proses Merefluks

Sebanyak 10 mL (10,5 g, 0,1748 mol) asam asetat ditambahkan dengan 5

tetes asam sulfat pekat. Kemudian dicampurkan 7,65 mL (6,1506 g, 0,0829 mol)

n-butanol yang telah dimasukkan ke dalam labu alas bulat. Kemudian alat refluks

dirangkai untuk merefluks bahan yang telah dicampurkan selama 1-3 jam pada

suhu 110oC sehingga digunakan penangas minyak. Larutan hasil refluks diuji

KLT untuk mengetahui berlangsungnya pembentukan produk selama proses

refluks. Plat KLT ukuran 5x1 cm diberi garis atas 0,3 cm dan bawah sejauh 0,7

cm. Kemudian larutan ditotolkan pada plat KLT menggunakan pipa kapiler. Lalu

dimasukkan dalam chamber yang berisi eluen yang sebelumnya sudah


dijenuhkan. Pemilihan eluen yang cocok dalam mengelusi noda dengan baik

untuk mengetahui keberlangsungan reaksi selama proses merefluks.

3.3.2 Ekstraksi Cair-cair

Larutan hasil refluks dimasukkan ke dalam corong pisah yang berisi

akuades maka akan terbentuk dua fasa, yaitu lapisan atas adalah lapisan organik

dan lapisan bawah adalah lapisan air. Setelah itu, campuran dikocok dan

didiamkan lalu dipisahkan dengan mengeluarkan lapisan bawah sehingga yang

tersisa adalah lapisan organik. Kemudian ditambahkan kembali akuades dan

dikocok dan didiamkan lalu dipisahkan hingga tersisa lapisan organik. Larutan

tersebut ditambahkan dengan 4,165 mL (9,15 g, 0,1089 mol) larutan NaHCO3

jenuh untuk membuang sisa asam yang ada dalam larutan kemudian dipisahkan.

3.3.3 Pengeringan

Larutan hasil ekstraksi ditambahkan dengan Na2SO4 anhidrat hingga

terbentuk gumpalan-gumpalan dari Na2SO4 anhidrat. Hal tersebut menandakan

bahwa terikatnya molekul-molekul air. Kemudian disaring menggunakan kertas

saring whatman 42. Larutan dimasukkan dalam botol vial dan diberi label.

Kemudian dilanjutkan untuk pengukuran indeks bias dan FTIR.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses esterifikasi adalah suatu reaksi reversibel antara suatu asam

karboksilat dengan suatu alkohol. Produk esterifikasi disebut ester yang

mempunyai sifat yang khas yaitu baunya yang harum. Sehingga pada umumnya

digunakan sebagai pengharum (essence) sintetis. Reaksi esterifikasi merupakan

reaksi reversible yang sangat lambat. Le Chatelies menjelaskan bahwa

kesetimbangan akan bergerak ke arah produk (ester) ketika konsentrasi reaktan

ditambah. Jika konsentrasi alkohol dan asam karboksilat 1:1 maka konsentrasi

ester yang dihasilkan akan menjadi lebih sedikit. Tetapi bila menggunakan katalis

asamsulfat atau asam klorida, kesetimbangan reaksi akan tercapai dalam beberapa

jam. Esterifikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah struktur

molekul dari alkohol, suhu proses dan konsentrasi katalis maupun reaktan.

Pada sintesis butil asetat digunakan bahan dasar n-butanol dan asam asetat

glasial yang dikatalisis oleh asam sulfat pekat. Pada percobaan ini yang berfungsi

sebagai pereaksi pembatas adalah n-butanol karena larutan ini yang membatasi

banyaknya produk yang terbentuk. Jadi banyaknya produk yang terbentuk

tergantung dari banyaknya n-butanol yang digunakan. Reaksi yang terjadi dapat

terlihat pada Gambar 5.


O H
O

CH3 C O H H+ CH3 C+ O H

CH3 CH2 CH2 CH2 O H

H H
H
H O O

CH3 CH2 CH2 CH2 O+ C CH3 CH3 CH2 CH2 CH2 O C CH3

O O

H H

O
-H2O
CH3 CH2 CH2 CH2 O C+ CH3 CH3 CH2 CH2 CH2 O C CH
3

O Butil Asetat
H
Gambar 5. Reaksi esterifikasi n-butanol dan asam asetat

Campuran larutan tersebut kemudian direfluks selama 1-3 jam agar reaksi

bisa berjalan dengan sempurna dengan adanya pendidihan, lalu mengkondensasi

uap dengan pendingin air dan kembali menguap ke labu reaksi. Selama proses

refluks suhu dijaga agar tidak melebihi 110C, ini merupakan suhu maksimum

dari larutan tersebut. Hal ini karena dikhawatirkan pada suhu yang lebih besar

akan terjadi pemutusan ikatan pada gugus tersebut. Ketika pemanasan

ditambahkan batu didih, dengan tujuan meratakan panas dan tidak terjadi

bumping. Proses refluks ini berlangsung konstan pada suhu 102C. Proses refluks

tentu juga didukung oleh adanya katalis asam sulfat pekat tapi masih saja

memerlukan waktu yang sangat lama, karena katalis yang digunakan kurang

efektif dalam memprotonasi alkohol terhadap asam karboksilat, sehingga

karboksilatlah yang bertindak sebagai nukleofilik. Setelah 3 jam proses


refluksnya dihentikan, didinginkan dan diambil destilat yang diperoleh. Dilakukan

uji KLT untuk mengetahui bahwa reaksi pembentukan ester sudah terjadi. Namun,

kendala yang diperoleh bahwa tidak adanya eluen yang cocok untuk mengelusi

noda yang terbentuk.

Hasil refluks (n-butil asetat, air, alkohol, dan sisa asam) kemudian

dimasukkan ke dalam corong pisah yang telah berisi akuades. Penambahan

akuades berfungsi sebagai pelarut polar untuk menarik larutan pengotor yang

bersifat polar seperti alkohol atau sisa asam. Setelah itu dikocok dan dipisahkan,

lapisan atas merupakan lapisan organik (butil asetat) dan lapisan bawah

merupakan lapisan polar (air dan senyawa polar lainnya). Proses ini dilakukan

sebanyak dua kali tetapi dengan penambahan akuades kemudian lapisan bawah

disisihkan.

Ekstraksi memiliki prinsip berdasarkan kepolaran maka senyawa polar

atau pengotor lain yang bersifat polar akan mengikuti air. Alasan fasa organik

berada di atas dan air berada di bawah dikarenakan massa jenis air lebih besar dari

pada massa jenis organik yaitu ester. Massa jenis air yaitu 1 gr/cm3 sedangkan

massa jenis n-butil asetat yaitu 0,8825 gr/cm3.

Larutan hasil ekstraksi tersebut kemudian ditambahkan dengan NaHCO3

yang terlebih dahulu dijenuhkan dengan penambahan akuades. Penambahan ini

bertujuan untuk menghilangkan kelebihan asam asetat. Karena natrium karbonat

ketika direaksikan dengan asam akan membentuk gas CO2 dan H2O. Kemudian

dicuci dengan air untuk menghilangkan natrium bikarbonat dan mengikat

pengotor. Penambahan air akan membentuk du fasa pada larutan, lapisan bawah

dikeluaran dan disisihkan sedangkan lapisan atas dikeluarkan melalui mulut


corong agar tidak terkontaminasi air lebih besar. Kemudian dikeringkan dengan

penambahan Na2SO4 anhidrat yang berfungsi sebagai pengikat air yang terikut ke

fase organik ini. Na2SO4 anhidrat merupakan agen pengering yang dapat

mengikat 7 molekul air. Untuk dapat mengetahui apakah lapisan organik sudah

bebas air atau tidak dapat diamati dari kejernihan fase organiknya. Jika fase

organiknya sudah tidak keruh (jernih) maka berarti seluruh molekul air sudah

diikat oleh Na2SO4 anhidrat. Selain itu, adanya gumpalan-gumpalan dari Na2SO4

akibat molekul tersebut sudah mengikat molekul air. Kemudian, Larutan disaring

untuk memisahkan fase organiknya. Fase organik tersebut diukur indeks biasnya

untuk meyakinkan bahwa yang diperoleh adalah butil asetat, indeks bias yang

diperoleh adalah 1,391 sedang indeks bias butil asetat secara teori adalah 1,387.

Hasil yang tidak terlalu jauh menandakan n-butil asetat yang dihasilkan pada

percobaan memiliki kemurnian yang cukup baik. Kemudian diuji dengan FTIR.

Hasil spektrum FTIR menunjukkan bahwa pada daerah 2900-an cm-1

menandakan adanya gugus Csp3-H. Serapan pada daerah 1442 cm-1 menunjukan

adanya gugus metilen. Adanya serapan pada daerah 1463 cm-1 dan 1367 cm-1

menunjukan adanya gugus metil. Serapan pada daerah 1741 cm-1 menandakan

adanya gugus karbonil (C=O) ester. Adanya serapan pada daerah 1240 cm-1

menunjukkan adanya gugus C-O ester. Serapan pada daerah 3500-an cm-1

menandakan adanya OH. Hal ini dikarenakan masih adanya air atau alkohol yang

masih tersisa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada senyawa tersebut

mengandung gugus Csp3-H, -CH2-, -CH3, C=O, C-O. Inilah serapan-serapan

penting yang harus ada pada spektrum IR senyawa butil asetat.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa

butil asetat dapat disintesis dari n-butanol dan asam asetat glasial dengan katalis

H2SO4 pekat dengan Indeks bias 1,391.

5.2 Saran

Adapun saran pada percobaan ini adalah dapat digunakan jenis asam

karboksilat lainnya sebagai pengganti asam asetat glasial, mengganti jenis katalis

seperti asam klorida, atau volume alkohol yang dibuat berlebih.


DAFTAR PUSTAKA

Fessenden, R.J., dan Fessenden, J.S., 2006, Kimia Orgaik Jilid 1, Erlangga,
Jakarta.

Prakoso, T., Kurniawan, I.B., dan Nugroho, R.H., 2007, Esterifikasi Asam Lemak
Bebas dalam Minyak Sawit Mentah untuk Produksi Metil Ester, Jurnal
Teknik Kimia Indonesia, 6(3); 705-709.

Rasyid, R., 2007, Pengaruh Suhu dan Konsentrasi Katalis Pada Proses Esterifikasi
Distilat Asam Lemak Minyak Sawit (DALMs) Menjadi Biodiesel, Jurusan
Teknik Kimia Universitas Muslim Indonesia, 3 (10), 305-309.

Riyanto, 2006, Produksi Asam Asetat dari Etanol dengan Cara Elektrolisis,
Logika, 3 (2), 61-70.

Setyawardhani, D.A., Yoenitasari, dan Wahyuningsi, S., 2005, Kinetika Reaksi


Esterifikasi Asam Formiat dengan Etanol pada Variasi Suhu dan
Konsentrasi Katalis, Ekuilibrium, 4 (2), 64-70.
Lampiran 1. Bagan Kerja

10 mL (10,5 g, 0,1748 mol) Asam asetat


glasial
- Ditambahkan asam sulfat pekat 5 tetes (0,165
mL, 0,00315 mol)
- Dimasukkan ke dalam labu alas bulat 250 mL
- Ditambahkan 7,65 mL (6,1506 g, 0,0829 mol)
n-butanol
- Direfluks 1-3 jam pada suhu 110oC
- Didinginkan pada suhu kamar
- Dimasukkan ke dalam corong pisah yang
berisi air
- Dikocok lalu dipisahkan

Lapisan atas Lapisan bawah

- Ditambahkan lagi dengan air


- Dikocok lalu dipisahkan

Lapisan atas Lapisan bawah


-
- Ditambahkan 4,165 mL (9,15 g, 0,1089 mol) NaHCO3 jenuh 8,33 mL
akuades
- Dikocok lalu dipisahkan

Lapisan atas Lapisan bawah

- Dikeringkan dengan Na2SO4 anhidrat


- Disaring
- Dipindahkan ke dalam botol vial
- Diukur indeks biasnya
- Diukur dengan spektroskopi IR

Hasil
Lampiran 2. Perhitungan

Diketahui : massa n-butanol = 15,3 mL x 0,804 g/mL

= 12,3012 gram

Mol n-butanol = 0,1663 mol

Massa asam asetat = 20 mL x 1,05 g/mL

= 21 gram

Mol asam asetat = 0,3497 mol

Ditanya : % rendemen butil asetat = ......?

Jawaban: CH3COOH + C4H9OH CH3COOC4H9 + H2O

Mula-mula : 0,3497 mmol 0,1663 mmol - -

Reaksi : 0,1663 mmol 0,1663 mmol 0,1663 mmol 0,1663 mmol

Setimbang : 0,1834 mmol - 0,1663 mmol 0,1663 mmol

Massa butilasetatsecarateori = 0,1663 mmol x 116 g/mol

= 19,2908 gram

Massa butyl asetatsecarapraktek= 0,88 g/mL x 1 mL

= 0,88 gram

berat praktek
% rendemen x100%
berat teori

0,88 gram
= x100%
19,2908 gram

= 4,56 %

Jadi % rendemen trimistin adalah 4,56 %


Lampiran 3. Foto Percobaan

Anda mungkin juga menyukai