Disusun oleh:
NPM 1401160062
TANGERANG SELATAN
JUNI 2017
i
DAFTAR ISI
ii
ABSTRAK
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah, mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, sampai dengan pertanggungjawaban, harus dilaksanakan secara
tertib, terkendali, serta efektif dan efisien. Untuk mewujudkannya dibutuhkan suatu sistem
yang dapat memberi keyakinan memadai bahwa penyelenggaraan kegiatan telah
dilaksanakan sesuai dengan rencana dan dapat mencapai tujuan. Sistem inilah yang dikenal
sebagai Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). SPIP mempunyai tujuan untuk
memberikan keyakinan yang memadai bagi terciptanya efektivitas dan efisiensi pencapaian
tujuan penyelenggaraan pemerintah negara, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset
negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah lahir dari amanat Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 58 ayat 1 dan 2, yang memerintahkan
pengaturan lebih lanjut mengenai sistem pengendalian intern pemerintah secara menyeluruh
dengan Peraturan Pemerintah. Dengan adanya amanat tersebut maka lahirlah Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang
memberikan pengaturan yang lebih jelas mengenai sistem pengendalian intern pemerintah
yang mengadopsi dari COSO dimana unsur-unsur pengendalian terdiri atas lingkungan
pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, dan
pemantauan pengendalian intern.
Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas utama dalam perumusan, penetapan,
dan pelaksanaan kebijakan di bidang penganggaran, pajak, kepabean dan cukai,
perbendaharaan, kekayaan negara, perimbangan keuangan, dan pengelolaan pembiayaan dan
risiko merespon munculnya Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 dengan
menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 32/KMK.09/2013 tentang Kerangka Kerja
Penerapan Pengendalian Intern dan Pedoman Teknis Pemantauan Pengendalian Intern di
Lingkungan Kementerian Keuangan. Dengan terbitnya peraturan tersebut, seluruh unit eselon
I di bawah Kementerian Keuangan harus mulai melaksanakan penerapan pengendalian intern
sesuai dengan aturan yang telah diterbitkan.
Dalam penerapan SPIP yang sudah mulai digaungkan sejak terbitnya Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008, ternyata masih terdapat beberapa kendala dan hambatan
dalam pelaksanaanya. Salah satu kendala dan hambatan yang sering ditemukan adalah
1
ketidahtahuan dan kurangnya pemahaman manajemen atas pentingnya pelaksanaan
pengendalian intern untuk menghilangkan atau mengurangi segala masalah dan risiko yang
dapat menghambat organisasi dalam mencapai tujuannya. Hal ini dapat menjadi lebih serius
jika struktur organisasi begitu panjang, tersebar, dan tiap low class management dan middle
class management mempunyai kewenangan yang cukup besar padahal pengawasan top class
management sangat terbatas.
Berdasarkan latar belakang di atas, menarik untuk membahas lebih dalam mengenai
kegiatan penerapan pengendalian intern di Direktorat Jenderal Pajak yang merupakan salah
satu unit eselon I di bawah Kementerian Keuangan yang mempunyai struktur organisasi
dengan jenjang hierarki yang panjang serta unit kerja yang tersebar di seluruh Indonesia.
Ruang lingkup pembahasan yang akan diambil adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Pratama dimana peran low class management dan middle class management sangat
berpengaruh terhadap penerapan pengendalian intern yang dapat berakibat langsung pada
kinerja instansi, reputasi instansi, dan tingkat kepuasan stakeholder atas pelayanan yang
diberikan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang disampaikan, rumusan masalah dalam makalah ini
adalah mengenai bagaimana implementasi penerapan pengendalian intern berdasarkan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 32/KMK.09/2013 tentang Kerangka Kerja Penerapan
Pengendalian Intern di Lingkungan Kementerian Keuangan pada KPP Pratama Bantaeng.
C. Tujuan Penulisan
2
pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan. Pada makalah ini juga akan
dijelaskan mengenai program-program yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak
dalam lingkup KPP untuk mendukung penerapan pengendalian intern yang sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
E. Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah deskriptif kualitatif,
yang bertujuan untuk menggambarkan kondisi dari objek penulisan. Objek penulisan dari
makalah ini adalah kegiatan penerapan pengendalian intern pada KPP Pratama Bantaeng.
Teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan dokumentasi. Jenis data yang
digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder berupa peraturan/dasar hukum sistem
pengendalian intern pemerintah, rencana pemantauan tahunan 2017 yang dikeluarkan
Direktorat KITSDA, standard operating procedure pelaksanaan pemantauan dan pelaporan
pemantauan, buku dan tulisan mengenai sistem pengendalian intern pemerintah khususnya
pada lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
F. Sistematika Pembahasan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan latar belakang dari pembahasan, rumusan masalah,
tujuan penulisan, ruang lingkup pembahasan, metode penelitian, serta
sistematika pembahasan.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini menyajikan landasan teori dari permasalahan yang di bahas. Akan
dijelaskan mengenai sistem pengendalian internal pemerintah, konsep three
lines defense, serta pembagian level dan tugas unit kepatuhan internal.
BAB III PEMBAHASAN
Bab ini menyajikan pembahasan mengenai implementasi penerapan
pengendalian intern pada KPP Pratama Bantaeng yang mencakup lingkungan
pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan
komunikasi serta pemantauan.
BAB IV PENUTUP
Pada bagian ini disampaikan simpulan dari pembahasan yang telah dilakukan.
3
BAB II
LANDASAN TEORI
5
kesalahan, mendeteksi kecurangan, serta mengidentifikasi kelemahan dan kerentanan
pengendalian. Dengan demikian, seluruh pimpinan dan pegawai harus memahami dan
melaksanakan dengan sungguh-sungguh tugas dan tanggung jawab pengendalian kegiatan
masing-masing. Peran dan tanggung jawab manajemen dan setiap pegawai Kementerian
Keuangan adalah (1) pimpinan unit eselon I menetapkan kebijakan penerapan
pengendalian intern unit eselon I, (2) pimpinan unit eselon I melaporkan hasil
pemantauan pengendalian intern unit eselon I kepada Menteri Keuangan, (3) setiap level
pimpinan unit eselon I sampai dengan unit eselon IV berperan aktif dalam menciptaan
dan memelihara lingkungan pengendalian yang kondusif, dan (4) setiap level pimpinan
unit eselon I sampai dengan unit eselon IV dan setiap pegawai berperan aktif dalam
melaksanakan unsur-unsur pengendalian intern berupa penilaian risiko, kegiatan
pengendalian, informasi dan komunikasi, dan pemantauan berkelanjutan sesuai dengan
tugas dan tanggung jawabnya.
2. Lini pertahanan kedua merupakan fungsi pemantauan. Dalam konteks pengendalian
intern di Kementerian Keuangan, fungsi ini dijalankan oleh Unit Kepatuhan Internal yang
bertugas memantau pengendalian intern di setiap tingkatan manajemen. Unit pemantau
ini harus memperingatkan lini pertahanan pertama apabila dijumpai kelemahan
pengendalian intern baik dari segi tahapan rancangan sampai dengan tahapan
pelaksanaanya. Peran dan tanggung jawab adalah (1) mendorong pengembangan dan
penerapan pengendalian intern sesuai tugas dan tanggung jawabnya, (2) melakukan
pemantauan pengendalian intern sesuai tugas dan tanggung jawabnya, dan (3)
melaporkan hasil pemantauan pengendalian intern kepada pimpinan dan Inspektur
Jenderal.
3. Lini pertahanan ketiga adalah fungsi auditor internal. Dalam konteks pengendalian intern
di Kementerian Keuangan, fungsi ini dijalankan oleh Inspektorat Jenderal. Dengan
demikian, seluruh organisasi harus memperhatikan dengan seksama rekomendasi
Inspektorat Jenderal untuk peningkatan pengendalian intern dan memperbaiki
kekurangan. Peran dan tanggung jawab Inspektorat Jenderal adalah (1) memberikan
konsultasi penerapan pengendalian intern di lingkungan Kementerian Keuangan, (2)
memberikan assurance secara independen dan objektif bahwa pengendalian intern telah
dilaksanakan secara efektif dan efisien antara lain melalui audit atas lini pertahanan
pertama dan kedua untuk memastikan pelaksanaan tugas dengan baik, dan (3) melaporkan
kecurangan atau kekeliruan yang terjadi dan kelemahan pengendalian yang
membahayakan organisasi.
6
C. Unit Kepatuhan Internal
7
BAB III
PEMBAHASAN
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bantaeng merupakan salah satu instansi
vertikal Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang berada di bawah koordinasi dari Kantor
Wilayah Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara. KPP Pratama Bantaeng berlokasi di Jalan
Andi Mannapiang, Kecamatan Lamalaka, Kabupaten Bantaeng. KPP Pratama Bantaeng
merupakan salah satu unsur pelaksana DJP yang mempunyai tugas pokok melaksanakan
fungsi pelayanan, pengawasan administratif, dan pemeriksaan sederhana terhadap Wajib
Pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah, BPHTB, dan Pajak Tidak Langsung lainnya dalam wilayah kerjanya
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kepala Kantor
Kelompok
Jabatan
Fungsional
Secara umum lingkungan pengendalian dari KPP Pratama Bantaeng adalah sebagai berikut:
8
a. Subbagian Umum dan Kepatuhan Internal
Subbagian Umum dan Kepatuhan Internal memiliki tugas membantu dan menunjang
kelancaran tugas Kepala Kantor serta mempunyai tugas utama dalam
mengkoordinasikan urusan kepegawaian, keuangan, tata usaha, rumah tangga, dan
pengelolaan kinerja pegawai, pemantauan pengendalian intern, pemantauan
pengelolaan risiko, pemantauan kepatuhan terhadap kode etik dan disiplin, dan tindak
lanjut hasil pengawasan, serta penyusunan rekomendasi perbaikan proses bisnis.
b. Seksi Pelayanan
Seksi Pelayanan bertugas dalam mengkoordinasikan penetapan dan penerbitan produk
hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan
dan pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya, serta
pelaksanaan pendaftaran Wajib Pajak.
c. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)
Seksi PDI bertugas dalam mengkoordinasikan pengumpulan, pencarian, dan
pengolahan data, pengamatan potensi perpajakan, penyajian informasi perpajakan,
perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha penerimaan perpajakan,
pengalokasian Pajak Bumi dan Bangunan, pelayanan dukungan teknis komputer,
pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filing, pelaksanaan i-SISMIOP dan SIG, serta
pengelolaan kinerja organisasi.
d. Seksi Pengawasan dan Konsultasi
KPP Pratama Bantaeng memiliki 4 Seksi Pengawsan dan Konsultasi. Terdapat
perbedaan tugas pokok dan fungsi dari Seksi Pengawasan dan Konsultasi I dengan
Seksi Pengawasan dan Konsultasi II, III, dan IV. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I
memiliki tugas dalam penyelesaian permohonan Wajib Pajak, usulan pembetulan
ketetapan pajak, bimbingan dan konsultasi teknis perpajakan kepada Wajib Pajak,
serta usulan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan. Sedangkan Seksi Pengawasan
dan Konsultasi II, III, dan IV masing-masing mempunyai tugas dalam pengawasan
kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak, penyusunan profil Wajib Pajak,
analisis kinerja Wajib Pajak, rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka melakukan
intensifikasi dan himbauan kepada Wajib Pajak.
e. Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan
Seksi Ekstensifikasi memiliki tugas dalam mengkoordinasikan pengamatan potensi
perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, pembentukan dan pemutakhiran basis
9
data nilai objek pajak dalam menunjang ekstensifikasi, bimbingan dan pengawasan
Wajib Pajak baru, serta penyuluhan perpajakan.
f. Seksi Pemeriksaan
Seksi Pemeriksaan memiliki tugas dalam mengkoordinasikan penyusunan rencana
pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan, penyaluran
Surat Perintah Pemeriksaan Pajak, dan administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya,
serta pelaksanaan pemeriksaan oleh petugas pemeriksa pajak yang ditunjuk kepala
kantor.
g. Seksi Penagihan
Seksi Penagihan memilki tugas dalam mengkoordinasikan urusan penatausahaan
piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, penagihan aktif, usulan
penghapusan piutang pajak, serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.
h. Kelompok Jabatan Fungsional
Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari Pejabat Fungsional Pemeriksan Pajak (FPP)
yang mempunyai tugas untuk melakukan pemeriksaan serta pengujian terhadap
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan pemeriksaan tujuan lain yang
bertanggung jawab secara langsung kepada Kepala KPP Pratama. Dalam
melaksanakan pekerjaannya, Pejabat FPP berkoordinasi dengan Seksi Pemeriksaan.
Selain lingkungan pengendalian yang berada dalam satu wilayah kantor, KPP Pratama
Bantaeng juga memiliki lingkungan pengendalian yang letaknya berada di kabupaten lain.
Hal ini dikarenakan KPP Pratama Bantaeng membawahi tiga kantor vertikal yang lebih kecil
setingkat unit eselon IV dengan nama Kantor Penyuluhan Perpajakan dan Konsultasi
(KP2KP). Berikut ini adalah KP2KP yang termasuk dalam lingkungan pengendalian KPP
Pratama Bantaeng yaitu:
a. KP2KP Sunguminasa
KP2KP Sungguminasa terletak sekitar 114 km ke arah Barah Laut dari KPP Pratama
Bantaeng dan beralamat di Jalan Mesjid Raya Nomor 24 Kabupaten Gowa.
b. KP2KP Takalar
KP2KP Takalar terletak sekitar 89,2 km ke arah Barah Laut dari KPP Pratama
Bantaeng dan beralamat di Jalan Badawing Dg. Ngampa Nomor 12 Kabupaten
Takalar.
c. KP2KP Bontosunggu
KP2KP Bontosunggu terletak sekitar 32,3 km ke arah Barah Daya dari KPP Pratama
Bantaeng dan beralamat di Jalan Pahlawan Nomor 17 Kabupaten Jeneponto.
10
Selain lingkungan pengendalian KPP Pratama Bantaeng yang telah disusun sesuai
dengan kebutuhan organisasi dengan pembatasan tugas yang telah dijelaskan diatas. KPP
Pratama Bantaeng juga memiliki sekumpulan kode etik yang berisi kewajiban dan larangan
pegawai DJP yang bertujuan untuk membatasi perilaku pegawai agar tidak melakukan
perbuatan yang dapat merendahkan citra dan kinerja pegawai DJP. Kode etik itu dibuat
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 1/PM.3?2007 tentang Kode Etik Pegawai
Direktorat Jenderal Pajak.
11
Mitra Manajer Risiko
Unit eselon III
Administrator Risiko : -
5.
Anggota Tim : Pelaksana yang terlibat
6.
dalam penerapan
manajemen risiko
Dalam pelaksanaan rapat berkala tersebut, terkadang tidak semua anggota Tim
Manajemen Risiko ikut dikarenakan berbagai kewajiban sehubungan dengan tugas dan fungsi
pokoknya masing-masing. Tim Manajemen Risiko tersebut ditetapkan setiap tahun dengan
Surat Keputusan Tim Manajemen Risiko yang ditandatangani oleh Kepala KPP dan dapat
diubah jika terdapat perubahan nama jabatan atau pegawai yang namanya ditetapkan sebagai
Tim Manajemen Risiko mengalami mutasi.
Setelah Tim Manajemen Risiko terbentuk, rapat akan dilanjutkan dengan pembuatan
Piagam Manajemen Risiko yang merupakan proses inti dalam penerapan manajemen risiko
yang berisi penetapan konteks, identifikasi risiko, analisis risiko, evaluasi risiko, dan
penanganan risiko. Piagam Manajemen Risiko terdiri dari lima formulir yang akan dijelaskan
sebagai berikut:
1. Formulir I Konteks Manajemen Risiko
Formulir ini berisi beberapa rincian yaitu (a) sasaran organisasi, (b) struktur manajemen
risiko, (c) daftar pemangku kepentingan (stakeholder), (d) daftar regulasi, kebijakan,
peraturan, prosedur terkait, (e) kriteria risiko yang terdiri dari kriteria kemungkinan dan
kriteria dampak, (f) matriks analisis risiko dan level risiko, dan (g) selera risiko.
2. Formulir II Profil dan Peta Risiko
Formulir ini berisi rincian mengenai profil risiko dan gambaran peta risiko. Profil risiko
terbagi lagi menjadi (a) identifikasi risiko berupa kejadian, penyebab, dampak, kapan
terjadinya, dan kategori risiko, (b) analisis risiko berupa sistem pengendalian yang
dilakukan, level kemungkinan, level dampak, level risiko, dan besaran risiko, (c) evaluasi
risiko berupa prioritas risiko, keputusan penanganan, dan indikator risiko utama (IRU).
Setelah seluruh proses penilaian resiko dilaksanakan, maka hasil dari penilaian tersebut
agar digambarkan pada peta resiko yang nantinya akan menunjukkan prioritas risiko dari
level risiko yang sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah.
12
3. Formulir III Penanganan Risiko
Formulir ini berisi rincian berupa (a) prioritas risiko (sudah diurutkan dari level risiko
yang sangat tinggi ke sangat rendah), (b) uraian risiko, (c) level kemungkinan, level
dampak, dan level risiko sebelum penanganan, (d) opsi penanganan risiko, (e) rencana
aksi penanganan risiko, output, target kinerja, jadwal implementasi, dan penanggung
jawabnya, dan (f) risiko residual yang diharapkan setelah penanganan.
4. Formulir IV Pemantauan Triwulan
Formulir ini berisi rincian berupa prioritas risiko, uraian risiko dan penanganan risiko
yang sudah diuraikan pada formulir III ditambah dengan indikator risiko utama dan status
risiko. Indikator risiko utama berisi nama, batasan nilai, nilai aktual, dan status. Status
risiko berisi tren IRU dan outlook besaran/ level risiko.
5. Formulir V Laporan Pemantauan Tahunan
Formulir ini berisi rincian penilaian efektivitas penanganan risiko dan peta risiko hasil
penanganan risiko. Penilaian efektivitas penanganan risiko berisi rincian prioritas risiko,
uraian risiko, level risiko sebelumnya, risiko residual yang diharapkan setelah
penanganan, level risiko aktual, tren risiko, devasi/kesenjangan, dan langkah korektif dan
rekomendasi. Peta risiko hasil penanganan risiko menunjukkan gambaran level risiko
setelah dilakukan penanganan risiko.
Dalam hal pemantauan dan reviu manajemen risiko, Tim Manajemen Risiko KPP
Pratama Bantaeng dirasa kurang aware terhadap proses manajemen risiko karena minimnya
reviu dan rapat yang dilakukan terutama dalam identifikasi risiko baru yang muncul dan
penilaian terhadap level risiko yang baru. Sedangkan pelaksana UKI KPP Pratama Bantaeng
sudah cukup baik dalam melakukan tugas dalam memantau proses manajemen risiko, tetapi
13
proses pemantauan tersebut hanya menyangkut mengenai formal pelaporan dan tidak
menyentuh sisi material dari Piagam Manajemen Risiko.
14
memang tidak bisa diselesaikan di level pelaksana khususnya dalam hal pengambilan
kebijakan yang berpengaruh terhadap seksi terkait.
Dalam pengamanan aktiva khususnya kendaraan dinas, setiap pegawai sudah
membuat pernyataan tanggung jawab atas penggunaan kendaraan dinas yang dipakainya dan
mengembalikannya ke halaman parkir kantor jika sudah selesai digunakan dalam bertugas.
Seluruh kunci kendaraan akan di simpan di Subbagian Umum dan Kepatuhan Internal. Tetapi
hal ini hanya berlaku untuk kendaraan bermotor beroda empat, sedangkan untuk motor masih
banyak pegawai yang menggunakannya di luar jam kantor. Bagi pegawai yang menggunakan
rumah dinas, diharuskan untuk membuat surat pernyataan menenpati rumah dinas. Dalam hal
penggunaan komputer, belum semua pegawai memberikan password di komputernya.
Kemudian untuk pemisahan tugas, setiap pegawai sudah bekerja sesuai tugas dan fungsi
pokonya di seksinya masing-masing, tidak ada pegawai yang merangkap tugas karena jumlah
pegawai di KPP Pratama Bantaeng sudah dianggap cukup.
Selain itu dalam hal pelaksanaan penugasan terkait tugas pokok dan fungsi KPP,
pegawai KPP Pratama Bantaeng berpedoman pada standard operating prosedur untuk
melaksanakan berbagai proses bisnis di KPP. Standard operating procedure tersebut telah
terdokumnetasi dengan baik pada aplikasi Sistem Informasi Kepegawaian, Keuangan, dan
Aktiva yang telah dikelompokkan berdasarkan unit kerja maupun unit operasional. Pegawai
KPP Pratama Bantaeng juga menggunakan aplikasi TKB dalam mencari peraturan
perundang-undangan perpajakan yang terbaru. Jika dalam pelaksanaan tugas tidak ditemukan
dasar hukum atau standard operating procedure yang sesuai, pegawai KPP Pratama
Bantaeng akan mendiskusikan hal tersebut kepada pimpinannya sesuai keahliannya masing-
masing.
17
Lingkungan Kementerian Keuangan Tahun 2013 meliputi: (1) satu informasi
setiap hari, (2) dua menit sebelum jadwal, (3) tiga salam setiap hari, (4)
rencanakan, kerjakan, monitor, dan tindak lanjuti, dan (5) 5R.
b. Program Budaya DJP
Program Budaya DJP merupakan program ICV yang disusun dalam rangka
membentuk budaya organisasi sebagai wujud implementasi Nilai-Nilai
Kementerian Keuangan yang tertanam dalam setiap pegawai DJP. Program
Budaya DJP meliputi: (1) teladan pimpinan, (2) knowing your employee, (3) malu
terlambat, (4) peduli DJP, (5) sesapa, (6) santun dalam bermedia sosial, dan (7)
berkas aman pulang nyaman
Seluruh kegiatan Internalisasi yang dilakukan oleh KPP Pratama Bantaeng telah
diinformasikan dan dikomunikasikan dengan cukup baik, dengan menggunakan media nota
dinas, surat dinas, maupun IP messenger. Tetapi karena wilayah kerja KPP Pratama Bantaeng
yang juga membawahi KP2KP Sungguminasa di Kabupaten Gowa, KP2KP Takalar di
Kabupaten Takalar, dan KP2KP Bontosunggu di Kabupaten Jeneponto yang cukup jauh,
terkadang selain menggunakan surat dinas juga menggunakan media email dan whatsapp
dalam mengirimkan informasi terkait peningkatan penerapan pengendalian intern.
19
2. Pemantauan Pengelolaan/Manajemen Risiko di KPP
Pemantauan Pengelolaan/Manajemen Risiko adalah kegiatan pemantauan yang
dilaksanakan untuk menilai kesesuaian penerapan dengan ketentuan manajemen risiko dan
menilai kesesuaian rencana dengan pelaksanaan penanganan/mitigasi risiko. Tahapan
pelaksanaan pemantauan pengelolaan/manajemen risiko di KPP dijelaskan sebagai berikut:
a. Perencanaan Pemantauan Pengelolaan/Manajemen Risiko
Persiapan kegiatan pemantauan pengelolaan/manajemen risiko dilakukan sesuai
dengan Rencana Pemantauan Tahunan, persiapan meliputi sumber daya dan bahan
pemantauan pengelolaan/manajemen risiko.
20
Pemantauan Tahunan KPP Tahun 2017, pemantauan kepatuhan terhadap kode etik dan
disiplin di KPP direncanakan menggunakan dua metode yaitu:
a. Metode Inspeksi Mendadak (Sidak)
Pemantauan Kepatuhan terhadap Kode Etik dan Disiplin Pegawai dengan metode
inspeksi mendadak (sidak) dilakukan oleh UKI pada KPP oleh Kepala Subbagian Umum dan
Kepatuhan Internal serta Pelaksana Subbagian Umum dan Kepatuhan Internal untuk KPP.
UKI pada KPP melakukan Pemantauan Kepatuhan terhadap Kode Etik dan Disiplin
Pegawai dengan metode sidak, dengan ketentuan sebagai berikut: (1) sidak di unitnya sendiri
yang dilakukan satu kali dalam satu tahun; (2) sidak di KP2KP yang termasuk dalam wilayah
kerjanya dilakukan satu kali dalam satu tahun (jika ada);
Pemantauan Kepatuhan Terhadap Kode Etik dan Disiplin Pegawai (KED) dengan
Metode Pemantauan dalam Bentuk Lain dilakukan selain dengan metode Inspeksi Mendadak
(Sidak) dan Blind Surveillance. Pemantauan di KPP dilakukan oleh Kepala Subbagian Umum
dan Kepatuhan Internal serta Pelaksana Subbagian Umum dan Kepatuhan Internal Rencana
Pemantauan dalam Bentuk Lain di KPP Tahun 2017 dilaksanakan untuk melakukan: (1)
pemantauan kepatuhan jam kerja pegawai, (2) pemantauan KED terhadap proses kunjungan
(visit) oleh Account Representative (AR), (3) Pemantauan KED terkait proses pemeriksaan
oleh Fungsional Pemeriksa, dan (4) Pemantauan dalam bentuk lain berdasarkan instruksi
Direktur KITSDA.
Dalam pelaksanaan pemantauan oleh UKI KPP di KPP Pratama Bantaeng, dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Dalam melaksanakan pemantauan pengendalian utama, UKI KPP dituntut untuk
menguasai seluruh proses bisnis yang menjadi target dalam pemantauan pengendalian
utama. Ini dirasa sulit karena UKI KPP hanya mempunyai bayangan mengenai prosedur
serta aplikasi yang dijalankan oleh pelaksana pengendalian. Oleh karena itu, UKI KPP
mempunyai kecenderungan untuk percaya terhadap pelaksana pengendalian bahwa proses
bisnis sudah dilaksanakan sebagaimana mestinya. Selain itu, terkadang terdapat hambatan
dalam kegiatan pemantauan terutama karena adanya pembatasan terhadap kegiatan oleh
pelaksana pengendalian, terutama dalam pengambilan sample yang akan digunakan untuk
pengujian. Biasanya pelaksana pengendalian sudah mempersiapkan sampel yang sudah
disortir dulu kebenarannya.
21
2. Dalam melaksanakan pemantauan pengelolaan/manajemen risiko, UKI KPP juga sering
terhambat dengan proses pengumpulan bukti-bukti yang mendukung penerapan
manajemen serta mitigasi risiko. Dalam permintaan bukti pendukung tersebut, biasanya
UKI langsung berhubungan dengan Kepala Seksi pada seksi terkait yang kadang tidak
memberikan kemudahan dalam mengumpulkan bukti pendukung.
3. Dalam melaksanakan pemantauan kode etik dan disiplin pegawai, UKI KPP sering sekali
merasakan adanya conflict of interest karena yang dilakukan objek pemantauan adalah
rekan-rekannya sendiri. Terkadang UKI KPP juga merasa tidak enak jika yang harus
diingatkan adalah senior atau yang jabatannya lebih tinggi dari UKI KPP. Selain itu
dalam melakukan pemantauan dalam bentuk lain terutama terhadap kunjungan oleh
Account Representative atau pemeriksaan oleh Fungsional Pemeriksa, UKI KPP
terkadang mengalami kesulitan dalam menemukan alamat Wajib Pajak yang dituju.
Kesulitan itu karena UKI hanya mempunyai alamat yang tertera pada SIDJP yang belum
tentu alamat tersebut masih dipakai dan juga UKI tidak dapat menghunungi Wajib Pajak
yang dituju sebelumnya karena dapat mengurangi obyektifitas dari Wajib Pajak.
22
BAB IV
PENUTUP
A. SIMPULAN
Secara umum, penerapan pengendalian intern yang dilakukan oleh KPP Pratama
Bantaeng sudah cukup baik dan mengacu pada Keputusan Menteri Keuangan Nomor
32/KMK.09/2013 tentang Kerangka Kerja Penerapan Pengendalian Intern di Lingkungan
Kementerian Keuangan. Di mulai dari lingkungan pengendalian KPP Pratama Bantaeng yang
telah disusun sesuai dengan kebutuhan organisasi dengan pembatasan tugas yang jelas.
Adanya Kode Etik Pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang berisi kewajiban dan larangan
pegawai DJP ikut membatasi perilaku pegawai untuk tidak melakukan perbuatan yang dapat
merendahkan citra dan kinerja pegawai DJP. Dalam penilaian risiko, pelaksanaan manajemen
risiko dan mitigasi risiko juga sudah dilakukan dengan cukup baik. Tapi terdapat beberapa
kendala seperti tidak hadirnya seluruh Tim Manajemen Risiko dalam pembahasan
manajemen risiko. Selain itu risiko yang dianalisis adalah risiko bawaan di tahun sebelumnya
yang tidak dilakukan identifikasi terhadap kemungkinan munculnya risiko baru.
Dalam hal kegiatan pengendalian, sebagian besar kegiatan pengendalian sudah
dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan prosedur, tetapi masih ada beberapa kekurangan
dalam prakteknya seperti masih terdapat beberapa Kepala Seksi yang sering tidak berada
ditempat sehingga menghambat proses persetujuan atas penugasan pelaksananya, masih
terdapat juga aset kantor seperti motor dinas yang dipakai di luar jam kantor dan beberapa
komputer yang tidak menggunakan password sebagai pengamanannya. Dalam hal informasi
dan komunikasi, KPP Pratama Bantaeng telah banyak menerapkan program internalisasi
yang bertujuan dalam penguatan terhadap Nilai-Nilai Kementerian Keuangan melalui proses
diskusi, sosilisasi, dan pemaparan materi yang dikemas dalam program tahunan yaitu ICV.
Terakhir dalam hal pemantauan, baik pemantaun berkelanjutan maupun evaluasi
terpisah sudah dilaksanakan dengan cukup baik. Kendala dalam pemantauan berkelanjutan
yang terjadi di KPP Pratama Bantaeng adalah masih adanya Kepala Seksi yang sering tidak
berada di tempat. Sedangkan kendala evaluasi terpisah yang dilakukan oleh UKI KPP cukup
banyak, yaitu UKI KPP yang dituntut untuk paham terhadap suatu proses bisnis yang
dipantau padahal UKI tidak terlibat langsung dalam proses bisnis tersebut, pembatasan
terhadap UKI KPP dalam melakukan pemantaun dan pengumpulan bukti-bukti pendukung,
23
serta yang paling utama adalah conflict of interest yang dialami terhadap rekan kerja atau
senior yang masih menganggap bahwa tugas UKI hanya mencari kesalahan dari pegawai.
24
DAFTAR PUSTAKA
Republik Indonesia. 2008. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah.
25