Makalah Hukum Agraria
Makalah Hukum Agraria
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat
manusia selalu berhubungan dengan tanah dapat dikatakan hampir semua kegiatan
hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan
tanah. Pun pada saat manusia meninggal dunia masih memerlukan tanah untuk
orang akan selalu berusaha memiliki dan menguasainya. Dengan adanya hal
Sengketa tersebut timbul akibat adanya perjanjian antara 2 pihak atau lebih yang
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
mengenai tanah juga dapat kita lihat dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau yang
biasa kita sebut dengan UUPA. Timbulnya sengketa hukum yang bermula dari
tuntutan hak atas tanah, baik terhadap status tanah, prioritas, maupun
1
kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh penyelesaian secara
merdeka, negara masih belum bisa memberikan jaminan hak atas tanah kepada
Agraria (UU PA) baru sebatas menandai dimulainya era baru kepemilikan tanah
sedikitnya terdapat 2.810 kasus sengketa tanah skala nasional. Kasus sengketa
tanah yang berjumlah 2.810 kasus itu tersebar di seluruh indonesia dalam skala
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
Indonesia
3. Untuk mengetahui tentang Azas Hukum Agraria Dalam Tata Hukum
Indonesia
2
5. Untuk mengetahui tentang Contoh Kasus Hukum Agraria dan
penyelesaiannya
BAB II
PEMBAHASAN
3
A. Pengertian Agraria
yakni arti agraria dalam arti umum, Administrasi Pemerintahan dan pengertian
Pertama dalam perspektif umum, agraria berasal dari bahasa Latin ager
yang berarti tanah atau sebidang tanah. Agrarius berarti perladangan, persawahan,
pertanian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1994, Edisi Kedua Cetakan
Ketiga, Agraria berarti urusan pertanian atau tanah pertanian, juga urusan
pemilikan tanah. Maka sebutan agraria atau dalam bahasa Inggris agrarian selalu
dipakai dalam arti tanah, baik tanah pertanian maupun non pertanian.
4
kementerian agraira, departemen agraria, menteri pertanian dan agraria,
demikian.
48, bahkan meliputi juga ruang angkasa. Yaitu ruang di atas bumi dan air yang
yang terkandung di dalamnya dan hal-hal lainnya yang bersangkutan dengan itu.
bumi di bawahnya serta yangberada di bawah air (Pasal 1 ayat (4) jo.Pasal 4
ayat(1)). Dengan demikian pengertian tanah meliputi permukaan bumi yang ada di
daratan dan permukaan bumi yang berada di bawah air, termasuk air laut.
Sehubungan dengan itu bumi meliputi juga apa yang dikenal dengan
sebutan Landas Kontinen Indonesia (LKI). LKI ini merupakan dasar laut dan
200 meter atau lebih, di mana masih meungkin diselenggarakan eksplorasi dan
sksploitasi kekayaan alam. Penguasaan penuh dan hak ekslusif atas kekayaan
alam di LKI tersebut serta pemilikannya ada pada Negara Kesatuan Republik
5
Pengertian air meliputi baik perairan pedalaman maupun laut wilayah
tentang : Pengairan (LN 1974-65) pengertian air tidak dipakai dalam arti yang
seluas itu. pengertiannya meliputi air yang terdapat di dalam dan atau berasal dari
sumber-sumber air, baik yang meliputi air yang terdapat di laut (Pasal 1 angka 3).
Kekayaan alam yang terkandung di dalam air adalah ikan dan lain-lain
kekayaan alam yang berada di dalam perairan pedalaman dan laut wilayah
1985-46).
Dalam hubungan dengan kekayaan alam di dalam tubuh bumi dan air
Eksklusif, yaitu meliputi jalur perairan dengan batas terluar 200 mili laut diukur
dari garis pangkal laut wilayah Indonesia. Dalam ZEE ini hak berdaulat untuk
melakukamn eksplorasi, eksploitasi dan lain-lainnya atas segala sumber daya alam
hayati dan non hayati yang terdapat di dasar laut serta tuuh bumi di bawahnya dan
6
Sementara, A.P. Parlindungan menyatakan bahwa pengertian agraria
mempunyai ruang lingkup, yaitu dalam arti sempit, bisa terwujud hak-hak atas
tanah, atupun pertanian saja, sedangkan Pasal 1 dan Pasal 2 UUPA telah
mengambil sikap dalam pengertian yang meluas, yakni bumi, air, ruang angkasa
Dari batasan agraria yang diberikan UUPA dalam ruang lingkupnya di atas
adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udata sebagai
satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lainnya hidup dan melakukan
pengertian agraria dengan membedakan pengertian agraria dalam arti luas dan
pengertian agraria dalam arti sempit. Dalam arti sempit, agraria hanyalah meliputi
bumi yang disebut tanah, sedangkan pengertian agraria dalam arti luas adalah
meliputi bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya. Pengertian tanah yang dimaksudkan di sini adalah bukan dalam arti
fisik, melainkan tanah dalam pengertian yuridis, yaitu hak. Pengertian agraria
yang dimuat dalam UUPA adalah pengertian agraria dalam arti luas.
7
Pola pembagian wilayah yang menonjol pada masa awal kerajaan-kerajaan
pejabat atau penguasa,melainkan bahwa para penguasa itu dalam artian politik
Pada awal abad ke-19 VOC bangkrut dan penguasaannya digantikan oleh
lebih sistematis .Tetai sejauh itu masalah penguasaan tanah secaraformal belum
8
Sebagai Gubernur Jendral di Indonesia,Raffles menginginkan agar langkah
³semuatanah adalah milik raja atau pemerintah´.Inilah yang dikenal sebagai teori
kepada petani.Maka isi pokok Cultuurstelsel bahwa 1/5 daari tanah si pemilik
9
Terjadi pertentangan antar kaum liberal yang menentang Cultuurstelsel
lain adalah bahwa Gubernur Jenderal akan memberikan hak erfpacht selam 99
tahun ; hak milik pribumi diakui sebagai hak milik mutlak(eigendom) ; dan
oleh parlemen,demikianlah sampai saat itu tujuan golongan swasta Belanda untuk
10
denganAgrarische Wet 1870, yang diundangkan dalam Lembaran Negara
ternyata jauh dari harapan.Hal ini terjadi karena banyak para sultan sultan
yangmemberikan konsesi atas tanah nya kepada pihak asing,dengan kata lain
istilah ³Politik Etis´ dengantokoh utamanya C.Th. van Deventer.Mulai awal abad
11
misalnya,dianggap tidak bersifat memacu perubahan dan perkembangan
6. Masa Kemerdekaan
tanah oleh masyarakt sudah menjadi hal yang sangat komplek karena masyarakat
oleh rakyat seluas ± 8.000 Ha. Daerah Kediri luas tanah perkebunan ±
23.000 Ha. pendudukan oleh rakyat seluas ± 13.000 Ha. dan menurut
12
memperlambat pesatnya kemajuan produksi hasil-hasil perkebunan
penyerapan air.
ketertiban umum.
memperhatikan :
yangbersangkutan;
13
b) Kedudukan perusahaan perkebunan di dalam susunan
perekonomuian negara.
ini diberlakukan;
4) Ketentuan tentang harus mengadakan pengosongan.
tanpa izin yang berhak yaitu Undang-undang Nomor : 51 Prp. Tahun 1960.
Selain ketentuan dia atas, dalam upaya menata kembali hukum pertanahan
Nasionalisasi.
14
d. Ketentuan lain yang menyangkut pemakaian tanah-tanah milik warga
1960, lahirlah Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
pembangunan seperti yang dianut juga oleh berbagai Negara Asia pada masa awal
15
penjabaran lebh lanjut.Namun,sebagian besar hal itu belum sempat
yang dinilai sebagai penyimpangan dasar dari sila-sila Pancasila dan Undang-
UndangDasar 1945.Ciri kebijakan pemerintah Orde Baru ditandai oleh dua hal
bantuan, hutang, dan investasi dari luar negeri, dan bertumpu kepada ³yang besar
´(betting on the strong), tidak berbasis pada potensi rakyat.Kedua :Khusus dalam
hal kebijakan masalah Agraria,dsadari oleh tidak oleh para perumus kebijakan
padamasa awal Orde Baru itu, Indonesia mengambil jalan apa yang sekarang
pendekatan ini adalah sebagai berikut :reforma agraria umumnya lahir sebagai
respon terhadap suatu stuktur agraria yang terasa tidak adil,yang pada gilirannya
pangan.
c. Masa Reformasi
16
Orde Reformasi tampak membawa perombakan yang asasi dalam
struktur ekonomi nasional ,agar teerwujud pengusaha menengah yang kuat dan
koperasi, usaha besar swasta san Badan Usaha Milik Negara,yang saling
17
rakyat,yang mampumelibatkan serta memberi sebesar besarnya kemakmuaran
kaidah-kaidah hukum agraria dibicarakan oleh suatu cabang ilmu hukum yang
berdiri sendiri, yaitu cabang ilmu hukum agraria. Menurut Prof Suhardi, bahwa
untuk dapat menjadi suatu cabang ilmu harus memenuhi persyaratan ilmiah yaitu:
a. Persyaratan obyek materiil Yaitu bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan
b. Persyaratan obyek formal Yaitu UUPA sebagai pedoman atau dasar dalam
Berdirinya cabang ilmu hukum agraria kiranya menjadi sebuah tuntutan atau
keharusan, karena:
a. Persoalan agraria mempunyai arti penting bagi bangsa dan negara agraris.
18
religius, masalah tanah adalah soal masyarakat bukan persoalan
perseorangan.
Sengketa tanah meruya selatan (jakarta barat) antara warga (H. Djuhri bin H.
Geni, Yahya bin H. Geni, dan Muh.Yatim Tugono) dengan PT.Portanigra pada
tahun 1972 – 1973 dan pada putusan MA dimenangkan oleh PT. Portanigra. Tetapi
proses eksekusi tanah dilakukan baru tahun 2007 yang hak atas tanahnya sudah
milik warga sekarang tinggal di meruya yang sudah mempunyai sertifikat tanah
Kasus sengketa tanah meruya ini tidak luput dari pemberitaan media hingga
DPR pun turun tangan dalam masalah ini. Selama ini warga meruya yang
menempati tanah meruya sekarang tidak merasa punya sengketa dengan pihak
saja kawasan itu yang ditempati hampir 5000 kepala keluarga atau sekitar 21.000
warga akan dieksekusi berdasarkan putusan MA. Tidak hanya tanah milik warga,
tanah milk negara yang di atasnya terdapat fasilitas umum dan fasilitas sosialpun
masuk dalam rencana eksekusi. Hal ini dikarenakan sengketa yang terjadi 30
tahun lalu, tetapi baru dilakukan eksekusinya tahun 2007, dimana warga meruya
sekarang mempunyai sertifikat tanah asli yang dikeluarkan pemerintah daerah dan
19
Kasus sengketa tanah ini berawal pada kasus penjualan tanah meruya dulu
antara PT. Portanigra dan H Djuhri cs berawal dari jual beli tanah tanah seluas 44
Ha pada 1972 dan 1973. Ternyata H Djuhri cs ingkar janji dengan menjual lagi
tanahnya kepada pihak lain sehingga mereka dituntut secara pidana (1984) dan
Sengketa tanah yang dimulai sejak lebih dari 30 tahun yang lampau bukanlah
kurun waktu singkat. Selama itu sudah banyak yang berubah dan berkembang,
personelnya sudah silih berganti. Warga merasa memiliki hak dan ataupun
kewenangan atas tanah meruya tersebut. Mereka merasa telah menjalankan tugas
dengan baik seperti membayar PBB atas kepemilikannya dan tidak mau
Situasi dan kondisi lapangan pada 1972 tentunya berbeda sama sekali dengan
penindakan 30 tahun yang lalu pada saat ini telah banyak berubah. Paradigma
masa lalu bahwa warga banyak yang belum memiliki sertifikat akan berhadapan
sertifikat tanah.
pemerintah daerah dan Badan Pertanahan Tanah (BPN) yang bisa menerbitkan
sertifikat pada tanah yang masih bersengketa. Selain itu, PT. Portanigra yang tidak
serius dalam kasus sengketa tanah ini. PT. Portanigra yang menang dalam putusan
20
kemudian yakni tahun 2007 baru melaksanakan eksekusi tanahnya yang lahan
sudah di tempati warga meruya sekarang dengan sertifikat tanah asli. Dengan kata
pemilik kuasa yakni PT. Portanigra mengikhlaskan tanahnya yang sudah di warga
sebelum tahun 1997 yang memiliki sertifikat tanah asli. Warga yang menampati
tanahnya tahun 1997 keatas tidak bisa diukur kecuali mereka mempunyai surat
hanya bisa mengelola lahan kosong sehingga tidak menggangu warga dan kampus
Mercu Buana, sedangkan Meruya Residence lebih tenang karena sudah membeli
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam perspektif umum, agraria berasal dari bahasa Latin ager yang
21
pertanian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1994, Edisi Kedua Cetakan
Ketiga, Agraria berarti urusan pertanian atau tanah pertanian, juga urusan
pemilikan tanah. Maka sebutan agraria atau dalam bahasa Inggris agrarian selalu
dipakai dalam arti tanah, baik tanah pertanian maupun non pertanian.
B. Saran
Demikianlah makalah yang kami buat, apabila ada kesalahan baik dalam
penulisan ataupun pembahasan serta penjelasan kurang jelas, kami mohon maaf.
Karena kami hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan.
Kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
kita semua. Kami ucapkan terima kasih atas perhatian dan pastisipasinya
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin & Zainal Asikin, 2006, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta:
RajaGrafindo Persada,
Imam sudiyat, 1978, Hukum Adat Sketsa Asas, Yogyakarta: Liberty
Satjipto Raharjo, 1954, Hukum dan masyarakat, Bandung: Angkasa.
22
Muhammad, Bushar,Asas- asas Hukum Adat. Jakarta: PT. Pradnya Paramita,
1977.
Wiratama, I Gede, Hukum Adat Indonesia: Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2005
23