Anda di halaman 1dari 5

RANGKUMAN ASAS-ASAS HUKUM PERDATA

DOMISILI, CATATAN SIPIL, DAN KEADAAN TIDAK HADIR

1. DOMISILI

Pengertian → tempat dimana seseorang berada dalam kaitan dengan


pelaksanaan hak dan penentuan kewajiban (dianggap oleh hukum selalu
hadir)
Jadi yang dimaksud domisili adalah tempat dimana seseorang oleh hukum
dianggap selalu hadir.

Domisili diperlukan demi kepastian hukum

Macam :
 Domisili sesungguhnya : Domisili dimana seseorang atau badan
hukum melakukan kewenangan perdata pada umumnya (menunjuk
pada tindakan hukum dalam bidang perdata pada umumnya)
a) Sukarela : Bergantung pada kehendak yang bersangkutan
sendiri dan tidak ditentukan oleh hubungan dengan orang lain
 Diatur pada pasal 17 ayat (1) jo Pasal 18 dan 29
KUHPerdata
b) Wajib : Domisili yang bersangkutan di tentukan berdasarkan
hubungan seseorang dengan orang lain. Yang termasuk adalah
jabatan-jabatan negara  Diatur dalam Pasal 20 KUHPerdata.
Contoh : Wanita bersuami (Pasal 21 KUHPer) domisili
wajibnya adalah tempat kediaman suami.
 Domisili yang dipilih : Domisili yang dipilih oleh orang yang
bersangkutan dalam melakukan perbuatan hukum tertentu.
a) Dipilih berdasarkan ketentuan Undang-Undang : Mis. Pada
pasal 11 ayat (1b) UU No. 4 Th 1996 tentang Hak Tanggungan
dimana UU mensyaratkan bagi merekayang tinggal di luar
negeri ubtuk mencantumkan domisili pilihannya di Indonesia.
b) Dipilih secara bebas : Dipilih secara bebas dalam melakukan
perbuatan hukum misalnya memilih kantor pengacara dalam
pemberian surat kuasa khusus.

2. CATATAN SIPIL

Pengertian → Pencatatan status sesorang : berkaitan dengan kelahiran,


perkawinan, perceraian, kematian, pergantian nama, pengakuan anak, dll.

 Memberikan status perdata terhadap seseorang


 Peristiwa hukum yang menentukan status hukum seseorang
 Pencatatan status seseorang ->berkaitan dengan kelahiran, perkawinan,
penceraian, kematian, penggantian nama, pengakuan anak, dll
Peristiwa-peristiwa tersebut penting untuk dicatatkan berkaitan dengan
status hukum seseorang guna menjamin adanya kepastian hukum.

Proses :
Peristiwa -> Dicatat -> Status Hukum

Contoh :
Lahir : Peristiwa kelahiran perlu dicatatkan untuk menjamin status seorang
anak yang dilahirkan dan hubungannya dengan orang tuanya serta untuk
mengetahui kapan anak tersebut menjadi dewasa dan siapa orang tuanya.
Akta kelahiran memberikan status perdata kepada anak sehingga si anak
dapat meng-claim hak-haknya. Misal ibu anak tersebut meninggal dunia
meninggalkan harta,
 Anak Sah
 Anak Diluar Kawin

Kawin : Membawa status hukum orang yang menikah berkaitan dengah hak
dan kewajiban sebagai suami istri, terhadap harta dan terhadap anak yang
dilahirkan.
 Suami
 Istri

Perceraian juga perlu dicatatkan guna penentuan status pernikahannya agar


masing-masing dapat mencari pasangan baru untuk menikah lagi.
(bagi yang beragama Islam, KCS terdapat pada tiap kantor Departemen
Agama)

Status Kantor Catatan Sipil (burgerlijk stand) -> Departemen Dalam Negeri ->
Bertempat pada tiap Kabupaten/Kotamadya

Dalam menjalankan tugas, lembaga Catatan Sipil berada dibawah tanggung


jawab Departemen Dalam Negeri. Untuk memudahkan pencatatan maka KCS
terdapat pada setiap Kabupaten/Kotamadya.

Dasar Hukum Catatan Sipil :


 Stb. 1920-751 jo. Stb.1927-564 mengenai pendaftaran kelahiran dan
kematian bagi semua WNI dan WNA di Indonesia
 Stb. 1933-75 jo. St. 1936-607 Mengenai pendaftaran perkawinan dan
perceraian bagi semua WNI dan WNA yang bukan beragama Islam di
Indonesia
 UU No. 32 Tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk
bagi WNI yang beragama Islam

3. KEADAAN TAK HADIR


Pengertian  Pasal 463 dan 467 (baca dulu dan dimengerti)
Berdasarkan pasal diatas, maka dapat disimpulkan keadaan tak hadir
(afwezigheid) disimpulkan sebgai suatu keadaan tidak hadirnya seseorang di
tempat kediaman atau domisilinya karena meninggalkan tempat tinggalnya
baik dengan meninggalkan kuasa maupun tidak dimana keberadaannya tidak
diketahui.

Seseorang yang dikatakan tidak hadir berarti ia tidak berada di tempat


kediaman atau domisilinya (tempat ia menjalankan hak dan kewajibannya
sehari-hari.
Orang yang dinyatakan tidak hadir berarti dia meninggalkan tempat
kediamannya dengan sengaja dan memiliki tujuan tertentu atau
kepergiannya diakibatkan adanya sesuatu diluar kemampuan dirinya.
Seseorang yang berada dalam keadaan tak hadir maka keberadaannya
tidak diketahui lagi untuk jangka waktu yang cukup lama sehingga
menimbulkan keraguan apakah yang bersangkutan masih hidup atau sudah
meninggal sementara perlu ada kepastian hukum guna mengurus
kepentingannya dan harta benda yang ditinggalkannya.

Oleh karena itu penyelesaian keadaan tak hadir menurut ketentuan KUHPer
terbagi atas 3 tahapan
Tahapan :

1. Tindakan sementara (Ps. 463 KUHPerdata)

Dalam tindakan ini jika ada kepentingan yang mendesak guna


mengurus seluruh atau sebagian harta kekayaan seseorang yang tak hadir
tersebut maka dapat mengadakan seorang wakil baginya yang mana
Pengadilan dapat menunjuk Balai Harta Peninggalan atau keluarga atau
semenda atau istri atau suami orang yang tidak hadir untuk mengurus
seluruh atau sebagian harta kekayaan dan kepentingan-kepentingan orang
yang tidak hadir termasuk membela hak-haknya.

Menurut ketentuan Undang undang pengadilan, penunjukan BHP


lebih utama dibandingkan pihak keluarga namun keadaan tersebut tidak
sesuai dengan budaya Indonesia dimana masalah ketidakhadiran lebih
kepada masalah internal keluarga maka selayaknya yang mewakili adalah
pihak keluarga terutama istri/suami.

Tahapan ini juga tidak disyaratkan oleh Undang-undang untuk


melewati jangka waktu tertentu sehingga didasarkan pada adanya
kepentingan yang mendesak untuk menunjuk wakil guna mewakili
kepentingan. Penunjukan pihak-pihak pengadilan guna mewakili didasarkan
atas adanya permohonan dari pihak yang berkepentingan atau pihak
Kejaksaan. Pihak yang berkepentingan dapat ditafsirkan sebagai pihak
keluarga maupun suami/istri dan juga dapat terjadi bahwa pihak yang
berkepentingan adalah pihak kreditur atau pihak dimana si tak hadir
memiliki kewajiban yang harus ia tunaikan.

2. Tahapan pernyataan barangkali meninggal dunia (Ps. 467 dan 470


KUHPerdata)

Dalam hal pernyataan barangkali meninggal dunia diperlukan


persyaratan berupa jangka waktu tertentu. Pada pasal 467 KUHPer
disebutkan bahwa untuk pernyataan barangkali meninggal dunia si tak hadir
telah meningggalkan tempatnya selama 5 tahun, tanpa menunjuk seorang
wakil untuk mengurus kepentingannya, sedangkan pada pasal 470 KUHPer si
tak hadir telah meninggalkan tempat tinggalnya selama 10 tahun (atau sejak
kabar terakhir diketahuinya), tetapi telah menunjuk seorang wakil/kuasa
untuk mengurus kepentingannya, meskipun kuasanya telah habis.

Untuk pernyataan barangkali meninggal dunia tidak diharuskan


melalui tahapan tindakan sementara tetapi dapat langsung masuk ke
tahapan pernyataan meninggal dunia dengan syarat mengenai jangka waktu
yang dipenuhi. Sedangkan akibat hukumnya berbeda.

Tahap Tindakan Sementara  Orang yang ditunjuk pengadilan untuk


mewakili (bewindvoerder) mempunyai hak unutk mengurus, membela dan
mewakili kepentingan si tak hadir

Tahap Pernyataan Barangkali Meninggal Dunia


 Akibat hukumnya lebih jauh yaitu menguasai harta yang diberikan sejak
adanya ketetapan barangkali meninggal dunia. Hak tersebut diberikan
kepada ahli waris dan suami/istri yang ditinggalkan. Jadi langsung ke pihak
keluarga tidak seperti Tahap Tindakan Sementara yang diberikan kepada
BHP.

Tahap barangkali meninggal dunia juga perlu dilakukan permohonan ke


pengadilan. Namun permohonan ini hanya dilakukan oleh pihak keluarga
tanpa ada kewenangan dari pihak Kejaksaan untuk mengajukan (Pasal 467
dan 470 KUHPer) Permohonan harus didahului pemanggilan umum dengan
tenggang waktu 3 bulan dan jika tidak ada tanggapan maka diadakan
pemanggilan kedua dan ketiga. Jika pemanggilan ketiga yang bersangkutan
tidak juga datang atau memberikan tanggapan maka Pengadulan dapat
mengambil ketetapan barangkali meninggal dunia.

3. Tahap pewarisan secara definitif ditentukan Ps. 485 KUHPerdata, yaitu :


• 30 th sejak diduga meninggal dunia
• Usianya telah mencapai 100 th.
Pada tahapan ini maka terjadilah pewarisan secara definitive dari si tak
hadir kepada ahli warisnya. Perbedaannya dengan barangkali meninggal
dunia adalah pada tahap barangkali meninggaldunia ahli waris hanya
meguasai harta si tak hadir termasuk hak menikmati hasil dari harta
tersebut sebagaimana seorang bezitter, namun tidak memiliki hak
sebagaimana seorang pemilik. Ahli waris secara definitive memiliki harta
benda si tak hadir sesuai dengan bagiannya.

Pewarisan secara definitive terjadi jika diterimanya kepastian tentang


meninggal dunianya orang yang tak hadir (Pasal 485 KUHPer), sedangkan
jika tidak ada kabar tentang meninggalnya orang yang tak hadir maka
pewarisan secara definitif baru terjadi jika telah melampaui waktu 30 tahun
sejak pernyataan barangkali meninggal dunia atau telah melampaui 100
tahun sejak kelahiran orang yang tak hadir (Pasal 484 KUHPer)

Khusus akibat hukum bagi istri/suami yang ditinggalkan dengan


berlakunya UU No.1 Tahun 1974 dan PP No. 9 Tahun 1975 maka keadaan tak
hadir dapat menjadi alasan untuk mengajukan permohonan perceraian
apabila telah melampaui 2 tahun berturut turut.

Anda mungkin juga menyukai