Kedudukan taksonomi ikan sidat (Anguilla marmorata) menurut Beake dalam Sandita (2015) sebagai berikut. Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class : Actinopterygii Order : Anguilliformes Family : Anguillidae Genus : Anguilla Species : Anguilla sp. Indonesia memiliki 7 spesies sidat (Anguilla celebensis, Anguilla borneensis, Anguilla interioris, Anguilla obscura, Anguilla bicolor pasifica, Anguilla bicolor bicolor, dan Anguilla marmorata) dari 19 total spesies yang ada di dunia. Indonesia memiliki sumberdaya sidat yang sangat besar karena hampir setiap muara di perairan indonesia terdapat sidat (Sudaryono, 2013). 2. Habitat Ikan Sidat Ikan sidat mempunyai toleransi yang tinggi terhadap suhu hal ini disebabkan karena secara alami ikan yang melakukan aktivitas migrasi memiliki toleransi yang luas terhadap suhu dan salinitas. Daya toleransi terhadap suhu juga akan meningkat sejalan dengan bertambahnya ukuran badan ikan. Glass eel (larva sidat) spesies Anguilla australis mampu hidup pada suhu 28°C, elver 30,5°C– 38,1°C dan sidat dewasa 39,7°C (Fahmi dalam Syahril, 2016). Menurut Haryuni dalam Hakim (2015), Elver sidat mampu hidup pada kisaran pH sebesar 4 hingga 11, tetapi nilai pH terbaik pada kisaran 6,6 hingga 8,5. Sidat berbeda dengan ikan lain. Kebanyakan ikan hanya bisa hidup di air tawar atau hanya hidup di air laut, tetapi sidat bisa hidup di kedua tempat itu. Sifat itu juga dimiliki oleh ikan salmon. Namun, ikan salmon tidak memijah di air laut, tetapi di air tawar sehingga penyebaran benih ikan salmon tidak seluas ikan sidat (Sasongko, 2007). 3. Makanan Sepanjang hidupnya, terutama di air tawar sidat bersifat karnivora, yaitu hewan pemakan daging. Hewan ini akan mencaplok ikan dan binatang air lainnya yang berukuran lebih kecil dari bukaan mulutnya. Sidat juga tega memangsa sesama sidat. Selain itu sidat juga suka dengan bangkai binatang yang ada di perairan. Hewan ini akan mencabik-cabik hingga bangkai hancur dan memakannya sedikit demi sedikit (Sasongko, 2007). Meskipun saat dewasa bersifat karnivora, tetapi saat sidat kecil bersifat omnivore atau pemakan segala. Larva yang baru menetas, fase preleptocephale, dan fase leptocephale memakan mikroplankton. Saat sidat masih elver, mulai akan memakan hewan-hewan kecil seperti anak kepiting, anak udang, cacing kecil, dan anak kerang atau siput. Selain hewan kecil, sidat kecil ini juga makan tanaman air yang masih lembut (Sasongko, 2007). 4. Siklus Hidup Ikan Sidat Ikan sidat (Anguilla spp.) merupakan ikan dari ordo Anguilliformes yang tergolong dalam ikan katadromus. Ikan katadromus yaitu ikan yang bermigrasi dari perairan tawar ke perairan laut. Ikan sidat memijah di laut, menghasilkan larva (leptocephalus), dan terbawa oleh turbulensi arus ke arah tepi laut. Leptocephalus berkembang menjadi glass eels dan mulai memasuki daerah sungai atau estuari. Kemudian berkembang menjadi elvers yang mulai memiliki perubahan pigmen tubuh. Elvers berkembang menjadi yellow eels. Selama pematangan, ikan sidat berkembang menjadi silver eels dan kembali ke laut untuk memijah dan mati (Tesch et al. 2003 dalam Hakim, 2015). Ikan sidat memiliki beberapa stadia dalam siklus hidupnya. Stadia hidup dimulai dari larva (leptocephalus), glass eels, elvers, yellow eels, dan silver eels. Stadia glass eels mulai memasuki muara sungai untuk bermigrasi keperairan hulu sungai. Sidat mengalami proses tumbuh dan berkembang menjadi stadia selanjutnya saat melakukan migrasi (Hakim, 2015). 5. Ruaya Ikan Sidat Ikan sidat mempunyai kebiasaan hidup memijah di laut yang hangat pada kedalaman sekitar 400 m. Benih sidat akan masuk muara sungai pada malam hari ketika pasang tinggi dan salinitas di muara sungai rendah (Matsui dalam Haryono, 2016). Pergerakan ruaya ikan ke daerah pemijahan mengandung tujuan penyesuaian dan peyakinan tempat yang paling menguntungkan untuk perkembangan telur dan larva.Sejak telur dibuahi sampai menetas terus menjadi larva merupakan saat yang kritiskarena mereka tidak dapat menghindarkan diri dari serangan predator. Ikan Sidat Eropa (Anguilla anguilla)pada saat mulai mengadakan ruaya pada Bulan Desember berumur 9–12 tahun .Ikan sidat yang hidup dalam kolam atau perairan tertutup lainnya ini akan keluarmencari sungai – sungai yang menuju ke laut. Perjalanan di sungai umumnyadilaksanakan pada waktu malam hari.Selama perjalanan sampai ke tempat pemijahan tidak pernah makan danperubahan yang terdapat dari perjalanan itu antara lain tubuhnya menjadi kurus,matanya semakin besar sampai empat kali daripada sebelumnya, hidungnya semakinlancip, warnanya berubah menjadi warna perak dan garis tengah telurnya semakinbesar. Selama melakukan ruaya pemijahan, induk sidat mengalami percepatan pematangan gonad dari tekanan hidrostatik air laut, kematangan gonad maksimal dicapai pada saat induk mencapai daerah pemijahan. Proses pemijahan berlangsung pada kedalaman 400 m, induk sidat mati setelah proses pemijahan (Eliedalam Sudaryono, 2013). Telur ikan sidat yang telah dibuahi akan naik dan melayang mendekati permukaan air. Telur ini dilapisi oleh chorion yang tipis dan berdiameter 1,2 mm. Setelah 24 jam, telur akan menetas menjadi pre-larva yang tipis dengan panjang kira-kira 5 mm dan bersifat planktonis, berwarna sangat bening, dan bentuknya menyerupai daun disebut leptocephale. Dalam pertumbuhannya larva ini terbawa oleh arus ke berbagai tempat. Selama itu larva sedikitnya mengalami delapan kali perubahan bentuk tubuh hingga seperti ikan sidat dewasa yang disebut elver (Haryuni, 2002). Adanya rangsangan bau air tawar diduga menyebabkan larva ikan sidat berenang menuju pantai dan masuk ke sungai melalui muara. Elver pada saat memulai perjalannya masuk ke muara sungai, berwarna bening. Setelah berada di sungai warna tubuh ikan ini akan berubah menjadi gelap kemudian warnanya akan semakin gelap setelah 2 sampai 4 minggu (Liviawaty dalam Haryuni, 2002). Suhu berpengaruhterhadap aktivitas benih sidat terkait dengangerakan berenang maupun loncat. Suhu yangbaik untuk berenang maupun loncat di daerahempat musim antara 17-25C. Perubahansuhu pada malam hari yang lebih dinginberasosiasi dengan faktor minimnya cahayamenyebabkan aktivitas ruaya lebih banyakterjadi pada malam hari. Selanjutnya Dou &Tsukamoto dalam Haryono (2016) melaporkan bahwa padakondisi laboratorium benih sidat secara nyatacenderung aktif pada malam hari (nokturnal).Pada saat terang, benih sidat lebih banyakberlindung dengan sedikit makan dansebaliknya akan meningkat pada saat gelap (Haryono, 2016). Kim et al. dalam Haryono (2016) menyebutkan bahwa pada saat beruaya ke sungai, benih sidat beradaptasi secara fisiologi pada sistem osmoregulasi terkait dengan perubahan salinitas. Hal ini sejalan dengan Tesh dalam Haryono (2016) yang menyebutkan bahwa benih sidat akan bermigrasi memasuki perairan tawar pada saat salinitas di muara sungai relatif rendah. Selanjutnya Harrison dalam Haryono (2016) bahwa migrasi benih sidat terjadi sepanjang tahun, faktor yang berpengaruh antara lain curah hujan dan pasang surut. Hal ini secara tidak langsung berkaitan dengan salinitas. Adapun kisaran salinitas di lokasi penelitian antara 0,1-11,4 sehingga masih dapat ditolerir oleh benih sidat (Haryono, 2016). Faktorlingkungan yang berpengaruh terhadap ruayabenih ikan sidat ke sungai, diantaranyakecepatan angin dan pasang surut air laut.Kedua faktor tersebut secara tidak langsungberkaitan dengan gelombang air laut, dimanasemakin besar gelombang semakin sedikitbenih sidat yang memasuki sungai (Matsui dalam Haryono, 2016). Proses ruaya benih sidat selain dipengaruhioleh pasang surut air laut juga sangattergantung dengan curah hujan. Curah hujansecara tidak langsung akan berpengaru terhadap arus, salinitas dan suhu air (Matsui dalam Haryono, 2016). Distribusi ikan sidat dipengaruhi oleh kondisi fisik perairan sungai dan perairan laut. Ada kemungkinan kondisi fisik yang mempengaruhi yaitu arus sungai, kemiringan dasar sungai, debit air sungai, keadaan dasar perairan, dan pasang surut. Glass eels hanya mampu memasuki sungai sejauh 5 km. Glass eels bergerak lebih dipengaruh efek pasang surut air dan debit air. Apabila kemiringan dasar sungai rendah, maka pengaruh pasang surut dapat mencapai jauh ke arah daerah hulu, sehingga glass eels akan terbawa hingga jauh menuju hulu sungai. Stadia dewasa hampir ditemukan disetiap daerah sungai. Ikan dewasa mulai bergerak dari hulu menuju hilir sungai dan menuju ke laut untuk melakukan pemijahan (Hakim, 2015). DAFTAR PUSTAKA Hakim, Agus. 2015. Penentuan Kawasan Perikanan RefugiaIkan Sidat (Anguilla sp.) Dari Beberapa Sungaiyang Bermuara Ke Teluk Palabuhanratu,Sukabumi, Jawa Barat. Tesis. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Haryono., Dewantoro W. 2016. Pemetaan Habitat Ruaya Benih Ikan Sidat (Anguilla bicolor) dan Potensinya di Pantai Selatan Jawa. Omni-Akuatika, 12(3): 47-58. Haryuni. 2002. Migrasi Elver Sidat, Anguilla sp. Memasuki Muara Sungai Poso, Sulawesi Tengah. Tesis. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Sandita, Anggun. 2015. Perbandingan Komposisi Asam Lemak Antara Minyak Belut (Monopterus albus) dan Minyak Sidat (Anguilla sp.) dengan Metode KG-SM. Skripsi. Fakultas MIPA Universitas Islam Bandung. Sasongko, Agus. 2007. Sidat: Panduan Agribisnis Penangkapan, Peredaran, dan Pembesaran. Penebar Swadaya: Jakarta. Sudaryono, Agung. 2013. Tinjauan Potensi Pengembangan dan Aplikasi Teknologi Budidaya Sidat. Konferensi Akuakultur Indonesia, Hal: 383- 388. Syahril, Mohamad. 2016. Distribusi Spasial Dan Temporal Ikan Sidat (Anguilla sp.)yang Bermigrasi Kehulu Di Sungai TinomboKabupaten Parigi Moutong. Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, 5(2): 28-34.