Anda di halaman 1dari 19

Laporan Kasus

Perdarahan Subkonjungtiva
Oleh:

Keishi G. D. Masengi

17014101208

Masa KKM: 5 Februari 2018 – 4 Maret 2018

Supervisor Pembimbing:

Dr. dr. Vera Sumual, Sp.M(K)

Residen Pembimbing :

dr. Marcella W. Politton

BAGIAN KSM ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

MANADO

2018

i
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus dengan judul “Perdarahan Subkonjungtiva”

telah dikoreksi, dibacakan, dan disetujui pada tanggal Februari 2018

Mengetahui,

Residen Pembimbing

dr. Marcella W. Politton

Mengetahui,

Supervisor Pembimbing

Dr. dr. Vera Sumual, SpM (K)

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Mata merupakan salah satu organ penting bagi manusia. Organ mata

merupakan salah satu alat komunikasi manusia terhadap dunia luar. Fungsi mata

sebagai salah satu panca indera menerima rangsang sensoris cahaya yang

kemudian akan divisualisasikan oleh otak kita sehingga kita dapat memahami

keadaan di sekitar kita. Mata merupakan panca indera yang halus yang

memerlukan perlindungan terhadap faktor – faktor luar yang berbahaya.1

Konjungtiva adalah membran mukosa yang tipis dan transparan, yang

membungkus permukaan anterior dari bola mata dan permukaan posterior dari

palpebra. Lapisan permukaan konjungtiva, yaitu lapisan epitel berhubungan

dengan epidermis dari palpebra dan dengan lapisan permukaan dari kornea, yaitu

epitel kornea. Konjungtiva dibedakan menjadi tiga bagian yaitu konjungtiva

palpebra, konjungtiva forniks, dan konjungtiva bulbi.2-5

3
Gambar 1. Anatomi Konjungtiva. (1) Limbus, (2) Konjungtiva Bulbi, (3)

Konjungtiva Forniks, (4) Konjungtiva Palpebra, (5) Pungtum Lakrimalis, (6)

Konjungtiva Marginalis.2

Gambar 2. Anatomi Konjungtiva.

Konjungtiva bertanggung jawab terhadap produksi mukus, yang penting

dalam menjaga stabilitas tear film dan transparansi kornea. Selain itu, konjungtiva

juga mampu melindungi permukaan okular dari patogen, baik sebagai barier fisik,

maupun sebagai sumber sel-sel inflamasi.2-4

Pembuluh darah okular berasal dari arteri oftalmika, yang merupakan

cabang dari arteri karotis interna. Arteri oftalmika bercabang menjadi arteri retina

sentralis, arteri siliaris posterior, dan beberapa arteri silaris anterior.4

Vaskularisasi konjungtiva berasal dari 2 sumber, yaitu arteri palpebralis

dan arteri siliaris anterior. Pleksus post tarsal dari palpebra, yang diperdarahi oleh

4
arkade marginal dan perifer dari palpebra superior akan memperdarahi

konjungtiva palpebralis. Arteri yang berasal dari arkade marginal palpebra akan

melewati tarsus, mencapai ruang subkonjungtiva pada daerah sulkus subtarsal

membentuk pembuluh darah marginal dan tarsal. Pembuluh darah dari arkade

perifer palpebra akan menembus otot Muller dan memperdarahi sebagian besar

konjungtiva forniks. Arkade ini akan memberikan cabang desenden untuk

menyuplai konjungtiva tarsal dan juga akan mengadakan anastomose dengan

pembuluh darah dari arkade marginal serta cabang asenden yang melalui forniks

superior dan inferior untuk kemudian melanjutkan diri ke konjungtiva bulbi

sebagai arteri konjungtiva posterior. Suplai dari dari arteri siliaris anterior berjalan

sepanjang tendon otot rektus dan memperca-bangkan diri sebagai arteri

konjungtiva anterior tepat sebelum menembus bola mata. Arteri ini mengirim

cabangnya ke pleksus perikorneal dan ke daerah konjungtiva bulbi sekitar limbus.

Pada daerah ini, terjadi anastomose antara pembuluh darah konjungtiva anterior

dengan cabang terminal dari pembuluh darah konjungtiva posterior, menghasilkan

daerah yang disebut Palisades of Busacca. 4,6

Vena-vena konjungtiva lebih banyak dibandingkan arteri konjungtiva.

Diameter vena-vena ini bervariasi dari 0,01 hingga 0,1 mm dan dapat

diidentifikasi dengan mudah. Drainase utama dari konjungtiva tarsalis dan

konjungtiva bulbi langsung mengarah ke vena-vena palpebralis. Beberapa vena

tarsalis mengarah ke vena-vena oftalmikus superior dan inferior, yang akan

berakhir pada sinus kaverosus.4,6

5
Gambar 2. Arteri dan vena konjungtiva4,6

Perdarahan subkonjungtiva adalah perdarahan akibat rapuhnya pembuluh

darah konjungtiva. Darah terdapat di antara konjungtiva dan sklera. Sehingga

mata akan mendadak terlihat merah dan biasanya mengkhawatirkan bagi pasien.7,8

Dari segi usia, perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi di semua

kelompok umur, namun hal ini dapat meningkat kejadiannya sesuai dengan

pertambahan umur.9 Penelitian epidemiologi di Kongo rata – rata usia yang

mengalami perdarahan subkonjungtiva adalah usia 30.7 tahun. Perdarahan

subkonjungtiva sebagian besar terjadi unilateral (90%).10

Perdarahan subkonjungtiva berdasarkan mekanismenya, dibagi menjadi

dua, yaitu perdarahan subkonjungtiva tipe spontan dan traumatik. Perdarahan tipe

spontan diakibatkan oleh menurunnya fungsi endotel sehingga pembuluh darah

rapuh dan mudah pecah. Keadaan yang dapat menyebabkan pembuluh darah

menjadi rapuh adalah umur, hipertensi, arterosklerosis, konjungtivitis hemoragik,

6
anemia, pemakaian antikoagulan dan batuk rejan. Pada perdarahan subkonjungtiva

tipe traumatik, didapatkan anamnesis bahwa pasien sebelumnya mengalami

trauma di mata langsung atau tidak langsung yang mengenai kepala daerah orbita.

Perdarahan yang terjadi kadang – kadang menutupi perforasi jaringan bola mata

yang terjadi.7

Sebagian besar tidak ada gejala simptomatis yang berhubungan dengan

perdarahan subkonjungtiva selain terlihat darah pada bagian sklera. Pada mata

penderita dapat terlihat adanya perdarahan di sklera dengan warna merah terang

(tipis) atau merah tua (tebal), tidak ada tanda peradangan, kalaupun adanya

biasanya peradangan yang ringan, perdarahan akan terlihat meluas dalam 24 jam

pertama setelah itu kemudian akan berkurang perlahan ukurannya karena

diabsorpsi.11

Perdarahan subkonjungtiva biasanya tidak memerlukan pengobatan.

Pengobatan dini pada perdarahan subkonjungtiva ialah dengan kompres dingin.

Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1- 2 minggu tanpa

diobati.7 Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dicari penyebab utamanya,

kemudian terapi dilakukan sesuai dengan penyebabnya. Tetapi untuk mencegah

perdarahan yang semakin meluas beberapa dokter memberikan vasocon

(vasokonstriktor) dan multivitamin. Air mata buatan untuk iritasi ringan dan

mengobati faktor risikonya untuk mencegah risiko perdarahan berulang.

7
BAB II

LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. AK

Umur : 31 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Kristen Protestan

Bangsa : Indonesia

Pekerjaan : PNS

Alamat : Kleak Lingkungan 1

Kunjungan : Jumat ,16 Februari 2018

2. ANAMNESIS

Keluhan Utama

Mata kanan merah dan nyeri sejak 1 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang

Penderita mengalami mata merah dan nyeri sejak kurang lebih 1

hari SMRS. Awalnya penderita mengatakan saat berada di jalan tiba-tiba

terkena lemparan benda tumpul oleh orang yang tidak dikenal pada mata

kanannya sejak 1 hari SMRS kemudian matanya menjadi merah dan

merasa nyeri. Kemerahan terlihat pada sebagian mata kanan. Keluhan

penglihatan kabur, dan kotoran berlebihan pada mata disangkal penderita.

Pasien juga tidak mengeluhkan adanya batuk, demam, mual muntah

8
sebelumnya. Keluhan sering mimisan serta luka yang sukar sembuh

disangkal penderita. Riwayat penyakit hipertensi disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat penyakit sebelumnya disangkal penderita

- Riwayat hipertensi, diabetes melitus, hemofilia, penyakit pada jantung,

paru, hati, dan ginjal disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Hanya penderita yang memiliki sakit seperti ini

3. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan umum : sakit ringan

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 130/70 mmHg

Nadi : 90x/menit

Respirasi : 21x/menit

Suhu badan (aksila) : 36,6°C

Kepala : terdapat luka di alis kanan

Thoraks : jantung, paru dalam batas normal

Abdomen : dalam batas normal

Ekstremitas : akral hangat, tidak ada kelainan

TB/BB : 172 cm / 72 kg

9
Status Psikiatri

Sikap penderita kooperatif, selama dilakukan pemeriksaan ekspresi

wajah dan sikap yang ditunjukkan baik namun penderita merasa agak takut dan

cemas selama pemeriksaan.

Status Neurologis

Motorik dan sensorik normal, reflex fisiologis (+), reflex patologis (-)

Pemeriksaan Khusus (Status Oftalmikus)

JENIS PEMERIKSAAN OD OS
Pemeriksaan Subjektif
Visus 6/6 6/6
Pemeriksaan Objektif
Tekanan Intraokular dan Palpasi Bola Terdapat nyeri Palpasi tekanan
Mata tekan. Palpasi intraokular
tekanan normal
intraokular normal
Segmen Anterior Kornea Jernih, abrasi (-) Jernih, abrasi (-)
COA Dalam, hifema (-) Dalam, hifema (-)
Iris Normal, Normal,
iridodialisa (-) iridodialisa (-)
Lensa Jernih Jernih
(kekeruhan)
Segmen Posterior Refleks fundus (+) uniform, batas (+) uniform, batas
tegas, warna tegas, warna
normal normal
Papil Bulat, tegas, vital, Bulat, tegas, vital,
CDR 0,3 CDR 0,3
Retina Perdarahan (-), Perdarahan (-),
detachment (-) detachment (-)

10
Makula lutea Refleks fovea (+) Refleks fovea (+)

4. RESUME

Pasien datang ke IGD mata RSUP. Prof. DR. R. D Kandou Manado

dengan keluhan mata merah dan nyeri pada mata kanan sejak 1 hari SMRS.

Penderita mengatakan saat berada di jalan tiba-tiba terkena lemparan benda

tumpul oleh orang yang tidak dikenal pada mata kanannya sejak 1 hari SMRS

kemudian matanya menjadi merah dan nyeri di daerah sekitar mata. Pada

konjungtiva terdapat perdarahan (+), dan injeksi (+).

5. DIAGNOSIS

Perdarahan subkonjungtiva oculus dextra et causa trauma

6. PENATALAKSANAAN

Perdarahan subkonjungtiva biasanya akan hilang diabsorbsi secara

alamiah dalam 4 minggu sehingga tidak membutuhkan tatalaksana yang intensif.

Tatalaksana awal pada kasus ini dapat diberikan kompres dingin pada mata

penderita. Air mata buatan dapat digunakan untuk mengobati iritasi ringan yang

dapat terjadi pada mata. Pemberian vasokonstriktor digunakan untuk mengurangi

perdarahan yang luas pada mata.

- Kompres dingin untuk penangan awal. Tidak diberikan apabila sudah 6-8

jam setelah trauma

- Vasocon A ED 4xgtt 1 OD

- Lyteers ED 6xgtt 1 OD

- Kontrol Poli 1 minggu kemudian

11
7. PROGNOSIS

• Quo Ad Vitam : Bonam

• Quo Ad Functionam : Bonam

• Quo Ad Sanationam : Bonam

12
BAB III

PEMBAHASAN

Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik, yang mana keluhan dan hasil dari beberapa pemeriksaan fisik

mengarah pada perdarahan subkonjungtiva, antara lain: merah pada mata kanan

yang muncul secara tiba-tiba, terdapat riwayat trauma pada penderita. Keluhan ini

tidak disertai adanya keluhan sering mimisan atau serta luka yang sukar sembuh

dan riwayat hipertensi.

Perdarahan subkonjungtiva sebagian besar terjadi unilateral (90%). Dari

segi usia, perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi di semua kelompok umur,

namun hal ini dapat meningkat kejadiannya sesuai dengan pertambahan umur.6

Penelitian epidemiologi di Kongo rata – rata usia yang mengalami perdarahan

subkonjungtiva adalah usia 30.7 tahun.7

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik kemungkinan penyebab

timbulnya perdarahan subkonjungtiva pada pasien ini adalah traumatik, karena

terdapat trauma pada mata kanan penderita. Penyebab perdarahan subkonjungtiva

adalah idiopatik, batuk, tegang, muntah, bersin, traumatik, hipertensi, gangguan

perdarahan: penyakit hati atau hematologik, diabetes, SLE dan defisiensi vitamin

C, penggunaan obat, gejala sisa dari operasi mata, beberapa infeksi sistemik.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pemeriksaan oftalmologi didapatkan

hal-hal yang mendukung diagnosis perdarahan subkonjungtiva pada okulus

dextra, yaitu terdapat perdarahan pada konjungtiva bulbi okulus dextra, kornea

tampak jernih dan intak, pupil isokor, reflek cahaya normal, lensa tampak jernih.

Diagnosis banding pada kasus ini adalah konjungtivitis dimana pada

13
konjungitivitis dapat ditemukan adanya kotoran atau secret, mata terasa gatal dan

peka terhadap cahaya.

Pada kasus ini pasien mendapatkan terapi berupa kompres dingin 10 menit

3x/hari, Vasocon A 4xgtt 1 OD, Lyteers ED 6xgtt 1 OD . Pasien dianjurkan untuk

menghindari pemakaian obat-obatan seperti aspirin, ibuprofen, atau beberapa

NSAID lain yang dapat meningkatkan perdarahan, dan kontrol ke poli setelah 1

minggu atau segera kembali jika keluhan masih berlanjut. Perdarahan

subkonjungtiva sebenarnya tidak memerlukan pengobatan karena darah akan

terabsorbsi dengan baik selama 1-2 minggu tetapi untuk mencegah perdarahan

yang semakin meluas, beberapa dokter memberikan vasokonstriktor dan

multivitamin.9,11

14
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kemungkinan

penyebab timbulnya perdarahan subkonjungtiva pada pasien ini adalah traumatik,

karena terdapat trauma pada mata kanan penderita. Berdasarkan hasil yang

diperoleh dari pemeriksaan oftalmologi didapatkan hal-hal yang mendukung

diagnosis perdarahan subkonjungtiva pada okulus dextra, yaitu terdapat

perdarahan pada konjungtiva bulbi okulus dextra, kornea tampak jernih dan intak,

pupil isokor, reflek cahaya normal, lensa juga tampak jernih. Diagnosis banding

pada kasus ini adalah konjungtivitis dimana pada konjungitivitis dapat ditemukan

adanya kotoran atau secret, mata terasa gatal dan peka terhadap cahaya . Pada

kasus ini pasien mendapatkan terapi berupa Vasocon A 4xgtt 1 OS, Lyteers ED

6xgtt 1 OD dan kompres dingin 10 menit 3x/hari. Pasien diberikan edukasi berupa

menggunakan kompres dingin pada mata kanannya, dan menghindari pemakaian

obat-obatan anti nyeri seperti aspirin, ibuprofen, atau beberapa NSAID lain yang

dapat meningkatkan perdarahan.

15
LAMPIRAN

Foto 1. Tampak perdarahan pada subkonjungtiva mata kanan

16
Foto 2 dan 3. Foto perdarahan dengan slit lamp

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. Masalah Kesehatan Anda. 2005. FK UI. Jakarta

2. Vaughan DG, Asburg T, Paul Riodan-Eva. Anatomi and Embriologi of

The Eye in : General Ophthalmology. 16th Edition. Mc. Graw Hill

Companies. USA. 2004: 5-6, 25-7.

3. Liesegang. TJ, Skuta GL, Contor LB. Anatomy and Embriology of the Eye

in: Fundamental and Principles of Ophthalmology. Section 2. American

Academy of Ophthalmology. San Franscisco. 2008-2009: 36.

4. Pepperl JE, et al. Conjungtiva in : Duane’s Clinical Ophalmologi (CD-

ROM). Philadelphia Lippincot William and Wilkins Publisher. 2003.

5. Lang GK. Conjuctiva in : Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas. 2nd

Edition. Thieme. New York. 2006: 67-9.

6. Snell RS, Lemp MA. The Ocular Appendages in: Clinical Anatomy of The

Eye. 2nd Edition. Blackwell Science. 1998 : 108-14

7. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. 2008. FK UI. Jakarta

8. Vaughan, Daniel G. Oftalmologi Umum,2000. Widia Meka. Jakarta

9. Graham, R. K. Subconjuntival Hemorrhage. 1st Edition. 2009. Medscape’s

Continually Updated Clinical Reference. Diakses tanggal 29 Mei 2016,

dari http://emedicine.medscape.com/article/1192122-overview

10. Kaimbo D, Kaimbo Wa. Epidemiology of traumatic and spontaneous

subconjunctival haemorrhages in Congo. Congo. 2008. Diakses pada

tanggal 29 Mei 2016, dari http//pubmed.com/ Epidemiology of traumatic

and spontaneous subconjunctival haemorrhages in Congo/943iure

18
11. American Academy. 2009. Subconjunctival Haemorrhages. Amerika

19

Anda mungkin juga menyukai