Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker adalah segolongan penyakit yang ditandai dengan pembelahan

sel yang tidak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk

menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung

di jaringan yang bersebelahan (invasi) maupun dengan migrasi sel ke

tempat yang jauh (metastasis).

Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) adalah salah satu metode uji

toksisitas yang banyak digunakan dalam penelusuran senyawa bioaktif

yang bersifat toksik dari bahan alam. Metode ini dapat digunakan sebagai

bioassay-guided fractionation dari bahan alam, karena mudah, cepat,

murah dan cukup reproducible.

Toksisitas adalah efek berbahaya dari bahan kimia suatu obat pada

organ target, berhubungan dengan kanker yang merupakan salah satu

ancaman utama di bidang kesehatan. Guna mendukung pencarian obat

kanker yang spesifik, saat ini banyak dilakukan penggalian dari bahan-

bahan alam. Sekarang, kita dapat menggunakan tanaman sebagai obat

kanker. Sehingga perlu dilakukan penelitian-penelitian yang berguna bagi

pengembangan dalam pemanfaatan flora yang ada secara maksimal alam

termasuk untuk pengobatan kanker.


Dilakukan penelitian, guna mendukung pencarian obat kanker yang

spesifik, dari bahan-bahan alam. Oleh karena itu, perlu dilakukan

penelitian-penelitian yang berguna bagi pengembangan dalam

pemanfaatan flora yang ada secara maksimal alam termasuk untuk

pengobatan kanker.

Dalam mempelajari toksisitas yang paling awal dilakukan adalah

dengan menggunakan kematian dari hewan percobaan sebagai suatu

respon dari pengaruh suatu senyawa yang diuji. Angka kematian hewan

percobaan dihitung sebagai Median lethalconcenration.

Metode pengujian BST dengan menggunakan Artemia salina dianggap

memiliki korelasi dengan daya sitotoksik senyawa-senyawa antikanker,

sehingga sering dilakukan untuk skrining awal pencarian senyawa

antikanker. Metode ini memiliki keuntungan dimana hasil yang diperoleh

lebih cepat (24 jam), tidak mahal, mudah pengerjaannya dari pengujian

inilah efek toksik dapat diketahui atau diukur dari kematian larva karena

pengaruh bahan ujidan hasilnya dapat dipertanggung jawabkan.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari percobaan ini adalah, Bagaimana

aktifitas sitotoksik dari tanaman herba krokot (Portulaca oleraceae L.)

terhadap pertumbuhan larva udang (Artemia salina Leach)?


C. Maksud dan Tujuan

1. Maksud

Adapun maksud dari praktikum ini adalah untuk mengetahui

aktifitas sitotoksik dari tanaman herba krokot (Portulaca oleraceae L.)

terhadap pertumbuhan larva udang (Artemia salina Leach).

2. Tujuan

Adapun tujuan pada percobaan ini adalah untuk mengamati

aktifitas sitotoksik dari tanaman herba krokot (Portulaca oleraceae L.)

terhadap pertumbuhan larva udang (Artemia salina Leach).

D. Manfaat Praktikum

1. Manfaat Teoritis

Adapun manfaat teoritis dari percobaan ini adalah sebagai dasar

atau sumber informasi bagi mahasiswa lainnya yang ingin mengetahui

efek terapi dari obat tersebut terhadap hewan coba.

2. Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis dari percobaan ini adalah sebagai rujukan

atau informasi bagi masyarakat tentang penyakit aktifitas sitotoksik

dari tanaman herba krokot (Portulaca oleraceae L.)

HIPOTESIS
Adapun hipotesis dari percobaan ini adalah adanya pengaruh

aktifitas sitotoksik dari tanaman herba krokot (Portulaca oleraceae L.)

terhadap pertumbuhan larva udang (Artemia salina Leach).


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Umum

Kanker adalah segolongan penyakit yang ditandai dengan

pembelahan sel yang tidak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut

untuk menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan

langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) maupun dengan

migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis). Pertumbuhan yang tidak

terkendali tersebut disebabkan oleh kerusakan DNA dan menyebabkan

mutasi di gen vital yang mengontrol pembelahan sel pada jaringan dan

organ (Lodish, 2000).

Untuk obat yang struktur kimianya belum diketahui dan untuk

sediaan tak murni atau campuran dari beberapa zat aktif , metode

spektrofotometer ultraviolet/ infrared, dan polarograf tidak dapat

dilakukan. Obat-obat ini diukur dengan metode biologis, yaitu dengan

bio-assay, dimana aktivitas ditentukan oleh organisme hidup (hewan,

kuman) dengan membandingkan efek obat tersebut dengan efek suatu

standar internasional (Tjay, 2007).

Sel kanker timbul dari sel tubuh yang normal, tetapi mengalami

transformasi atau perubahan menjadi ganas oleh bahan-bahan yang

bersifat karsinogen (agen penyebab kanker) ataupun karena mutasi

spontan. Transformasi sejumlah gen menjadi gen mutan disebut

neoplasma atau tumor. Neoplasma merupakan jaringan abnormal yang


terbentuk akibat aktivitas proliferasi yang tidak terkontrol (neoplasia).

Sel neoplasma mengalami perubahan morfologi, fungsi, dan siklus

pertumbuhan, yang pada akhirnya menimbulkan disintegrasi dan

hilangnya komunikasi antarsel (Lodish,2000).

Sel kanker mengganggu sel induk karena menyebabkan desakan

akibat pertumbuhan tumor, penghancuran jaringan tempat tumor

berkembang atau bermetastasis, dan gangguan sistemik lain sebagai

akibat sekunder dari pertumbuhan sel kanker (Nafrialdi,2007).

Agen penyebab kanker disebut karsinogen. Penyebab tunggal

untuk terjadinya kanker hingga saat ini belum diketahui. Namun

demikian, berdasarkan laporan berbagai penelitian dapat diketahui

bahwa karsinogen digolongkan ke dalam 4 golongan yaitu :

a. Bahan kimia, karsinogen bahan kimia melalui metabolisme

membentuk gugus elektrofilik yang kurang muatan elektron, sebagai

hasil antara, yang kemudian dapat berikatan dengan pusat-pusat

nukleofilik pada protein, RNA dan DNA.

b. Virus, contohnya adalah pada golongan virus DNA seperti virus

hepatitis B yang menyebabkan kanker hati.

c. Radiasi, terutama radiasi ultraviolet dengan panjang gelombang 290-

370 nm berkaitan dengan terjadinya kanker kulit.

d. Agen biologis, antara lain hormon estrogen yang membantu

pembentukan kanker payudara dan kanker rahim.


e. Brine Shimp Lethality Test (BSLT) merupakan salah satu metode uji

toksisitas yang banyak digunakan dalam penelusuran senyawa

bioaktif yang toksik dari bahn alam. Metode ini menunjukkan aktifasi

farmakologis yang luas, tidak spesifik dan dimanifestasikan sebagai

toksisitas senyawa terhadap larva udang (Artemia Salina Leach)

(Anonim,2011).

B. Uraian Bahan

1. Air Suling (Ditjen POM,1979)

Nama resmi : Aqua destillata

Sinonim : Air suling, aquadest

RM/BM : H2O / 18,02

Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna; tidak berbau;

tidak mempunyai rasa.

Penyimpanan : Dalam wadah tertrutup baik.

Kegunaan : Sebagai pelarut

2. Air laut

Komposisi :

Air 96,5 %

Garam 3,5 %

Dalam 3,5% garam mengandung :

a. Senyawa Klorida 55% wt

b. Senyawa Sulfat 7,7% wt

c. Sodium 30,6% wt
d. Calcium 1,2% wt

e. Potassium1,1% wt

f. Magnesium 3,7% wt

g. Lain-lain 0,7% wt

3. Ekstrak ragi (Ditjen POM, 1979)

Nama resmi : Ekstrak ragi

Sinonim : Sari ragi

Pemerian : Kuning kemerahan sampai coklat, bau

khas tidak busuk

Kelarutan : Larut dalam air, membentuk larutan

kuning sampai coklat, bereaksi asam

lemah

Penyimpanan : Dalam wadah tertrutup baik.

Kegunaan : Sebagai sumber makanan Artemia salina

4. Etanol (Dirjen POM, 1979:65)

Nama resmi : Aetanolum

Sinonim : Etanol, alkohol

BM/RM : 46,0 / C2H5OH

Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, mudah

menguap dan mudah bergerak, bau khas,

rasa panas mudah terbakar dengan

memberikan nyala biru yang tidak

berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dal;am air dan

kloroform dan dalam eter P.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai antiseptik

C. Uraian Tanaman

Klasifikasi

Kingdom :Plantae

Divisi :Magnoliophyta

Kelas :Magnoliopsida

Ordo :Caryophyllales

Family :Portulaceaceae

Genus :Portulaca

Species :Portulaca oleracea L

D. Uraian Hewan Coba

Larva Udang (Artemia salina Leach)

Klasifikasi (Mudjiman, 1998)

Filum : Arthopoda

Divisio : Crustaceae

Subdivisio : Branchiopoda

Ordo : Anostraca

Famili : Artemiidae

Genus : Artemia

Species : Artemia salina


Morfologi (Mudjiman, 1998)

Udang (Artemia salina) mengalami beberapa fase hidup, tetapi

secara jelas dapat dilihat dalam tiga bentuk yang sangat berlainan,

yaitu bentuk telur, larva (nauplii) dan artemia dewasa. Telur yang

baru dipanen dari alam berbentuk bulat dengan ukuran 0,2-0,3 mm.

Telur yang menetas akan berubah menjadi larva. Telur yang baru

menetas ini berukuran kurang lebih 300 µ. Dalam pertumbuhannya

larva mengalami 15 kali perubahan bentuk yang merupakan satu

tingkatan hidup, setelah itu berubah menjadi artemia dewasa.

Waktu yang diperlukan sampai menjadi artemia dewasa umumnya

sekitar 2 minggu. Berbentuk silinder dengan panjang 12-15 mm.

Tubuh terbagi atasl bagian kepala, dada dan perut. Pada bagian

kepala terdapat 2 tangkai mata, 2 antena dan dua antenula. Dada

terbagi atas 12 segmen yang masing-masing mempunyai sepasang

kaki renang. Perut ternagi atas 8 segmen. Dapat hidup dalam air

dengan suhu 25o-30oC dan pH sekitar 8-9.

E. Uraian Tentang Larva (Mudjiman, 1998)

Telur-telur yang kering direndam dalam air laut yang bersuhu

25oC akan menetas dalam waktu 24-36 jam. Dari dalam

cangkangnya keluarlah burayak (larva) yang juga dikenal dengan

istilah nauplius. Dalam perkembangan selanjutnya, burayak akan

mengalami 15 kali perubahan bentuk (metamorfosis). Burayak

tingkat I dinamakan instar, tingkat II instar II, tingkat III Instar III,
demikian seterusnya sampai Instar XV. Setelah itu berubahlah

mereka menjadi artemia dewasa.

Burayak yang baru saja menetas masih dalam tingkat Instar I

bentuknya bulat lonjong dengan panjang sekitar 400 mikron (0,4

mm) dan beratnya 15 mikrogram. Warnanya kemerah-merahan

karena masih banyak mengandung makanan cadangan. Oleh

karena itu, mereka masih belum perlu makanan.

Anggota badannya terdiri dari sungut kecil (antenula atau antena

I dan sepasang sungut besar (antenna II). Dibagian depan

diantara kedua sungut kecilnya terdapat bintik merah yang tidak

lain adalah mata naupliusnya (oselus). Dibelakang sungut besar

terdapat sepasang mandibula (rahang) dan rudimenter kecil.

Sedangkan dibagian perur (ventral) sebelah depan terdapatlah

labrum.

Pada pangkal sungut besar (antena II) terdapat bangunan

seperti duri yang menghadap ke belakang (gnotobasen seta)

bangunan ini merupakan cirri khusus untuk membedakan

burayak instar I, instar II dan instar III. Pada burayak instar I

(baru menetas) gnotobasen setanya masih belum berbulu dan

juga belum bercabang.

Sekitar 24 jam setelah menetas, burayak akan berubah menjadi

instar II. Lebih lama lagi akan berubah menjadi instar III.Pada

tingkatan II, gnotobasen setanya sudah berbulu tapi masih belum


bercabang. Sedangkan pada instar III, selain berbulu

gnotobasen seta tersebut sudah bercabang II.

Pada tingkatan instar II, burayak mulai mempunyai mulut,

saluran pencernaan dan dubur. Oleh karena itu, mereka mulai

mencari makan, bersamaan dengan itu, cadangan makanannya

juga sudah mulai habis. Pengumpulan makanannya dengan cara

menggerak-gerakkan antena II-nya. Selain itu untuk

mengumpulkan makanan antena II juga berfungsi untuk

bergerak. Tubuh instar II dan instar III sudah lebih panjang dari

instar I.

Pada tingkatan selanjutnya, disebelah kanan dan kiri mata

nauplius mulai terbentuk sepasang mata majemuk. Mula-mula

masih belum bertangkai. Kemudian secara berangsur-angsur

berubah menjadi bertangkai. Selain itu, dibagian samping

badannya (kanan dan kiri) juga berangsur-angsur tumbuh tunas

kakinya (torakopada). Mula-mula tumbuh dibagian depan

kemudian berturut-turut disusul oleh bagian-bagian yang lebih ke

belakang. Setelah menjadi instar XV, kakinya sudah lengkap

sebanyak 11 pasang, maka berakhirlah masa burayak, dan

berubah menjadi artemia dewasa.


BAB III

METODE PENELITIAN

A.Jenis Penelitian

Jenis percobaan yang digunakan adalah eksperimental laboratorium

B.Waktu dan Lokasi Percobaan

Lokasi percobaan praktikum di Laboratorium Farmakologi Fakultas

Farmasi Universitas Muslim Indonesia dan waktu percobaan yaitu hari

rabu, 5 April 2017.

C. Populasi dan Sampel

Hewan uji yang dipakai adalah larva udang (Artemia salina Leach).

Sampel yang digunakan adalah tanaman herba krokot (Portulaca

oleraceae L.)

D. Bahan dan Alat

1. Bahan

Adapun bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah

vermapin, air laut, aluminium foil, aquadest, tanaman herba krokot

(Portulaca oleraceae L.), larva udang(Artemia salina Leach) dan

etanol.

2. Alat

Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini adalah vial,

hairdryer, statif, toples, plastic, karet, lampu pijar dan aerator.


3. Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan dalam percobaan ini adalah larva udang

(Artemia salina Leach).

E. Prosedur Kerja

1. Pemilihan dan Pemeliharaan Hewan Coba

1. Direndam sebanyak 50 mg telur Artemia salina Leach ke dalam

200 ml air laut pada kondisi pH 8-8,5 dibawah cahaya lampu dan

suhu 25oC yang dilengkapi aerator.

2. Setelah 24 jam telur akan menetas dan menjadi larva. Larva yang

telah berumur 48 jam akan digunakan sebagai hewan uji untuk diuji

aktivitas toksisnya

2. Penyiapan bahan

A. Pembuatan suspensi ragi

1. Disiapkan alat dan bahan

2. Ditimbang ragi 10 mg

3. Ditambahkan dengan 10 ml air suling lalu diaduk lagi hingga

homogen

4. Disimpan ragi tersebut pada gelas ukur dan siap digunakan

B. Pembuatan Ekstrak etanol buah mengkudu 1%

1. Disiapkan alat dan bahan

2. Ditimbang ekstrak etanol herba krokot (Portulaca oleracea

L)100 mg
3. Dimasukkan ekstrak yang telah ditimbang ke dalam vial

4. Ditambahkan etanol sampai dengan 10 ml

3. Perlakuan hewan coba

1. Dikalibrasi vial dengan menggunakan air laut sampai volume 10

ml

2. Dimasukkan sampel uji (Ekstrak etanol daun Johar) dengan

berbagai konsentrasi yaitu1 µl, 10 µl, 100 µl, dan 1000 µl)

kedalam vial yang telah dikalibrasi lalu diangin-anginkan untuk

dikeringkan

3. Dimasukkan setengah air laut kedalam vial yang telah dikalibrasi

4. Dimasukkan 10 ekor larva Artemia salina ke dalam masing-

masing vial yang berisi sampel uji (ekstrak etanol herba krokot

(Portulaca oleracea L)dengan berbagai konsentrasi yaitu 1 µl, 10

µl, 100 µl, dan 1000 µl dan larutan kontrol (Air laut).

5. Ditambahkan 1 tetes suspensi ragi kedalam vial

6. Dicukupkan volumenya sampai dengan batas kalibrasi 10 ml

dengan menggunakan air laut

7. Dilakukan replikasi sebanyak lima kali untuk tiap-tiap

konsentrasi.

8. Disimpan vial-vial uji di tempat yang cukup mendapat sinar

lampu

9. Dilakukan pengamatan setelah 24 jam terhadap larva yang mati.

10. Dicatat hasil pengamatan jumlah larva yang mati.


BAB IV

HASIL DAN PENGAMATAN

A.Hasil Penelitian

Tabel Pengamatan

Sampel Replika Jumlah larva mati Kontrol


si Pada konsentrasi
1 µg 10 µg 100 µg 1000 µg

Ekstrak

etanol herba 1 2 0 2 8 0

krokot

(Portulaca 2 5 0 6 8 5

oleracea L).
3 5 0 6 7 1

Jumlah 12 0 14 23 6
% Kematian 40 % 0% 46,6 % 76,6 % 20 %

X X2 Y Y2 XY

0 0 4,75 22,56 0

1 1 0 0 0

2 4 4,92 24,20 48,4

3 9 4,16 17,30 51,9

∑𝑿 = 𝟔 ∑𝑿𝟐 = 𝟏𝟒 ∑𝒀 = 𝟏𝟑, 𝟖𝟑 ∑𝒀𝟐 = 𝟒𝟒, 𝟎𝟔 ∑𝑿𝒀 = 𝟏𝟎𝟎, 𝟑


Tabel Faktor Koreksi

X N Y W NW

0 30 4,75 0,616 18,48

1 30 0 0 0

2 30 4,92 0,634 19,02

3 30 4,16 0,503 15,09

∑𝑿 = 𝟔 ∑𝑵 = 𝟗𝟎 ∑𝒀 = 𝟏𝟑, 𝟖𝟑 ∑𝑾 = 𝟏, 𝟕𝟓𝟑 ∑𝑵𝑾 = 𝟓𝟐, 𝟓𝟗

B. Pembahasan

Kanker adalah segolongan penyakit yang ditandai dengan pembelahan

sel yang tidak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk

menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung

di jaringan yang bersebelahan (invasi) maupun dengan migrasi sel ke

tempat yang jauh (metastasis).

Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) adalah salah satu metode uji

toksisitas yang banyak digunakan dalam penelusuran senyawa bioaktif

yang bersifat toksik dari bahan alam. Metode ini dapat digunakan sebagai

bioassay-guided fractionation dari bahan alam, karena mudah, cepat,

murah dan cukup reproducible.

Dalam percobaan kali ini digunakan 4 variasi konsentrasi yang

berbeda masing-masing konsentrasi 1, 10, 100 dan 1000 µg/ml untuk

membandingkan toksisitas dan efek toksik yang ditimbulkan masing-

masing konsentrasi tersebut. Setelah itu, untuk melihat pada konsentrasi


berapakah larva udang mengalami LC50. Dan air laut sebagai kontrol

dimaksudkan untuk melihat apakah respon kematian dari sampel dan

bukan dari laut. Selain itu digunakan ekstrak n-heksan daun mengkudu

karena tanaman tersebut memiliki khasiat sebagai obat antikanker.

Dengan berdasarkan pada pemikiran bahwa efek farmakologi adalah

toksikologi sederhana pada dosis yang rendah dan sebagian besar

senyawa antitumor adalah sitotoksik, maka Brine Shrimp Lethality Test

(BSLT) dapat digunakan sebagai uji pendahuluan senyawa antitumor.

Senyawa yang mempunyai kemampuan membunuh larva udang

diperkirakan juga mempunyai kemampuan membunuh sel kanker dalam

kultur sel.

Berdasarkan praktikum yang dilakukan, maka didapatkan nilai LC50dari

pengujian metode BSLT menggunakan herba krokot yaitu = 47,86 µg/ml –

15,43 µg/ml .
DAFTAR PUSTAKA

Lodish, H dkk. 2004. Molecular Cell Biology, 5th ed. WH Freeman:New

York.

Nafrialdi, S. Gan. 2007. Farmakologi dan Terapi edisi ke-5. Gaya Baru :

Jakarta.

Tjay, Tan Hoan. 2007. Obat-Obat Penting Gramedia: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai