Makalah Pemanis Stevia
Makalah Pemanis Stevia
Oleh:
Rico Fernando T. B.1411097
Siti Dita Aditianingsih B.1410880
Afrilia Nurfitiani B.1410998
1
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN...............................................................................................1
1.2 Tujuan.............................................................................................................1
II. PEMBAHASAN.................................................................................................2
III. KESIMPULAN...............................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................11
2
I. PENDAHULUAN
I.2 Tujuan
1. Mengetahui kandungan daun stevia
2. Mengetahui proses pengolahan dan fitokimia daun stevia
3. Mengetahui karakteristik daun stevia
4. Mengetahui kegunaan dan keunggulan daun stevia.
5. Mengetahui perbandingan pemanis stevia dan pemanis sintetis
1
II. PEMBAHASAN
2
2.2 Proses Pengolahan Pemanis Stevia
Proses pengolahan pemanis stevia terdiri dari proses panen dan pasca panen.
Namun, pada makalah ini hanya akan dibahas proses pasca panen. Salah satu
proses yang sangat mempengaruhi dalam pengolahan pemanis stevia dalah proses
ekstraksi. Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut
cair. Proses ekstraksi secara umum dapat dilakukan dengan cara maserasi,
perkolasi, refluks, ekstraksi dengan alat soxhlet, digesi, dan infusa. Proses
pengolahan pemanis stevia terdiri dari beberapa tahap, yaitu pengeringan,
ekstraksi, dan pemurnian.
Pencucian
Pengecilan Ukuran
Pengeringan
(T: 40-70 OC, t: 5-24 jam)
Ekstraksi
(T: 100 OC, t: 30 menit
Penyaringan
Pemurnian
Spray Dryer
Finish product
Tahap awal dalam pengolahan pemanis stevia adalah pencucian. Daun stevia
yang telah dipetik dan disortasi dicuci terlebih dahulu sebelum dikeringkan.
Tujuannya adalah menghilangkan kotoran yang menempel pada permukaan daun,
seperti pasir, debu, dan tanah. Setelah pencucian, tahap selanjutnya adlah
pengecilan ukuran. Pengecilan ukuran dilakukan dengan menggunakan blender
kering atau dapat juga menggunakan mortar, kemudian dilakukan penyeragaman
ukuran menggunakan saringan mesh (40-80 mesh). Pengecilan ukuran sangat
penting peranannya karena dengan direduksinya ukuran maka luas permukaan
bahan per satuan berat menjadi luas dan kontak yang terjadi dengan pelarut akan
semakin efisien (Herdimas dan Wahono 2014).
3
Pengeringan stevia bertujuan untuk menurunkan kadar air sehingga
mikroorganisme dan enzim tidak berkembang. Pengeringan daun stevia dapat
dilakukan dengan menjemur di bawah sinar matahari atau dengan alat pengering
oven. Pengeringan stevia dapat dilakukan pada suhu 40-50OC selama 24-48 jam
(Mishra et al 2010 di dalam Djajadi 2014) atau 70 OC selama 5 jam. Proses akhir
pengeringan ditandai dengan daun stevia yang berwarna hijau kekuningan. Mutu
daun stevia kering berkadar air maksimum 10%. Proses pengeringan akan
membutuhkan waktu yang lebih cepat dengan semakin tingginya suhu
pengeringan. Hal ini disebabkan karena dengan meningkatnya suhu maka
penguapan air dalam bahan akan lebih cepat. Kadar air pada daun diharapkan
maksimum 10%. Semakin rendah kadar air daun stevia maka daya simpan
semakin lama dan kerusakan akibat aktifitas serangga, jamur, dan enzim semakin
kecil (Erliza dan Fifi 2010). Suhu pengeringan mempengaruhi penampakan daun
stevia kering yang dihasilkan. Pada suhu 60 OC, warna daun masih hijau
sedangkan pengeringan di atas 60OC menyebabkan daun menjadi coklat. Hal ini
didukung oleh penelitian Atmawinata (1986) di dalam Erliza dan Fifi (2010)
menyatakan bahwa warna daun stevia menjadi hijau kecoklatan pada suhu
pengeringan di atas 80OC. Perubahan warna ini diakibatkan oleh reaksi maillard,
yaitu reaksi antara gula pereduksi dengan asam amino. Kemungkinan lain adalah
terbentuknya senyawa pheophytin akibat reaksi antara klorofil dengan semua
asam yang menguap pada waktu proses pengeringan. Untuk mendapatkan daun
kering yang berkadar air rendah, kadar steviosida tidak berubah dan masih
berwarna hijau dan maka dipilih pengeringan dengan suhu 60 OC selama 10 jam
(Erliza dan Fifi 2010). Setelah dikeringkan, tahap selanjutnya adalah proses
ekstraksi.
Proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut air yang bersifat
polar. Hal ini dikarenakan senyawa glikosida bersifat polar. Sebelum diekstrak,
daun stevia kering dapat juga diperkecil ukurannya. Pengecilan ukuran sangat
penting peranannya karena dengan direduksinya ukuran maka luas permukaan
bahan per satuan berat menjadi luas dan kontak yang terjadi dengan pelarut akan
semakin efisien. Semakin kecil ukuran partikel akan memperluas permukaan
bidang singgung zat pelarut dengan bahan yang diekstrak sehingga komponen
stevioside yang terkekstrak akan semakin tinggi (Herdimas dan Warhono 2014).
Proses ekstraksi dapat dilakukan pada suhu 70-100 OC selama 30-60 menit. Proses
ekstraksi dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu suhu ekstraksi, waktu ekstraksi, dan
perbandingan pelarut.
Suhu ekstraksi berpengaruh terhadap ekstraksi, semakin tinggi suhu maka
akan mempercepat ekstraksi sehingga hasilnya juga akan bertambah sampai titik
jenuh tertentu. Pada suhu 100OC, diperoleh kadar stevioside dan total gula dengan
jumlah paling besar. semakin tinggi suhu mengakibatkan pori-pori pada bubuk
stevia cenderung lebih terbuka, sel-sel akan mudah hancur dan melarutkan
stevioside dalam air lebih cepat sehingga meningkatkan jumlah stevioside yang
terekstrak (Herdimas dan Warhono 2014). Hal ini sesuai dengan hukum Fick
(Fick’s law of diffusion) yang menyatakan bahwa suhu berpengaruh nyata
terhadap kecepatan difusi air. Semakin tinggi suhu ekstraksi maka nilai difusivitas
efektif pelarut dan nilai koefisien transfer massa cenderung meningkat. Selain
waktu, faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan ekstraksi adalah waktu
ekstraksi. Semakin lama ekstraksi maka komponen yang terekstrak bertambah
4
sampai titik jenuh tertentu. Semakin lama waktu ekstraksi maka akan memberikan
kesempatan untuk bersentuhan antara bahan dengan pelarut semakin besar
sehingga komponen bioaktif dalam larutan akan meningkat hingga mencapai titik
jenuhnya (Herdimas dan Warhono 2014). Herdimas dan Warhono (2014)
menyatakan suhu ekstraksi terbaik adalah pada suhu 100OC dengan waktu
ekstraksi selama 30 menit.
Perbandingan jumlah pelarut dengan bahan berpengaruh terhadap efisiensi
ekstraksi tetapi jumlah yang berlebihan tidak akan mengekstrak lebih banyak.
Pada jumlah tertentu, pelarut dapat bekerja secara optimal. Semakin besar
perbandingan air dengan bubuk stevia maka kadar stevioside pada sari stevia
semakin kecil, hal ini dikarenakan semakin besar perbandingan air pelarut yang
ditambahkan maka semakin besar fraksi air sehingga kadar stevioside dalam
larutan mengalami penurunan. Herdimas dan Warhono (2014) menyatakan kadar
stevioside dan total gula terbesar terdapat pada perbandingan air dengan bahan
sebesar 1:30 (b/v). Setelah proses selesai, campuran disaring menggunakan kertas
saring atau kain saring untuk memisahkan filtrat dengan residu.
Filtrat yang diperoleh berwarna coklat kemerahan sampai hijau kehitaman.
Warna ini diperkirakan berasal dari senyawa bukan gula yang terkandung pada
daun stevia, seperti klorofil, alkaloid, tanin, steroid, flavonoid dan makromolekul
yang larut dalam air (Erliza dan Fifi 2010). Cramer dan Ikan (1986) di dalam
Erliza dan Fifi (2010) menyatakan bahwa daun tanaman stevia rebaudiana
mengandung campuran dari diterpen, triterpen, tanin, stigmasterol, minyak yang
mudah menguap dan delapan senyawa manis diterpen glikosida. Delapan
glikosida diterpen yang menyebabkan daun tersebut terasa manis, yaitu steviosida,
steviolbiosida, rebaudiosida A – E dan dulkosida A. Selain itu juga stevia
mengandung protein, karbohidrat, fosfor, besi, kalsium, potasium, sodium,
flavonoid, zinc (Seng), vitamin C dan vitamin A (Elkins 1997) di dalam Erliza dan
Fifi 2010).
Proses pemurnian pada ekstrak gula stevia bertujuan untuk menghilangkan
dan memisahkan senyawa glikosida dengan senyawa pengotor yang
mempengaruhi penampakan dan sifat organoleptik gula dari ekstrak daun stevia.
Pemurnian gula stevia umumnya dilakukan menggunakan proses pertukaran ion,
kromatografi, fixed-bed reaktor menggunakan zeolite atau adsorben (Mantovaneli
et al., 2004 di dalam Erliza dan Fifi 2010). Proses tersebut cukup kompleks dan
menggunakan banyak bahan kimia dan menghasilkan residu, sehingga perlu
dilakukan modifikasi proses yang dapat mengurangi penggunaan bahan kimia dan
residu. Proses membran filtrasi dapat memisahkan kotoran bukan gula dari larutan
stevia tanpa menggunakan bahan kimia. Membran filtrasi merupakan proses
pemisahan yang dipacu oleh tekanan dengan tujuan untuk memisahkan
komponen-komponen dalam suatu campuran secara selektif melalui fasa antara
(membran) sehingga menghasilkan aliran konsentrat (retentat) dari aliran filtrat
(permeat). Pemurnian dengan metode membran filtrasi didasarkan pada persen
kerjernihan. Semakin tinggi persen kejernihan (%T), maka semakin banyak
kotoran-kotoran yang tersaring oleh membran (Erliza dan Fifi 2010). Setelah
proses pemurnian, ekstrak dikeringkan dengan menggunakan spray dryer.
Pengeringan dengan spray dryer bertujuan mengubah ekstrak stevia menjadi
serbuk stevia. Pada spray dryer, ekstrak stevia yang akan dikeringkan
dihamburkan dengan menggunakan nozzle membentuk butiran-butiran partikel
5
kecil. Butiran-butiran partikel kecil tersebut dikontakkan secara langsung dengan
udara panas dan tekanan tinggi sehingga membentuk serbuk. Penggunaan spray
dryer mempunyai efektifitas pengeringan yang baik sehingga dapat dioperasikan
pada suhu yang relatif rendah dan dapat langsung menghasilkan produk serbuk
(Djaeni et al 2012). Proses pengeringan ekstrak stevia dengan spray dryer
dilakukan pada suhu 170 OC. Produk akhir yang diperoleh berupa serbuk berwarna
putih.
6
2.5 Karakteristik Daun Stevia
Pemanis stevia memiliki sifat zero calories (Tidak berkalori). Senyawa yang
memberikan efek manis pada gula stevia adalah glikosida steviol. Di dalam tubuh,
glikosida steviol tidak mampu dicerna oleh enzim dalam usus sehingga glikosida
steviol tidak dapat terserap dan melewati saluran pencernaan menuju kolon.
Bakteri usus kemudian akan memecah unit glukosa pada senyawa stevioside
sedangkan rantai steviol akan dilepaskan dan kemudian berikatan dengan asam
glukoronat yang akhirnya dikeluarkan melalui urin. Oleh sebab itu, pemanis stevia
tidak memberikan kalori ( Priscilla 2015).
Senyawa steviosida pada pemanis stevia memiliki efek farmakologis
hipoglikemik untuk menurunkan kadar gula dalam darah. Steviosida dan
komponen-komponen yang terkait (steviol dan rebaudisida) mempengaruhi
sekresi dan sensitivitas insulin sehingga dapat memperbesar pengurangan
akumulasi gula dalam darah. Steviosida juga dapat menghambat penyerapan
glukosa di usus dan pembentukan glukosa di liver dengan cara mengubah
aktivitas beberapa enzim penting yang terlibat dalam sintesis glukosa, sehingga
dapat mengurangi penumpukan glukosa pada plasma darah (Chatsudthipong dan
Muanprasat, 2009 di dalam Yohanes et al 2011). Hal ini dijelaskan oleh Jeppesen
et al (2003) di dalam bahwa steviosida bekerja dengan meningkatkan kandungan
insulin dalam sel INS-1, yaitu dengan menginduksi gene yang terlibat dalam
glikolisis. Steviosida mengatur ekspresi liver-jenis piruvat dan asetil koenzim A
(CoA) karboksilase dan ekspresi karnitin palmitoil transferase 1 (CPT-1), rantai
panjang asil-CoA dehidrogenase, sistolik epoksida hidrolase, dan 3-oksoasil-
CoAtiolase. Selain itu, steviosid juga memperbaiki mekanisme nutrient sensing,
meningkatkan rantai panjang sitolik fatty asil-CoA dan mengatur bagian bawah
fodfodiesterase 1 (PDE1). Oleh karena itu, pemanis stevia dapat menurunkan
indeks glikemik.
Konsumsi gula (sukrosa) yang tinggi dapat menyebabkan gigi berlubang.
Bakteri yang berada di mulut, seperti Streptococci mutans akan
memfermentasikan gula menjadi asam. Asam ini menempel pada email gigi yang
menyebabkan gigi berlubang. Steviosida pada pemanis stevia tidak dapat
7
difermentasi oleh bakteri mulut sehingga tidak dapat menghasilkan asam yang
dapat merusak gigi (Raini dan Isnawati 2011). Oleh karena itu, pemanis stevia
memiliki sifat tooth friendly. Penggunaan pemanis stevia pada industri pangan
sangat luas. Pemanis stevia bersifat stabil pada suhu tinggi pH antara 3 – 9
(Herdimas dan Wahono 2014). Selain itu, pemanis stevia tidak menimbulkan rasa
pahit. Rasa pahit pada yang disebabkan oleh senyawa tanin dan flavonoid telah
dipisahkan memalui proses pemurnia sehingga stevia tidak menimbulkan rasa
pahit pada produk akhirnya.
Tanaman Stevia dapat tumbuh pada daerah dengan suhu 9-430C. Tanaman
ini tidak tahan dengan suhu dingin dan tidak akan tumbuh pada daerah dengan
suhu dibawah 90C. Suhu optimal untuk pertumbuhan cepat adalah 20-240C.
Daun stevia berisi glycoside yang mempunyai rasa manis tapi tidak
menghasilkan kalori. Stevioside dan rebaudioside merupakan konstituen utama
dari glycoside dengan gabungan dari molekul gula yang berbeda seperti yang
terdapat pada tanaman stevia. Glycoside yang digunakan secara komersial
dinamakan stevioside yang memberikan rasa manis 250 – 300 kali dari gula. Daun
stevia selain mengandung pemanis glycoside (stevioside, rebauside, dan
dulcosida) juga mengandung protein, fiber, karbohidrat, fosfor, kalium, kalsium,
magnesium, natrium, besi, vitamin A, vitamin C, dan juga minyak
Rasa manis pada stevia disebabkan karena dua komponen yaitu stevioside (3
– 10% berat kering daun) dan rebaudioside (1 – 3%) yang dapat dinaikkan 250
kali manisnya dari sukrosa. Stevioside mempunyai keunggulan dibandingkan
pemanis buatan lainnya, yaitu stabil pada suhu tinggi (100°C), range pH 3 – 9,
dan tidak menimbulkan warna gelap pada waktu pemasakan. Gula stevia
berbentuk kristal dengan besar kristal antara 0,8-1,2 mm, memiliki titik leleh196-
198oC dengan pH 5-6 dan densitas 1,43-1,67 gr/ml (Buchori, L 2007)
Daun stevia mengandung paling sedikit delapan senyawa glikosida steviol,
yang kadarnya bervariasi. Diantara senyawa-senyawa tersebut kadar stevioside
dan rebaudioside a paling banyak yang terkandung dalam daun. Bervariasianya
kadar glikosida dalam daun stevia karena adanya enzim enzim glikotransferase.
Daun stevia juga memiliki kandungan asam amino essensial dan non essensial,
berikut tabel kandungan asam amino essensial dan non essensial :
Tabel 2 Kandungan Asam Amino Essensial dan Non Essensial Daun Stevia
8
Jenis-jenis asam amino essensial yang memiliki kadar tinggi dalam daun
stevia adalah histidin, metionin, dan treonin yaitu lebih dari 1 mg/100 g berat
kering, sedangkan kadar jenia asam non essensial tertinggi adalah tirosin (Djajadi
2014).
9
dan usia, tetapi kurang cocok bagi penderita diabetes. Oleh karena itu, diciptakan
pemanis yang dapat digunakan untuk penderita diabetes, yaitu pemanis sintesis.
Penggunaan pemanis sintesis pada awalnya ditujukan bagi penderita diabetes,
tetapi penggunaannya semakin meluas pada berbagai produk pangan. Namun,
penggunaan pemanis sintesis perlu diwaspadai karena dalam jumlah berlebihan
akan menimbulkan efek samping yang merugikan kesehatan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa beberapa jenis pemanis buatan berpotensi menyebabkan
tumor, keruskan organ, dan bersifat karsinogenik (Utomo et al 2012). Pemanis
sintesis yang telah diketahui bersifat karsinogenik dan merusak organ tubuh, yaitu
siklamat dan sakarin. Tidak seperti pemanis sintesis, pemanis alami tidak bersifat
karsinogenik dan tidak merusak organ tubuh, tetapi pemakaiannya berlebih dapat
menimbulkan masalah kegemukan dan diabetes. Salah satu alternatif pemanis
yang memiliki sifat tidak menaikkan kadar gula darah, tetapi tidak bersifat
karsinogenik adalah pemanis dari daun stevia. Stevia merupakan pemanis alami
tidak berkalori (natural non-caloric sweetener). Tidak seperti pemanis sintesis,
stevia tidak menimbulkan masalah kesehatan dan tidak bersifat karsinogenik.
Beberapa pemanis sintesis menunuukkan dapat menyebabkan tumor dan
bersifat karsinogenik sehingga penggunaanya dibatasi (ADI). Pemanis siklamat
misalnya hasil metabolisme dalam tubuh akan menghasilkan senyawa
sikloheksamina merupakan senyawa karsinogenik. Eskresinya memalui urine
dapat merangsang pertumbuhan tumor. Selain itu, siklamat dapat menyebabkan
atropi, yaitu terjadinya pengecilan testicular dan kerusakan kromosom Cahyadi
2006). Pemanis buatan dalam darah dapat menyebabkan kerusakan berbagai organ
termasuk organ hati. Hal ini diakibatkan oleh kemampuan pemanis buatan untuk
membentuk radikal bebas dalam tubuh serta menurunkan kemampuan antioksidan
sehingga dengan sendirinya akan terjadi stres oksidatif. Selain itu, dari berbagai
penelitian diketahui bahwa pemanis buatan secara langsung dapat menimbulkan
terjadinya gangguan dalam proses biokimia normal sistem hepatobilier dan juga
dapat menyebabkan nekrosis sel hati (Santosa 2005 di dalam Utomo et al 2012).
Utomo et al (2012) di dalam penelitiannya menyatakan bahwa natrium
sakarin yang diberikan dalam dosis tunggal memiliki sifat retensi atau tersisa
dalam organ tubuh mencit. Kalau diberi dosis terus menerus atau dosis berulang,
natrium sakarin yang tersisa mengalami akumulasi. Natrium sakarin yang
tertimbun dalam organ akan bersifat racun terhadap organ tersebut, akibatnya
organ akan mengalami kerusakan bahkan dapat menimbulkan tumor. Selain
natrium sakarin, pemanis buatan lain yang menimbulkan masalah kesehatan
adalah siklamat. Sebesar 0.1-8% dari total siklamat yang masuk ke dalam tubuh
manusia diubah menjadi sikloheksilamin, namun berbeda tiap individu untuk
jumlah yang diekskresikan (dapat mencapai 60% dari total yang masuk kedalam
tubuh) (Buss et al 1992 di dalam Utomo 2012). Sebagian siklamat yang tidak
diabsorbsi tubuh akan dikonversi oleh mikroflora gastrointestinal menjadi
sikloheksilamin yang dapat diabsorbsi oleh usus (Drasar et al 1972 Utomo 2012 ).
Penelitian yang dilakukan oleh Bauchinger et al (1970) di dalam Utomo 2012,
menunjukkan bahwa konsumsi siklamat secara rutin dalam jangka panjang
mengakibatkan terjadinya aberasi kromosomal pada limfosit dan kandung kemih.
Aberasi kromosom disebabkan oleh adanya interaksi antara sikloheksilamin dan
protein regulator gen kanker (Dick et al 1974 di dalam Utomo 2012).
10
Stevia tidak menimbulkan masalah kesehatan dan tidak bersifat
karsinogenik. Raini dan Isnawati 2011 di dalam penelitiannya menyimpulkan
bahwa senyawa steviosida pada stevia tidak bersifat karsinogenik pada tikus
Fischer 344 yang digunakan pada penelitian karena tidak ada bukti hispatologikal
neoplastik atau lesi non neoplastik yang digunakan sebagai indikator
karsinogenik. WHO juga melaporkan bahwa steviosida, rebaudiosida A dan
steviol (komponen pada stevia) tidak bersifat karsinogenik (Raini dan Isnawati
2011).
III. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Buchori, L. 2007. Pembuatan Gula Non Karsinogenik Non Kalori dari Daun
Stevia. Jurnal Reaktor. Vol. 11(2): 57-60.
Dian Y, Bambang S, dan Rini Y. 2014. Pengaruh Lama Ekstraksi Dan Konsentrasi
Pelarut Etanol Terhadap Sifat Fisika-Kimia Ekstrak Daun Stevia (Stevia
Rebaudiana Bertoni M.) Dengan Metode Microwave Assisted Extraction
(Mae). Jurnal Bioproses Komoditas Tropis. Vol.2 (1)
11
Erliza N dan Fifi I. 2010. Ultrafiltrasi Aliran Silang Untuk Pemurnian Gula
Stevia. Jurnal Teknologi Pertanian.
Madan, S.,et al. 2010. Stevia rebaudiana (Bert.) Bertoni – A Review. Indian
Journal of Natural Products and Resources. Vol. 1 (3): 267-286.
Mariana R dan Ani I. 2013. Khasiat dan Keamanan Stevia sebagai Pemanis
Pengganti Gula. Artikel
Raini, M dan Isnawati, A. 2011. Kajian: Khasiat Dan Keamanan Stevia Sebagai
Pemanis Pengganti Gula.
Y, Utomo., A, Hidayat., Dafip, M., dan Sasi, FA. 2012. Studi Histopatologi Hati
Mencit (Mus musculus L.) yang Diinduksi Pemanis Buatan. Jurnal MIPA.
Vol. 35 (2):122-129.
12