Anda di halaman 1dari 80

Bab I, Sistem Bilangan Hal 1

BAB I
SISTEM BILANGAN

Pendahulaun
Teknologi digital memungkinkan membentuk
suatu sistem digital kompleks, diantaranya dapat
berupa komputer digital. Dengan adanya komputer
digital dapat mempermudah dan mempercepat
perancangan, pembuatan peralatan elektronik
maupun devais elektronik, yang selanjutnya juga
akan membentuk suatu sistem komputer digital
yang lebih baik lagi dan lebih kompleks lagi.
Tanpa komputer digital hampir tak mungkin
melakukan monitoring maupun kontrol secara
real-time dari suatu sistem pesawat luar angkasa,
berbagai macam sistem industri manufaktur,
industri jasa dan industri lainnya. Semua sistem
monitoring dan kontrol ini ditujukan untuk
membantu pemrosesan data secara otomatis.
Komputer dapat juga dipergunakan untuk
perancangan sistem, maupun pemodelan.
Walaupun pada awalnya ditujukan untuk

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab I, Sistem Bilangan Hal 2

komputasi numerik. Untuk keperluan itu


dipergunakan elemen diskrit yang membentuk
informasi digital.
Informasi elemen diskrit dalam suatu sistem
digital direpresentasikan dalam besaran fisis yang
disebut sinyal digital. Sinyal digital ini umumnya
berupa sinyal arus maupun sinyal tegangan. Secara
digital sinyal tersebut memiliki dua nilai diskrit
yang disebut biner. Satu unit informasi terkecil
dari sinyal digital disebut bit (binary digit).
Informasi yang terkandung dalam besaran
diskrit dapat berasal dari sifat yang inheren dari
proses itu sendiri, atau besaran yang
dikuantisasikan dari suatu proses yang kontinu.
Contoh: sistem DNS (daftar nilai semester) adalah
sistem yang secara inheren merupakan proses
diskrit yang berisi informasi diantaranya adalah:
nama mahasiswa, nomor mahasiswa, kode mata
kuliah, nama mata kuliah, kredit, dan nilai.
Sedangkan informasi yang diperoleh dari suatu
penelitian (research) yang mungkin merupakan
pengamatan yang berupa besaran kontinu namun
hanya di-record hanya besaran spesifik saja dalam

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab I, Sistem Bilangan Hal 3

bentuk tabel maupun grafik. Sehingga untuk itu


harus melakukan proses kuantisasi dari data
kontinu tadi.
Untuk melakukan proses kuantisasi
dipergunakan suatu devais yang berfungsi sebagai
analog-to-digital convereter (ADC), seperti
ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 1, Analog versus digital: (a) sinyal analog, (b) sinyal


digital; (c) jam analog, (d) jam digital

Informasi yang diterima komputer digital


berupa informasi yang direpresentasikan dalam
format sistem bilangan biner. Operan-operan juga
dinyatakan dalam sistem bilangan biner.
Sedangkan elemen diskrit lainnya , misalnya digit
desimal, direpresentasikan dengan kode biner.
Contoh termometer analog membaca suhu sebesar
72 oC dinyatakan dalam rangkaian digital sebagai
level tegangan ON dan OFF secara serial, menjadi

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab I, Sistem Bilangan Hal 4

nilai 0100 1000, biasanya +5V = ON = 1 dan 0V =


OFF = 0. Contoh lain representasi digital dari tiga
titik data besaran analog ditunjukkan pada gambar
berikut.

Gambar 2, Representasi digital dari besaran analog (a) dan


konversi sinyal analog 2V menjadi sinyal digital.

Pemrosesan data dari sinyal analog yang


dilakukan oleh prosesor digital secara sederhana
ditunjukkan pada sistem audio digital ( ) dan data
logger pada radiasi matahari ( ).

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab I, Sistem Bilangan Hal 5

Gambar 3, Proses konversi sinyal analog menjadi digital dan


kembali menjadi sinyal analog

Keunggulan pemrosesan digital dibandingkan


dengan analog adalah dapat mengeliminasi noise,
misalnya yang berasal dari elektrostatik dan desis
yang terjadi pada pita magnetik, seperti
ditunjukkan pada gambar berikut

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab I, Sistem Bilangan Hal 6

Gambar 4, Eliminasi noise pada pemrosesan digital

Gambar 5, Sistem data logger pada radiasi matahari

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab I, Sistem Bilangan Hal 7

Sistem Bilangan
Bilangan merupakan reprentasi dari suatu
kuantitas. Sistem bilangan yang kita pakai
sekarang memiliki banyak sekali keuntungan
dibandingkan dengan sistem bilangan sebelumnya,
misalnya sistem bilangan Romawi. Hal yang
terpenting dari sistem bilangan yang kita pakai
sekarang adalah:
Nilai posisi,
basis (atau radiks)
dari sistem bilangan.
Nilai posisi dan basis membentuk nilai dari
suatu bilangan, misalnya bilangan:
bnbn-1 . . . b2b1b0,b-1b-2
nilainya adalah:
N = bn x Bn+ bn-1 x Bn-1 +. . . + b1 x B1 + b0 x
B0+ b-1 x B-1 + b-2 x B-2 + … ,
dengan bi : bilangan pada posisi ke-i,
B : basis bilangan,
N : nilai bilangan.
Untuk basis 10, juga sistem desimal, contoh:

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab I, Sistem Bilangan Hal 8

7542958 = 7 x 106 + 5 x105 + 4 x104 + 2 x103 + 9 x 102 + 5 x 101 + 8 x 100


7542958 =7.000.000 + 500.000 + 40.000 + 2.000 + 900 + 50 + 8
754,2958 = 7 x 102 + 5 x101 + 4 x100 + 2 x10-1 + 9 x 10-2 + 5 x 10-3 + 8 x 10-4
754,2958 = 700 + 50 + 4 + 0,2 + 0,09 + 0,005 + 0,0008

Terlihat bahwa angka 5 pada posisi ke-6 dan


posisi ke-2 jelas nilainya sangat berbeda.
Basis lain yang sering digunakan dalam teknik
digital adalah basis dua (sistem biner), basis
delapan (oktal) dan basis enam belas (heksa
desimal). Basis atau radiks adalah jumlah
maksimum kombinasi digit pada setiap nilai posisi.
Untuk sistem basis 10 (desimal) memiliki 10
macam kombinasi (0, 1, 2, . . .,9) dan untuk basis 2
menggunakan 2 macam kombinasi yaitu 0 dan 1.
Untuk oktal ada 8 kombinasi(0, 1, 2, ..., 7) dan
heksadesimal ada 16 kombinasi(0, 1, 2, ..., F).
Sering kali menggunakan huruf untuk
menunjukkan nilai digit dari suatu sitem bilangan
yang berbasis lebih dari 10. Misalnya sistem
bilangan heksadesimal (basis 16) menggunakan
huruf A, B, C, D, E dan F untuk digit yang benilai
10, 11, 12, 13, 14 dan 15. Ke-16 bilangan pertama

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab I, Sistem Bilangan Hal 9

dari sistem bilangan desimal, biner, oktal dan


heksadesimal ditunjukkan dalam tabel berikut.

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab I, Sistem Bilangan Hal 10

Tabel Bilangan dengan berbagai basis


Desimal Biner Oktal Heksadesimal
(basis 10) (basis 2) (basis 8) (basis 16)
00
0001 0000
0001 00
01 0 10
01 0001 01 1
02 0010 02 2
03 0011 03 3
04 0100 04 4
05 0101 05 5
06 0110 06 6
07 0111 07 7
08 1000 10 8
09 1001 11 9
10 1010 12 A
11 1011 13 B
12 1100 14 C
13 1101 15 D
14 1110 16 E
15 1111 17 F
16 10000 20 10

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab I, Sistem Bilangan Hal 11

Sistem Bilangan Biner


Sistem bilangan biner dinyatakan dalam bit
(binary digit). Satu bit memiliki dua kombinasi
bilangan yaitu 0 dan 1, dinyatakan dalam tegangan
low dan high atau dalam saklar sebagai off dan on.
Suatu bilangan dalam sistem biner dinyatakan
dalam sejumlah bit, bit nilai posisi terkecil
dinyatakan sebagai LSB (Least Significant Bit),
sedangkan nilai posisi terbesar dinyatakan sbagai
MSB (Most Significant Bit), contoh:
10001011
  .
MSB LSB

Suatu bilangan dengan N bit ada sebanyak 2N


kombinasi, yaitu dari 0 s/d 2N-1.

Konversi Biner ke Desimal


Untuk mengkonversi bilangan biner menjadi
desimal, digunakan penjumlahan nilai posisi dari
bilang tsb dengan menggunakan basis 2.
Contoh:
10001101 = 1 x 27 + 0 x 26 + 0 x 25 +0 x 24 + 1 x
23 + 1x 22+ 0 x 21 + 1 x 20 = 141

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab I, Sistem Bilangan Hal 12

10001,101 = 1 x 24 + 0 x 23 + 0 x 22 +0 x 21 + 1 x
20 + 1 x 2-1 + 0 x 2-2 + 1 x 2-3 =
17,625
Untuk membedakan bilangan dengan basis
tertentu, biasanya digunakan tanda (berupa
subscript dari basis yang dipergunakan), seperti:
100011012 = 14110 dan 10001,1012 = 17,62510.

Konversi Desimal menjadi Biner


Sebaliknya untuk mengkonvsikan bilangan
desimal menjadi biner, dapat dilakukan dengan
cara sbb:
1. Menempatkan bilangan desimal dalam nilai
posisi binernya
( . . . 64 32 16 8 4 2 1 ½ ¼ . . .)

Contoh:
64 32 16 8 4 2 1
43 = 0 1 0 1 0 1 1
4310 = 01010112.
4 2 1 ½ ¼ ... 1/8 1/16

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab I, Sistem Bilangan Hal 13

2,6875 = 0 1 0 1 0 1 1
2,687510 = 010,10112
2. Membagi bilangan desimal dengan 2 secara
berulang untuk bilangan integer dan mengalikan
dengan 2 secara berulang jika bilangan
fraksional.
Contoh: 43 : 2 = 21 sisa 1 LSB
21 : 2 = 10 sisa 1
10 : 2 = 5 sisa 0
5 : 2 = 2 sisa 1
2 : 2 = 1 sisa 0
1 : 2 = 0 sisa 1 MSB
4310 = 1010112

Untuk konversi 2,6875 dipisahkan menjadi 2


dan 0,6875
2 = 102
0,6875 x 2 = 1,375 1 bit ke 0
0,375 x 2 = 0,75 0
0,75 x 2 = 1,5 1
0,5 x 2 =1 1 bit ke -3
2,687510 = 10,10112

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab I, Sistem Bilangan Hal 14

Penjumlahan dan pengurangan bilangan biner


Penjumlahan bilangan biner pada dasarnya
sama seperti pada penjumlahan bilangan desimal,
yaitu dengan membuat tabel penjumlahan seperti
ditunjukkan pada tabel berikut ini.
0+0=0
0+1=1
1+0=1
1 + 1 = 0 simpan ( carry ) 1

Proses “simpan” sama seperti pada bilangan


desimal yaitu untuk nilai posisi berikutnya, berikut
ini adalah contoh-contoh perhitungan penjumlahan.

Desimal Biner Desimal Biner Desimal Biner


6 110 13 1101 3,25 11,01
5+ 101+ 18+ 10010+ 6,5+ 110,10+
11 1011 31 11111 9,75 1001,11

Demikian pula pada operasi pengurangan


bilangan biner pada dasarnya sama seperti pada
pengurangan bilangan desimal, yaitu dengan

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab I, Sistem Bilangan Hal 15

membuat tabel pengurangan seperti ditunjukkan


pada tabel berikut ini.
0-0=0
1-0=1
1-1=0
0 - 1 = 1 pinjam (borrow) 1
Proses “pinjam” sama seperti pada bilangan
desimal yaitu meminjam dari nilai posisi yang
lebih besar, berikut ini adalah contoh-contoh
perhitungan pengurangan.

Desimal Biner Desimal Biner Desimal Biner


8 1000 18 10010 6,25 110,01
3- 0011- 11- 1011- 4,50- 100,10-
5 0101 7 111 1,75 1,11

Perkalian dan Pembagian


Tabel perkalian bilangan biner diberikan
berikut ini:
0x0=0
0x1=0

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab I, Sistem Bilangan Hal 16

1x0=0
1x1=1
Contoh operasi perkalian diberikan berikut ini
Desimal Biner Desimal Biner
11 1011 1,25 1,01
20x 10100x 4,5x 100,1x
00 0000 625 101
220 00000 5000 0000
220 101100 5,625 00000
0000000 101000
10110000 101,101
11011100
Sebaliknya untuk operasi pembagian
ditunjukkan pada tabel berikut ini: (perhatikan
pembagian tidak bisa dengan 0)
0:1=0
1:1=1
Contoh: 25:5 dan 121:4
5 101 30,25 11110,01
5/ 25 101/ 11001 4/ 121,00 100/ 1111001
25 101 12 100
0 101 10 111
101 8 100
0 20 110
20 100
0 100
100
100

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab I, Sistem Bilangan Hal 17

100
0

Bilangan Negatif
Untuk menyatakan bilangan negatif pada
sistem bilangan biner dilakukan dengan:
1. menggunakan bit tanda pada bit paling kiri.
2. menggunakan komplemen: komplemen 2
komplemen 1

Bit Tanda
Pada sistem bilangan desimal tanda negatif
digunakan tanda “ - “ (berupa operator unary).
Sedangkan pada sistem biner dikenal hanya tanda
0 dan 1 saja, jadi simbul “ -“ menggunakan salah
satu tanda dari bilangan biner tsb. Tanda yang
dipakai untuk bilangan negatif adalah 1 sedangkan
0 digunakan untuk bilangan positif, bit ini dikenal
sebagai bit tanda (sign bit). Contoh untuk
bilangan dalam 7 bit, bit tandanya pada bit ke 8,
misalnya -12 = 1000 1100 dan +12 = 0000 1100.

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab I, Sistem Bilangan Hal 18

Penggunaan komplemen untuk bilangan negatif


Disamping menggunakan bit tanda sering kali
dipergunakan metoda komplemen untuk
menyatakan bilangan negatif. Hal ini dimaksudkan
untuk mempermudah operasi penjumlahan dan
pengurangan pada komputer digital, yaitu hanya
menggunakan operasi penjumlahan saja,
selanjutnya dalam implementasinya untuk operasi
penjumlahan dan pengurangan hanya
menggunakan rangkaian Adder.
Ada dua macam komplemen, yaitu
komplemen basis dan komplemen basis-1. Untuk
sistem bilangan desimal dikenal komplemen 10
dan komplemen 9, sedangkan pada sistem biner
ada komplemen 2 dan komplemen 1.
Untuk menghitung komplemen 10 dari
bilangan N adalah : 10n – N, untuk N  0, dan 0
untuk N = 0, dengan n jumlah digit dari bilangan
integernya dari N tsb.
Sedangkan untuk menghitung komplemen 9
dari bilangan N adalah: 10n – 10-m – N, dengan n

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab I, Sistem Bilangan Hal 19

adalah jumlah digit bilangan integernya dan m


adalah jumlah digit dari bilangan fraksional N tsb.

Contoh:
Komplemen 10 dari
87 = 102 – 87 = 100 – 87 = 13
645 = 103 – 645 = 1000 – 645 = 355
320 = 103 – 320 = 680
25,367 = 102 – 25,367 = 100 – 25,367
= 74,633
0,625 = 100 – 0,625 = 1 – 0,625 = 0,375

Komplemen 9 dari
87 = 102 – 1 – 87 = 99 – 87 = 12
645 = 103 – 1 - 645 = 999 – 645 = 354
320 = 103 – 1 – 320 = 999 – 320 = 679
25,367 = 102 – 10-3 – 25,367
= 99,999 – 25,367 = 74,632
0,625 = 100 – 10-3 - 0,625 = 0,999 – 0,625
= 0,374

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab I, Sistem Bilangan Hal 20

Terlihat dari contoh di atas bahwa pada


komplemen 9 dari bilangan N dilakukan dengan
mengurangi 9 untuk masing-masing bilangan.
Sedangkan untuk komplemen 10 dari bilangan N
dapat dilakukan dengan menjumlahkan
komplemen 9 + 10-m.

Contoh untuk operasi pengurangan:


Dengan menggunakan komplemen 10, hitunglah :
(a) 89 – 23 (b) 49 – 83.
Normal Komplemen 10 Normal Komplemen 10
89 89 = 89 49 49 = 49
23- -23 = 77+ 83- -83 = 17+
66 166 - 34 66
ada carry ( di tak ada carry  negatif
drop carrynya)  -34
 +66

Contoh lain:
Dengan menggunakan komplemen 10, hitunglah:
(c) 89765 – 23456 (b) 49200 – 83560.

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab I, Sistem Bilangan Hal 21

Normal Komplemen 10 Normal Komplemen 10


89765 89765 = 89765 49200 49200 = 49200
23456- -23456 = 76544+ 83560- -83560 = 16440+
66309 166309 - 65640
34360
ada carry (di tak ada carry 
drop) negatif 
komplemen 10 dari
 +66309
65640
= - 34360

Komplemen 9 Komplemen 9
89 = 89 49 = 49
-23 = 76+ -87 = 12+
165 61
1+ tak ada
66 negatif: -38
Carry di drop  +66
(Carrynya dipakai untuk
menjumlahkan)
Komplemen 2
Pada bilangan biner komplemen 2 mirip
dengan komplemen 10 pada sistem bilangan

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab I, Sistem Bilangan Hal 22

desimal, yaitu setiap nilai posisi nilainya adalah 9 -


bilangan pada posisi ybs + 1. Untuk bilangan biner
menjadi sederhana yaitu dengan mengkomplemen
bilangan tsb + 1. Komplemen bilangan biner
adalah menukar bilangan 0 menjadi 1 dan 1
menjadi 0.
Contoh: - 10010 = 01101 + 1 = 01110
- 00110 = 11001 + 1 = 11010
- 01001 = 10110 + 1 = 10111

Hitunglah dengan menggunakan komplemen 2.


(a) 11011 –10100
(b) 111001 – 101101
(c) 1000100 – 1010100

Solusi:
(a) (b)
11011 = 11011 111001 = 111001
-10100 = 01011 + 1 = 01100+ -101101 = 010010 + 1 = 010011+
100111 1001100
carry di drop carry di drop

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab I, Sistem Bilangan Hal 23

Jawab = 00111 Jawab = 001100

(c)
1000100 = 1000100
- 1010100 = 0101011 + 1 = 0101100+
1110000
 tak ada carry  negatif
= komplemen 2 dari 1110000 =
Jawab = - (0001111 + 1) = - 10000

Komplemen 1
Pada bilangan biner komplemen 1 mirip
dengan komplemen 9 pada sistem bilangan
desimal, yaitu setiap nilai posisi nilainya adalah 9 -
bilangan pada posisi ybs. Untuk bilangan biner
menjadi sederhana yaitu dengan mengkomplemen
bilangan tsb. Komplemen bilangan biner adalah
menukar bilangan 0 menjadi 1 dan 1 menjadi 0.
Contoh: - 10010 = 01101
- 00110 = 11001
- 01001 = 10110

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab I, Sistem Bilangan Hal 24

Hitunglah dengan menggunakan komplemen 1.


(a) 11011 –10100
(b) 111001 – 101101
(c) 1000100 – 1010100

Solusi:
(a) (b)
11011 = 11011 111001 = 111001
-10100 = 01011+ - 101101 = 010010+
100110 1001011
1+ 1+
00111 001100
carry dipakai u/menjumlahkan carry dipakai u/menjumlahkan

Jawab = 00111 Jawab = 001100


(c)
1000100 = 1000100

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab I, Sistem Bilangan Hal 25

- 1010100 = 0101011+
1101111
 tak ada carry  negatif
= komplemen dari 1101111 = 0010000
Jawab = - 10000

Pengkodean Sistem Bilangan


Dalam suatu sistem akusisi data digital, hasil
dari suatu konversi sinyal analog menjadi digital
yang dilakukan oleh ADC (Analog to Digital
Converter) selanjutnya diproses oleh prosesor
digital. Dalam pemrosesan ini seringkali seringkali
perlu dilakukan pengkodean terlebih dahulu,
dengan maksud yang berbeda-beda. Ada beberapa
sistem pengkodeaan yang umum digunakan,
diantaranya adalah kode biner, kode BCD (BCD
8421), kode BCD 84-2-1, BCD 2421, dan
Biquinary 5043210, seperti yang ditunjukkan pada
Tabel 1.

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab I, Sistem Bilangan Hal 26

Kode Biner
Dalam sistem elektronika digital
menggunakan sinyal yang memiliki dua nilai
berbeda (misalnya nilai 0 dan 1) dan elemen
sirkuit yang memiliki dua keadaan stabil (misalnya
tegangan 0 volt dan 5 volt). Dengan demikian ada
analogi langsung diantara sinyal biner, elemen
sirkuit biner dan digit biner. Contoh suatu
bilangan biner dengan n digit, dapat
direpresentasikan oleh n rangkaian biner yang
outputnya ekivalen dengan bilangan biner tsb.
Dalam sistem digital tidak hanya
merepresntasikan bilangan biner saja, melainkan
dapat merepresentasikan informasi diskrit apa saja.
Misalnya warna merah adalah warna diskrit pada
sistem lampu lalu lintas, huruf A adalah huruf
diskrit pada sistem alfabet, hari senin adalah hari
diskrit pada sistem harian dalam satu minggu,
kode mata kuliah MKWU1001 adalah kode mata
kuliah diskrit yang terdapat dalam mata kuliah
yang ditawarkan untuk semester ini, dan banyak
lagi contoh lainnya.

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab I, Sistem Bilangan Hal 27

Bit adalah binary digit (digit biner), yang


dinyatakan sebagai bilangan biner 0 dan 1. Untuk
membedakan 2n elemen yang berbeda diperlukan
paling tidak n digit biner. Jika perlu 2 nilai yang
berbeda (misalnya informasi sex) diperlukan
minimal 1 digit saja. Sedangkan untuk 4 nilai yang
berbeda maka perlu minimal 2 digit saja, yaitu
menggunakan satu dari kombinasi 00, 01, 10 dan
11. Namun untuk nilai yang bukan kelipatan dalam
kombinasi 2n, maka dipergunakan jumlah bit yang
lebih, sehingga ada beberapa kombinasi dari
tersebut yang tidak dipakai. Contoh untuk untuk
10 desimal digit (0, 1, ..., 9) diperlukan minimal 4
bit. Untuk 4 bit ada 16 macam kobinasi sedangkan
yang diperlukan hanya 10 saja, sehingga ada 6
kombinasi yang tak dipakai.
Walaupun diperlukan sejumlah bit minimum,
namun tak ada ketentuan jumlah maksimum yang
diperlukan untuk merepresentasikannya. Misalnya
desimal digit dapat direpresentasikan dengan 10
bit, nilai desimal direpresentasikan dengan nilai
posisinya. Misalnya nilai 3 dan 7 masing-masing

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab I, Sistem Bilangan Hal 28

bisa dinyatakan sebagai: 0000000100 dan


0001000000.

Kode Desimal
Kode biner untuk digit biner diperlukan
minimal 4 bit. Ada berbagai macam cari untuk
mengkodekan digit desimal tersebut. Beberapa
kemungkinan ditunjukkan dalam tabel berikut.
Tabel 1, Contoh Pengkodeaan Sistem Bilangan
BCD BCD BCD Biquinary
Desimal Excess-3
8421 84-2-1 2421 5043210
0 0000 0011 0000 0000 0100001
1 0001 0100 0111 0001 0100010
2 0010 0101 0110 0010 0100100
3 0011 0110 0101 0011 0101000
4 0100 0111 0100 0100 0110000
5 0101 1000 1011 1011 1000001
6 0110 1001 1010 1100 1000010
7 0111 1010 1001 1101 1000100
8 1000 1011 1000 1110 1001000
9 1001 1100 1111 1111 1010000
10 00010000

Misalkan bilangan desimal 395 jika


dikonversikan dalam format biner menjadi

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab I, Sistem Bilangan Hal 29

110001011, yang hanya terdiri atas 9 bit.


Sedangkan kalau dalam format BCD perlu 12 bit,
yaitu 001110010101.
Jadi harus diingat ada perbedaan antara
KONVERSI dengan PENGKODEAN. Bit yang
diperoleh dari konversi adalah digit biner,
sedangkan bit yang diperoleh dari pengkodeaan
adalah kombinasi 0 dan 1 yang disusun
berdasarkan aturan pengkodeaan, seperti yang
ditunjukkan pada tabel di atas.

Kode Alfanumerik
Seringkali informasi yang diperlukan tidak
hanya numerik melainkan juga alfabet, sehingga
diperlukan pengkodean pengkodeaan alfanumerik.
Digit yang diperlukan untuk alafanumerik adalah
= 2 x 26 (untuk alfabet) + 10 (untuk numerik) + ??
(untuk simbul) + ?? (untuk perintah) sehingga
cukup menggunakan 7 bit (ASCII)

ASCII
Hex Symbol ASCII Hex Symbol ASCII Hex Symbol ASCII Hex Symbol

0 0 NUL 16 10 DLE 32 20 (space) 48 30 0

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab I, Sistem Bilangan Hal 30

1 1 SOH 17 11 DC1 33 21 ! 49 31 1
2 2 STX 18 12 DC2 34 22 " 50 32 2
3 3 ETX 19 13 DC3 35 23 # 51 33 3
4 4 EOT 20 14 DC4 36 24 $ 52 34 4
5 5 ENQ 21 15 NAK 37 25 % 53 35 5
6 6 ACK 22 16 SYN 38 26 & 54 36 6
7 7 BEL 23 17 ETB 39 27 ' 55 37 7
8 8 BS 24 18 CAN 40 28 ( 56 38 8
9 9 TAB 25 19 EM 41 29 ) 57 39 9
10 A LF 26 1A SUB 42 2A * 58 3A :
11 B VT 27 1B ESC 43 2B + 59 3B ;
12 C FF 28 1C FS 44 2C , 60 3C <
13 D CR 29 1D GS 45 2D - 61 3D =
14 E SO 30 1E RS 46 2E . 62 3E >
15 F SI 31 1F US 47 2F / 63 3F ?

ASCII Hex Symbol ASCII Hex Symbol ASCII Hex Symbol ASCII Hex Symbol

64 40 @ 80 50 P 96 60 ` 112 70 p
65 41 A 81 51 Q 97 61 a 113 71 q
66 42 B 82 52 R 98 62 b 114 72 r
67 43 C 83 53 S 99 63 c 115 73 s
68 44 D 84 54 T 100 64 d 116 74 t
69 45 E 85 55 U 101 65 e 117 75 u
70 46 F 86 56 V 102 66 f 118 76 v
71 47 G 87 57 W 103 67 g 119 77 w
72 48 H 88 58 X 104 68 h 120 78 x
73 49 I 89 59 Y 105 69 i 121 79 y
74 4A J 90 5A Z 106 6A j 122 7A z
75 4B K 91 5B [ 107 6B k 123 7B {
76 4C L 92 5C \ 108 6C l 124 7C |
77 4D M 93 5D ] 109 6D m 125 7D }
78 4E N 94 5E ^ 110 6E n 126 7E ~
79 4F O 95 5F _ 111 6F o 127 7F •

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab I, Sistem Bilangan Hal 31

Aplikasi Sistem Bilangan


Karena dalam sistem digital beroperasi
menggunakan kombinasi bilangan 1 dan 0, maka
diperlukan waktu ektra untuk bekerja dalam
berbagai sistem bilangan. Sistem yang digunakan
bergantung pada cara data itu dikembangkan, dan
bagaimana data itu digunakan. Beberapa aplikasi
sistem digital bergantung pada proses translasi dan
intepretasi dari representasi digital yang dipakai.
Contoh1: Pusat tenaga listrik geotermal (PLTG)

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab I, Sistem Bilangan Hal 32

Pada suatu sistem PLTG menggunakan


komputer untuk mengamati suhu dan tekanan
fluida dari tangki penampungan seperti
ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 6, Sistem pemantauan suhu dan tekanan pada PLTG,


(a) Rangkaian Monitoring Suhu, (b) Layout data biner yang
dibaca oleh sistem pemantauan berbasis komputer

Jika komputer membaca dari sistem sensor itu


adalah:

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab I, Sistem Bilangan Hal 33

a. 0010 1000, artinya tekanan tangki C dan B


berbahaya (tinggi).
b. 55H = 0101 0101, artinya semua tangki
bersuhu tinggi.
Contoh 2: Sistem CD player
Pada suatu sistem CD player standard mampu
mengkonversi sinyal digital 16-bit menjadi nilai
analog. Tentukan:
a. Nilai maksimum dan nilai minimum yang
dapat digunakan,
b. Banyaknya kombinasi yang mungkin dari
sistem CD player ini,
c. Tegangan minimum yang masih dapat
dibedakan secara digital, jika tegangan output
dari CD player itu sebelum diperkuat oleh
amplifier rentangnya adalah – 1 V hingga 1 V.
Solusi:
a. Nilai tertinggi: FFFF16 dan terendah: 000016
b. FFFF16 = 65535 dan 000016 = 0, sehingga
seluruh kombinasi adalah 65536

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab I, Sistem Bilangan Hal 34

c. Tegangan minimum yang dapat dibedakan =


1V  ( 1V)
= 0, 0305 mV
65536

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 35

BAB II
GERBANG LOGIKA
Umumnya besaran fisis bersifat besaran
kontinu. Yang berarti bahwa besaran itu dapat
berubah sembarang terhadap waktu. Secara
matematik besaran ini bersifat differentiable (dapat
di differensialkan terhadap waktu). Jika besaran
fisis ini berupa besaran listrik seringkali dikenal
sebagai sinyal kontinu. Contoh sinyal kontinu
misalnya adalah sinyal audio, sinyal yang berasal
instrumen pengukuran (misalnya dari pembacaan
suhu, devais deteksi cahaya atau probe kimiawi
maupun biologis).
Namun seringkali juga dijumpai sinyal-sinyal
fisis yang bersifat diskrit seperti pulsa dari detektor
partikel, data dari saklar, keyboard. Elektronika
yang membahas problem ini adalah elektronika
digital. Dalam elektronika digital menggunaan dua
keadaan biasanya dalam besaran tegangan yang
dinyataan sebagai tegangan HIGH = 1 (biasanya 5
V) dan LOW = 0 (biasanya 0 V). Dua keadaan ini
merupakan variasi dari informasi bit (binary digit)
yang diasosiasikan dengan dua interval tegangan

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 36

dan bukan dari level tegangan bersifat eksak.


Gambar berikut menunjukkan foto sinyal yang
berasal dari function generator ditampilkan di
osiloskop.

Gambar 1, Contoh sinyal digital dan tampilan di


osiloskop.

Sinyal digital perlu pewaktuan yang tepat, yang


dilakukan dengan menggunakan pembangkit clock
atau rangkaian pewaktu tertentu (timing circuit).
Sinyal pewaktu ini bersifat periodik (bentuk
gelombangnya berulang dalam selang waktu
tertentu t p (perioda)). Frekuensinya adalah:
1
f 
tp

Contoh:

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 37

a. Jika perioda clock t p = 2 s, maka f = 500 kHz


b. Jika frekuensi prosesor 4 GHz, maka perioda
clock dari processor itu adalah t p = 250 pS
c. Jika suatu modem mentransmisi sinyal dengan
kecepatan transmisi 72 Mbps, maka perioda
clock dari modem tersebut adalah 1,39 x 10-8 s.
Bentuk sinyal clock diilustrasikan sebagai
berikut

Gambar 2, Ilustrasi sinyal clock

Representasi Sinyal Digital


Informasi digital untuk ditransmisikan dari satu
tempat ke tempat lain dilakukan dengan format
serial atau paralel. Pada transmisi serial
mengunakan SATU konduktor, sedangkan untuk
transmisi digital menggunakan SEJUMLAH
konduktor, seperti ditunjukkan pada gambar
berikut.

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 38

Gambar 3, Komunikasi data secara seri dan paralel

Jika karakter MP3 dikirim secara serial


menggunakan MultiSIM ditunjukkan pada gambar
berikut.

Gambar 4, Karakter MP3 dikirim secara serial

Sedangkan karakter Y2K dikirim secara paralel


menggunakan MultiSIM ditunjukkan pada gambar
berikut.

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 39

Gambar 5, Karakter Y2K dikirim secara paralel

Saklar
Transmisi sinyal digital 0 (LOW) dan 1 (HIGH)
dilakukan dengan menggunakan cara switching
level tegangan (bisanya 0 V dan +5 V). Proses
switching dilakukan dengan menggunakan saklar
mekanik, saklar elektromekanik, dioda dan
transistor. Contoh penggunaan saklar mekanik dan
elektromekanik ditunjukkan pada gambar berikut.

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 40

R= R=0

Level 1 Level 0

Relay NC (nomally closed) Relay NO (normally open)

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 41

Gambar 6, Penggunaan saklar mekanik dan elektro-


mekanik untuk level digital dan foto relay real

Secara simbolikditunjukkan pada gambar


berikut ini.

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 42

Gambar 7, Representasi simbolik dari relay elektro


mekanik yang digunakan pada relay NC dan NO

Pada saat Gambar 7a jika relay NC diberi


tegangan +5V, akan berakibat kontak terbuka,
sehingga hambatan R1 =  , akibatnya tegangan
5kΩ
output menjadi: Vout 1   12 V  6V ,
5kΩ  5kΩ
sebaliknya untuk Gambar 7b, tegangan output
untuk relay NO jika diberi +5 V, maka Vout 2  0 V .
Namun kenyataannya, penggunaan relay perlu
diproteksi dengan menggunakan dioda, atau
kapasitor seperti gambar berikut.

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 43

Gambar 8, Penggunaan relay pada rangkaian


digital, berikut timing diagram-nya

Simulasi dengan menggunakan MultiSIM


ditunjukkan pada gambar berikut.

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 44

Gambar 9, Simulasi relay elektromekanik dengan


MultiSIM

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 45

Dioda sebagai saklar


Dioda memiliki sifat mirip seperti saklar.
Secara ideal dioda dapat digantikan dengan
rangkaian tertutup jika mendapat bias maju,
sebaliknya sebagai rangkaian terbuka, seperti
ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 10, Dioda dalam rangkaian seri, baik untuk


bias maju dan bias mundur

Namun kenyataannya pendekatan dioda ideal


perlu digantikan dengan pedekatan II, yaitu dioda
akan mendapat bias maju jika kutub anoda
mendapat  0,7 V terhadap kutuk katoda, seperti
ditunjukkan gambar berikut.

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 46

Gambar 11, Pendekatan dioda mendapat bias maju

Umumnya karakteristik I-V dioda ditunjukkan


pada gambar berikut.

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 47

Gambar 12, Karakteristik I-V dari dioda

Perhatikan ilustrasi berikut, apakah dioda


mendapat bias maju atau mundur.

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 48

Gambar 13, Dioda manakan yang mendapat bias


maju dan bias mundur?

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 49

Transistor sebagai saklar


Pada transitor NPN, jika terminal Basis
terhadap Emiter diberi tegangan positif (VB  VE )
atau VBE > 0V, maka Kolector – Emiter menjadi
hubung singkat (transitor dalam keadaan ON),
sebaliknya VBE < 0 V, maka transistor OFF
(Kolektor – Emiter menjadi rangkaian terbuka),
seperti ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 14, Transistor NPN sebagai saklar

Perhatikan gambar berikut, jika sinyal pada


terminal basis diberi sinyal clock, maka tegangan

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 50

outputnya berupa sinyal clock yang berlawanan.


Termasuk penjelasannya.

Gambar 15, Penggunaan transistor sebagai saklar,


berikut analisanya

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 51

Pada saat sinyal Cp = 0 V, transistor dalam


keadaan OFF, sehingga Vout = 5 V, sedangkan untuk
Cp = 5 V, transistor dalam keadaan ON, sehingga
Vout = 0 V.
Perhatikan gambar berikut, jika pada sisi output
terdapat beban yang diwakili dengan hambatan RL =
20 k dan tentukan tegangan ouputnya. Anggap
transistor menggunakan pendekatan ideal.

Gambar 16, Rangkaian transistor untukdigital

Untuk pedekatan ideal:


konektor CE = hubung singkat untuk VBE > 0
= terbuka untuk VBE = 0
20 kΩ
Untuk VBE > 0, maka Vout   5V
20 kΩ  1kΩ

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 52

= 4,76 V
Untuk VBE = 0, maka Vout = 0 V
Jika hambatan beban diganti dengan RL = 1 k,
1kΩ
untuk VBE > 0, maka Vout   5V = 2,5 V.
1kΩ  1kΩ
Hal ini menunjukkan bahwa Vout bergantung pada
RL . Vout akan berlogika 1 (= 5 V), jika RL  RC ,
seperti dijelaskan secara skematik dengan gambar
berikut.

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 53

Gambar 17, Perhitungan rangkaian inverter


berdasarkan konfigurasi common emitter.

Rangkaian Terintegrasi TTL


Transistor-transistor logic (TTL) adalah suatu
famili dari rangkaian terintegrasi (IC) yang paling

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 54

banyak digunakan. IC TTL menggunakan beberapa


transistor, dioda, dan resistor, seperti yang
ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 18, Skematik TTL untuk rangkaian inverter


dan konfigurasi pin untuk IC 7404

Konfigurasi pada sisi ouput dikenal sebagai


konfigurasi totem-pole, terdiri atas resistor R4,
transistor Q4, dioda D2 dan transistor Q3. Operasi
transistor Q3 (cut-off/saturasi) dan Q4 (saturasi/cut-
off) beroperasi secara berlawanan. Jika Q4 dalam
kondisi cut-off maka hambatan RC besar   ,
sebaliknya untuk Q4 saturasi maka hambatan RC

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 55

kecil  0 . Penjelasan lebih detail akan diberikan


lagi pada saat pembahasan Keluarga Digital.
Simulasi Rangkaian Switching
Perhatikan program MultiSIM berikut ini yang
digunakan untuk mempelajari rangkaian
digital.

Gambar 19, Simulasi rangkaian switching

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 56

Didalam program simulasi di atas terdapat:


a. SPST (Single-Pole Single-Throw), jika
saklar kondisinya OPEN (posisi atas)
sehingga tidak ada arus yang mengalir,
sebaliknya kondisinya CLOSE (poisisi
bawah) sehingga ada arus yang mengalir;
dan
b. SPDT (Single-Pole Double-Throw), jika
saklar posisi di atas, artinya dalam keadaan
tertentu (misal diberi 5V) sehingga berlogika
1, sebaliknya posisi di bawah (diberi 0V)
berarti diberi logika 0.
c. LED (Light Emitting Diode) digunakan
sebagai indikator. LED akan menyala jika
ada arus bias maju pada LED tsb. Masing-
masing LED diberi pembatas arus
menggunakan hambatan 330 .
d. Potensiometer R7 digunakan untuk mengatur
tegangan Vin. Untuk Vin = 0V – 0,8V =
logika 0, dan Vin = 2,4V – 5V = logika 1.
(Dibahas di Keluarga Digital)

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 57

Logika Digital
Pembahasan logika digital dikelompokkan
menjadi 2 pembahasan yaitu: logika kombinasi dan
logika sekuensial. Pada logika kombinasi tidak
bergantung pada waktu, sedangkan pada logika
sekuensial bergantung pada waktu sebagai bagian
salah satu inputnya (berupa sinyal clock), flip-flop
dapat ditrigger secara level trigger, maupun edge-
trigger (baik positif maupun negatif).
Elemen dasar dari logika kombinasi adalah
gerbang digital, sedangkan elemen dasar dari
logika sekuensial adalah flip-flop.
Adapun keunggulan teknik elektronika digital
dibandingkan dengan teknik elektronika analog
diantaranya adalah:
1. Tansmisi sinyal tanpa mengalami degradasi
akibat noise.
Contohnya
a. transmisi sinyal telepon secara
transkontinental dengan teknik PCM (pulse-
code modulation), sinyal yang keluar dari
repeater dapat bebas dari noise.

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 58

b. teknik audio - video menggunakan CD, LD,


VCD, DVD maupun Bluray yang
dipergunakan untuk menyimpan informasi
audio maupun video secara digital.
2. Teknik pengolahan digital lebih handal dan
lebih baik. Contohnya besaran analog (seperti
pengukuran suhu) dapat digabungkan dengan
mikroprosesor dan memori dipakai untuk
memperbaki akurasi pengukuran.
Gerbang logika adalah rangkaian yang
dipergunakan untuk mengkombinasikan level
logika digital dalam suatu cara tertentu. Ada
beberapa gerbang gerbang logika dasar yang
tersedia misalnya: gerbang AND, NAND, OR,
NOR, NOT, XOR, XNOR. Semua gerbang tsb
paling tidak harus ada 2 terminal input, kecuali
gerbang NOT hanya ada 1 terminal input, tabel
kebenaran untuk gerbang-gerbang tersebut terlihat
pada Tabel 1.
Skematika beberapa gerbang-gerbang, baik
berasal dari switch, dioda ataupun transistor
diberikan sbb:

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 59

A
F=A+B
B

R
Gambar 20, Gerbang OR dengan dioda.

A
F=A+B

B
R

Gambar 21, Gerbang OR dengan switch manual


dan switch transistor.

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 60

R
A
F=A.B
B

Gambar 22, Gerbang AND dengan dioda.

F=A.B
A B

V
R

Gambar 23, Gerbang AND dengan switch manual


dan switch transistor.

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 61

RC
F=A

A
R1

Gambar 24, Gerbang NOT dengan transitor.

Tabel berikut adalah contoh beberapa gerbang


logika yang ada, simbul dan representasi
matematisnya serta chip-chip IC yang tersedia di
pasaran.
Tabel 1, Gerbang Logika Dasar
No Nama Simbol Tabel Notasi Beberapa IC yang tersedia
Kebenaran
1 NOT A X X= A 7404 (TTL)
0 1 74C04 (CMOS)
1 0 4069 (CMOS)
2 AND A B X X  AB 7408(TTL), 74C08(CMOS),4081
0 0 0 7411 (TTL) : 3 input AND
0 1 0 7421 (TTL) : 4 input AND
1 0 0 4082 (CMOS) : 4 input AND
1 1 1
3 OR A B X X=A+B 7432, 74C32 : 2 input OR
0 0 0 4071 : 2 input OR
0 1 1 4072 : 2 input OR
1 0 1
1 1 1

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 62

4 NAND A B X X = A. B 7400, 74C00, 4011: 2 input NAND


0 0 1 7410, 74C10 : 3 input NAND
0 1 1 7420, 74C20,4012 : 4 input NAND
1 0 1 7430, 74C30 : 8 input NAND
1 1 0
5 NOR A B X X = A B 7402, 74C02, 4001 : 2 input NOR
0 0 1 7427, 4025 : 3 input NOR
0 1 0 7425, 4002 : 4 input NOR
1 0 0
1 1 0
6 XOR A B X X= A B 7486, 74C86 : 2 input XOR
0 0 0 4030, 4070 : 2 input XOR
0 1 1
1 0 1
1 1 0
7 XNOR A B X X = A B
0 0 1
0 1 0
1 0 0
1 1 1

Beberapa contoh gerbang logika dengan pin-


outnya ditunjukkan pada gambar berikut in.

Gambar 25, Contoh beberapa IC gerbang logika

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 63

Ada beberapa keluarga IC logika yang dikenal


seperti TTL, CMOS, ECL, dll. Keluarga logika ini
akan dibahas kemudian, namun sebagai pengenalan
untuk untuk TTL disupply oleh tegangan 5 volt,
sedang pada CMOS disupply oleh tegangan dapat
dari 3 volt hingga 18 volt.
Sebaliknya dikenal pula ada logika positif dan
logika negatif. Pada logika positif , logika 1 (true)
pada tegangan besar (5 V pada TTL), sedang logika
0 (false) pada tegangan rendah (0 V pada TTL),
demikian sebaliknya pada logika negatif, logika 1
(true) dinyatakan dengan tegangan rendah (-10 V
pada RS-232C), sebaliknya pada logika 0 (false)
dinyatakan dengan tegangan tinggi (10 V pada RS-
232C). Pada TTL logika 1 berarti tegangan 5 volt
dan logika 0 berarti 0 volt, sedang logika negatif
pada TTL , logika 1 berarti tegangan 0 volt dan
logika 0 berarti -10 volt, seperti yang ditunjukkan
pada tabel berikut ini.
Tabel 2, Sistem Digital

Logika Positif Logika Negatif


Logika 1 Logika 0 Logika 1 Logika 0
5 volt 0 volt 0 volt 5 volt

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 64

10 volt - 10 volt -10 volt 10 volt

Interface RS-232C menggunakan logika


negatif, untuk menyatakan true (logika 1), level
tegangannya adalah -3 volt s/d -25 volt, sedangkan
untuk menyatakan false (logika nol), level tegangan
yang dipergunakan adalah +3 V s/d +25 V.
Fungsi suatu gerbang logika dapat diubah
menjadi gerbang logika lain dengan cara
menambahkan inverter (gerbang NOT) pada semua
terminal inputnya atau pada terminal outputnya atau
keduanya, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.
Sedangkan untuk gerbang AND atau OR bila
kedua inputnya dihubungkan dengan Inverter maka
akan menjadi gerbang NOT, seperti ditunjukkan
dalam gambar berikut. Pembuktiannya bisa
dilakukan dengan menggunakan tabel kebenaran
sbb:
NAND NOR NOT
A B X A B X A X
0 0 1 0 0 1 0 1

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 65

0 1 1 0 1 0 1 0
1 0 1 1 0 0
1 1 0 1 1 0

Gambar 26, Gerbang NOT berasal dari gerbang


NAND atau NOR.

Tabel 3, Gerbang logika baru akibat gerbang NOT


pada input atau output
Inverter Gerbang Inverter Gerbang Skematik
pada Asal pada Baru
input output
- AND NOT NAND

- NAND NOT AND

- OR NOT NOR

- NOR NOT OR

NOT AND - NOR

NOT NAND - OR

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 66

NOT OR - NAND

NOT NOR - AND

NOT AND NOT OR

NOT NAND NOT NOR

NOT OR NOT AND

NOT NOR NOT NAND

Kontrol Data:
Enable/ Inhibit (disable) untuk gerbang 2 input
Salah satu penggunaan dari gerbang-gerbang
logika adalah untuk mengontrol aliran data input ke
output. Salah satu pin input digunakan sebagai pin
kontrol (yaitu pin yang mengatur mode operasi dari
gerbang tsb) , sedangkan pin lainnya sebagai sinyal
DATA yang akan dilewati.
Bila DATA dapat melewati gerbang maka
DATA di enable oleh gerbang itu, sebaliknya bila
DATA tak dapat keluar pada pin outputnya maka
gerbang meng- inhibit DATA. Kontrol data
enable/inhibit pada gerbang ditabelkan berikut ini.

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 67

Tabel 4, Enable/Inhibit
Gerbang Kontrol Kondisi Output Skematik
Input Gerbang
AND 0 Inhibit 0 0
0
Data

1 Enable DATA 1
Data
Data

NAND 0 Inhibit 1 0
1
Data

1 Enable DATA 1
Data
Data

OR 0 Enable DATA 0
Data
Data

1 Inhibit 1 1
1
Data

NOR 0 Enable DATA 0


Data
Data

1 Inhibit 0 1
0
Data

Timing diagram dari enable/inhibit ditunjukkan


pada gambar berikut.

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 68

Gambar 27, Penggunaan enable/inhibit dari clock


generator

Untuk merealisasi fungsi enable/inhibit dari


suatu sinyal clock pada Gambar 27a, jika
menggunakan IC 7408 dilakukan sbb:

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 69

Gambar 28, Realisasi enable/inhibit dari clock


generator dengan IC 7408

Untuk mensimulasi fungsi enable/inhibit dari


clock generator dengan MultiSIM dapat dilakukan
dengan program berikut.

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 70

Gambar 29, Simulasi enable/inhibit dari sinyal


clock

Ekspansi Gerbang.
Kadang kala diperlukan suatu jumlah pin input
yang lebih banyak dari jumlah pin input yang
tersedia dari suatu gerbang, sebagai contoh bila
diinginkan 3-input gerbang AND, sedangkan yang
tersedia hanya 2-input AND atau menginginkan 3-
input NAND dari 2-input AND, dll. Untuk
melakukan ekspansi gerbang dilakukan seperti
ditunjukkan dalam gambar berikut ini.

A A.B A A.B
B A.B.C B A.B.C
C C

Gambar 30, Contoh ekspansi gernag AND dan


NAND.

Untuk menentukan jumlah kombinasi, gunakan


persamaan:
Jumlah kombinasi  2 N
dengan N : jumlah input.

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 71

Gambar berikut menunjukkan gerbang AND 4


input, berikut dengan tabel kebenarannya.

Gambar 31, Gerbang AND 8 input

A A+B A A+B
B A+B+C B A+B+C
C C

Gambar 32, Contoh ekspansi gerbang OR dan


NOR.

Gambar berikut menunjukkan simbul gerbang


OR 3 input dan tabel kebenarannya.

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 72

Gambar 33, Gerbang OR 3 input dan tabel


keberannya

Memanfaatkan sifat khas Gerbang untuk


analisa pewaktuaan
Dengan memanfaatkan tabel kebenaran, dengan
mudah diramalkan bentuk output dari suatu gerbang
bila diberi sinyal input seperti ditunjukkan pada
gambar berikut ini. Perlu diingat ciri-ciri penting
dari gerbang dasar adalah:
1. AND: outputnya 1 jika semua inputnya 1
2. NAND: outputnya 0 jika semua inputnya 1.
3. OR: outputnya 0 jika semua inputnya 0.
4. NOR: outputnya 1 jika semua inputnya 0.

Perhatikan contoh-contoh sinyal input digital


dan outputnya berikut ini.

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 73

A.B

Gambar 34, Sinyal output pada gerbang AND


(unik: outputnya 1 bila kedua input 1).
A

A.B

Gambar 35, Sinyal output pada gerbang NAND


(unik : output 0 bila kedua input 1).

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 74

A+B

Gambar 36, Sinyal output pada gerbang OR (unik :


output 0 bila semua inputnya 0).
A

A+B

Gambar 37, Sinyal output pada gerbang NOR (unik:


output 1 bila semua input 0).

Untuk mengamati bentuk gelombang


(waveform) atau menganlisa pewaktuan (timing
analysis) dari sinyal digital dapat dilakukan dengan
menggunakan osiloskop (DSO: digital storage
osciloscope, MSO: mixed signal osciloscope) atau
logic analyzer. Misalnya seperti ditunjukkan pada
gambar berikut.

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 75

Pembangkitan gelombang
Dengan menggunakan gabungan dari gerbang
logika dasar, osilator clock, dan rangkaian
generator gelombang dapat dibuat suatu bentuk
gelombang tertentu yang dipakai untuk kontrol
digital dan rangkaian pengaturan urutan
(sequencer). Contohnya adalah rangkaian Johnson
shift counter. Input dari counter ini adalah sinyal
clock (Cp), outputnya adalah A, B, C, D dan
komplemennya A , B, C, D seperti ditunjukkan
gambar berikut.

Gambar 38, Pembangkitan Johnson shift counter


dan sketsa bentuk gelombangnya

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 76

Dari bentuk gelombang yang dihasilkan oleh


rangkaian Johnson shift counter, dapat dibentuk
berbagai bentuk gelombang yang diinginkan,
misalnya menghasilkan sinyal HIGH dari 2 ms
hingga 5 ms, seperti ditunjukkan gambar berikut.

Gambar 39, Pembentukan pulsa HIGH selama 3 ms


yang berasal dari Johnson shift counter yang dipicu
sinyal clock dengan perioda 1 ms

Dengan menggunakan Johnson shift counter


dibuat rangkaian berikut dengan hanya
menggunakan satu buah gerbang AND 3 input,
dapat dibuat sinyal output yang hanya menghasilkan
pulsa clock Cp#4 saja.

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 77

Gambar 40, Output sinyal clock Cp#4 saja

Pengenalan Troubleshooting
Untuk memeriksa suatu rangkaian digital atau
devais digital baik yang dibuat sendiri atau dibuat
oleh produsen elektronik, maka diperlukan suatu
teknik untuk melacak kesalahan (sering disebut
Troubleshooting). Pemahaman teori dan cara kerja
rangkaian, devais atau IC sangat diperlukan agar
proses pencarian kesalahan atau komponen yang
bermasalah dapat ditemukan.
Ada dua alat sederhana yang digunakan untuk
maksud ini, yaitu pembangkit pulsa logika (logic
pulser) dan pendeteksi pulsa logika (logic probe).
Indikator dari pendeteksi pulsa ditunjukkan pada
tabel berikut.

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 78

Tabel 5, Kondisi logic probe

Level logika Indikator lampu


High = 1 Nyala
Low = 0 Mati
Ngambang (Float) Redup

Beberapa kesalahan yang mungkin terjadi pada


PCB (printed circuit board) adalah (a) meleset/
misalignment, (b) retak, (c) soldernya nyambung,
dan (d) terbakar sepert ditunjukkan pada gambar
berikut.

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 79

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II


Bab II, Gerbang Logika Hal 80

Gambar 41, Kesalahan umum pada PCB

Berikut contoh troubleshooting dari gerbang


logika AND dan OR.

Gambar 42, Troubleshooting gerbang AND dan OR

Sastra Kusuma Wijaya FISIKA FMIPA UI Diktat Elektronika II

Anda mungkin juga menyukai