Anda di halaman 1dari 17

A.

Hambatan dalam Komunikasi Terapeutik

Hambatan dalam komunikasi terapeutik dapat menimbulkan perasaan tegang baik bagi
perawat maupun pasien yang bisa berkisar dari ansietas dan kekhawatiran sampai frustasi,
cinta atau sangat marah. Hal tersebut terjadi dikarenakan berbagai alasan dan mungkin
terjadi dalam berbagai bentuk yang berbeda. Hambatan-hambatan tersebut yaitu sebagai
berikut:

1. Resistens
Resistens adalah upaya pasien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab ansietas
yang dialaminya. Resisten merupakan keengganan alamiah atau penghindaran yang
dipelajari untuk mengungkapkan atau bahkan mengalami aspek yang bermasalah pada
diri seseorang. Sikap ambivalen terhadap eksplorasi diri, yang didalamnya pasien
menghargai juga menghindari pengalaman yang menimbulkan ansietas, merupakan
bagian normal proses teurapeutik. Resistens utama seringkali merupakan akibat dari
ketidak sediaan pasien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah dirasakan.
Perilaku resistens biasanya diperlihatkan oleh pasien selama fase kerja karena fase ini
memuat sebagian besar proses penyelesaian masalah.
Bentuk resistens yang diperlihatkan pasien :

1. Supresi dan represi informasi terkait.


2. Intensifikasi gejala.
3. Devaluasi diri dan pandangan keputusasaan tentang masa depan.
4. Dorongan untuk sehat yang terjadi secara tiba-tiba tetapi hanya kesembuhan
yang bersifat sementara.
5. Hambatan intelektual yang mungkin tampak ketika pasien mengatakan bahwa
ia tidak mempunyai pikiran apapun atau tidak mampu memikirkan masalahnya,
tidak menepati janji pertemuan atau datang terlambat untuk suatu sesi, lupa,
diam atau mengantuk.
6. Prilaku amuk atau tidak rasional.
7. Pembicaraan yang superfisial.
8. Pemahaman intelektual yang didalamnya pasien mengungkapkan pemahaman
dirinya dengan menggunakan istilah yang tepat namun tetap berprilaku
maladaptif, atau menggunakan mekanisme pertahanan intelektualisasi tanpa
diikuti pemahaman.
9. Muak terhadap normalitas yang terlihat ketika pasien telah memiliki
pemahaman tetapi menolak memikul tanggung jawab untuk berubah dengan
alasannya bahwa normalitas adalah hal yang tidak penting.
10. Reaksi transferens.

2. Transferens
Transferens adalah respon tidak sadar yang didalamnya pasien mengalami perasaan
dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnta terkait dengan tokoh penting dalam
kehidupan masa lalu pasien. Istilah ini merujuk pada sekelompok reaksi yang berupaya
mengurangi atau menghilangkan ansietas. Sifat yang paling menonjol dari transferens
adalah ketidak tepatan respon pasien dalam hal intensitas dan penggunaan mekanisme
pertahanan displacement yang maladaptif. Reaksi transferens membahayakan proses
teurapeutik hanya bila hal ini tetap diabaikan dan tidak di telaah oleh perawat. Ada dua
jenis utama, yaitu reaksi bermusuhan dan tergantung.

3. Kontertransferens
Kontertransferens yaitu kebuntuan teurapeutik yang dibuat oleh perawat, bukan
oleh pasien. Kontertransferens merupakan respons emosinal spesifik oleh perawat
terhadap pasien yang tidak sesuai dengan intensitas emosi. Kontertransferens adalah
transferens yang diterapkan pada perawat. Respon perawat tidak dapat dibenarkan oleh
kenyataan, tetapi lebih mencerminkan konflik terdahulu yang dialami terkait dengan
isu-isu seperti otoritas,keasertifan,gender, dan kemandirian. Reaksi kontertransferens
biasanya berbentuk salah satu dari 3 jenis, yaitu reaksi, mencintai atau perhatian
berlebihan, reaksi sangat bermusuhan atau membenci, dan reaksi sangat cemas,
seringkali menjadi respon terhadap resisten pasien.
Beberapa bentuk kontertransferens yang diperlihatkan oleh perawat:
1. Kesulitan ber-empati terhadap pasien dalam area masalah tertentu.
2. Perasaan tertekan setelah sesi.
3. Kecerobohan dalam mengimplementasikan kontra seperti datang terlambat,atau
melampaui waktu yang telah ditentukan.
4. Mengantuk selama sesi.
5. Perasaan marah atau tidak sabar karena ketidak inginan pasien untuk berubah.
6. Dorongan terhadap ketergantungan, pujian atau afeksi pasien.
7. Berdebat dengan pasien atau kecenderungan untuk memaksa pasien sebelum ia
siap.
8. Mencoba untuk membantu pasien dalam segala hal yang tidak berhubungan
dengan tujuan keperawatan yang telah diidentifikasi.
9. Keterlibatan dengan pasien dalam tingkat personal atau sosial.
10. Melamunkan atau preokupasi dengan pasien.
11. Fantasi seksual atau agressive dengan pasien.
12. Perasaan ansietas, gelisah, atau perasaan bersalah terhadap pasien terjadi
berulang kali.
13. Kecenderungan untuk berfokus hanya pada satu aspek informasi dari pasien
atau menganggap hal tersebut sebagai satu-satunya cara.
14. Kebutuhan untuk mempertahankan intervensi keperawatan kepada pasien.

Faktor-faktor yang menghambat dalam komunikasi terapeutik yaitu:


1. Budaya.
2. Nilai (kepercayaan dan peraturan kehidupan masyarakat).
3. Status sosial.
4. Keadaan emosional (perasaan yang mempengaruhi pola komunikasi).
5. Orientasi spiritual.
6. Pengalaman internal (seperti dampak biologis dan psikologis yaitu bagaimana
seseorang menginterpretasikan situasi kehidupan).
7. Kejadian-kejadian di luar individu.
8. Sosialisasi keluarga mengenai komunikasi.
9. Bentuk hubungan.
10. Konteks hubungan saat ini.
11. Isi pesan (seperti topik-topik yang menimbulkan kepekaan dan berdampak
secara emosional).
B. Komunikasi Terapeutik Pada Anak

Komunikasi terapeutik pada anak adalah komunikasi yang dilakukan antara perawat
dan klien (anak), yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan
untuk kesembuhan anak. Dalam komunikasi pada anak membutuhkan pertimbangan
khusus sehingga perawat dapat mengembangkan hubungan kerja yang baik dengan anak
maupun dengan keluarga. Perawat banyak menerima informasi dari orang tua, karena
kontak antara orang tua dengan antar umum akrab, informasi yang diberikan orang tua
dapat diasumsikan dan diandalkan dengan baik.

Perawat memberikan perhatian periodik kepada bayi dan anak ketika mereka bermain
untuk membuat mereka berpartisipasi. Anak yang lebih besar dapat secara aktif terlibat
dalam komunikasi. Anak-anak umumnya responsive terhadap pesan non verbal, gerakan
yang tiba-tiba atau mengancam akan membuat mereka takut. Perawat memasuki ruang
dengan senyum yang lebar dan gerakan tangane tertentu akan menghalangi terbentuknya
hubungan. Perawat harus tetap anggun dan tenang, membiarkan anak terlebih dahulu
bertindak dalam hubungan interpersonal. Nada suara yang tenang, bersahabat dan yakin
adalah yang terbaik.

Ketika diperlukan penjelasan atau petunjuk, perawat menggunakan bahasa yang


langsung dan sederhana, harus jujur, membohongi anak dengan mengatakan bahwa
prosedur yang menyakitkan tidak menyakitkan hanya akan membuat mereka marah. Untuk
meminimalkan ketakutan dan kecemasan perawat harus selalu dengan segera mengatakan
pada mereka apa yang akan terjadi. Menggambar dan bermain adalah cara yang efektif
untuk berkomunikasi dengan anak.

Komunikasi dengan anak berdasarkan usia tumbuh kembang, antara lain :


1. Usia Bayi (0-1 tahun).
Komunikasi pada bayi yang umumnya dapat dilakukan adalah dengan melalui
gerakan-gerakan bayi, gerakan tersebut sebagai alat komunikasi yang efektif, di samping
itu komunikasi pada bayi dapat dilakukan secara non verbal. Perkembangan komunikasi
pada bayi dapat dimulai dengan kemampuan bayi untuk melihat sesuatu yang menarik,
ketika bayi digerakkan maka bayi akan berespons untuk mengeluarkan suara-suara bayi.
Perkembangan komunikasi pada bayi tersebut dapat dimulai pada usia minggu ke delapan
dimana bayi sudah mampu untuk melihat objek atau cahaya, kemudian pada minggu kedua
belas sudah mulai melakukan tersenyum. Pada usia minggu ke enam belas bayi sudah
mulai menolehkan kepala pada suara yang asing bagi dirinya. Pada pertengahan tahun
pertama bayi sudah mulai mengucapkan kata-kata awal seperti ba-ba, da-da, dan lain-lain.
Pada bulan ke sepuluh bayi sudah bereaksi terhadap panggilan terhadap namanya, mampu
melihat beberapa gambar yang terdapat dalam buku. Pada akhir tahun pertama bayi sudah
mampu mengucapkan kata-kata yang spesifik antara dua atau tiga kata.
Selain melakukan komunikasi seperti di atas terdapat cara komunikasi yang efektif
pada bayi yakni dengan cara menggunakan komunikasi non verbal dengan tehnik sentuhan
seperti mengusap, menggendong, memangku, dan lain-lain.

2. Usia Todler dan Pra Sekolah (1-2,5 tahun, 2,5-5 tahun)


Perkembangan komunikasi pada usia ini dapat ditunjukkan dengan perkembangan
bahasa anak dengan kemampuan anak sudah mampu memahami kurang lebih sepuluh
kata, pada tahun ke dua sudah mampu 200-300 kata dan masih terdengan kata-kata
ulangan. Pada anak usia ini khususnya usia 3 tahun anak sudah mampu menguasai
sembilan ratus kata dan banyak kata-kata yang digunakan seperti mengapa, apa, kapan dan
sebagainya. Komunikasi pada usia tersebut sifatnya sangat egosentris, rasa ingin tahunya
sangat tinggi, inisiatifnya tinggi, kemampuan bahasanya mulai meningkat, mudah merasa
kecewa dan rasa bersalah karena tuntutan tinggi, setiap komunikasi harus berpusat pada
dirinya, takut terhadap ketidaktahuan dan perlu diingat bahwa pada usia ini anak masih
belum fasih dalam berbicara.
Pada usia ini cara berkomunikasi yang dapat dilakukan adalah dengan memberi tahu
apa yang terjadi pada dirinya, memberi kesempatan pada mereka untuk menyentuh alat
pemeriksaan yang akan digunakan, menggunakan nada suara, bicara lambat, jika tidak
dijawab harus diulang lebih jelas dengan pengarahan yang sederhana, hindarkan sikap
mendesak untuk dijawab seperti kata-kata “jawab dong”, mengalihkan aktivitas saat
komunikasi, memberikan mainan saat komunikasi dengan maksud anak mudah diajak
komunikasi dimana kita dalam berkomunikasi dengan anak sebaiknya mengatur jarak,
adanya kesadaran diri dimana kita harus menghindari konfrontasi langsung, duduk yang
terlalu dekat dan berhadapan. Secara non verbal kita selalu memberi dorongan penerimaan
dan persetujuan jika diperlukan, jangan sentuh anak tanpa disetujui dari anak, bersalaman
dengan anak merupakan cara untuk menghilangkan perasaan cemas, menggambar,
menulis atau bercerita dalam menggali perasaan dan fikiran anak si saat melakukan
komunikasi.
3. Usia Sekolah (5-11 tahun)
Perkembangan komunikasi pada anak usia ini dapat dimulai dengan kemampuan anak
mencetak, menggambar, membuat huruf atau tulisan yang besar dan apa yang
dilaksanakan oleh anak mencerminkan pikiran anak dan kemampuan anak membaca disini
sudah muncul, pada usia ke delapan anak sudah mampu membaca dan sudah mulai berfikir
tentang kehidupan. Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia sekolah ini adalah tetap
masih memperhatikan tingkat kemampuan bahasa anak yaitu menggunakan kata-kata
sederhana yang spesifik, menjelaskan sesuatu yang membuat ketidakjelasan pada anak
atau sesuatu yang tidak diketahui, pada usia ini keingintahuan pada aspek fungsional dan
prosedural dari objek tertentu sangat tinggi. Maka jelaskan arti, fungsi dan prosedurnya,
maksud dan tujuan dari sesuatu yang ditanyakn secara jelas dan jangan menyakiti atau
mengancam sebab ini akan membuat anak tidak mampu berkomunikasi secara efektif.

4. Usia Remaja (11-18 tahun).


Perkembangan komunikasi pada usia remaja ini ditunjukkan dengan kemampuan
berdiskusi atau berdebat dan sudah mulai berpikir secara konseptual, sudah mulai
menunjukkan perasaan malu, pada anak usia sering kali merenung kehidupan tentang masa
depan yang direfleksikan dalam komunikasi. Pada usia ini pola pikir sudah mulai
menunjukkan ke arah yang lebih positif, terjadi konseptualisasi mengingat masa ini adalah
masa peralihan anak menjadi dewasa.
Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia ini adalah berdiskusi atau curah pendapat
pada teman sebaya, hindari beberapa pertanyaan yang dapat menimbulkan rasa malu dan
jaga kerahasiaan dalam komunikasi mengingat awal terwujudnya kepercayaan anak dan
merupakan masa transisi dalam bersikap dewasa.
Teknik-teknik komunikasi terapeurik pada anak yaitu:
1. Teknik Verbal
a. Melalui orang lain atau pihak ketiga
Cara berkomunikasi ini pertama dilakukan oleh anak dalam menumbuhkan
kepercayaan diri anak, dengan menghindari secara langsung berkomunikasi dengan
melibatkan orang tua secara langsung yang sedang berada di samping anak. Selain
itu dapat digunakan cara dengan memberikan komentar tentang mainan, baju yang
sedang dipakainya serta hal lainnya, dengan catatan tidak langsung pada pokok
pembicaraan.
b. Bercerita
Melalui cara ini pesan yang akan disampaikan kepada anak dapat mudah
diterima, mengingat anak sangat suka sekali dengan cerita, tetapi cerita yang
disampaikan hendaknya sesuai dengan pesan yang akan disampaikan, yang dapat
diekspresikan melalui tulisan maupun gambar.

c. Memfasilitasi
Memfasilitasi anak adalah bagian cara berkomunikasi, melalui ini ekspresi anak
atau respon anak terhadap pesan dapat diterima. Dalam memfasilitasi kita harus
mampu mengekspresikan perasaan dan tidak boleh dominan, tetapi anak harus
diberikan respons terhadap pesan yang disampaikan melalui mendengarkan dengan
penuh perhatian dan jangan merefleksikan ungkapan negatif yang menunjukkan
kesan yang jelek pada anak.
d. Biblioterapi
Melalui pemberian buku atau majalah dapat digunakan untuk mengekspresikan
perasaan, dengan menceritakan isi buku atau majalah yang sesuai dengan pesan
yang akan disampaikan kepada anak.
e. Meminta untuk menyebutkan keinginan
Ungkapan ini penting dalam berkomunikasi dengan anak, dengan meminta anak
untuk menyebutkan keinginan dapat diketahui berbagai keluhan yang dirasakan
anak dan keinginan tersebut dapat menunjukkan perasaan dan pikiran anak pada
saat itu.
f. Pilihan pro dan kontra
Penggunaan teknik komunikasi ini sangat penting dalam menentukan atau
mengetahui perasaan dan pikiran anak, dengan mengajukan pasa situasi yang
menunjukkan pilihan yang positif dan negatif sesuai dengan pendapat anak.
g. Penggunaan skala
Penggunaan skala atau peringkat ini digunakan dalam mengungkapkan
perasaan sakit pada anak seperti penggunaan perasaan nyeri, cemas, sedih dan lain-
lain, dengan menganjurkan anak untuk mengekspresikan perasaan sakitnya.

2. Teknik Non Verbal


Teknik komunikasi non verbal dapat digunakan pada anak- anak seperti :
a. Menulis
Menulis adalah suatu alternatif pendekatan komunikasi bagi anak, remaja muda
dan pra remaja. Untuk memulai suatu percakapan perawat dapat memeriksa/
menyelidiki tentang tulisan dan mungkin juga meminta untuk membaca beberapa
bagian. Dengan menulis anak-anak lebih riil dan nyata.

b. Menggambar
Menggambar adalah salah satu bentuk komunikasi yang berharga melalui
pengamatan gambar. Dasar asumsi dalam menginterpretasi gambar adalah bahwa
anak- anak mengungkapakan tentang dirinya. Untuk mengevaluasi sebuah gambar
utamakan/fokuskan pada unsur-unsur sebagai berikut :
 Ukuran dari bentuk badan individu, ini mengekspresikan orang penting.
 Urutan bentuk gambar, mengekspresikan prioritas kepentingan.
 Posisi anak terhadap anggota keluarga lainnya, mengekspresikan perasaan
anak terhadap status dalam keluaraga atau ikatan keluarga.
 Bagian adanya hapusan, bayangan atau gambar silang, mengekspresikan
ambivalen/ pertentangan, keprihatinan atau kecemasan pada hal- hal
tertentu.
c. Gerakan gambar keluarga
Menggambarkan suatu kelompok, berpengaruh pada perasaan anak-anak dan
respon emosi, dia akan menggambarkan pikirannya tentang dirinya dan anggota
keluarga yang lainnya. Gambar kelompok yang paling berharga bagi anak adalah
gambar keluarga.
d. Sosiogram
Menggambar tak perlu dibatasi bagi anak- anak, dan jenis gambar yang berguna
bagi anak- anak seusia 5 tahun adalah sosiogram (gambar ruang kehidupan) atau
lingkungan keluarga. Menggambar suatu lingkaran adalah untuk melambangkan
orang-orang yang hampir mirip dalam kehidupan anak, dan gambar bundaran-
bundaran didekat lingkaran menunjukkan keakraban/ kedekatan.
e. Menggambar bersama dalam keluarga
Salah satu teknik yang berguna dan dapat diterapkan pada anak- anak adalah
menggambar bersama dalam keluarga. Menggambar bersama dalam keluarga
merupakan satu alat yang berguna untuk mengungkapkan dinamika dan hubungan
keluarga.
f. Bermain
Bermain merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk berhubungan
dengan anak. Dengan bermain dapat dikumpulkan petunjuk mengenai tumbuh
kembang fisik, intelektual dan sosial. Terapeutik play sering digunakan untuk
mengurangi trauma akibat sakit atau masuk rumah sakit atau untuk mempersiapkan
anak sebelum dilakukan prosedur medis/ perawatan.

Hambatan komunikasi terapeutik pada anak yaitu:


1. Keterbatasan dalam perkembangan bahasa, konsep dan pengalaman.
2. Keterbatasan dalam memahami konsep abstrak.
3. Kadangkala kurang atau tidak tanggap dalam diajak bicara.
4. Ucapan kata tidak jelas.
C. Komunikasi Terapeutik Pada Lansia
Menurut WHO, batasan umur seseorang yang tergolong lanjut usia (lansia) adalah
sebagai berikut:
1. Middle age : 45 – 59 tahun
2. Elderly (lansia) : 60 – 70 tahun
3. Old (lansia tua) : 75 – 90 tahun
4. Very Old (lansia sangat tua) : >90 tahun

Prinsip komunikasi terapeutik pada lansia yaitu:

1. Menjaga agar tingkat kebisingan minimum.


2. Menjadi pendengar yang setia, sediakan waktu untuk mengobrol.
3. Menjamin alat bantu dengar yang berfungsi dengan baik (periksa baterai).
4. Yakinkan bahwa kacamata bersih dan pas.
5. Jangan berbicara dengan keras atau berteriak, bicara langsung dengan telinga yang
dapat mendengar dengan lebih baik. Berdiri di depan klien.
6. Pertahankan penggunaan kalimat yang pendek dan sederhana.
7. Beri kesempatan pada klien untuk mengenang.
8. Mendorong keikutsertaan dalam aktivitas sosial seperti perkumpulan orang tua,
kegiatan rohani.
9. Membuat rujukan pada terapi wicara dan kegiatan sosial sesuai kebutuhan.
10. Berbicara pada tingkat pemahaman klien.
11. Selalu menanyakan respons, terutama ketika mengajarkan suatu tugas atau keahlian.

Komunikasi verbal dan non verbal yang digunakan untuk berkomunikasi dengan lansia
antara lain :

1. Saling mengenalkan nama dan jabat tangan, panggil klien dengan sapaan hormat dan
nama panggilan lengkap.
2. Gunakan sentuhan untuk memperkuat pesan verbal dan komunikasikan non verbal.
3. Menjelaskan tujuan dari pertemuan, diskusikan hanya satu topik.
4. Dimulailah dengan pertanyaan yang sederhana dan gunakan bahasa yang sering
digunakan oleh klien secara singkat dan terstruktur.
5. Gunakan pertanyaan terbuka – tertutup dan ciptakan suasana yang nyaman.
6. Klarifikasi pesan secara periodik, validasikan apakah klien sudah mengerti dengan
maksud perawat.
7. Pertahankan kontak mata, tingkatkan perhatian, dan mendorong untuk memberi
informasi yang jelas.
8. Bersikaplah empati, jaga selalu privasi klien.
9. Mintalah izin sebelum menanyakan status mental, memori dan kemampuan yang lain.
10. Tuliskan perintah atau hal – hal penting untuk diingat.

Komunikasi Terapeutik pada Lansia dengan Masalah Fisik Maupun Mental

1. Lansia dengan Gangguan Pendengaran :


a. Berdiri dekat menghadap klien.
b. Bertanya diarahkan pada telinga yang lebih baik.
c. Berikan perhatian dan tunjukkan wajah saudara.
d. Tegurlah nama sebelum pembicaraan dimulai.
e. Gunakan pembicaraan yang keras, jelas, pelan, dan diarahkan langsung pada klien.
f. Hindari pergerakan bibir yang berlebihan.
g. Hindari memalingkan kepala, tidak berbalik atau berjalan saat bicara.
h. Jika klien belum memahami, ulangi dengan menggunakan kata – kata yeng berbeda.
i. Membatasi kegaduhan lingkungan.
j. Gunakan tekanan suara yang sesuai.
k. Berilah instruksi sederhana untuk mengevaluasi pembicaraan.
l. Hindari pertanyaan tertutup, gunakan kalimat pendek saat bertanya.
m. Gunakan bahasa tubuh yang sesuai dengan isi komunikasi.
2. Lansia dengan tidak dapat mendengar (deaf) :
a. Menulis pesan jika klien dapat membaca.
b. Gunakan media (gambar) untuk membantu komunikasi.
c. Pernyataan dan pertanyaan yang singkat.
d. Gunakan berbagai macam metode untuk menyampaikan pesan, contoh : body
language.
e. Sempatkanlah waktu bersama klien.
3. Lansia dengan gangguan penglihatan :
a. Perkenalkan diri, dekati klien dari depan.
b. Jelaskan kondisi tempat dan orang yang ada.
c. Bicaralah pada saat Anda mau meninggalkan tempat.
d. Pada saat saudara berbicara pastikan klien tahu tempat saudara.
e. Katakan pada klien apa yang dapat mebantunya seperti lampu, membacakan.
f. Biarkan klien memegang tangan saudara sebagai petunjuk dan jelaskan apa yang
sedang saudara kerjakan.
g. Jelaskan jalan – jalan apa bisa dilalui oleh klien.
h. Sanjunglah kemampuan beradaptasi dan kemandirian klien.
4. Lansia dengan Afasia
Afasia merupakan gangguan fungsi bahasa yang disebabkan cidera atau
penyakit pusat otak. Ini termasuk gangguan kemampuan membaca dan menulis dengan
baik, demikian juga bercakap-cakap, mendengar, berhitung, menyimpulkan dan
pemahaman terhadap sikap tubuh. Dimana penyebab afasia pertama adalah stroke,
cedera kepala, dan tumor otak.
Teknik Komunikasi yang digunakan adalah :
a. Menghadap ke pasien dan membuat kontak mata.
b. Sabar dan meluangkan waktu.
c. Harus jujur, temasuk ketika kita belum memahami pertanyaannya, sikap tubuh,
gambar, dan objek atau media lain yang dapat membantu untuk menjawab
keinginannya.
d. Dipersilahkan lansia menyampaikan apa yang ada dalam pikirannya.
e. Dorong lansia untuk menulis dan mengekspresikannya dan berikan kesempatan
untuk membaca dengan keras.
f. Gunakan gerakan isyarat terhadap objek pembicaraan jika mampu
meningkatkan pemahaman.
g. Gunakan sentuhan untuk memfokuskan pembicaraan, meningkatkan rasa aman.
5. Lansia dengan penyakit Alzheimer :
Penyakit Alzheimer (AD) kadang disebut sebagai demensia degeneratif primer
atau demensia senil jenis Alzheimer (SDAT) merupakan penyakit neurologis
degeneratif, progresif, ireversibel, yang muncul tiba-tiba dan ditandai dengan
penurunan bertahap fungsi kognitif dan gangguan perilaku dan efek. Keadaan yang
terjadi pada pasien yang menderita Alzheimer diantaranya terjadi keadaan mudah lupa
dan kehilangan ingatan bahkan klien dapat kehilangan kemampuannya mengenal
wajah, tempat, dan objek yang sudah dikenalnya serta kehilangan suasana
kekeluargaannya. Perubahan kepribadian biasanya negatif. Pasien dapat menjadi
depresif, curiga, paranoid, kasar, dan bahkan kejam. Kemampuan berbicara buruk
sampai pembentukan suku kata yang tidak masuk akal. Perawatan diri memerlukan
bantuan, termasuk makan dan toileting.
Teknik komunikasi yang digunakan adalah :
a. Selalu berkomunikasi dari depan lansia.
b. Bicaralah dengan cara dan nada yang normal.
c. Bertatap muka.
d. Minimalkan gerakan tangan.
e. Menghargai dan pertahankan jarak.
f. Cegah setting ruangan yang memberikan stimulasi yang banyak.
g. Pertahankan kontak mata dengan senyum.
h. Ikuti langkah klien dan bicaralah padanya.
i. Bertanyalah hanya dengan satu pertanyaan.
j. Mengangguklah dantersenyum bila memahami perkataannya.
6. Lansia yang menunjukkan kemarahan :
a. Klarifikasi penyebab marah yang terjadi.
b. Bantu dan dorong klien mengungkapkan marah dengan konstruktif.
c. Gunakan pertanyaan terbuka.
d. Luangkan waktu setiap hari bersama klien.
e. Puji dan dukung setiap usaha dari klien.
7. Lansia yang mengalami kecemasan :
a. Dengarkan apa yang dibicarakan klien.
b. Berikan penjelasan secara ringkas dan jelas apa yang terjadi.
c. Identifikasi bersama klien sumber-sumber yang menyebabkan ketegangan atau
keemasan.
d. Libatkan staf dan anggota keluarga.
8. Lansia yang menunjukkan penolakan :
a. Kemukakan kenyataan perlahan lahan.
b. Jangan menyokong penolakan klien.
c. Bantu klien mengungkapkan keresahan atau perasaan sedihnya.
d. Libatkan keluarga.
9. Lansia yang mengalami depresi :
a. Lakukan kontak sesering mungkin.
b. Beri perhatian terus-menerus.
c. Libatkan klien dalam menolong dirinya sendiri.
d. Gunakan pertanyaan terbuka.
e. Libatkan staf dan anggota dalam memberikan perhatian.

Hambatan dalam komunikasi terapeutik pada lansia yaitu:

1. Internal Distraksi
Gangguan yang terjadi pada lansia saat melakukan komunikasi misalnya lansia
mengantuk, menguap atau mengatakan lapar saat melakukan komunikasi dengan
perawat.
2. Sensory Overload.
3. Gangguan neurologi.
4. Defisit pengetahuan.
5. Hambatan Verbal.
6. Setting yang tidak tepat.
7. Perbedaan budaya.
D. Kesimpulan
 Hambatan dalam komunikasi terapeutik dapat menimbulkan perasaan tegang
baik bagi perawat maupun pasien yang bisa berkisar dari ansietas dan
kekhawatiran sampai frustasi, cinta atau sangat marah. Hal tersebut terjadi
dikarenakan berbagai alasan dan mungkin terjadi dalam berbagai bentuk yang
berbeda. Hambatan-hambatan tersebut yaitu sebagai berikut :
1. Resistens.
2. Transferens.
3. Kontertranferens.
 Komunikasi terapeutik pada anak adalah komunikasi yang dilakukan antara
perawat dan klien (anak), yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan
kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan anak. Dalam komunikasi pada anak
membutuhkan pertimbangan khusus sehingga perawat dapat mengembangkan
hubungan kerja yang baik dengan anak maupun dengan keluarga. Perawat
banyak menerima informasi dari orang tua, karena kontak antara orang tua
dengan antar umum akrab, informasi yang diberikan orang tua dapat
diasumsikan dan diandalkan dengan baik.
 Hambatan komunikasi terapeutik pada anak yaitu:
1. Keterbatasan dalam perkembangan bahasa, konsep dan
pengalaman.
2. Keterbatasan dalam memahami konsep abstrak.
3. Kadangkala kurang atau tidak tanggap dalam diajak bicara.
4. Ucapan kata tidak jelas.
 Menurut WHO, batasan umur seseorang yang tergolong lanjut usia (lansia)
adalah sebagai berikut:
1. Middle age : 45 – 59 tahun
2. Elderly (lansia) : 60 – 70 tahun
3. Old (lansia tua) : 75 – 90 tahun
4. Very Old (lansia sangat tua) : >90 tahun
 Prinsip komunikasi terapeutik pada lansia yaitu:
1. Menjaga agar tingkat kebisingan minimum.
2. Menjadi pendengar yang setia, sediakan waktu untuk mengobrol.
3. Menjamin alat bantu dengar yang berfungsi dengan baik (periksa
baterai).
4. Yakinkan bahwa kacamata bersih dan pas.
5. Jangan berbicara dengan keras atau berteriak, bicara langsung
dengan telinga yang dapat mendengar dengan lebih baik. Berdiri
di depan klien.
6. Pertahankan penggunaan kalimat yang pendek dan sederhana.
7. Beri kesempatan pada klien untuk mengenang.
8. Mendorong keikutsertaan dalam aktivitas sosial seperti
perkumpulan orang tua, kegiatan rohani.
9. Membuat rujukan pada terapi wicara dan kegiatan sosial sesuai
kebutuhan.
10. Berbicara pada tingkat pemahaman klien.
11. Selalu menanyakan respons, terutama ketika mengajarkan suatu
tugas atau keahlian.
 Hambatan dalam komunikasi terapeutik pada lansia yaitu:
1. Internal Distraksi
Gangguan yang terjadi pada lansia saat melakukan komunikasi
misalnya lansia mengantuk, menguap atau mengatakan lapar saat
melakukan komunikasi dengan perawat.
2. Sensory Overload.
3. Gangguan neurologi.
4. Defisit pengetahuan.
5. Hambatan Verbal.
6. Setting yang tidak tepat.
7. Perbedaan budaya.
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, Mukharipah. 2014. Komunikasi Terapeutik Dalam Praktik Keprerawatan.


Bandung: PT Refika Aditama.
Ermawati. 2012. Komunikasi Terapeutik Teori dan Praktik. Jakarta: Trans Info Media.
Nurhasanah, Nunung. 2013. Ilmu Komunikasi Dalam Proses Keperawatan. Yogyakarta: Graha
Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai