Anda di halaman 1dari 43

KATA PENGANTAR

Seindah Pujian, sehangat sentuhan, selembut tutur pujian syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nyalah sehingga
penyusunan Laporan Praktikum mata kuliah Bioteknologi dengan judul ’’
Pemanfaatan Kol Busuk dan Tinja Sapi Sebagai Alternatif Pembuatan Biogas Ramah
Lingkungan’’ ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu sesuai yang diharapkan.

Dalam penyelesaian Laporan Praktikum ini, tim penyusun juga banyak


mendapatkan hambatan-hambatan.Tetapi, tim penyusun juga mendapatkan bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak.

Bahwasanya segala yang terjadi, terencana hanyalah milik sang kholiq, kita
hanya bisa berbuat, berencana sedang kun fayakunnya diluar kuasa kita penulis
menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dan kekeliruan di dalamnya
sehingga kritik dan saran yang sifatnya konstruktif sangat diharapkan oleh penulis
dari berbagai pihak demi kesempurnaan dalam penyusunan makalah selanjut nya.
Amin Ya Rabbal Alamin. Wassalam....

Kendari, Mei 2016


Penyusun

Kelompok VI
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 1
C. Tujuan ..................................................................................... 1
D. Manfaat .................................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Biogas ....................................................................................... 2
B. Energi Biogas dari Limbah Sayuran dan Kotoran Sapi............ 2
C. Manfaat Biogas ........................................................................ 4
BAB III METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat ................................................................... 5


B. Sampel ..................................................................................... 5
C. Desain Penelitian ...................................................................... 5
D. Instrumen Penelitian ................................................................. 5
E. Prosedur Penelitian .................................................................. 5
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan ..................................................................... 14


B. Pembahasan…………………………………………………. 14
1. Pengertian Biogas……….………………………….…. 14
2. Tahap Pembentukan Biogas…………….. ……............ 21
3. Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Biogas……. 21
4. Hubungan antara Biogas dengan Lingkungan Hidup… 22
5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Stabilitas Reaktor Biogas
………………………………………………………………23

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................... 101


B. Saran ......................................................................................... 101
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Biogas pada hakikatnya telah lama dikenal oleh masyarakat indonesia

terutama masyarakat yang ada di pulau jawa. Biogas yang telah dikenal tersebut

diolah dari kotoran hewan terutama kotoran sapi dalam keadaan kedap

udara.Secara ilmiah, biogas yang dihasilkan dari sampah organik adalah gas yang

mudah terbakar (flammable). Gas ini dihasilkan dari proses fermentasi bahan-

bahan organik oleh bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi tanpa

udara). Umumnya, semua jenis bahan organik bisa diproses untuk menghasilkan

biogas.Tetapi hanya bahan organik homogen, baik padat maupun cair yang cocok

untuk sistem biogas sederhana.

Biogas merupakan renewableenergy yang dapat dijadikan bahan bakar

alternatif untuk menggantikan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti minyak

tanah dan gas alam. Akhir-akhir ini diversifikasi penggunaan energi menjadi isu

yang sangat penting karena berkurangnya sumber bahan baku minyak.

Pemanfaatan limbah pertanian untuk memproduksi biogas dapat memperkecil

konsumsi sumber energi komersial seperti minyak tanah juga penggunaan kayu

bakar . Biogas dihasilkan oleh

proses pemecahan bahan limbah organik yang melibatkan aktivitas bakteri

anaerob dalam kondisi anaerobik dalam suatu digester.


Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik

secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan gas yang

sebagian besar adalah berupa gas metan (yang memiliki sifat mudah terbakar)

dan karbon dioksida, gas inilah yang disebut biogas.Manfaat energi biogas

adalah menghasilkan gas metan sebagai pengganti bahan bakar khususnya

minyak tanah dan dapat dipergunakan untuk memasak.Dalam skala besar, biogas

dapat digunakan sebagai pembangkit energi listrik. Di samping itu, dari proses

produksi biogas akan dihasilkan sisa yang dapat langsung dipergunakan sebagai

pupuk organik pada tanaman/budidaya pertanian. Dan yang lebih penting lagi

adalah mengurangi ketergantungan terhadap pemakaian bahan bakar minyak

bumi yang tidak bisa diperbaharui.

Sampah sayuran merupakan limbah yang dihasilkan setiap hari dalam

jumlah besar. Limbah sampah sayuran yang sebagian besar berasal dari

pasar tradisional seringkali terbuang begitu saja ataupun sebatas dijadikan

pakan ternak. Sampah sayuran sesungguhnya merupakan limbah organik

yang berpotensi untuk diolah menjadi biogas. Reaksi yang terjadi dalam

pembentukan biogas meliputi tiga tahap, yaitu tahap hidrolisis, tahap

pengasaman, dan tahap metanogenik. Pada penelitian ini digunakan kotoran

sapi sebagai campuran sekaligus starter dari bakteri metanogen.

Sampah sayuran termasuk salah satu pencemar yang sangat potensial dan

menimbulkan problem di semua daerah.Sampah sayuran merupakan sisa atau

limbah yang berasal dari kegiatan industri, pasar dan rumah tangga yang
kebanyakana masyrakat menganggap hal tersebut sudah tidak berguna lagi dan

dibuang begitu saja. Sampah sayuran merupakan sampah yang banyak

mengandung bahan organik tinggi sehinngga berpotensi menjadi bahan baku

dalam produksi biogas.

Pengolahan kotoran sapi menjadi energi alternatif biogas yang ramah

lingkungan merupakan cara yang sangat menguntungkan, karena mampu

memanfaatkan alam tanpa merusaknya sihingga siklus ekologi tetap terjaga.

Manfaat lain mengolah kotoran sapi menjadi energi alternatif biogas adalah

dihasilkannya pupuk organik untuk tanaman, sehingga keuntungan yang dapat

diperoleh adalah: Meningkatnya pendapatan dengan pengurangan biaya

kebutuhan pupuk dan pestisida. Menghemat energi, pengurangan biaya energi

untuk memasak dan pengurangan konsumsi energi tak terbarukan yaitu BBM.

Mampu melakukan pertanian yang berkelanjutan, penggunaan pupuk dan

pestisida organik mampu menjaga kemampuan tanah dan keseimbangan

ekosistem untuk menjamin kegiatan pertanian berkelanjutan

Salah satu teknologi penanggulangan sampah dan sumber energi

alternatif yang besar peluangnya untuk dikembangkan pemanfaatannya adalah

energi biogas.Gas ini berasal dari berbagai macam sampah organik dan slah

satunya adalah sampah dari sayuran kol yang telah membusuk dan kotoran

sapi.Kedua sampah ini dapat dimanfaatkan sebagai energi melalui proses

fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam

kondisi tanpa udara). Pembuatan biogas dari sampah sayuran kol dan kotoran
sapi ini berpotensi sebagai energi alternatif yang ramah lingkungan selain itu

dapat membantu dalam pengurangan sampah pada berbagai industri.Oleh karena

itu, perlu dilakukannyapenelitian ini, sehingga dapat menghasilkan biogas yang

maksimal dan dapat mengurangi pencemaran lingkungan sekitar.Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk membuat produksi biogas dengan memanfaatkan

campuran sampah/limbah sayuran kol dan kotoran sapi sebagai sumber energi

biogas.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apa itu biogas?

2. Bagaimana Tahap Pembentukan Biogas?

3. Faktor Apa Saja Yang Mempengaruhi Pembentukan Biogas?

4. Bagaimana Hubungan antara Biogas dengan Lingkungan Hidup?

5. Faktor-faktor Apa Saja Yang Mempengaruhi Stabilitas

Reaktor Biogas?

C. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Apa itu biogas?

2. Bagaimana Tahap Pembentukan Biogas?

3. Faktor Apa Saja Yang Mempengaruhi Pembentukan Biogas?

4. Bagaimana Hubungan antara Biogas dengan Lingkungan Hidup?


5. Faktor-faktor Apa Saja Yang Mempengaruhi Stabilitas

Reaktor Biogas?

D. Manfaat

1. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang bagaimana memanfaatkan

sampah sayuran dan kotoran sapi untuk menghasilkan energi alternatif yang

ramah lingkungan berupa biogas.

2. Dengan mengetahui cara pembuatan biogas menggunakan limbah sayuran

dan kotoran sapi akan mengurangi biaya energi untuk memasak dan

mengurangi konsumsi energi tak terbarukan yaitu BBM.

3. Penggunaan limbah sebagai sumber energi biogas akan membantu dalam

mengurangi sampah dilingkungan dan akan berdampak baik bagi para

industri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Biogas

Biogas merupakan sumber renewal energy yang mampu menyumbangkan

andil dalam usaha memenuhi kebutuhan bahan bakar . Bahan baku sumber energi

ini merupakan bahan nonfossil, umumnya adalah limbah atau kotoran ternak

yang produksinya tergantung atas ketersediaan rumput dan rumput akan selalu

tersedia, karena dapat tumbuh kembali setiap saat selama dipelihara dengan baik.

Sebagai pembanding yaitu gas alam yang tidak diperhitungkan sebagai renewal

energy, gas, alam berasal dari fosil yang pembentukannya memerlukan

waktujutaan tahun (Haryati, 2006). Biogas dihasilkan oleh proses pemecahan

bahan limbah organik yang melibatkan aktivitas bakteri anaerob dalam kondisi

anaerobik dalam suatu digester . Pada dasarnya proses pencernaan anaerob

berlangsung atas tiga tahap yaitu hidrolisis, pengasaman dan metanogenik.

Proses fermentasi memerlukan kondisi tertentu seperti rasio C : N, temperatur,

keasaman juga jenis digester yang dipergunakan./Kondisi optimum yaitu pada

temperatur sekitar 32 - 35°C atau 50 - 55°C dan pH antara 6,8 - 8 . Pada kondisi

ini proses pencernaan mengubah bahan organik dengan adanya air menjadi

energi gas . Biogas umumnya mengandung gas metan (CI-14 ) sekitar 60 - 70%

yang bila dibakar akan menghasilkan energi panas sekitar 1000 British Thermal

Unit/ft3 atau 252 Kkal/0,028 m3 (karki, 1984).


Gas ini dihasilkan oleh suatu proses yang disebut proses pencernaan

anaerobik, merupakan gas campuran metan (CH4), karbon dioksida (C02), dan

sejumlah kecil nitrogen, amonia, sulfur dioksida, hidrogen sulfida dan hidrogen.

Secara alami, gas ini terbentuk pada limbah pembuangan air, tumpukan sampah,

dasar danau atau rawa. Mamalia termasuk manusia menghasilkan biogas dalam

sistem pencernaannya, bakteri dalam sistem pencernaan menghasilkan biogas

untuk proses mencerna selulosa. Biomasa yang mengandung kadar air yang

tinggi seperti kotoran hewan dan limbah pengolahan pangan cocok digunakan

untuk bahan baku pembuatan biogas (Hartmann, 2000).

Pembentukan biogas meliputi tiga tahap proses yaitu: (a) Hidrolisis, pada

tahap ini terjadi penguraian bahan-bahan organik mudah larut dan pencernaan

bahan organik yang komplek menjadi sederhana, perubahan struktur bentuk

polimer menjadi bentuk monomer; (b) Pengasaman, pada tahap pengasaman

komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan

menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam. Produk akhir dari

perombakan gula-gula sederhana ini yaitu asam asetat, propionat, format, laktat,

alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan amonia ; serta (c)

Metanogenik, pada tahap metanogenik terjadi proses pembentukan gas metan.

Bakteri pereduksi sulfat juga terdapat dalam proses ini, yaitu mereduksi sulfat

dan komponen sulfur lainnya menjadi hidrogen sulfida (Weinberg, 1991).


B. Energi Biogas dari Limbah Sayuran dan Kotoran Sapi

Salah satu bentuk energi yang dihasilkan dari sampah adalah biogas, yaitu

energi terbarukan yang dibuat dari bahan buangan organik berupa sampah,

kotoran ternak, jerami, eceng gondok serta bahan lainnya melalui proses anaerob.

Sampah buah mengandung bahan organik yang tinggi, sehingga potensial

menjadi bahan baku produksi biogas (Sjafruddin, 2011).Limbah peternakan

seperti feses, urin beserta sisa pakan ternak sapi merupakan salah satu sumber

bahan yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas (Houdkova, 2008).

Salah satu sumber bahan organik yang murah dan dominan ditemukan di

lingkungan serta potensial untuk dijadikan sebagai bahan baku biogas adalah

sampah sayur dan buah serta limbah isi rumen sapi. Isi rumen sapi merupakan

salah satu limbah terbesar yang dihasilkan dari suatu pemotongan hewan, berupa

rumput yang belum terfermentasi dan tercerna sepenuhnya oleh hewan (Nengsih,

2002).Pemotongan satu ekor sapi dapat menghasilkan isi rumen berkisar 10-12%

dari berat hidup. Di dalam isi rumen sapi telah terkandung bakteri

Methanosarcina sp. yang berperan dalam proses pembentukan biogas (Fithry,

2010). Selama ini, limbah isi rumen sapi jarang dimanfaatkan dan biasanya

ditumpuk atau langsung dibuang ke badan air, sehingga dapat menimbulkan

pencemaran lingkungan (Irawan, 2009).

Kotoran sapi, memiliki kandungan bahan organik yang cukup tinggi,

teknologi pembuatan biogas dari kotoran sapi, merupakan teknologi yang sudah

banyak dikenal di masyarakat, diperlukan pengenceran untuk memperoleh %


berat TS (Total Solid) yang sesuai. Penggunaan substrat campuran sampah sayur

sawi putih dankotoran sapi diharapkan akan meningkatkan produksi biogas dari

sampah sayur sawi putih maupun produksi biogas dari kotoran sapi. Sawi putih

(Brassica rapa convar) mempunyai kandungan asam-asam amino yang

merupakan sumber nitrogen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk

pertumbuhan sel Kombinasi campuran kotoran sapi dan sampah sayur sawi putih

dengan komposisi tertentu akan mendapatkan pH 7 yang merupakan pH yang

sesuai untuk pembentukan biogas (Wesen, 2008).

C. Manfaat Biogas

Manfaat energi biogas adalah menghasilkan gas metan sebagai pengganti

bahan bakar khususnya minyak tanah dan dapat dipergunakan untuk

memasak.Dalam skala besar, biogas dapat digunakan sebagai pembangkit energi

listrik. Di samping itu, dari proses produksi biogas akan dihasilkan sisa kotoran

ternak yang dapat langsung dipergunakan sebagai pupuk organik pada

tanaman/budidaya pertanian. Dan yang lebih penting lagi adalah mengurangi

ketergantungan terhadap pemakaian bahan bakar minyak bumi yang tidak bisa

diperbaharui (

Jika dilihat dari segi pengolahan limbah, proses anaerob juga memberikan

beberapa keuntungan yaitu menurunkan nilai COD dan BOD, total solid, volatile

solid, nitrogen nitrat, dan nitrogen organik. Bakteri coliform dan patogen lainnya,

telur insek, parasit, bau juga dihilangkan atau menurun . Di daerah pedesaan

yang tidak terjangkau listrik, penggunaan biogas memungkinkan untuk belajar


dan melakukan kegiatan komunitas di malam hari . Beberapa alasan lain

mengapa biogas dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif dan semakin

mendapat perhatian yaitu :

1. Harga bahan bakar yang terus meningkat .

2. Dalam rangka usaha untuk memperoleh bahan

3. bakar lain yang dapat diperbaharui .

4. Dapat diproduksi dalam skala kecil di tempat yang tidak terjangkau listrik

atau energi lainnya .

5. Dapat diproduksi dalam konstruksi yang sederhana. (Haryati, 2006).

Pemanfaatan sampah dan bahan organik lain sebagai penghasil biogas dapat

mengurangi jumlah sampah organik yang diangkut ke LPA dan dapat

mengurangi emisi gas metan sekaligus mengurangi risiko pemanasan global.

Selain itu, residu dari proses pembuatan biogas merupakan bahan yang ramah

lingkungan dan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik (Deublein &

Steinhauser, 2008).

Pengolahan kotoran sapi menjadi energi alternatif biogas yang ramah

lingkungan merupakan cara yang sangat menguntungkan, karena mampu

memanfaatkan alam tanpa merusaknya sihingga siklus ekologi tetap terjaga.

Manfaat lain mengolah kotoran sapi menjadi energi alternatif biogas adalah

dihasilkannya pupuk organik untuk tanaman, sehingga keuntungan yang dapat

diperoleh adalah:
1. Meningkatnya pendapatan dengan pengurangan biaya kebutuhan pupuk dan

pestisida.

2. Menghemat energi, pengurangan biaya energi untuk memasak dan

pengurangan konsumsi energi tak terbarukan yaitu BBM.

3. Mampu melakukan pertanian yang berkelanjutan, penggunaan pupuk dan

pestisida organik mampu menjaga kemampuan tanah dan keseimbangan

ekosistem untuk menjamin kegiatan pertanian berkelanjutan (putro, 2007).


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada hari Minggu-Rabu, Tanggal 4 – 18

Deseember 2016.Bertempat di Laboratorium Jurusan Pendidikan Biologi,

Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Halu Oleo, Kendari,

Sulawesi Tenggara.

B. Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah sayur kol yang

diperoleh dari pembuangan industri pasar baruga dan kotoran sapi yang diperoleh

dari RPH (Rumah Potong Hewan) di Kelurahan Matabubu Kecamatan Poasia.

C. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen secara langsung dengan

membuat alat bioreaktor sebagai tempat fermentasi bahan yang digunakan

sehingga menghasilkan gas metan.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah seperangkat alat dan bahan.

a. Alat

Alat yang diguanakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1.1.alat dan kegunaan

No. Nama Alat Kegunaan


1 Galon sebagai tabung tempat fermentasi
2 Stop kran Sebagai alat tempat mengeluarkan gas
metan
3 Pipa PVC Sebagai alat untuk saluran pembuangan
kelebihan gas metan
4 Selang gas elastic Sebagai alat jalur keluarnya gas metan pada
stop kran dan karen ban mobil
5 Sambungan pipa PVC Sebagai alat untuk menyambungkan pipa
6 Penutup gallon Sebagai alat penutup agar gas metan tidak
keluar
7 Cutter Alat untuk memotong pipa
8 Karet ban mobil Sebagai alat untuk menampung gas metan
9 Corong Sebagai alat bantu untuk memasukan bahan
kedalam tabung fermentasi
10 Ember Sebagai alat tempat mencampur bahan
11 Pengaduk Alat untuk mengaduk bahan
12 Gayun Sebagai alat untuk memasukakkan bahan
kedalam tabung fermentasi
13 Kuas Sebagai alat untuk mengecat tabung
fermentasi
b. Bahan

Bahan yang diguanakan adalah sebagai berikut:

1. Sayur kol

2. Kotoran sapi

3. Air

4. Lem

5. Cat hitam

E. Prosedur penelitian

a. Pembuatan bioreaktor (tabung fermentasi)

1. Menyiapkan alat-alat yang akan digunakan

2. Melubangi sisi kanan dan kiri tabung galon serta karet ban dengan

menggunakan cutter

3. Memasang pipa PVC (pembuangan klebihan gas metan) serta selang gas

pada sisi yang telah dilubangi kemudian di lem.

4. Pada ujung pipa gas disambungkan pada karet ban mobil (sebagai

penampung gas metan) dan ujung satunya dipasang stop kran (tempat

keluarnya gas metan).

5. Mengecat galon (tabung fermentasi) menggunakan cat hitam.

6. Tabung fermentasi siap digunakan

b. Proses persiapan dan pencampuran bahan

1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan


2. Sayur kol yang berukuran besar terlebih dahulu di potong-ptong

berukuran kecil agar mempercepat berlangsungnya fermentasi didalam

tabung.

3. Mencampurkan sayur kol, kotoran sapi dan air ke dalam ember yang telah

disediakan sampai homogen.

c. Proses fermentasi

1. Menyiapkan bioreaktor (tabung fermentasi) yang telah dibuat.

2. Menuang sayur kol dan kotoran sapi yang telah homogen ke dalam

tabung fermentasi.

3. Menyimpan tabung tersebut dan menunggu selama beberapa hari guna

untuk proses fermentasi sehingga mengahsilkan gas metan. Perolehan gas

metan ditandai dengan mengembangnya karet ban mobil sebagai

penampung gas metan. (pastikan stop kran tertutup saat tabung disimpan).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengalaman
1. Perakitan Alat

a. Pemasangan keran b. Pengeleman keran

c. galon d. keran

e. lem f. pipa
g. sambungan pipa h. Ban dalam

i. Selang j. Selesai perakitan

2. Persiapan Pengecetan

a. Cat b. Kuas
3. Pemotongan dan Pengolahan Kol Busuk

a. Kol busuk b. Pemotongan kol

c. Pengumpulan di ember d. Penyimpanan potongan kol

4. Pencampuran Bahan

a. Penyiapan bahan b. Penuangan kol


c. penuangan tai sapi d. Penuangan air

e. Pengadukan

5. Pemasukan Bahan Kedalam Galon

a. Pemasangan corong b. Penuangan kedalam galon


B. Pembahasan

4.1. Pengertian Biogas


Menurut definisi International Energy Agency (IEA), energi
terbarukan adalah energi yang berasal dari proses alam yang diisi ulang terus
menerus. Biogas merupakan campuran gas metana (± 60%), karbon dioksida
(±38%), dan lainnya N2, O2, H2& H2S (±2%) sehingga dapat dibakar seperti
layaknya gas elpiji sering dipakai untuk memasak dan penerangan.Bahan-
bahan sumber biogas dapat berasal dari kotoran ternak, limbah pertanian, dan
sampah limbah organik.Penguraian biomassa menjadi biogas juga
menghasilkan kompos sehingga selain menyediakan sumber energi yang
murah, usaha konversi ini juga menyediakan pupuk organik untuk mendukung
kegiatan pertanian serta meningkatkan kebersihan lingkungan dan kesehatan
keluarga di pedesaan (Said, 2007).
Pada umumnya semua jenis bahan organik bisa diproses untuk
menghasilkan biogas, namun demikian hanya bahan organik (padat, cair)
homogen seperti kotoran dan urine (air kencing) hewan ternak yang cocok
untuk sistem biogas sederhana. Di samping itu juga sangat mungkin
menyatukan saluran pembuangan di kamar mandi atau WC ke dalam sistem
biogas. Di daerah yang banyak industri pemrosesan makanan antara lain tahu,
tempe, ikan pindang atau brem bisa menyatukan saluran limbahnya ke dalam
sistem biogas, sehingga limbah industri tersebut tidak mencemari lingkungan
di sekitarnya. Hal ini memungkinkan karena limbah industri tersebut di atas
berasal dari bahan organik yang homogen.
Jenis bahan organik yang diproses sangat mempengaruhi
produktivitas sistem biogas disamping parameter - parameter lain seperti
temperatur digester, pH, tekanan, dan kelembaban udara. Salah satu cara
menentukan bahan organik yang sesuai untuk menjadi bahan masukan sistem
biogas adalah dengan mengetahui perbandingan karbon (C) dan nitrogen (N)
atau disebut rasio C/N. Beberapa percobaan yang telah dilakukan oleh ISAT
menunjukkan bahwa aktivitas metabolisme dari bakteri methanogenik akan
optimal pada nilai rasio C/N sekitar 8-20.Bahan organik dimasukkan ke
dalam ruangan tertutup kedap udara disebut digester sehingga bakteri anaerob
akan membusukkan bahan organik tersebut yang kemudian menghasilkan gas
(biogas). Biogas yang telah berkumpul di dalam digester selanjutnya dialirkan
melalui pipa penyalur gas menuju tabung penyimpan gas atau langsung ke
lokasi pembuangannya.
Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik
secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan gas yang
sebagian besar adalah berupa gas metan (gas yang memiliki sifat mudah
terbakar) dan karbon dioksida, gas inilah yang disebut biogas. Proses
dekomposisi dibantu oleh sejumlah mikro organisme, terutama bakteri metan.
Suhu yang baik untuk proses fermentasi adalah 30-55ºC, dimana pada suhu
tersebut mikroorganisme mampu merombak bahan-bahan organiksecara
optimal.

Bangunan utama dari instalasi biogas adalah digester yang berfungsi


untuk menampung gas metan hasil perombakan bahan- bahan organik oleh
bakteri.Jenis digester yang paling banyak digunakan adalah model continuous
feeding dimana pengisian bahan organik dilakukan secara kontinu setiap
hari.Besar kecilnya digester tergantung pada kotoran ternak yang dihasilkan
dan banyaknya biogas yang diinginkan.Lahan yang diperlukan sekitar 16 m2.
Untuk membuat digester diperlukan bahan bangunan seperti pasir, semen,
batu kali, batu koral, batu merah, besi konstruksi, cat dan pipa paralon lokasi
yang akan dibangun sebaiknya dekat dengan kandang sehingga kotoran
ternak dapat langsung disalurkan kedalam digester. Disamping digester harus
dibangun juga penampung slurry (lumpur) dimana slurry tersebut nantinya
dapat dipisahkan dan dijadikan pupuk organik padat dan pupuk organik cair.
4.2 Tahap Pembentukan Biogas
Sampah organik sayur - sayuran dan buah -buahan adalah substrat yang
digunakan untuk menghasilkan biogas. Proses pembuatan biogas dilakukan
secara fermentasi yaitu proses terbentuknya gas metana dalam kondisi anaerob
dengan bantuan bakteri anaerob di dalam suatu digester sehingga akan dihasilkan
gas metana (CH4) dan gas karbon dioksida (CO2) yang volumnya lebih besar
dari gas hidrogen (H2), gas nitrogen (N2) dan asam sulfida (H2S). Proses
fermentasi memerlukan waktu 7 sampai 10 hari untuk menghasilkan biogas
dengan suhu optimum 350C dan pH optimum pada range 6,4 –7,9.
Bakteri pembentuk biogas yang digunakan yaitu bakteri anaerob seperti,
Methanobacterium, Methanobacillus, Methanococcus dan Methanosarcina (Price
dan Cheremisinoff, 1981). Sebagai contoh, pada pembuatan biogas dari bahan
baku kotoran sapi atau kerbau yang banyak mengandung selulosa. Bahan baku
dalam bentuk selulosa akan lebih mudah dicerna oleh bakteri anaerob. Reaksi
pembentukan CH4 adalah :
(Price dan Cheremisinoff,1981).
(C6H10O5)n + n H2O3n CO2+ 3n CH4
Reaksi kimia pembuatan biogas (gas metana) ada 3 tahap, yaitu :
1. Reaksi Hidrolisa / Tahap pelarutan
Pada tahap hidrolisis terjadi pemecahan enzimatis dari bahan yang
tidak mudah larut seperti lemak, polisakarida, protein, asam nukleat dan
lain - lain menjadi bahan yang mudah larut. Pada tahap ini bahan yang
tidak mudah larutseperti selulosa, polisakarida dan lemak diubah menjadi
bahan yang larut dalam air seperti karbohidrat dan asam lemak. Tahap
pelarutan berlangsung pada suhu 25o C di digester (Price dan
Cheremisinoff, 1981).Reaksi:
(C6H10O5)n (s) + n H2O(l) n C6H12O6
Selulosa air glukosa
(C6H10O6)x + xH2O (C6H12O6)
Karbohidrat air glukosa

2. Reaksi Asidogenik / Tahap pengasaman


Pada tahap ini Bakteri menghasilkan asam merupakan bakteri
anaerobic yang dapat tumbuh dan berkembang pada keadaan asam.
Pembentukan asam dalam kondisi anaerob sangat penting untuk
membentuk gas metan oleh mikroorganisme pada proses selanjutnya.Pada
suasana anaerobik produk yang dihasilkan ini akan menjadi substrat pada
pembentukan gas metan oleh bakteri metanogenik.Tahap ini berlangsung
pada suhu 25oC hingga 30oC di digester (Price dan Cheremisinoff,1981).
Adapun reaksi asidogenik senyawa glukosa adalah sebagai berikut:
-n (C6H12O6) 2n(C2H5OH) + 2n CO2(g) + kalor
glukosa etanol karbondioksida
2n (C2H5OH)(aq) + n CO2(g) 2n (CH3COOH)(aq) + nCH4(g)
Etanol karbondioksida asam asetat metana

3. Reaksi Metanogenik / Tahap Pembentukan Gas Metana

Pada tahap ini, bakteri metan ogenik membentuk gas metana secara
perlahan anaerob.Bakteri penghasil asam dan gas metan bekerja secara
simbiosis.Bakteri penghasil asam membentuk keadaan atmosfir yang ideal
untuk bakteri penghasil metan, sedangkan bakteri pembentuk gas metan
menggunakan asam yang dihasilkan bakteri penghasil asam. Proses ini
berlangsung selama 14 hari dengan suhu 25oC hingga 35o C di dalam
digester. Pada proses ini akan dihasilkan 70% CH4, 30 % CO2, sedikit H2
dan H2S (Price dan Cheremisinoff, 1981).
Secara umum akan ditunjukan pada reaksi berikut :
2n (CH3COOH) 2n CH4(g)+ 2n CO2(g)
asam asetat gas metana gas karbondioksida

4.3 Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Biogas


Bakteri pembentuk biogas memerlukan kondisi anaerob sehingga alat yang
dibutuhkan harus kedap udara.Sedikit saja terjadi kebocoran pada alat dapat
menyebabkan kegagalan terbentuknya biogas. Selain itu, ada faktor lain yang
dapat mempengaruhi produksi atau terbentuknya biogas yaitu, bahan baku,
derajat keasaman, temperatur pencernaan, pengenceran bahan baku, dan
pengadukan bahan baku. Faktor-faktor tersebut diuraikan secara ringkas berikut
ini:
4.3.1 Bahan Baku
Biogas akan terbentuk bila bahan bakunya berupa padatan
terbentuknya bubur halus atau butiran kecil. Agar pembentukan
biogas berlangsung dengan sempurna, bahan baku yang berupa
padatan yang sulit dicerna sebaliknya digiling atau dirajang terlebih
dahulu. Namun bila bahan baku berbentuk padatan agar mudah
dicerna,maka bahan baku tersebut dapat dicampur dengan air secara
merata.
Bahan baku dalam bentuk selolusa lebih mudah dicerna oleh
bakteri anaerobik. Sebaliknya, pencernaan akan lebih sukar dilakukan
oleh bahan baku anaerob jika bahan bakunya banyak mengandung zat
kayu atau lignin. Jerami misalnya banyak mengandung zat kayu
sehingga sangat sulit untuk dicerna. Bahan baku semacam itu akan
terapung dipermukaan cairan dan membentuk kerak. Kerak tersebut
akan menghalangi laju produksi biogas. Bahan yang mudah dicerna
tidak akan terapung, melainkan akan turun mengendap didasar alat
pembuat biogas. Kotoran sapi dan kerbau sangat baik dijadikan
bahan baku karena banyak mengandung selulosa (Paimin, 1995).
4.3.2 Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman suatu cairan ditentukan dengan mengukur
nilai pH-nya. Alat yang sering digunakan dalam pengukuran ini ialah
pH meter dan kertas pH atau lakmus. Kertas lakmus hanya dapat
dipakai untuk mengukur nilai pH secara kasar. Caranya dengan
mencelupkan kertas lakmus kecairan dan membandingkan warna
kertas dengan parameternya.Pada awal pencernaan, pH cairan akan
turun menjadi 6 atau mungkin lebih rendah. Dua-tiga minggu
kemudian barulah nilai pH-nya mulai naik yang disertai dengan
berkembangbiaknya bakteri pembentuk metana(Paimin, 1995).
Hasil penelitian Yonathan, dkk.(2013) Biogas mulai
terproduksi pada pH 5 dan produksinya terus mengalami kenaikan
pada pH 6, dan mengalami kenaikan yang sangat signifikan pada pH
7.Hasil penelitian Fachry, dkk.(2004) menunjukkan bahwa semakin
Netral pH maka semakin tinggi pula kadar CH4, Sebaliknya kadar
CO2 akan menjadi semakin rendah. Sedangkan pH optimum dicapai
pada nilai 7,5.Bakteri akan giat bekerja pada kisaran pH antara 6,8-8.
Kisaran pH ini akan memberikan hasil pencernaan yang optimum.
Biasanya kisaran derajat keasaman cairan tidak selalu bersifat
netral atau dalam kisaran yangdiperbolehkan. Dapat saja terjadi cairan
menjadi bersifat asam.Untuk mencegah hal ini sebaiknya dalam cairan
ditambahkan bahan yang bersifat basa, seperti kapur dan abu(Paimin,
1995).
4.3.3Temperatur Pencernaan
Perkembangan bakteri sangat dipengaruhi oleh kondisi
temperatur. Temperatur yang tinggi akan memberikan hasil biogas
yang baik. Namun, suhu tersebut sebaiknya tidak boleh melebihi suhu
kamar.Hal ini disebabkan pada umumnya bakteri metana merupakan
bakteri golongan mesofil.Bakteri ini hanya dapat hidup subur bila suhu
disekitarnya berada pada suhu kamar. Untuk itulah, suhu pembentukan
biogas harus disesuaikan dengan suhu kebutuhan bakteri metana,Suhu
yang baik untuk proses pembentukan biogas berkisar antara 20-40oC
dan dengan suhu optimum antara 28-30oC. Dengan demikian harus
dijaga agar suhu pembuatan biogas berada pada suhu
optimum(Paimin, 1995).

4.3.4 Pengenceran Bahan Baku


Isian dalam pembuatan biogas harus berupa bubur.Bentuk
bubur ini dapat diperoleh bila bahan bakunya mempunyai kandungan
air yang tinggi. Bahan baku dengan kadar air yang rendah dapat
dijadikan berkadar air tinggi dengan menambahkan air kedalamnya
menggunakan perbandingan tertentu sesuai dengan kadar bahan kering
bahan tersebut. Jika terlalu banyak atau terlalu sedikit menambahkan
air maka akan berakibat biogas yang terbentuk tidak optimal (Paimin,
1995).
Energi yang dihasilkan oleh biogas tergantung pada bahan
bakunya, bila memiliki kadar air yang tinggi maka hasil biogas
menjadi rendah.Dengan demikian hasil produksi biogas dipengaruhi
oleh bahan baku dan banyaknya air yang ditambahkan untuk proses
pengenceran (Berglund dan Borjesson, 2006).
Isian bahan baku yang paling baik mengandung 7-9% bahan
kering. Pada keadaan ini proses pencernaan anaerobik akan berjalan
baik.Setiap kotoran atau bahan baku akan berbeda sifat
pengencerannya. Kotoran sapi segar misalnya, mempunyai kadar
bahan kering sebesar 18%. Agar diperoleh kandungan bahan isian
sebesar 7-9% bahan kering, bahan baku ini perlu diencerkan dengan
air dengan perbandingan 1:1. Adonan bahan baku tersebut lalu diaduk
sampai tercampur rata. Adonan tersebut merupakan bahan isian yang
akan dimasukkan kedalam unit alat pembuat biogas, sedangkan
kotoran ayam dengan perbandingan 1:2 (Paimin, 1995).

4.4.5 Pengadukan Bahan Baku


Bahan baku yang sukar dicerna akan membentuk lapisan kerak
dipermukaan cairan. Lapisan ini dapat dipecah dengan alat
pengaduk.Pemasangan alat pengaduk harus dilakukan dengan hati -
hati agar jangan sampai terjadi kebocoran pada tangki pencerna
(Paimin, 1995).Ada beberapa hal harus diperhatikan dalam
memproduksi biogas, diantaranya ialah laju produksi, banyaknya
bahan isian dan waktu yang dibutuhkan. Faktor-faktor tersebut akan
mempengaruhi jumlah biogas yang dihasilkan terutama ketersediaan
bahan isian. Bahan isian ini secara rutin harus tersedia. Sekali saja
bahan isian tidak tersedia maka kegiatan produksi akan berhenti.
Laju produksi tergantung pada pengenceran bahan isian. Bahan
isian yang terlalu padat akan mempercepat produksi karena waktu
yang dibutuhkan relatif sedikit dibandingkan bila terlalu encer. Jumlah
produksinya pun lebih banyak bila dibandingkan yang encer. Dari
hasil penelitian diperoleh bahwa dengan pengenceran 1:1 akan lebih
baik dari pada pengenceran 1:2 Setiap keluarga biasanya
membutuhkan antara 2.500-2.800 liter biogas untuk keperluan rumah
tangganya, seperti memasak dan penerangan. Untuk mendapatkan
biogas sebanyak itu, tentu saja harus sebanding dengan banyaknya
kotoran hewan yang tersedia.Dalam hal ini, yang menjadi
permasalahan ialah banyaknya ternak yang harus dipelihara untuk
memasok sejumlah bahan isian untuk satu unit alat (Paimin, 1995).
2.5 Rasio Karbon/ Nitrogen (C/N)
Hubungan antara jumlah karbon dan nitrogen dinyatakan
dengan rasio Karbon/Nitrogen (C/N), rasio optimum untuk digester
anaerobik berkisar 20 - 30. Jika C/N terlalu tinggi, nitrogen akan
dikonsumsi dengan cepat oleh bakteri metanogen untuk memenuhi
kebutuhan pertumbuhannya dan hanya sedikit yang bereaksi dengan
karbon,akibatnya gas yang dihasilkannya menjadi rendah. Sebaliknya
jika C/N rendah, nitrogen akan dibebaskan dan berakumulasi dalam
bentuk ammonia (NH4) yangdapat meningkatkan pH.
4.4 Hubungan antara Biogas dengan Lingkungan Hidup

Biogas mempunyai keunggulan dibandingkan dengan Bahan Bakar


Minyak (BBM) yang berasal dari fosil.Sifatnya yang ramah lingkungan dan
dapat diperbaharui merupakan keunggulan dari biogas, bahan bakar fosil
selama ini diisukan menjadi penyebab dari pemanasan global.Bahan bakar
fosil yang pembakarannya tidak sempurna dapat menyebabkan gas CO2 naik
kepermukaan bumi.Hal tersebut menyebabkan tingginya suhu di atas
permukaan bumi seperti yang terjadi pada saat ini.Biogas sebagai salah satu
energi alternatif skala rumah tangga yang ramah lingkungan dipastikan dapat
menggantikan bahan bakar fosil yang keberadaannya semakin hari semakin
terbatas.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyatakan bahwa lingkungan hidup
merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk
hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Dalam lingkungan hidup terdapat ekosistem, yaitu tatanan unsur
lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling
mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas
lingkungan hidup.Dalam kondisi alami, lingkungan dengan segala keragaman
interaksi yang ada mampu menyeimbangkan keadaannya.Namun, tidak
tertutup kemungkinan kondisi demikian dapat berubah dengan adanya campur
tangan manusia dengan segala aktivitas pemenuhan kebutuhan yang terkadang
melampaui batas.Kurangnya pendekatan - pendekatan yang serasi terhadap
kebutuhan-kebutuhan masyarakat lokal, seringkali menimbulkan keresahan-
keresahan yang dapat mengganggu kelangsungan pembangunan daerahitu
sendiri.
Mutu lingkungan dapat diartikan sebagai derajat pemenuhan
kebutuhan dasar dalam kondisi lingkungan. Semakin tinggi derajat
pemenuhan kebutuhan dasar itu, semakin tinggi pula mutu lingkungan dan
begitu juga sebaliknya semakin rendahnya pemenuhan kebutuhan dasar maka
semakin buruk mutu lingkungan.Pengelolaan lingkungan dapat diartikan
sebagai usaha secara sadar untuk memelihara dan memperbaiki mutu
lingkungan agar kebutuhan dasar dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya.
Untuk mendapatkan mutu lingkungan yang baik, usaha yang harus dilakukan
adalah memperbesar manfaat lingkungan dan memperkecil resiko
lingkungan.Dalam usaha untuk mengubah keseimbangan lingkungan yang ada
pada mutu lingkungan yang rendah keseimbangan lingkungan baru pada
tingkat mutu lingkungan yang tinggi diusahakan agar lingkungan tetap dapat
mendukung mutu hidup yang lebih tinggi.Walaupun lingkungan berubah,
harus kita usahakan agar tetap ada kondisi yang mampu untuk menopang
secara terus menerus pertumbuhan dan perkembangan.
Pembangunan berwawasan lingkungan menaikkan mutu hidup dan
sekaligus menjaga dan memperkuat lingkungan untuk mendukung
pembangunan yang berkesinambungan (Soemarwoto,1994).Edmunds dan
Letey (1973), bahwa akibat dari limbah dan bahan-bahan buangan dari
kegiatan manusia dapat menurunkan kualitas lingkungan. Pengurangan jenis
dari suatu populasi mengurangi keanekaragaman lingkungan hidup, kerusakan
rantai makanan, dan menyebabkan ketidakseimbangan ekologis yang pada
akhirnya dirasakan sebagai kemunduran kesehatan manusia.Oleh karena itu,
pengaturan lingkungan hidup merupakan konsep yang berkepentingan dengan
kesehatan manusia jangka panjang.
Pengaturan lingkungan hidup adalah pengambilan keputusan yang
mengatur alokasi sumber dan desain hasilnya mempengaruhi siklus kehidupan
ekologis (Edmunds dan Letey,1973 dalam Asmarani, 2012).Haeruman (1978)
menyatakan bahwa yang termasuk ke dalam pengatur lingkungan hidup
adalah pemerintah dan segala tingkatannya, seperti departemen pertanian,
pertambangan, kehutanan, pejabat - pejabat dalam perusahaan swasta yang
secara tidak langsung menciptakan limbah yang menjadi beban pada
lingkungan hidup, pemuka adat dan agama yang mengatur kehidupan
perorangan dan bermasyarakat. Demikian pula halnya dengan peternak, baik
perorangan maupun kelompok diperlukan pengatur lingkungan hidup karena
keputusannya dapat mempengaruhi lingkungan hidup dengan limbah ternak
yang dihasilkan dari kegiatan usaha peternakan.Oleh karena itu, peternak
berkewajiban menangani sedemikian rupa sehingga limbah ini tidak menjadi
beban lingkungan.
Biogas memberikan solusi terhadap masalah penyediaan energi
dengan murah dan tidak mencemari lingkungan. Kotoran yang menggunung
akan terbawa oleh air masuk ke dalam tanah atau sungai yang kemudian
mencemari air tanah dan air sungai. Kotoran lembu mengandung racun dan
bakteri collyyang membahayakan kesehatan manusia dan
lingkungannya.Pembakaran bahan bakar fosil Menghasilkan karbon dioksida
(CO2) yang ikut memberikan kontribusi bagi efek rumah kaca (green house
effect) yang bermuara pada pemanasan global (global warming). Biogas
memberikan perlawanan terhadap efek rumah kaca melalui 3 cara yaitu:
1. Biogas memberikan substitusi atau pengganti dari bahan bakar fosil untuk
penerangan, kelistrikan, memasak dan pemanasan.
2. Metana (CH4) yang dihasilkan secara alami oleh kotoran yang menumpuk
merupakan gas penyumbang terbesar pada efek rumah kaca, bahkan lebih
besar dibandingkan CO2. Pembakaran metana pada biogas mengubahnya
menjadi CO2 sehingga mengurangi jumlah metana di udara.
3. Adanya hutan yang lestari, maka CO2 yang ada di udara akan diserap oleh
hutan yang menghasilk an oksigen yang melawan efek rumah kaca.

4.5 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Stabilitas Reaktor Biogas

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Reaktor, misalnya faktor yang

mempengaruhi stabilitas reaktor selama proses biometanasi, diantaranya

parameter yang berpengaruh adalah, Waktu tinggal subtract (hydraulic

retention time).Satuan waktu tinggal adalah hari. Waktu tinggal juga

dipengaruhi oleh volume reaktor dan dapat dikatakan berbanding terbalik

dengan laju pemberian substrat.

a. Laju pembebanan

Laju pembebanan adalah besaran yang menyatakan jumlah material

organik dalam satu satuan volume yang diumpankan pada reaktor. Substrat

cair yang diumpankan dapat didegradasi oleh mikroba, kemudian diubah

menjadi metana melalui proses biologis oleh mikroba-mikroba pengurai

didalam reaktor. Perubahan laju pembebanan yang mendadak dapat

mengakibatkan kenaikan yang setara dalam produksi asam, yang tidak dapat
disesuaikan oleh kenaikan yang setara dalam pembentukan metana.

Pembentukkan produk asam asetat (asam lemak organik) akan mengakibatkan

penurunan pH dan penghambatan lebih jauh dari produksi metan akan terjadi.

Satuan laju pembebanan adalah kg COD/m3.hari.

b. Konsentrasi substrat (COD)

Konsentrasi bahan organik sangat berpengaruh terhadap perencanaan

pembuatan dimensi reaktor dan juga bagi kelangsungan proses penguraian zat

organik kompleks menjadi senyawa sederhana. Kelemahan perencanaan

reaktor dengan kandungan COD yang rendah adalah kebutuhan volume

reaktor yang cukup besar untuk dapat menampung umpan substrat.

c. Kandungan asam lemak organik (Volatile fatty acid)

Asam lemak organik biasa disebut sebagai volatile fatty acid yang

mempunyai rumus R – COOH, dimana R= CH3 (CH2) n, Asam lemak yang

dibentuk dalam hidrolisa polisakarida umumnya adalah jenis rantai pendek

seperti asetat, propionate dan butirat. Konsentrasi asam lemak yang tinggi

akan menyebabkan turunnya pH reaktor dan akan membuat terbentuknya

asam lemak rantai panjang. Batas konsentrasi asam asetat yang dapat

ditoleransi adalah dibawah 10 mg/L; diatas batas tersebut menyebabkan

rusaknya sistem biologi.

d. Alkalinitas.

Alkalinitas pada proses fermentasi anaerobik adalah kemampuan

lumpur didalam reaktor untuk menetralkan asam. Hal ini diperlukan untuk
mengimbangi fluktuasi konsentrasi asam didalam reaktor, sehingga fluktuasi

pH tidak terlalu besar dan tidak sampai mengakibatkan gangguan pada

stabilitas reaktor.

e. pH

pH adalah besaran yang menyatakan banyaknya ion H+. Nilai pH ini

dirumuskan sebagai pH = – log (H). Stabilitas proses fermentasi anaerobik

sangat tergantung pada nilai pH didalam reaktor. pH yang rendah menyatakan

adanya kelebihan proton (H) didalam reaktor sebab proton akan berubah

menjadi H2 yang merupakan senyawa dalam reaktor, pH yang baik untuk

operasi adalah 6,0 – 7,5. Sebab bakteri pada umumnya tumbuh dalam suatu

rentang pH tiga unit dan mikroba juga menunjukkan nilai pertumbuhannya

maksimum antara pH 6,0 – 7,5. Pada pH lebih rendah dari 5,0 dan lebih tinggi

dari 8,5 pertumbuhannya seringterhambat meskipun untuk beberapa mikroba

ada pengecualian, seperti sejumlah kecil Acetobacter spp.

Pengaturan pH sangat penting untuk menjaga pertumbuhan mikroba

yang terbaik dari proses pengubahan sistem mikroba anerobik. Pada awal

operasi atau pada saat inokulasi pH dalam bioreaktor dapat turun menjadi 6

atau lebih rendah.Hal ini disebabkan terbentuknya asam-asam lemak organik.

Setelah beberapa saat pH akan naik kembali yang disebabkan karena

terbentuknya gas metan dari asam-asam lemak tersebut.


f. Rasio perbandingan Karbon dan Nitrogen.

Rasio karbon dan nitrogen adalah besaran yang menyatakan

perbandingan jumlah atom karbon dibagi dengan atom nitrogen.Di dalam

reaktor terdapat populasi mikroba yang memerlukan karbon dan

nitrogen.Apabila nitrogen tidak tersedia dengan cukup, maka mikroba tidak

dapat memproduksi enzim yang berguna untuk mencerna karbon. Apabila

nitrogen terlalu banyak maka pertumbuhan mikroba akan terganggu, hal ini

khususnya terjadi apabila kandungan ammonia didalam substrat terlalu tinggi.

Kebutuhan atom atom karbon selama respirasi pembentukan sae untuk setiap

1 atom nitrogen adalah sebanyak 30 atom karbon.Oleh karena itu nilai karbon

dan nitrogen yang baik adalah sekitar 30.

g. Temperatur

Proses pengubahan zat organik polimer menjadi senyawa yang lebih

sederhana didalam reaktor dipengaruhi oleh temperatur.

Berdasarkantemperatur yang biasa pada pengoperasian reaktor, maka

bakteri yang terdapat didalam reaktor dapat dibedakan atas dua golongan,

yaitu: Termofilik yang hidup pada suhu antara 40 – 60 OC, dan Mesofilik

yang hidup pada suhu antara 25 – 40 OC.

Temperatur yang terbaik untuk pertumbuhan mikroba mesofilik

adalah 35 OC atau lebih tinggi sedikit.Bila reaktor anaerobik dioperasikan

pada suhu yang lebih rendah, misalnya 20OC, pertumbuhan mikroba pada
kondisi ini sangat lambat dan sulit pada awal operasi untuk beberapa

bioreaktor. Inokulasi akan lebih baik jika dimulai pada suhu 35 OC.

h. Senyawa racun dan penghambat.

Senyawa penghambat atau inhibitor pada proses fermentasi anaerob

dapat dibedakan atas 2 jenis yaitu penghambat fisik dan penghambat kimia.

Penghambat fisik adalah temperatur dan penghambat kimia biasa disebut juga

dengan racun diantaranya adalah logam berat, anti biotik dan Volatile Fatty

Acid (VFA). Proses pengolahan yang dilakukan tidak hanya secara anaerobik

akan tetapi dilakukan pula secara aerobik. Proses aerobik menurut Stefan S,

1986, adalah pengolahan biologi yang memanfaatkan mikroorganisme dalam

mendegradasi bahan organik dalam kondisi memberikan oksigen dengan cara

aerasi dengan berbagai macam cara. Kekurangan utama pada sistem aerobik

adalah proses pertumbuhan mikroorganismenya sangat membutuhkan oksigen

sehingga membutuhkan energi yang besar.


BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Dari hasil pengujian dan analisa hasil pada penelitian ini, dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Biogas merupakan sumber renewal energy yang mampu menyumbangkan
andil dalam usaha memenuhi kebutuhan bahan bakar.
2. Reaksi kimia pembuatan biogas (gas metana) ada 3 tahap, yaitu Reaksi
Hidrolisa / Tahap pelarutan, Reaksi Asidogenik / Tahap pengasaman, Reaksi
Metanogenik / Tahap Pembentukan Gas Metana.

3. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produksi atau terbentuknya biogas


yaitu, bahan baku, derajat keasaman, temperatur pencernaan, pengenceran
bahan baku, dan pengadukan bahan baku.

4. Biogas mempunyai keunggulan dibandingkan dengan Bahan Bakar Minyak


(BBM) yang berasal dari fosil. Sifatnya yang ramah lingkungan dan dapat
diperbaharui merupakan keunggulan dari biogas.

5. Kondisi suhu mempengaruhi kuantitas biogas yang dihasilkan.Suhu adonan


yang terlalu tinggi menyebabkan bakteri pembentuk biogas akan mati
sehingga tidak mampu memproduksi gas, sedangkan suhu yang terlalu
rendah menyebabkan bakteri pembentuk biogas tidak dapat berkembang
sehingga biogas yang dihasilkan menjadi rendah. Kondisi pH juga
mempengaruhi kuantitas biogas yang dihasilkan. Laju pencernaan anaerobik
akan menurun jika kondisi pH lebih rendah atau tinggi dari pH normal.
Derajat keasaman yang rendah menyebabkan tidak seimbangnya populasi
bakteri metanogenik terhadap bakteri asam sehingga dapat menggagalkan
proses pencernaan anaerobik.
B. Saran
Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan peneliti memberikan
beberapa saran yang bisa diajukan adalah sebagai berikut :
1. Sebaiknya pada praktikum selanjutnya menggunakan bahan yang berbeda
seperti sayuran busuk yang lainnya seperti sawi dan bunga kol serta kotoran
kambing,kotoran ayam ataupun kotoran kuda.
2. Sebaiknya alat yang di gunakan di usahan lebih besar seperti drum atau tower
supaya produksi metannya banyak.
DAFTAR PUSTAKA

Asmarani, Endang. 2012. Pengaruh Suhu Dan C/N Rasio Terhadap Produksi
Biogas Berbahan Baku Sampah Organik Sayuran. Fakultas Teknologi
Pertanian : Insitut Pertanian Bogor.
Deublein, Dieter and Angelika Steinhauser. 2008. Biogas from Waste and Renewable

Resources.Wiley-VHC: Jerman

Edmunds., Latey. 1973. Methane Digesters for Fuel Gas and Fertilizer. The New
Alchemy Institute. Massachusetts. 8th Printing.
Fachry, H.A. Rasyidi., Rinenda, dan Gustiawan. 2004. Penentuan Ni lai Kalori fik
yang Dihasilkan dari Proses Pembentukan Biogas. Jurnal Teknik Kimia. 2(5) : 7-
12.
Fithry, Y. 2010. Pengaruh Penambahan Cairan Rumen Sapi Pada Pembentukan

Biogas dari Sampah Buah Mangga dan Semangka. Tesis, Program Pasca

Sarjana,

Hartmann, H., I . Angedilaki dan B .K. Ahring . 2000 . Increase of anaerobic

degradation of particulate organic matter in full scale biogas plant by

Haryati tuti. 2006. Biogas: limbah peternakan yang menjadi Sumber energi alternatif.

Balai Penelitian Terna bogor. WARTAZOA Vol. 16 (3).

Indraswati Serindit. 2005. Pembangkitan Biogas dari Kotoran Sapi: Hidrolisis

Termal Pada Tahap Pengolahan Pendahuluan, Jurnal Teknik Kimia, Institut

teknologi sepuluh Nopember, Surabaya.


Irawan, D. 2009. Evaluasi Penambahan Sampah Organik Pada Isi Rumen Sapi Dan

Lama Hari Pengamatan Produksi Biogas. Skripsi, Fakultas Peternakan,

Universitas Andalas: Padang

Karki, A .B . dan K . Dixit . 1984 . Biogas Fieldbook . Sahayogi Press, Khatmandu,

Nepal mechanical maceration . Water Sci . Technol. 41(3) :145- 153 .

Mujahidah , Mappiratu2 ,Rismawaty Sikanna. 2013. Kajian Teknologi Produksi

Biogas Dari Sampah Basah Rumah Tangga. Jurnal of Natural Science, Vol. 2

(1): 25-34.

Nengsih. 2002. Penggunaan EM4 Dan GT1000-WTA Dalam Pembuatan Pupuk

Organik Cair Dan Padat Dari Isi Rumen Limbah RPH. Skripsi, Fakultas

Peternakan, Institut Pertanian Bogor: Bogor

Paimin, F.B. 1995. Alat Pembuat Biogas dari Drum. Penebar Swadaya : Jakarta.
Putro Sartono, 2007. Penerapan instalasi sederhana pengolahan Kotoran sapi menjadi

energi biogas di Desa sugihan kecamatan bendosari Kabupaten sukoharjo.

WARTA, Vol .10 (2) : 178 – 188.

Rahayu, S. D. Purwaningsih dan Pujianto. 2009. Pemanfaatan Kotoran Ternak Sapi

Sebagai Sumber Energi Alternatif Ramah Lingkungan Beserta Aspek Sosial

Kulturalnya. Inotek 13(2).

Ratnaningsih. 2009. Potensi Pemebentukan Biogas Pada Proses Biodegradasi

Campuran Sampah Organik Segar Dan Kotoran Sapi Dalam Batch reaktor

Anaerob. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Trisakti:

Jakarta.
Said, T.S., A, Dharma, dan Refilda. 2013. Fermentasi Anaerob dari Campuran
Kotoran Ayam dan Kotoran Sapi dalam Proses Pembuatan Biogas. Jurnal
Kimia Unand. 2 (1): 113-118.
Sasse, L. 1992., Pengembangan Energi Alternatif Biogas dan Pertanian Terpadu di

Boyolali Jawa Tengah, Borda-LPTP, Surakarta.

Soemarwoto, 1994. Pengaruh Kondisi Temperatur Meshophilic Dan Thermophilic


Anaerob Digester Terhadap Parameter Karakteristik Biogas. Teknik Mesin:
Universitas Brawijaya.
Susilowati, E. 2009. Uji Potensi Pemanfaatan Cairan Rumen Sapi Untuk

Meningkatkan Kecepatan Produksi Biogas dan Konsentrasi Gas Metan

Dalam Biogas. Tesis, Fakultas Teknik, UGM: Yogyakarta

Wesen Putu Hasan Ashari Romadhoni dan. 2008. Pembuatan biogas dari sampah

pasar. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol. 6 (1).

Yenni, Yommi Dewilda, Serly Mutia Sari. 2012. Uji Pembentukan Biogas Dari

Substrat Sampah Sayur Dan Buah Dengan Ko-Substrat Limbah Isi Rumen

Sapi. Jurnal Teknik Lingkungan UNAND. Vol. 9 (1) :26-36.

Yonathan, A., A. R.Prasetya, dan B, Pramudono. 2013. Produksi Biogas dari Eceng
Gondok ( Eicchornia Crassipes): Kajian Konsistensi dan pH Terhadap Biogas
Dihasilkan. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. 2(2): ISSN :211215.

Anda mungkin juga menyukai