Anda di halaman 1dari 24

SEJARAH PERKEMBANGAN

GIZIDI INDONESIA

1945 – 1970

Direktorat Gizi Masyarakat Bekerjasama

dengan Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI)

Jakarta, Tahun 1997


EDITOR : Prof. DR. Soekirman

PENYUNTING :

 Ir. Alwi Alhabsyi, MPH


 Titi Sukmanah, SKM
 Ir. Siti Zaenab, MCN
 Trihadiah, M. Kes
 Ir. Martini Markum

PENGETIKAN ULANG :
Kukuh Wicaksono, S. Kom
BAB I
PENDAHULUAN
Kegiatan-kegiatan bidang gizi di Indonesia sebelum Perang Dunia
II ditangani oleh Instituut Voor Volksvoeding, suatu lembaga
pemerintahan Hindia Belanda yang berada dalam Instituut
Eijkman di Jakarta. Perhatian waktu itu banyak dicurahkan pada
penelitian di laboratorium, klinik dan survei makanan rakyat di
desa-desa yang dikenal antara lain :menee enderseek di Pacet,
Rengasdengklok, Segalaherang, Cirebon, Pulosari,
Kutowinangaun, dan sebagainya.
Eratnya hubungan antara ilmu kedokteran, pertanian, kimia,
ekonomi tercermin pada kerjasama antara tokoh-tokoh
sepertiDeHaas, Prof. Blank Haart, Pestmus, Van Voen, Donath,
Terra, Ockee dalam mempelajari masalah makanan rakyat.
Masalah busung lapar, defisiensi vitamin A, devisiensi protein
dan kalori, beri-beri, gondok endemic telah dipelajari dan ditulis
dengan terperinci. Namun demikian laporan-laporan itu hanya
diketahui oleh kalangan terbatas dalam pemerintahan Hindia
Belanda, tidak diumumkan kepada masyarakat.

Kegiatan-kegiatan gizi menurun dalam masa Perang Dunia ke II,


berhenti sama sekali selama pendudukan Jepang serta masa
perjuangan fisik mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia 1945. Indonesia terasing dari kemajuan ilmu
pengetahuan dunia, ketika ilmu gizi sedang berkembang pesat di
Eropa dan Amerika.

Kegiatan dimulai lagi setelah Insituut voor Volksvoeding


diserahterimakan kepada bangsa Indonesia. Pada tahun 1950 dr.
Poerwo Soedarmo diserahi memimpin lembaga ini, yang
selanjutnya dinamakan sebagai Lembaga Makanan Rakyat.
Tempatnya tetap di Gedung Eijkman di jalan Diponegoro No. 69,
Jakarta, yaitu salah satu gedung yang berada dalam lokasi R.S
Cipto Mangunkusumo.
Keadaan pada waktu itu dapat dilukiskan sebagai berikut :
1. Di Indonesia banyak terdapat busung lapar, kwashiorkor,
defisiensi vitamin A dan angka kematian tinggi.
2. Produksi pangan tidak mencukupi kebutuhan pokok.
3. Konsumsi makanan yang kurang telah berlaku puluhan
tahun, menyebabkan sebagian besar penduduk berada
dalam “status tidak sehat tidak sakit”.
4. Dunia keilmuan mengenai gizi di Indonesia terasing dari
kemajuan ilmu di negara-negara lain.
5. Di kalangan masyarakat terdapat kode berfikir untuk
menyembunyikan atau mengabaikan fakata tentang
kelaparan penduduk.
6. Di Lembaga Makanan Rakyat tidak ada staf ahli.
Pemimpin Lembaga Makanan Rakyat menyadari bahwa masalah
gizi di Indonesia tidak dapat diatasi oleh satu instansi saja.
Berbagai instansi harus bekerjasama dan bertanggung jawab
mengatasi masalah tersebut.
Tugas Lembaga Makanan Rakyat dalam garis besarnya adalah :
1. Mempelajari kesehatan penduduk dalam hubungannya
dengan makanan.
2. Memperbaiki konsumsi makanan untuk meningkatkan
taraf kesehatan penduduk.
Langkah pertama yang dilakukan oleh Lembaga Makanan
Rakyat ialah membentuk tenaga staf dan kader. Usaha
menimbulkan perhatian kalangan atas terhadap masalah gizi
mendapat prioritas. Sedangkan penyebarluasan masalah
kesadaran gizi pada masyarakat luas diberi perhatian lebih
banyak dari pada waktu penjajahan. Kegiatan penelitian terus
dijalankan dengan tenaga-tenaga yang ada dan bantuan luar
negeri.
BAB II
KEGIATAN GIZI 1950 – 1960

1. Pada tahun 1951 Lembaga Makanan Rakyat mendirikan


Sekolah Ahli Diet di Jakarta. Suatu pendidikan yang
menerima siswa lulusan Sekolah Guru Kepandaian Puteri dan
dididik selama 1,5 tahun untuk menjadi tenaga ahli di bidang
dietik bagi rumah-rumah sakit besar. Sejumlah 14 orang
lulusan sekolah ini ditugaskan di Rumah Sakit Umum di
Jakarta, Bandung, Semarang dan Medan.
Kebutuhan tenaga ahli gizi untuk program kesehatan
masyarakat (Public Health) semakin dirasakan, sehingga
Lembaga Makanan Rakyat pada tahun 1952 mengubah
kurikulum Sekolah Ahli Diet menjadi 3 tahun setelah SMA
bagian B dibawah Departemen Kesehatan. Selain untuk
rumah-rumah sakit, para lulusan dipekerjakan di Dinas
Kesehatan Rakyat di tingkat Provinsi sebagai staf Inspektur
Kesehatan (IKES). Kurikulum pendidikan disempurnakan
terus dan nama sekolah tersebut diganti menjadi Akademi
Pendidikan Nutritionis dan Ahli Diet (1953-1956) yang
berlokasi di Jl. Semboja – Bogor. Di tempat yang baru
tersebut dibina kerjasama yang erat dengan Fakultas
Pertanian dan Fakultas Kedokteran Hewan, serta lembaga-
lembaga penelitian di kota tersebut. Akhirnya pada tahun
1966 sampai sekarang, nama dirubah menjadi Akademi Gizi
yaitu pendidikan tenaga gizi professional tingkat sarjana
muda (Bachelor of Sciendce/Program D3).
Pada tahun 1952 Lembaga Makanan Rakyat juga mendirikan
Sekolah Juru Penerang Makanan di Pasar Minggu Jakarta,
yang menerima siswa lulusan Sekolah Kepandaian Putri (SKP)
untuk dididik selama 1,5 tahun. Setamat dari pendidikan
ditugaskan sebagai tenaga pendidikan gizi di dinas-dinas
kesehatan atau sebagai tenaga kejuruan dalam bida
penyelenggaraan makanan di rumah sakit, membantu tugas
ahli diet. Mulai tahun 1959 kurikulum diubah menjadi 3
tahun, mengambil lulusan SMP dan SKP. Sedang lulusan lama
diberi kesempatan untuk mengikuti kursus tambahan guna
mendapatkan ijazah persamaan.
2. Dalam usaha menyebarkan kesadaran gizi kepada
masyarakat luas, sejak tahun 1951 dipopulerkan slogan
“Empat Sehat Lima Sempurna”, suatu pedoman sederhana
menyusun menu sehat. Poster-poster dan leaflet yang
berhubungan dengan itu telah diproduksi dan diperluaskan
pula oleh Lembaga Makanan Rakyat. Selanjutnya dilakukan
kerjasama dengan Perusahaan Film Negara (PFN) membuat 2
buah film berjudul “Rahasia Terbuka” dan “Empat Sehat Lima
Sempurna”. Buku-buku berjudul “Pedoman Membuat Menu
dan Hidangan Sehat” karangan Poerwo Soedarmo, dan “Ilmu
Makanan” karangan Ny. Soekamto telah diterbitkan.
Karangan-karangan popular tentang masalah makanan ditulis
berturut-turut dalam majalah Star Weekly oleh Poerwo
Soedarmo.
3. Usaha menimbulkan perhatian kalangan atas terhadap
masalah gizi mulai berhasil, anatara lain dengan
terbentuknya Panitia Negara Perbaikan Makanan pada tahun
1952. Panitia interdepartemental yang diketuai oleh dr.
Leimena, Menteri Kesehatan RI ini beranggotakan wakitl-
wakil dari Departemen Dalam Negeri, Pertanian, PKK,
Penerangan, Sosial dan sebagainya. Panitia mempunyai
status sebagai penasehat kabinet dalam hal-hal yang
berhubungan dengan policy pangan. Pada tahun 1958 panitia
tersebut berubah menjadi Dewan Bahan Makanan, yang
berfungsi eksekutif, terutama menitik beratkan pada
masalah beras.Atas insisiatif beberapa tokoh setempat, di
Jawa Tengah didirikan Panitia Perbaikan Makanan Rakyat
(PPMR) pada tahun 1954 yang diketuai Dr. Marzuki, anggota
Badan Pemerintah Harian (BPH) Provinsi Jawa Tengah.
Panitia beranggotakan para Kepala Dinas Jawatan Pertanian,
Kehewanan, Penerangan, Perikanan, Kesehatan dan
beberapa anggota BPH. Maksud dan tujuan PPMR adalah
mengusahakan perbaikan makanan rakyat sehingga tercapai
bangsa yang kuat dan sehat. Kegiatan panitia berupa usaha
koordinatif bersifat pendidikan untuk meningkatkan produksi
dan konsumsi pangan guna mencapai tingkat kesehatan yang
tinggi. Serentetan kursus-kursus gizi diadakan di Tarubudaya
Ungara bagi pejabat-pejabat tingkat kabupaten atau di
bawahnya. Dan muncul kemudian berbagai aktivitas di
daerah tersebut antara lain, kampanye memerah susu dan
minum susu, mix farming (warung hidup) dan sebagainya.
Pada tahun 1958 PPMR berubah menjadi Lembaga Perbaikan
Makanan Rakyat (LPMR).
4. Dua tempat latihan gizi masyarakat didirikan oleh Lembaga
Makanan Rakyat, yaitu di Pasuruan Jawa Timur dan
Pekalongan Jawa Tengah. Di tempat tersebut diadakan
kursus bagi petugas dan tokoh-tokoh masyarakat setempat
mengenai usaha perbaikan gizi.
5. Penyebarluasan kader gizi juga dilakukan dengan
memasukan ilmu gizi ke dalam kurikulum berbagai
perguruan tinggi, antara lain di Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia mulai tahun 1955, Fakultas pertanian
Bogor tahun 1958, Fakultas Kedokteran Hewan, IKIP dan
sebagainya. Setelah seminar Home Economics yang diadakan
pada tahun 1957 di komplek Akademi Pendidikan
Nutr○isionis dan Ahli Diet Bogor, maka melalui Departemen
P dan K penyebaran kesadara gizi kepada murid sekolah
menengah dan rendah menjadi lebih lancer.
6. Kegiatan di bidang penelitian pertama dilakukan terhadap
anak-anak di Jakarta. Dr. H.A.P.C Oomen dengan timnya yang
terdiri dari ahli diet dan ahli sosiologi pada tahun 1953,
berhasil memperkenalkan Nutrition syndrome kepada
kalangan kedokteran dan kesehatan di Indonesia. Laporan
Oomen itu membuka perhatian besar terhadap masalah gizi.
Pada tahun yang sama Klerks mengadakan penelitian
tentang gizi anak-anak sekolah di Jakarta dan beberapa kota
lain di Jawa, dalam rangka menentukan standar tinggi dan
berat badan anak-anak Indonesia. Dalam usaha menentukan
makanan sumber protein bagi bayi dan anak-anak kecil
dilakukan penelitian terhadap pembuatan susu kedele.
Seorang expert dari FAO, Dr. El Rawi yang diperbantukan
kepada Lembaga Makanan Rakyat ditugaskan menyelediki
usaha itu, juga menyelidiki sumber protein lainnya seperti
tepung ikan. Untuk tujuan itu pada tahun 1953 telah dibuka
Pabri Sari Kedele di Yogyakarta.
7. Penelitian gizi masyarakat juga tidak diabaikan, pada tahun
1957-1959 Blankhart dengan para nutrisionis mengadakan
penelitian keadaan gizi dan kesehatan anak-anak pegawai
rendah di Bogor. Laporan diberi judul : “Measured Weaning
Pattern”. Penelitian hubungan gizi dan trachea juga
dilakukan di daerah Semarang, oleh tim ahlinya. Pada waktu
yang sama Bailey dan Tugirin dari Lembaga Makanan Rakyat
menelusuri daerah Gunung Kidul dan daerah minus lainnya
untuk mempelajari masalah Honger Oedema . Atas hasil
penelitian itu kemudian di Wonogiri didirikan Lembaga
Makanan Rakyat sebagai organ pemerintah pusat yang
khusus bertugas dalam upaya perbaikan gizi, dan Tugirin
sebagai kepala lembaga.
8. Kegiatan penelitian gizi lain dilakukan sekitar tahun 1957
ialah :
a) Penelitian masalah buruh di Jakarta oleh Drajat D.
Prawiranegara dan Djumaidias dengan menggunakan
10% sub sampel dari sampel buruh yang diadakan
oleh Pemerintah Indonesia dengan ILO.
b) Penelitian wanita hamil di RSUP Jakarta oleh Nye
Tieng Tjiat dan Perwo Soedarmo.
c) Penelitian Kwarshiorkor pada anak-anak di Jakarta
oleh Poey Seng Hin, yang kemudian menjadi bahan
disertasi untuk gelar doctor dalam ilmu kedokteran
di FKUI.
d) Pada tahun 1959 Djumaidias mengadakan penelitian
konsumsi makanan rakyat di daerah Kabupaten
Subang, Jawa Barat. Tujuannya adalah untuk
melengkapi data konsumsi makanan dan sekaligus
mengetes teknik penelitian.
e) Pada tahun yang sama Drajat D. Prawiranegara dan
Djumaidias mengadakan penelitian tinggi dan berat
badan terhadap 2000 pegawai golongan social-
ekonomi tinggi di Jakarta, dalam rangka menentukan
standar gizi penduduk Indonesia.
9. Partisipasi Pemimpin Lembaga Makanan Rakyat dalam
Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional I di Malang pada tahun
1958 membuka langkah masuknya ilmu gizi ke dalam ilmu-
ilmu lain yang lebih tua di Indonesia. Pada waktu itu pula
Lembaga Makanan Rakyat duduk dalam Dewan Perancang
Nasional, yang berarti diakui pentingnya factor gizi dalam
pembangunan bangsa. Pada tahun yang sama dr. Poerwo
Soedarmo dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Gizi pada
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia di Jakarta dan
selanjutnya merintis dibukanya Bagian Ilmu Gizi pada
fakultas tersebut.
10. Pada tahun 1957 dibentuk Persatuan Ahli Gizi Indonesia
(PERSAGI). Pada tahun 1967 Kursus Penyegar Ilmu Gizi
menjadi tuan rumah. Pada saat itu sekaligus mengangkat
Prof. Dr. Poerwo Soedarmo sebagai “Bapak” Gizi Indonesia.
Berhubung keadaan keuangan Departemen Kesehatan
belum cerah, maka PERSAGI mengambil inisiatif dan
mengorganisisr kursus tersebut. Nutrisionis-nutrisionis yang
bekerja di daerah menyambut baik usaha ini dan dapat hadir
dalam kursus. Pada tahun 1960-an juga dibentuk
Perhimpunan Peminat Gizi dan Pangan (Pergizi Pangan)
dengan Ketua Umum pertama Prof. Dr. Ir. Sajogyo. Kemudian
pada tahun 1990-an bermunculan pula beberapa
perkumpulan ahli-ahli gizi, seperti Persatuan Dokter Gizi
Indoensia (PDGMI) dan Persatuan Ahli Teknologi Pangan
Indonesia (PATPI).
BAB III
PERKEMBANGAN GIZI 1960 – 1999

1. Pada tahun 1960 wakil pimpinan Lembaga Makanan Rakyat,


dokter Dradjat D. Prawiranegara diangkat sebagai pemimpin
LMR yang baru menggantikan Prof. Poerwo Soedarmo yang
mencurahkan perhatian penuh sebagai Kepala Bagian Ilmu
Gizi FKUI. LMR memperkuat stafnya dengan nutrisionis-
nutrisionis dan menyebarkan lebih banyak tenaga-tenaga gizi
ke daerah, baik dipekerjakan di rumah sakit maupun Dinas
Kesehatan Rakyat.
2. Atas perjuangan para ahli diet di RSUP Jakarta pada tahun
1962 ditetapkan bahwa Bagian Gizi bertanggung jawab
penuh terhadap seluruh penyelenggaraan makanan di rumah
sakit. Bagian ini sederajat dengan bagian lain di rumah sakit.
Diperjuangkan pula agar pola ini diterapkan di rumah sakit
lain. Bagian gizi tersebut tidak lagi dibawah Bagian
Administrasi, tetapi berada di bawah tanggung jawab
Direktur Profesional Service. Urusan mulai dari pemasaran
bahan makanan sampai dengan penyajian hidangan kepada
pasien menjadi tugas dan wewenang bagian gizi. Di samping
itu Bagian Gizi juga bertanggung jawab atas penyelenggaraan
pendidikan gizi di rumah sakit, baik kepada pasien maupun
kepada calon-calon petugas rumah sakit.
3. Dalam Kongres Pengetahuan Nasional II di Yogyakarta tahun
1962, Lembaga Makanan Rakyat mengirim anggota stafnya
untuk menyajikan hasil-hasil penelitian gizi, antara lain
penelitian tinggi dan berat badan serta penelitian gizi di desa
Ciwalen dan Amansari Jawa Barat.
4. Pada seminar gizi tahun 1963 di Senayan Jakarta (aslinya
seminar untuk menentukan proyek-proyek riset utama
kearah perbaikan pangan dalam rangka Deklarasi Ekonomi)
yang diadakan oleh Departemen Urusan Research Nasional,
tokoh-tokoh gizi berpartisipasi aktif. Dalam seminar ini dapat
ditentukan Recommended Dietary Allowance (RDA) bagi
orang Indonesia yang memuat jumlah dan jenis bahan
makanan yang dibutuhkan rata-rata orang Indonesia per hari
dan per tahun, untuk menyusun target produksi ditetapkan
pula prioritas penelititan dalam bidang pangan, mulai dari
produksi dan manusianya, pemasaran dan konsumsinya.
5. Tokoh-tokoh gizi ikut berpartisipasi dalam Kongres Pediatrika
Asia – Afrika ke II yang diselenggarakan di Hotel Indonesia
Jakarta tahun 1964, dengan menyajikan hasil-hasil penelitian
yang mutakhir.
6. Dalam rangka kegiatan penelitian, pada tahun 1960
dilakukan penelitian gizi mahasiswa Bogor dalam rangka
kerjasama dengan Fakultas Pertanian, Fakultas Kedokteran
Hewan dan Akademi Pertanian Ciawi, Bogor, dengan
mendapat bantuan dari World University Service (WUS).
Hasilnya disajikan dalam Konfrensi WUS di Ceylon tahun
berikutnya.
7. Dengan bantuan tenaga expert FAO, Miss Emma Reh, pada
tahun 1962 Lembaga Makanan Rakyat mengadakan
penelitian konsumsi makanan dan keadaan gizi di kabupaten
Wonosobo, Kebumen dan Wonogiri, Jawa Tengah. Survei ini
merupakan persiapan kearah National Nutrition Survey yang
dicita-citakan oleh para ahli gizi Indonesia.
8. Dalam usaha menanggulangi defisiensi vitamin A, pada tahun
1960-1961 diadakan eksperimen suplementasi pada
sejumlah anak penderita defisiensi vitamin A di Bogor dan
Rumah Yatim Piatu Muslimin Jakarta. Proyek penelitian ini
dilakukan dengan bantuan dari Bagian Anak-anak RSUP
Jakarta, Bagian Mata dan Prof. O.A Roels dari Columbia
University, New York. Minyak kelapa sawit menunjukan hasil
baik sebagai bahan untuk menanggulangi defisiensi vitamin A
di Indonesia. Kemudian penggunaan minyak kelapa sawit
secara massal dicoba di beberapa desa di Jawa Tengah,
dengan bantuan UNICEF dan ahli-ahli, antara lain : Dr. Rose
dan P. Gyorgy sampai tahun 1965.
9. Pada tahun 1964 Djumadias A.N. dan Dradjat D.
Prawiranegara mengadakan penelitian tinggi dan berat
badan terhadap 2000 anak sekolah golongan sosial-ekonomi
menengah dan atas di Jakarta dalam rangka mengumpulkan
data untuk menentukan standar gizi penduduk Indonesia.
10. Pada tahun yang sama Darwin Karjadi mengadakan follow up
study anak-anak keluarga pegawai rendah di Bogor yang
pernah diteliti oleh Blankhart lima tahun sebelumnya.
Penelitian tersebut diteruskan hingga saat ini, dengan
memasukan tim psikologi untuk mempelajari hubungan
antara keadaan gizi dengan perkembangan mental.
11. Dalam penelitian di laboratorium, Lembaga Makanan Rakyat
mengadakan penentuan Net Protein Utilization (NPU)
dengan animal experiment dari berbagai campuran bahan
makanan. Serentetan studi dirintis dan diselenggarakan
hingga sekarang oleh Loe Goan Hong dan Oey Kam Nio di
Laboratorium Gizi Diponegoro 69.
12. Dalam kerjasama dengan Fakultas Pertanian, Akademi
Pendidikan Nutrisionis melakukan penelitian gizi diberbagai
tempat di Jawa Barat, yaitu tahun 1961 di desa Ciawi dan
Amansari, tahun 1962 di Pelabuhan Ratu, tahun 1963 di
daerah perikanan darat Cisaat Sukabumi, tahun 1964 di
daerah Kabupaten Subang dan tahun 1965 di daerah
Purwakarta.
13. Sesuai dengan gelombang politik di Indonesia sekitar tahun
1964, Menteri Kesehatan, Prof. Satrio meningkatkan
kegiatan gizi dengan membentuk Komando Operasi Gizi.
Slogan “Empat Sehat Lima Sempurna” dianggap tidak cocok
lagi dengan keadaan dan kemudian ditinggalkan. Selanjutnya
dipopulerkan “Menu Seimbang”, suatu revolusi menu untuk
mengubah pola makanan yang beras sentris menjadi pola
makanan yang bermakna pokok plural. Propaganda makan
jagung dilancarkan oleh Presiden RI dan banyak pejabat-
pejabat tinggi pusat dan daerah walaupun di sana-sini
terdengar nada sinis. Lembaga Makanan Rakyat diubah
status dan namanya menjadi Bagian Makanan Rakyat, yang
mempunyai fungsi organisatoris seperti bagian-bagian lain
dalam Departemen Kesehatan. Propaganda masal dan
revolusioner itu akhirnya berhenti dengan berubahnya
situasi politik di Indonesia sejak pecahnya peristiwa G.30.S
pada tahun 1965.
14. Dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Presiden No.15 dan
75 tahun 1966, semua Departemen mengadakan perubahan
struktur organisasi. Bagian Makanan Rakyat diubah menjadi
Direktorat Gizi di bawah Direktorat Jenderal Pembinaan
Kesehatan Masyarakat. Perubahan struktur organisasi di
daerah bercermin pada pusat. Gizi mendapat kesempatan di
daerah-daerah yang nutrisionisnya aktif, gizi menduduki
eselon bagian. Dengan demikian diperoleh otoritas dan
fasilitas yang layak untuk melancarkan usaha-usahanya.
15. Usaha Perbaikan Makanan Rakyat di daerah Jawa Tengah
mendapat perhatian dari pemerintah pusat dan juga
organisasi internasional FAO dan UNICEF memberikan
bantuannya. Ini terhenti pada waktu Indonesia memutuskan
hubungan dengan PBB. Sejak Indonesia masuk menjadi
anggota PBB kembali pada tahun 1967, program bantuan
UNICEF untuk usaha perbaikan gizi tersebut diaktifkan lagi.
Kegiatan gizi itu disempurnakan organisasinya dan kemudian
dengan istilah Applied Nutrition Program (ANP) yang
kemudian dikenal sebagai program “Usaha Perbaikan Gizi
Keluarga” (UPGK). Kegiatan UPGK atau ANP mulai tahun1969
diperluas dari Jawa Tengah ke daerah-daerah lain, berturut-
turut : Daerah Istimewa Yogyakarta, Sumatera Selatan dan
Nusa Tenggara Barat, kemudian mulai tahun 1970 Bali, Jawa
Timur dan Sumatera Utara.
16. Pada tahun 1967 dokter Dradjat D. Prawiranegara
dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Gizi pada Fakutltas
Kesehatan Masyarakat UI di Jakarta. Ini memberikan
kesempatan untuk mengembangkan ilmu gizi dalam fakultas
tersebut. Fakultas ini merupakan wadah pendidikan tingkat
sarjana bagi lulusan akademi di lingkungan Departemen
Kesehatan termasuk pada nutrisionis.
17. Atas instruksi Menteri Kesehatan, pada bulan Oktober 1965
Akademi Pendidikan Nutrisionis dipindahkan ke Kebayoran
Baru menjadi satu kompleks dengan Akademi Penilik
Kesehatan dan Biro Pendidikan Departemen Kesehatan.
Sedang berkas tempatnya di Bogor digunakan untuk Balai
Penelitian Gizi. Pimpinan akademi diserah terimakan dari
Prof. Poerwo Soedarmo kepada Ig. Tarwotjo dan tahun 1967
nama diubah menjadi Akademi Gizi. Proses perpindahan dan
akibat peristiwa G 30 S membawa pengaruh yang tidak
menguntungkan terhadap jalannya pendidikan di akademi
tersebut. Semua tenaga staf pimpinan dan staf pengajar
harus diperbaharui. Fasilitas pendidikan terutama
laboratorium hampir takada sama sekali. Keadaan
berangsur-angsur menjadi lebih baik, dengan diperolehnya
gedung tersendiri dari bantuan UNICEF dalam bentuk sarana
transportasi, perlengkapan laboratorium kimia, teknologi
makanan, dapur diet dan perpustakaan.
18. Pada tahun 1968 atas prakarsa LIPI diadakan suatu Workshop
untuk membahas masalah pangan di Indonesia ini dari
berbagai aspek. Workshop diadakan di Jakarta dan dihadiri
oleh para sarjana dan ahli-ahli berbagai disiplin dari
Indonesia dan Luar Negeri (USA), Exponen gizi ikut aktif
dalam workshop tersebut, terutama dalam grup I yang
menentukan angka kebutuhan gizi dan makanan penduduk
Indonesia untuk target produksi. Pertemuan ilmiah yang
diselenggarakan atas kerjasama dengan National Academy of
Sciencies USA (Yang terkenal sebagai LIPI-NAS Workshop on
Food) itu, merupakan suatu langkah penyusunan food policy
yang baik. Workshop ini memberikan masukan kepada
Bappenas mengenai kebijakan pangan dalam Repelita I. Sejak
itu LIPI setiap lima tahun sekali mengadakan workshop yang
sekarang dikenal dengan Widyakarya Nasional Pangan dan
Gizi (WKNPG) untuk memberikan masukan aspek pangan dan
gizi dalam perencanaan perbaikan gizi masyarakat Indonesia.
19. Pada tahun 1969 Indonesia menjadi tuan rumah untuk
Nutrition Seminar Seameo yang diselenggarakan di Fakultas
Kedokteran UI Jakarta. Mulai tahun berikutnya menjadi tuan
rumah untuk menyelenggarakan Graduate Cource in Applied
Nutrition yang diikuti oleh partisipan dari Filipina, Thailand,
Vietnam dan Indonesia.
20. Kegiatan penelitian gizi yang dijalankan akhir-akhir ini dan
yang sedang berjalan saat ini ialah :
a) Penelitian tentang pengaruh gizi terhadap
perkembangan mental anak-anak oelh Darwin
Karjadi dkk, Balai Penelitian Gizi Bogor.
b) Penelitian Aflatoxin pada pelbagai kacang-kacangan
oleh Muhilal dkk., Balai Penelitian Gizi Bogor.
c) Penelitian dan anemia pada ibu-ibu hamil, oleh
Sukartijah dkk., Balai Penelitian Gizi Bogor.
d) Penelitian pemakaian Picung sebagai pengawet ikan
dan penelitian cara pembuatan tempe, oleh
Hermana dkk., Balai Penelitian Gizi Bogor.
e) Analisa Bahan Makanan Indonesia, oleh Ig. Tarwotjo
dkk., Akademi Gizi - Balai Penelitian Gizi Bogor dan
Jakarta, Bagian Gizi FK – UI.
f) Penentuan NPU dan PKH berbagai sumber protein,
oleh Lie Goan Hong dkk., Balai Penelitian Gizi
Diponegoro Jakarta.
g) Penelitian keadaan gizi penderita defisiensi vitamin A
dengan pengobatan minyak kelapa sawit, oleh
Darwin Karjadi dkk., Balai Penelitian Gizi Bogor.
h) Penelitian aspek sosial budaya pola makanan dan
kebiasaan makanan di 5 desa di Indonesia, oleh
Melly G. Tan dkk., LEMNAS dan Dit. Gizi.
i) Penentuan PER ikan, oleh Aziz dkk., Balai Ilmu Gizi
FK-UI.
j) Pengaruh pemberian dosis masip vitamin A kepada
ibu hamil terhadap air susu ibu, oleh Djaeni dkk.,
Bagian Ilmu Gizi FK-UI.
k) Kadar vitamin A dan karotin cairan cerebrospinal
anak-anak penderita meningitis, oleh Djaeni dan
Witawarja, Bagian Ilmu Gizi dan Ilmu Kesehatan
Anak, FK-UI.

BAB IV
PERKEMBANGAN GIZI 1970-an Keatas

1. Peristiwa yang perlu dicatat adalah pengembagan Pos


Pelayanan Terpadu (Posyandu) yang merupakan cikal bakal,
dinilai sejak ada hasil Penelitian Sayogyo tentang
“Pendidikan Gizi Plus” dari UPGK. Kemudian muncul inisiatif
masyarakat untuk membangun tempat-tempat pelayan gizi
bagi balita, antara lain : Taman Gizi, Pos Timbang, Pos Balita,
dll. Dan mengembangkan Growth to Health Chart atau yang
dikenal sekarang dengan Kartu Menuju Sehat (KMS). Jenis
pelayanan dikembangkan dengan adanya Nutrition
International Pilot Project (NIPP) dengan kegiatan inovatif
termasuk kegiatan teknologi tepat guna.
2. Pada tahun 1960 wakil pimpinan Lembaga Makanan Rakyat,
dokter Dradjat D. Prawiranegara diangkat sebagai pemimpin
LMR yang baru menggantukan Prof. Poerwo Soedarmo yang
mencurahkan perhatian penuh sebagai Kepala Bagian Ilmu
Gizi FKUI.
HARI-HARI BERSEJARAH

PER-GIZIAN DI INDONESIA

1. Sekitar tahun 1897 Eykman, seorang sarjana Belanda


merintis penemuan vitamin B1, di Jakarta. Untuk
menghargai jasa-jasanya, di Jakarta didirikan Lembaga
Eykman yang gedungnya terletak di Jl. Dipenogoro No.69
dimana kegiata-kegiatan penelitian gizi banyak
dilakukan. Pada saat ini gedung Lembaga Eykman
menjadi gedung Lembaga Cardiologi Nasional.
2. Pada tahun 1934 didirikan “Het Instituut Voor
Volksvoeding”.
3. Pada tahun 1950 Het Instituut Voor Volksvoeding
diserahterimakan kepada dokter Poerwo Soedarmo dan
selanjutnya dinamakan Lembaga Makanan Rakyat.
4. Pada tahun 1951 Lembaga Makanan Rakyat mendirikan
sekolah Ahli Diet. Pada tahun 1957 sekolah ahli diet
menjadi Akademi Pendidikan Nutrisionis, dan pada tahun
1967 berubah namanya menjadi Akademi Gizi.
5. Pada tahun 1952 (25 Januari) Lembaga Makanan Rakyat
mendirikan Sekolah Juru Penerang Makanan di
Pasarminggu, yang pada tahun 1959 berubah statusnya
menjadi Sekolah Menengah Kesehatan Atas Jurusan Gizi
(SMKA Gizi). Pada tahun 1980-an dirubah menjadi
Sekolah Pembantu Ahli Gizi (SPAG).
6. Pada tahun 1952 terbentuk Panitia Perbaikan Makanan.
Panitia ini sifatnya interdepartemental dan diketuai oleh
dr. J. Leimena, Menteri Kesehatan RI. Status panitia
sebagai penasihat cabinet. Pada tahun 1958 panitia
tersebut berubah menjadi Dewan Bahan Makanan yang
sifatnya berfungsi eksekutif.
7. Pada tahun 1953 Dr. H. A. P. C. Oomen Cs berhasil
memperkenalkan malnutritions syndromekepada
kalangan kedokteran dan kesehatan di Indonesia,
sehingga telah membuka perhatian besar terhadap
masalah gizi.
8. Pada tahun 1954 di Jawa Tengah didirikan Panitia
Perbaikan Makanan Rakyat (PPMR). Pada tahun 1958
PPMR berubah menjadi Lembaga Perbaikan Makanan
Rakyat (LPMR). Pada tahun 1967 usaha LPMR mendapat
bantuan WHO, FAO dan UNICEF dan programnya dikenal
menjadi Applied Nutrition Programme atau lebih dikenal
dengan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK).
9. Sekitar tahun 1954 Persatuan Ahli Diet dan Nutrisionis
Indonesia dibentuk dan kemudian berubah menjadi
Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI)
10. Pada tahun 1957 diselenggarakan Seminar Home
Economics oleh LMR.
11. Pada tahun 1958 dalam Kongres Ilmu Pengetahuan
Nasional di Malang, partisipasi Lembaga Makanan Rakyat
telah membuka langkah masuknya ilmu gizi ke dalam
ilmu lain yang lebih tua di Indonesia. Pada waktu itu pula
LMR duduk dalam Dewan Perancang Nasional, yang
berarti diakui pentingnya factor gizi dalam
pembangunan.
12. Pada tahun 1958 dokter Poerwo Soedarmo dikukuhkan
sebagai Guru Besar Ilmu Gizi yang pertama di Indonesia
pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia di
Jakarta dan selanjutnya merintis dibukanya bagian Ilmu
Gizi pada fakultas tersebut.
13. Pada bulan Agustus 1962 dibentuk Bagian Gizi Rumah
Sakit Umum Pusat Jakarta, yang sekarang menjadi
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
14. Pada tahun 1963/1964 Menteri Kesehatan RI, Prof.
Satrio meningkatkan kegiatan gizi dengan membentuk
Komando Operasi Gizi dengan mempopulerkan “Menu
Seimbang” dan LMR berubah status dan namanya
menjadi Bagian Makanan Rakyat.
15. Pada tahun 1966 Bagian Makanan Rakyat berubah
menjadi Direktorat Gizi.
16. Pada tahun 1967 Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI)
menyelenggarakan Kursus Penyegar Ilmu Gizi (KPIG)
yang pertama bagi anggotanya.
17. Pada tahun 1968 diselenggarakan Workshop untuk
membahas masalah pangan di Indonesia dari berbagai
aspek, yang merupakan langkah penting penentuan
kebijaksanaan pangan dan gizi di Indonesia yang
sekarang dikenal dengan Widyakarya Nasional Pangan
dan Gizi (WNPG). Workshop dihadiri oleh ahli-ahli
berbagai disiplin dari Indonesia dan Amerika Serikat.
Workshop ini diprakarsai oleh Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerjasama dengan
Nasional Academy of Science (NAS – USA).
18. Pada tahun 1969 Indonesia menjadi tuan rumah untuk
Nutrition Seminar SEAMEO. Dan mulai tahun berikutnya
menjadi tuan rumah untuk penyelenggaraan Graduate
Course in Applied Nutrition yang diikuti oleh partisipan
dari Philipina, Thailand, Vietnam dan Indonesia.
19. Perhatian pemerintah yang besar terhadap masalah gizi
tercermin dalam Repelita II, khususnya gizi, selain
terdapat dalam Bab 25 juga dalam Bab 11, Pangan dan
Gizi.
20. Menteri Kesehatan mendahului Keputusan Presiden
dengan Surat Keputusan nomor 257/KAB/B.VII/71
tanggal 15 November 1971 telah membentuk Badan
Pekerja Usaha Perbaikan Gizi Pusat, yang anggotanya
wakil dari departemen yang ikut dalam UPGK.
21. Pada tanggal 22 Juli 1974 Pidato Pengarahan Presiden
pada Pembukaan Konferensi Kerja Nasional Perbaikan
Menu Makanan Rakyat.
22. Pada tanggal 13 September 1974 diterbitkan instruksi
Presiden RI nomor 14 tahun 1974 tentang Perbaikan
Menu Makanan Rakyat.
23. Pada tanggal 25-29 November 1974 telah dilangsungkan
International Meeting on The Control of Vitamin A
Deficiency di Jakarta, hasil kerjasama Pemerintah
Indonesia, WHO dan USAID.
24. Pada 19 Februari 1975 dilaksanakan Pelantikan Anggota
Komisi Teknik Perbaikan Menu Makanan Rakyat oleh
Menteri Negara Kesejahteraan Rakyat selaku
Koordinator Penyelenggaraan Usaha-usaha Perbaikan
Menu Makanan Rakyat sesuai dengan Inpres nomor 14
tahun 1974 tentang Perbaikan Menu Makanan Rakyat.
25. Pada tanggal 27-30 April 1975 di Yogyakarta telah
diadakan Seminar International mengenai makanan dan
gizi yang diadakan oleh SEADAG (South East Asia
Development Advisory Group) New York.

SEJARAH KEPEMIMPINAN DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT

1. Prof. DR. Poerwo Soedarmo


Kepala Lembaga Makanan Rakyat (1950 -1958)

2. Prof. DR. Dradjat D. Prawiranegara


Kepala Lembaga Makanan Rakyat (1958 -1972)

3. Dr. Soedarso, DPH


Kepala Direktorat Gizi (1972 – 1976)

4. DR. S. Malasan, MPH


Kepala Direktorat Gizi (1976 – 1979)

5. DR. Ig. Tarwotjo, M.Sc


Kepala Direktorat Bina Gizi Masyarakat (1979 – 1988)

6. Drs. Benny A. Kodyat, MPA


Kepala Direktorat Bina Gizi Masyarakat (1988 – 1998)

7. Dr. Dini Latief, M.Sc


Kepala Direktorat Bina Gizi Masyarakat (1998 – 2001)

8. Dr. Rachmi Untoro, MPH


Kepala Direktorat Bina Gizi Masyarakat (2002 – 2006)

9. Dr. Ina Hernawati, MPH


Kepala Direktorat Bina Gizi Masyarakat (2006 – 2010)

10. Dr. Minarto, MPS


Direktur Bina Gizi Masyarakat (2010 – 2013)

11. Ir. Doddy Izwardy, MA


Direktur Gizi Masyarakat (2013 – Sekarang)

Daftar Pustaka

1. Ig. Tarwotjo, M. Sc., Drs. Suaspendi, Djumadias Abu Naim, M.


Sc., Prof. Poerwo Soedarmo, Prof. Drajat D. Prawiranegara, Prof.
Soekirman, SKM, MPS-ID, Ph.D. Sejarah Perkembagan Gizi di
Indonesia 1945-1970.

2. Soekirman, Prof. SKM, MPS-ID, PhD. Direktorat Jenderal


Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional. Ilmu Gizi
dan Aplikasinya untuk keluarga dan masyarakat.

3. WHO. Guideline for the Inpatient Treatment of Severely


Malnurished Children. WHO Searo, 1998.

Anda mungkin juga menyukai