Anda di halaman 1dari 50

11/28/2017 DRAFT OSOCA

BLOK 8
By: Depdik Nucleus

Edited by:
@ECIKICIIIIW
Sindroma Cushing
by: Gita Fitri Arida

 Overview Case

Data Pasien Keterangan


♀, 25 tahun Insidensi (dewasa muda)
KU: peningkatan BB sejak 1 th yll DD/: 1. Obesitas
2. Hipotiroid
3. Sindroma Cushing

Walaupun nafsu makan dirasakan berkurang Menyingkirkan obesitas

Keluhan disertai dengan:


- Pakaian pasien dirasakan menjadi semakin Obesitas sentral
sempit terutama di daerah perut.
- Merasa lemah di otot, mudah lelah Rasa lemah di otot
- Pada wajah timbul kumis dan sering Hirsutism dan acne
berjerawat Gejala khas
- Mengeluh sulit tidur Insomnia sindroma
- Mudah tersinggung Irritable cushing
- Menstruasi tidak teratur Ggn Menstruasi

Riwayat penggunaan obat dlm jangka waktu Menyingkirkan sindroma cushing eksogen
panjang disangkal (karena obat-obatan kortikosteroid

TD: 150/90 mmHg Hipertensi I


TB: 165 cm, BB: 75 kg (IMT=27,54) Obesitas sentral
Lingkar perut: 85 cm
Muka moonface dengan facies pletorik
Buffallo hump Tanda khas sindroma cushing:
Stirae rubrae menunjukkan adanya peningkatan
Liddle sign produksi hormon dari korteks adrenal
Hasil pemeriksaan menunjukkan kadar kortisol
tinggi Hiperkortisolisme  sindrom cushing (+)

DK/ Sindrom Cushing e.c DD/ Tdk di DD krn ditemukan tanda&gejala yang
- Cushing Disease khas pd Sindrom Cushing, shg yg di DD
- Adenoma/ Adenocarcinoma adrenal adalah penyebab dr Sindrom Cushing.
 Definisi
Sindrom Cushing adalah manifestasi klinis dari kelebihan abnormal hormone kortisol,
terutama glukokortikoid dalam waktu lama. Istilah sindrom cushing adalah istilah umum
yang dipakai u/ fenomena tsb tanpa memperhatikan penyebabnya. Jika fenomena
sindrom cushing terjadi karena adanya kelebihan ACTH yang diproduksi oleh kelenjar
hipofisis disebut Cushing Disease atau karena tumor pada adrenal shg sekresi hormon
adrenokortikal meningkat

 Gambaran klinis Sindrom Cushing

Tanda Gejala

Distribusi lemak Gambaran tdk spesifik  Perubahan selera makan


 Penurunan konsentrasi
 Buffalo Hump  Hipertensi
berpikir
 Obesitas Sentral  DM
 Penurunan libido
 Facies Pletorik  Dislipidemia
 Kelelahan
 Moonface  Perubahan endokrin
 Gangguan memori jangka
 Kenaikan BB  Intoleransi glukosa pendek
 Kondisi hiperkoagulasi  Insomia
 Manifestasi kulit  Iritabilitas
 Gangguan menstruasi
Gambaran Protein-washing Gangguan Neuropsikiatri  Gangguan mood
 Osteoporosis
 Demineralisasi tulang &  Depresi mayor
osteoporosis  Mania
 Mudah memar  Psikosis
 Gangguan mekanisme
pertahaan
 Edema tungkai
 Kelemahan pada otot
proksimal
 Purpura
 Kulit menipis
 Striae rubrae

 IKD

1. Anatomi
Kelenjar suprarenal
2. Histologi
3. Fisiologi  Regulasi hormonal
1. Anatomi dan Histologi Kelenjar Suprerenal

Aldosteron

Norepinefrin

Korteks
- Zona Glomerulosa ( 15% dari korteks adrenal)
 Sel2 tersusun melengkung
 Penghasil mineralkortikoid/aldosterone
- Zona Fasciculata (75% dari korteks adrenal)
 Sel2 tersusun tegak, selnya lebih terang karena ↑ jmlh butiran lemak dalam
sitoplasma
 Penghasil kortisol & androgen
- Zona Retikularis
 Sel2 tersusum tdk teratur
 Penghasil kortisol & androgen
Medula
Sel kromafin  Penghasil katekolamin (epinefrin dan norepinefrin)

!KLINIS!
- Jika terjadi defisiensi ACTH, maka zona fasciculata dan retikularis akan atrofi (krn zona
glomerulosa lebih byk dirangsang oleh angiotensin II)
- Jika terjadi kelebihan ACTH, maka zona Fasciculata dan retikularis akan hyperplasia dan
hipertrofi
2. Regulasi Hormon Korteks Adrenal

Stimulator:
- Regulasi sirkadian
- Stress
- - (fisik/psikis/hipoglikemi/cold/nyeri)
Hipothalamus


CRH

-

Adenohipofisis


ACTH


Korteks Adrenal


Kortisol

 Etiologi
Cushing disease (gangguan hipofisis)  paling sering terjadi
ACTH – dependent (65%)
Ektopik
Ektopik

Adenoma/ adenocarcinoma adrenal


ACTH – independent
Obat2an kortikosteroid  iatrogenik
 Patogenesis & Patofisiologi

 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan kadar kortisol darah
 Pemeriksaan dilakukan saat tengah malam
 Jika kortisol plasma malam hari >200 nmol/L atau >7,5 µg/dL  Hiperkortisolime
 Sindroma Cushing (+)
2. Dexamethason Supression Test (DST) – overnight 1 mg DST
 Pemberian deksametason 1 mg antara pukul 23.00 – 24.00
 Periksa kortisol puasa antara pukul 08.00- 09.00 esok harinya
 Normal: kortisol <5µg/dL  Jika kadar kortisolnya tinggi dapat diduga tidak terjadi
supresi dan kortisol yang berarti integrasi hypothalamus – hipofisis – adrenal
terganggi shg tdk ada feedback negative dari kortisol ke hipofisis. Besar
kemungkinan terjadi cushing
3. MRI (Magnetic Resonance Images)
 Penyebab tersering sindrom cushing adalah mikroadenoma hipofisis shg u/
memastikannya dilakukan MRI (krn ukuran hipofisis kecil).
4. IPSS (Inferior Petrosus Sinus Sampling)  pengambilan sampel darah menggunakan
kateter pd sinus petrosus inferior untuk pemeriksaan kadar ACTH. Apabila kadar ACTH
tinggi maka dapat dipastikan jika sumber ACTH berasal dari pituitary, bukan berasal dari
ektopik
#IPSS inilah yang paling sensitive

 Penatalaksanaan
- Intro: Sindrom Cushing (Cushing disease paling banyak) dikategorikan level kompetensi
3B shg dokter umum hanya menentukan diagnosis, penatalaksanaan awal, dan merujuk.
 Penatalaksanaan awal hanya untuk menghilangkan gejala pd pasien
 Kemudian dirujuk ke spesialis penyakit dalam.
Sebelum merujuk, dokter harus mengedukasi pasien mengenai alasan merujuk,
pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan, serta terapi untuk penyakit pasien.
Terapinya adalah:
a) Non-farmakologi
1. Operasi
- Jika cushing disease, pilihan pertama adalah operasi transspheoid yg dilakukan
melalui hidung  os. Sphenoid  sinus sphenoid  hipofisis.
- Jika adrenal cushing pilihan terapi adalah operasi, sesuai lesi yang ditemukan

2. Radioterapi  jika diperlukan

b) Farmakologi
1. Metyrapon  anti steroidogenesis
 Mekanisme kerja: menghambat enzim II – β hidroksilase shg menghambat
II deoxicortisol untuk menjadi kortisol (sintesis kortisol dihambat) dan
menghambat DOC u/ menjadi kortikosteron (sintesis aldosterone
dihambat)
 KI: hipersensitivitas, insufiensi adrenokortikal
 ES: mual  jd bisa diminum dgn susu
 Dosis: 250 mg 2x sehari sampai 1,5 g setiap 6 jam
2. Cotrimoxazole  Profilaksis terhadap Pnemocistic carinii di paru
 Mekanisme kerja: sbg antibakteri spectrum luas terutama pd saluran napas,
cerna, dan kemih
 Dosis: 2 tablet (1 tablet 480 mg) setiap kali, diminum 2 x 2 tablet.

*note:
 Pd cushing disease dilakukan operasi (pilihan pertama) kemudian radioterapi &
medikamentosa jika diperlukam
 Pd Adrenal Cushing diberi obat anti streoidogenesiis dulu, baru kemudian operasi.

 Komplikasi
1. Obesitas sentral
2. Hipertensi
3. Gangguan toleransi glukosa&diabetes
4. Dislipidemia
5. Trombosis
6. Kelainan psikiatri
7. Penyakit ginjal
8. Osteoporosis
9. ↑ risiko kardiovaskular seperti aterosklerosis
10. Infeksi dan sepsis

 Epidemiologi
 Estimasi insidensi tahunan sindrom cushing berkisar 2,3 jt per tahun di seluruh
dunia
 Terutama terjadi pd wanita dgn rasio w:p = 3:1 sampai 10:1
 Ditemukan prevalensi sindrom cushing sekitar 3% diantara pasien DM yang tdk
terkontrol dan osteoporosis

 Prognosis
Q.A.V
dubia
Q.A.F

 BHP
1. Medical Indication
 Beneficence menerapkan GRP
Karena level kompetensi 3B, shg dokter harus dpt menentukan diagnosis pd
pasien berdasarkan anamnesis, dan pemeriksaan fisik yg telah dilakukan shg
ditemukan tanda dan gejala seperti moonface, buffalo hump, kumisan, dll yg
menunjukkan sindrom cushing yg berarti terjadi peningkatan hormone korteks
adrenal didalam tubuh
2. Patient Preference
 Autonomi  Krn usia pasien 25 th & kesan sakitnya sakit sedang shg dokter dpt
langsung memberikan informasi pd pasien. Krn level kompetensi 3B maka dokter
wajib merujuk pasien, informasikan pd pasien bahwa pasien harus dirujuk ke
dokter spesialis pnykt dalam dan beritahukan alasannya.
3. Quality of Life
 Non Maleficence  mencegah dr bahaya
Dengan cara dokter merujuk paien ke dokter spesialis penyakit dalam
4. Contextual Feature tdk ditemukan pd kasus.
Marasmus-Kwashiorkor
By : Nia dewanti, Nada Shaumi, Aldiast Alhadi, Arif Budiman

 Overview case

Data Keterangan

Perempuan, 3 th insidensi (>usia anak-anak )

K.U: kurus dan BAB cair sejak 2 minggu Kemungkinan gizi buruk, menggunakan
yang lalu, BB 7 kg dengan TB 81 cm, plot WHO:
LK 47 cm BB/TB < -3 SD.  KEP III
Keluhan badan kurus dirasakan sejak 2 Kronis
tahun yang lalu

Riwayat asupan makanan: 1 th ASI, sejak Asupan nutrisi sangat kurang, terutama
6 bulan bubur susu instan, sejak 1 th karbohidrat dan protein
bubur nasi dengan kuah sayur sop (yang
berisi sayuran saja). Saat ini penderita
makan 2x sehari berupa nasi dengan lauk
pauk (tahu, tempe, asin) 3-4 sdm tiap
makan, kadang-kadang minum susu cair
kemasan 2-3x seminggu
Sejak 2 mgg yll BAB cair 3-4x/hr ampas -Diare kronik
sangat sedikit, darah (-), lender (-) -Diare persisten

BAK terakhir 2 jam yll Dehidrasi (-)

Sejak 6 bulan yll anak sering menabrak Defisiensi vit A dan makronutrien
saat senja (proteinrodopsin)
Data Keterangan

Sering batuk pilek Penurunan sistem imun karena


defisiensi makronutrien (protein 
immunoglobulin)
Diobati dengan obat warung Pengobatan inadekuat.

Riwayat kelahiran: anak ke-5 dari ibu 35 th Faktor risiko gizi buruk.
P5A1, dilahirkan pada usia kehamilan 38
mgg, BBL 2500 gram, PBL 47 cm
Tidak ada riwayat kontak dengan penderita Menyingkirkan gizi buruk sekunder
batuk lama/batuk berdarah, tidak disertai (TBC dan heart congenital)
sesak nafas jika beraktivitas, kebiruan di
sekitar mulut atau ujung jari
Pemfis: Berdasarkan plot WHO:
Pengukuran antropometri: BB 8 kg, TB 81 BB/TB severely wasted (KEP III)
cm, LK 47 cm TB/U severely stunted
Keadaan umum:
tampak lemah
Kesadaran komposmentis
TD 85/50 mmHg
Nadi 96x/menit
Respirasi 30x/menit
Suhu 35,9oC  Hipotermi (<36,5oC)
Pemeriksaan lain ditemukan konjungtiva Marasmus
tidak anemis, kelopak mata cekung, wajah
lonjong, berkeriput seperti orangtua (old man
face), kulit kering, bersisik, jaringan lemak
subkutan tipis, baggy pants, otot atrofi
Pitting edema di kedua tungkai bawah Kwashiorkor

Pemeriksaan lab: Kesan: anemia hipokrom mikrositer


Hb 10 g/Dl, Ht 18%, leukosit 4000/mm3, HJL susp e.c. defisiensi Fe
-1/2/1/63/33/1, Tr 170 rb/mm3
Apus darah tepi: eritrosit hipokrom
mikrositer, leukosit jumlah normal, trombosit
jumlah normal
Total protein serum 5 g/dL, albumin 3 g/dL Hipoalbumin
Na 125 mEq/l, kalium 3 mEq/l, GDS 70 Hiponatremi, hipokalemi
mg/dL, kolesterol 150 mg/dL, SGOT 54 U/L
SGPT 40 U/L
Urin: leukosit 0/LPB

DD/: - Marasmus- Kwashiorkor e.c Diare persisten


- Marasmus- Kwashiorkor e.c Diare kronis

DK/: Marasmus-Kwashiorkor e.c diare persisten dengan komplikasi anemia, xeroftalmia,


gangguan elektrolit, severely stunted, severely wasted.

 Definisi :Marasmus-Kwashiorkor adalah suatu keadaan defisiensi kalori dan protein,


dengan penyusutan jaringan yang hebat, hilangnya lemak subkutan, dan biasanya
dehidrasi dengan gejala klinis gabungan dari marasmus dan kwashiorkor.

 Faktor risiko :
1. Rendahnya pendapatan keluarga
2. Rendahnya pendidikan ibu
3. Rendahnya pengetahuan ibu dalam monitoring pertumbuhan anak
4. Banyak anak  perhatian ibu kurang
5. BBLR
6. Pendeknya masa ASI eksklusif
7. Imunisasi tidak komplit

Ilmu Kedokteran Dasar Terkait

I. Fed Stage/Fase Kenyang : Glukosa yang disediakan dari glukosa yang masuk.
II. Fasted Stage/ Fase Puasa : Glukosa yang disediakan berasal dari pemecahan
glikogen pada hepar.
III. Starved Stage/Fase Kelaparan : Glukosa berasal dari lemak dan protein 
glukoneogenesis (proteolisis dan lipolisis)
 Metabolisme KH, Protein, dan Lemak

Glikogen
-

TA
Glukosa G

Gliserol Asam lemak


Triosafosfat fosfat

As. piruvat Asetil Ko-A

Siklus Asetoasetat Kolesterol


Kreb
ATP, CO2, hep
ar extr
H2 O ahe
pati
c
Siklus Beta-
Urea hirdoksibutirat
Steroid
NH3

Nitrogen
pool As.
Amino Protein

 PATOFISIOLOGI dan Komplikasi


 Komplikasi
a. Hipoglikemi dan hipotermi
b. Infeksi berat
c. Dehidrasi dan gangguan elektrolit
d. Overhidrasi
e. Gagal jantung
f. Anemia berat
g. Gagal hati
h. Rabun senja
i. Gagal jantung

 Penatalaksanaan
Penanganan meliputi 10 langkah dan terbagi dalam 3 fase (stabilisasi 1-2 hari, transisi 3-7
hari, rehabilitasi minggu ke-2 s.d 6, tindak lanjut minggu ke-7 s.d 26)
1. Atasi/cegah hipoglikemi
# Cegah : berikan F-75 setiap 2-3 jam siang dan malam hari
#Terapi : - Sadar : 50 ml larutan glukosal sukrosa 10, pemberian F-75 setiap 2 jam
- Tidak sadar : glukosa 10 % IV, pemberian f-75 tiap 2 jam , 2 jam pertama1
untuk dosis makanan tiap 30 menit
2. Atasi/cegah hipotermi
Hangatkan anak dengan selimut, bisa juga dengan metode kangguru yaitu dengan
mendekap anak di dadanya lalu ditutupi dengan selimbut.

3. Atasi/cegah dehidrasi
Cegah : Berikan resomal , kurang dari dua tahun 50-100 ml setiap diare, lebih dari dua
tahun 100-200 ml setiap diare
Atasi : Berikan resomal 10-100 ml/KgBB untuk mengembalikan cairan normal, 2 jam
pertama : 5 ml /KG BB?30 menit atau 5-10 l?KHGBB/jam selama 12 jam
Berikan ekstra kalium 2-4 mg /KgBB/hari
Ekstra magnesium 0,3-0,6 Mg/Kg

4. Koreksi elektrolit
Pada semua KEP berat/Gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan elektrolit diantaranya :
- Kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah.
- Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg)
- Ketidakseimbangan elektrolit ini memicu terjadinya edema dan, untuk pemulihan
keseimbangan elektrolit diperlukan waktu paling sedikit 2 minggu.
- Berikan makanan tanpa diberi garam/rendah garam
- Untuk rehidrasi, berikan cairan oralit 1 liter yang diencerkan 2 X (dengan penambahan
1 liter air) ditambah 4 gr KCL dan 50 gr gula atau bila balita KEP bisa makan berikan
bahan makanan yang banyak mengandung mineral ( Zn, Cuprum, Mangan, Magnesium,
Kalium) dalam bentuk makanan lumat/lunak
5. Atasi/cegah infeksi
Pada KEP berat/Gizi buruk, tanda yang umumnya menunjukkan adanya infeksi seperti
demam seringkali tidak tampak, oleh karena itu pada semua KEP berat/Gizi buruk secara
rutin diberikan antibiotik spektrum luas dengan dosis sebagai berikut :
6. Pemberian nutrisi
-fase stabilisasi
-fase transisi
-fase rehabilitasi

TAHAPAN PEMBERIAN DIET

FASE STABILISASI : FORMULA WHO 75 ATAU PENGGANTI

FASE TRANSISI : FORMULA WHO 75 FORMULA WHO


100 ATAU PENGGANTI

FASE REHABILITASI : FORMULA WHO 135 (ATAU


PENGGANTI)


MAKANAN KELUARGA

Fase Stabilisasi ( 1-2 hari)


Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati, karena keadaan faali anak
sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang.
Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa
sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi metabolisma basal saja.
Formula khusus seperti Formula WHO 75/modifikasi/Modisco ½ yang dianjurkan dan jadwal
pemberian makanan harus disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut diatas
dengan persyaratan diet sebagai berikut :
Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa
Energi : 100 kkal/kg/hari
Protein : 1-1.5 gr/kg bb/hari
Cairan : 130 ml/kg bb/hari (jika ada edema berat 100 ml/Kg bb/hari)
Fase Transisi (minggu ke 2)
Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara berlahan-lahan untuk menghindari risiko
gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara
mendadak.
Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100 ml) dengan formula
khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per 100 ml) dalam jangka waktu 48 jam.
Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan dengan kandungan energi dan
protein yang sama.
Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula tersisa, biasanya pada
saat tercapai jumlah 30 ml/kgbb/kali pemberian (200 ml/kgbb/hari).
Setelah fase rehabilitasi (minggu ke 3-7) anak diberi :
• Formula WHO-F 135/pengganti/Modisco 1½ dengan jumlah tidak terbatas dan sering
• Energi : 150-220 kkal/kgbb/hari
• Protein 4-6 g/kgbb/hari

7. Tumbuh kejar
Anak menunjukkan rasa lapar dan mulai menunjukkan senyuman yang menggantikan
muka yang apatis. Beri makan secara bertahap

8. Lakukan penanggulangan kekurangan zat gizi mikro


R/ Vitamin A cap. 200.000 IU No. II
S 1 dd 1
R/ Zinc syr 10/5 ml fl. No I
S 1 dd 5 ml selama 15 hari.

9. Berikan stimulasi sensorik dan dukungan emosional


Pada KEP berat/gizi buruk terjadi keterlambatan perkembangan mental dan
perilaku, karenanya berikan :
- Kasih sayang
- Ciptakan lingkungan yang menyenangkan
- Lakukan terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit/hari
- Rencanakan aktifitas fisik segera setelah sembuh
- Tingkatkan keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb)

10. Persiapan untuk tindak lanjut di rumah


Bila berat badan anak sudah berada di garis warna kuning anak dapat dirawat di rumah
dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau bidan di desa.
Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan dirumah setelah
pasien dipulangkan.

 Pemeriksaan Penunjang
Darah : Hb, leukosit, eritrosit, ht, apus darah tepi, albumin, protein, profil lipid, elektrolit,
glukosa, bilirubin, HJL
Urin: kultur, hidroksiprolin

 Epidemiologi
• Gizi buruk dapat diderita balita dan semua kelompok usia
• Lebih banyak pada perempuan (<5 tahun)
• Menurut Riskesdas (2013):
a.19,6% balita  gizi kurang
b. 5,7%  gizi buruk
• Tinggal di negara berkembang atau daerah miskin
• Status ekonomi rendah
• Marasmus  sering berhubungan dengan kepadatan penduduk dan hygiene yang rendah
(2-4 dari 10 balita di Indonesia)
• Kwashiorkor  di daerah miskin, persediaan makanan terbatas, Pendidikan rendah (26%
balita gizi kurang dan 8,8% balita gizi buruk)

 Pencegahan
- Memberikan menu seimbang pada asupan gizi
- Peran serta pemerintah dalam meningkatkan gizi yang baik dan mendeteksi gizi buruk
melalui program posyandu dan peran serta dari lembaga kesehatan
-memberikan ASI Eksklusif
-memberikan imunisasi.

 Prognosis
Q.A.V : dubia
Q.A F : dubia
Tergantung terapi yang benar, apabila terapi baik bonam. Apabila komplikasi semakin
memburuk maka dapat menjadi malam.

 BHP
1. Medical indication
Beneficence : menerapkan golden rule principle
2. Patient preference
Autonomy : informed consent
3. Quality of life
Beneficence : meminimalisasi akibat buruk
4. Contextual feature
Justice : memperhatikan kondisi sosial, ekonomi pasien
Diabetes Mellitus
by: Syifa Shafira

 Overview Case

Data Pasien Keterangan


♀, 45 tahun Insidensi
KU: Mudah lelah sejak 6 bln yang lalu DD keluhan utama/:
1. Penyakit infeksi
2. Kelainan metabolisme
3. Kelainan darah
4. Kelainan ginjal
5. Kelainan cardiovascular
6. Autoimun

Keluhan penyerta:
- Poliuri, polidipsi, polifagi Gejala klasik DM
- Kesemutan di tangan dan kaki, sering Gejala tidak khas pada DM
mengalami infeksi
- Pasien mengonsumsi nasi 2x sehari, tidak Faktor risiko: pola makan kurang sehat dan
konsumsi buah dan sayur, senang tinggi KH
mengonsumsi cemilan (Dapat dimodifikasi)
- Pasien selalu mengalami ↑BB sejak 6 bulan,
terakhir mengalami peningkatan 10kg
- Pasien tidak pernah berolahraga, bekerja Faktor risiko: aktivitas fisik yg kurang (dapat
sebagai sekretaris dimodifikasi)
- Riwayat DM Gestational dan Riwayat DM Faktor risiko tidak dapat dimodifikasi
Keluarga
- Pasien menggunakan kontrasepsi IUD Alat kontrasepsi yg aman u/ DM krn tdk
mempengaruhi hormone
- Sejak remaja obesitas Faktor risiko: BB berlebih
- Tidak ada riwayat perawatan karena ↓ Tidak ada komplikasi DM (Diabetic
kesadaran dan nafas tidak berbau aseton ketoasidosis) dan menyingkirkan DD/ DMT
1
Keadaan Umum:
Kesan sakit ringan, compos mentis

Status Gizi:
TB: 155 cm, BB: 82 kg, LP: 90 cm IMT: 34,13 kg/m2 Obesitas tipe II, LP >80
cm karena obesitas bukan asites
Tanda Vital:
- TD: 120/80 mmHg (60-100x/menit)
- Nadi: 84x/menit
normal
- Respirasi: 16x/menit (16-24x/menit)
- Suhu: 36,6oC (36,5-37,5oC )

Pemeriksaan Fisik:
- Leher tidak ada pembesaran struma Menyingkirkan hyperthyroid
- Thoraks, abdomen Normal
- Extremitas:
o Pulsasi a. dorsalis pedis dan a. tibialis Komplikasi makrovaskular (-)
posterior teraba
o Pem. rangsang sensoris pd ke-2 tungkai Komplikasi Neuropati perifer
berkurang
o Pretibial non pitting edema Menyingkirkan DD/ Hipothyroid

Laboratorium:
- GDP: 204 mg% ↑ (N: ≤126 mg/dL)
- GDS: 246 mg% ↑ (N: ≤200 mg/dL) DM
- GD2PP: 265 mg% ↑ (N: <140 mg/dL)
- HbA1c: 90% ↑ (N: 4 – 5,9% ) u/ memprediksi KGD 2-3
bulan yll
- Kolesterol total: 245 mg% ↑ (N: <200 mg/dL )
- HDL: 35 mg% ↓ (N: >50 mg/dL)
- LDL: 140 mg% ↑ (N: <130 mg/dL)
- TAG: 260 mg% ↑ (N: <130 mg/dL)
Kreatinin serum 0,96mg/dL
Urine reduksi puasa (+) GD dlm urine 500-1000 mg/dL
Urine reduksi 2 jam PP (++) GD dlm 250-500 mg/dL
Albuminuri (-) Normal  Tdk ada komplikasi neuropaty
diabetik

DD/: - DMT1
- DMT2
DK/: DM Tipe 2

 Pemeriksaan Penunjang (u/ menentukan D/ dan skrining)


o Tes saring: Untuk mendeteksi penderita DM sedini mungkin
Sewaktu
Urine
Sampel Konvesional
2 jam pp  metode
Carik celup

GDP < 100 mg/dL


Darah Kimia Darah Kapller
metode
GDS < 126 mg/dL
Enzimatik
o Tes Diagnostik: Untuk individu dengan gejala khas DM dan u/ memastikan D/
Sampel  Darah plasma vena

Jenis tes  GDP,GDS,GD2PP, GD Setelah TTGO

o Langkah Diagnosis DM

Gejala khas DM Gejala tidak khas DM

GDP >126 Sudah pasti GDP > 126 110 – 125


GDS ≥ 200 DM GDS > 200 110 - 199

DM TTGO

>200

(+) Gejala khas: Poliuri, Polidipsi, Polifagi


(+) Gejala tdk khas: lemak, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi ♂, pruntus vulva ♀
 IKD

 Anatomi Pankreas

Primer (wirsungi)
Ductus pankreaticus

Sekunder (santorini)
Embriologi: Dibentuk o/ 2 tunas darilapisan endoderm duodenum
Tunasdorsal dan ventral
Topografi: Retroperitoneal kecuali cauda intraperitoneal
Vaskularisasi: - A. pancreaticoduodenale superior
Caput
- A. pancreaticoduodenale inferior
- A. pancreatica major
Corpus et
- A. pancreatica caudalis cauda

Parasimpatis: N. vagus
Inervasi: Sifatnya otonom
Simpatis: T7 – T11

 Histologi

Pulau Langerhans yg terdapat di antara kelenjar eksokrin

Terdiri dari:
- Sel α: Glukagon (20%) : ↑ Glukosa dlm darah
- Sel β: Insulin (70%)  merupakan penyusun terbanyak parenkim pankreas
- Sel δ: Somatostatin (5%)  menghambat kerja hormone glucagon & insulin
- Sel F: Polipeptida pancreas  menghambat kerja somatostatin

 GLUT pada membrane plasma


o GLUT 1: Berperan pd penyediaan basal, mempunyai afinitas ↑ thd glukosa, terdapat
di otak
o GLUT 2: GLUT yang utama di hepar, ginjal, basal intestinum, mempunyai afinitas
rendah thd glukosa sel β pancreas
o GLUT 3: Pada sel neuron, afinitas ↑
o GLUT 4: Pada jaringan yg sensitive thd insulin, jantung, otot, jar. lemak. U/
memasukkan glukosa intravaskuler ke intraseluler.
 Fisiologi - Biokimia

 2 4
 6


 1


 3
Sekresi
Sintesis

↓ 3 ↓

Insulin disintesis di sel β pancreas Saat sel β terstimulasi o/ glukosa yg ↑ dlm


darah

4 ↓
1 insulin
Glukosa ditransport ke dlm sel β melalui GLUT
mRNA ditransalasi jd preproinsulin 2
↓ ↓
Rantai B
Dibentuk jdproinsulin yg tdr atas 3 domain Rantai A Glukosa  Glukosa 6 –phosphate
di dalm rER, proinsulin mengalami
pemotongan C-peptide C peptide ↓

↓ Piruvat

Insulin matur ↓

2 ↓ Siklus krebs

Dikemas dlm apparatus golgi menjadi ↓


granul sekretori yg terakumulasi di dlm
ATP ADP
sitoplasma

Menghambat kanal K+

5 Depolarisasi membran

Membuka kanal Ca2+
Ca2+ dr ekstrasel masuk ke intrasel

6 ↓
Interaksi Insulin dan reseptor insulin di jaringan Menstimulasi proses eksositosis granul
sekretori yang berisi insulin ke dalam kapiler
1 5

1 Insulin akan berikatan dgn reseptor di sel

4
target yg terdapat di membran sel
2

3 2 Autofosfolirasi pada subunit β

4
3 Mengaktifkan 3 Posforilasi P13K u/
Efek Insulin di sel target Tirosin kinase memberikan sinyal
5
kpd vesikel GLUT-4

Jalur MAP kinase 4 ↓
Translokasi GLUT 4

ke membrane sel
Transduksi sinyal ↓
u/ proses
metabolism 5 Glukosa masuk
glukosa kedalam sel:
- Otot
5 5 - Hepar
5 - Adiposa (sel.
lemak)
 Patogenesis & Patofisiologi
 Komplikasi
 AKUT
1. Ketoasidosis Diabetik (KAD)

- Ditandai dgn ↑ glukosa darah yg tinggi (300-600 mg/dL)
- ↑ plasma keton
- ↑ osmolaritas plasma

tanda:
- nafas cepat-dalam (Kussmaul)
- Turgor <
- Lidah dan bibir kering
- Bau aseton

2. Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH)



- Ditandai hiperglikemi (600-1200 mg/dL) tanpa tanda – gejala asidosis
- Osmolaritas plasma ↑ (330-380 mOs/mL)

3. Hiperglikemi
- ↓ KGD (<60 mg/dL)
- ↓ Kesadaran

 KRONIK
1. Mikroangiopati
o Pembuluh darah jantung
o Pembuluh darah otak  Hemorage
o Pembuluh darah perifer
2. Makroangiopati
o Retinopati
o Neuropati
o Nefropati
 Penatalaksanaan (4 PILAR)
1. Edukasi
↑ Pengetahuan, mengubah sikap, perilaku, meningkatkan kepatuhan dan kualitas hidup
pasien

2. Terapi gizi
Pengaturan pola makan, dalam jadwal makan, disesuaikan kebutuhan kalori perharinya
dgn memperhitungkan kebutuhan u/ metabolisme basal, aktifitas fisik

3. Latihan Jasmani
Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu ± 30 menit
Latihan/olahraga yg dianjurkan spt berjalan kaki, bersepeda santai, jogging, berenang

OHO
4. Terapi farmakologi
Suntikan
 Terapi obat oral ada 5 golongan berdasarkan cara kerjanya:
1. Pemicu sekresi Insulin  Sulfonilurea Glibenklamid
o Farmakokinetik-farmakodinamik  waktu paruh  3-5 jam
Metabolisme di hepar
Ekskresi di urine
o Mekanisme kerja  merangsang sel β u/ melepaskan insulin dengan cara
memblok ATP sensitive potassium channel
o ESO  Mual, muntah, agranulositosis, anemia aplastic, hipersensitivitas
o Dosis  Dimulai dengan dosis rendah u/ menghindari hipoglikemi
Dosis inisial 2,5- 5 mg maks, efektif 23 mg

Tergantung kadar glukosa darah
Diberikan 30 menit sebelum makan
o Kontraindikasi  kehamilan, masa laktasi, gg. hepar, ginjal, DM T 1

# golongan nonsulfo  Glinid


2. Peningkatan sensitivitas thd insulin
o Biguanid
- Metformin: ↓ produksi glukosa di hepar, ↓ absorpsi glukosa di GI, ↑ aktivitas
insulin. Dosis yang diberikan 2-3x/hari 500 mg s/d 2550 mg/hr sebagai obat
pilihan pertama pd awal pengolahan DM pada obessitas dgndislipidemia dan
resisten insulin
- Biformin
- Fanformin

o Thiazolidinedione
- Rosiglitaton
- Pioglitazon
- Troglitazon

3. Penghambat gluconeogenesis
4. Penghambat absorpsi glukosa  Glukosidase α
5. DPP – IV inhibitor

R/ Glibenklamid tab 2.5 mg No. XV

∫ 2 𝑑𝑑 1 ½ ℎ 𝑎. 𝑐
Pro: Ny. X
Usia: 30 th

 Suntikan

KGD > 600mg/dL


- Insulin
Berikan insulin yg kerjanya cepat, diberikan sesaat setelah makan.

Jenis insulin  - rapid acting (cepat)


- short acting (pendek)
- intermediate (menengah)
- long acting (panjang)
 Pencegahan
 Primer: upaya yang ditujukan pd kelompok yg memiliki faktor risiko, yakni yg belum
terkena tp berpotensi menderita DM
 Sekunder: Upaya mencegah/menghambat timbulnya ppenyulit pd pasien yg telah
menderita DM, dengan memberikan penyuluhan u/ ↑ kepatuhan pasien dlm
pengobatan dan hidup sehat.
 Tersier: Pada orng yg DM nya sudah mengalami penyulit/komplikasi dlm upaya
mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut

 Epidemiologi
Prediksi WHO th 2000, Penyandung DM di Indoneisa --.8,4 juta th 2030  21,3 juta
 Prognosis
Q.A.V
Ad bonam
Q.A.F

 BHP
1. Medical Indication
 Beneficence
2. Patient Preference
 Autonomi
3. Quality of Life
 Non Maleficence
4. Contextual Feature
 Justice
Obesitas Tipe 2
by: Made Vira Dwipayanti

 Overview Case

Data Pasien Keterangan


♀, 30 th Insidensi
KU: BB terus bertambah DD/:
1. Obesitas
2. Hipertiroid
3. Cushing syndrome

Mengalami ↑ BB sejak usia remaja Obesitas biasanya dimulai sejak remaja


Konsumsi nasi 2x sehari dg berbagai macam
lauk
Jarang makan sayur, buah, makan buah dalam Asupan makanan sbgn
bentuk jus besar karbohidrat
Sering ngemil roti, gorengan, kue-kue, coklat,
minuman manis
Food recall 24 Jam : 3100 kkal Melebihi KET

Tidak pernah olahraga Aktivitas fisik <<


Pekerjaan sbg. Sekretaris Faktor risik yg dapat diubah
Riwayat keluarga dg. keadaan serupa: Ibu
Riwayat keluarga DM: ibu Faktor risiko herediter

Keadaan umum:
Sakit ringan, compos mentis
Status gizi obesitas: TB: 165 cm, BB: 110 kg Obesitas tipe II , IMT >30 kg/m2
(IMT= 40,40 kg/m2)
Lingkar perut : 90 cm > 80 cm  Obesitas sentral

TD: 150/90 mmHg Hipertensi


N: 80x/menit
R: 16x/menit
S: 36,6oC
Pundak tidak tampak buffalo hump Menyingkirkan DD Cushing syndrome
Leher: tidak teraba pembesaran struma Menyingkirkan DD Hipertiroid
Thoraks: Simetris, batas jantung tdk. Normal
Membesar, bunyi jantung regular, pulmo
sonor, rhonchi (-)
Abdomen: Hepar & lien tidak teraba ascites (-) Normal
, bising vaskuler (-)
Ekstremitas: pre-tibial non pitting edema (-) Menyingkirkan DD hipotiroid (Myxedema)

Lab:
GDP: 110 mg/dL GDP normal
2 jam pp: 155 mg/dL ↑ 2jam pp (≤ 140 mg/dL)
Kolesterol total: 185 mg/dL
HDL: 35 mg/dL HDL rendah (≥ 45 mg/dL)
LDL: 80 mg/dL
Trigliserida: 280 mg/dL TG meningkat (< 200 mg/dL)
Kreatinin serum: 0,96 mg/dL

DK/: Obesitas Tipe 2

 Definisi
Obesitas  Kandungan lemak berlebih pd. jaringan adipose orang dengan BB ↑, ukuran
dan jumlah sel lemak akan bertambah besar.

 Faktor Risiko
1. Faktor risiko yang bisa diubah:
- Pola makan
- Aktifitas Fisik
- BB

2. Faktor risiko yang tidak bisa diubah


- Faktor genetic

 Tanda-tanda Obesitas
 Wajah bulat
 Pipi tembem
 Leher relatif pendek
 Dada membusung dengan payudara membesar
 Perut membucit disertai dinding perut berlipat-lipat

 Diagnosis: diagnosis obesitas ditentukan dgn rumus IMT

IMT = BB (kg) = 110 kg = 40,40 kg/m2 (Obesitas tipe 2)


[TB (m)] 2 [1,65 m] 2
Klasifikasi IMT (kg/m2)
BB kurang <18,5
Normal 18,5-22,9
BB lebih ≥ 23
Berisiko 23,0-24,9
Obes I 25,0-29,9
Obes II ≥30

 Tipe Obesitas

Apple-shaped body: distribusi jaringan lemak lebih banyak di dada & pinggang
Pear-shaped body: distribusi jaringan lemak lebih banyak di panggul & paha

 IKD

 Metabolisme KH, lemak, dan protein


 Metabolisme lemak

- Lipogenesis Diet
Sintesis di hepar

Glukosa
TG

Glikogen

VLDL

Jaringan u/
menyimpan
TAG

HDL LDL (transport


kolesterol ke
Transport kolesterol
jaringan)
ke hepar

Pada obesitas :
- ↑ LDL
- ↑ TAG
- ↓ HDL

 Histologi Jaringan Adiposa

o Lemak putih
- Ada di seluruh tubuh kecuali kelpoak mata, daun telinga
- Sebagai pelarut vit, penyimpanan energy, bantalan alat gerak
- Bentuk: unilokuler

o Lemak coklat
- ada pada neonates saja
- Sebagai thermogenesis (mempertahankan panas tubuh)
- bentuk: multilokuler
 Patogenesis & Patofisiologi
 Penatalaksanaan

 Non- Farmakologi
1. Terapi Diet:
Mengontrol jumlah asupan makanan dengan mengatur asupan

Status gizi KET


 BBI = (TB-100) – 10%
= (165-100) – 10%
= 58,5 kg

 AMB = 655 + (9,6 x BBI) + (1,8 x TB) – (4,7 x U)


= 655 + (9,6 x 58,5) + (1,8 x 165) – (4,7 x 30)
= 1372,6 kkal

 TEF = (AMB+AF) x 10%


= 2127,5 x 10%
= 212,8 kkal

 KET = (AMB+AF) x TEF


= 2127,5 + 212,8
= 2340,3 kkal
~ 2340 kkal
Untuk mengurangi/menurunkan BB 0,5 – 1 kg/minggu, dikurangi 500-1000 kkal
= 2340 – 1000 = 1340 kkal

2. Aktifitas Fisik
Gerak melihatkan otot besar dilakukan secara kontinyu dengan gerakan ritmis
Durasi: 20-30 menit, 3-5x/menit
Co/: Jogging, berenang, jalan kaki, dll

3. Terapi Perilaku
-Self monitoring : Pasien dapat memonitor & evaluasi masalahnya sendiri
-Stimulus control: menghilangkan berbagai stimulus yang dapat menimbulkan
keinginan u/ makan, waktu, tempat, dan kebiasaan rutin makan (hindari minum
alcohol)
4. Pembedahan
Pilihan terakhir u/ mengatasi obesitaas, dilakukan pada penderita IMT >40 atau >35
kg/m2

 Farmakologi

 Sibutramine
Untuk IMT ≥ 30 kg/m2
Bekerja u/ menekan nafsu makan dan mengatur ketersediaan neurotransmitter odi
otak yaitu menghambat “re-uptake” serotonin & norepinefrin
K.I: Hipertensi, penyakit jantung coroner, gagal jantung, stroke
E.S: Denyut jantung dan tekanan darah ↑, mulut kering, sakit kepala, insomnia

Dosis awal 10 mg, dapat ditingkatkan tetapi harus melihat frekuensi jantung &
tekanan darah pasien.

 Orlistat
 Menghambat absorpsi lemak sebanyak 30%
 Mengubah metabolisme lemak dgn cara menhalangi kerja enzim lipase
lipoprotein yg bekerja memecah lemak
 E.S: Gejala gastrointestinal seperti kembung, kolik, peningkatan defekasi.
 Dosis: 60 mg, 3x sehari

RESEP:
R/ Orlistat 120 mg caps No. XIV

∫ 2 𝑑𝑑 1 𝑎. 𝑐

 Komplikasi
- DM tipe 2
- Hipertensi
- Sleep apnea
- Peny. Kardiovaskular

 Epidemiologi
- IMT > 30 kg/m2
- Prevalensi obesitas : urbanisasi
- Negara maju.
 Prognosis
Ad bonam

 BHP
1. Medical Indication
 Beneficence  Golden Rule Principle
Melakukan anamnesis untuk menentukan DD dan menegakkan DK
2. Patient Preference
 Autonomi  Membiarkan pasien yg kompeten memilih keputusan sendiri
3. Quality of Life
 Non Maleficence  Meminimalisasi akibat buruk seperti komplikasi –
komplikasi yg dapat di derita pasien
4. Contextual Feature
 Justice  Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugia, menjelaskan efek
samping & penatalaksanaan yang diberikan.
Hipertiroid e.c Grave Disease
by: Teti Santika, Muthia Rachmi, Fathika Hera L

 Overview Case

Data Pasien Keterangan


- ♀, 22 tahun Insidensi, 20-40 th, ♀>♂ 7:1
KU: Benjolan di leher depan DD/: 1. Pembesaran tiroid
2. Kista ductus tiroglosus
3. Kista brachial cleft

- Keluhan dirasakan sejak 3 bulan yll Gejala kronis

- Pasien mengeluh

 Berkeringat berlebihan (+3) Gejala khas tirotoksikosis  dinilai dari


 Sering gugup (+2) Menurut indeks wayne  +19
 Mudah lelah (+3)
Indeks
 Hiperdefekasi
 Intolerans panas (+5) Wayne
 BB↓
 Nafsu makan ↑ (+3)

Pemeriksaan Fisik:
- d.b.n
- TD: 120/60 mmHg (normal)
- Menyingkirkan aritmia primer.
- Nadi 120x/menit (+3) >90x/menit
- Respirasi: 16x/menit (normal)
- Suhu: 37oC
- (+2)
- Mata: Eksophtalmus (+2)
- Keadaan hipertiroid, menyingkirkan DD
- Leher: Teraba struma bilateral difusi (+3)
multinoduler
- Auskultasi : Bruit vaskuler (+) (+2)
- Auskultasi thorax : bunyi jantung regular
- Ekstremitas atas:
Total wayne
 Tremor halus (+) (+1)
+28  toksik.
 Perabaan: lengan lembab (+1)

Diagnosis: Tirotoksikosis e.c. dd:


1. Penyakit grave DK: Tirotoksikosis (atau
2. Gondok multinoduler toksik hipertiroid) e.c penyakit grave
3. Adenoma toksik

Pembesaran Tiroid disertai Tirotoksikosis:


1) Penyakit grave (struma difus bilateral, khas, eksoptalmus)
2) Adenoma toksik  Noduler, tunggal
3) Gondok multinoduler toksik  multinoduler

 Indeks Wayne

Gejala yang baru terjadi & tambah berat Tanda-tanda


Sesak pada saat kerja +1 Tiroid teraba +3
Berdebar-debar +2 Bising pembuluh +2
Lekas lelah +3 Eksoptalmus +2
Lebih suka hawa panas -5 Retraksi palpebra +2
Berkeringat banyak +3 Kelambatan palpebra +1
Gugup +2 Hiperkinesis +4
Nafsu makan bertambah +3 Tremor jari +1
Nafsu makan berkurang -3 Tangan panas +2
Berat badan ↑↑ -3 Denyur nadi sewaktu
- <80/menit -3
- 80-90/menit -1
- >90/menit +3
Tangan lembab +1

 Penegakan Diagnosis
Dilihat dari:
1. Hipertiroid dengan pembesaran tiroid (difus) & terdapat ekosptalmus
2. Bisa dg pemeriksaan penunjang yaitu dengan melihat ada atau tidaknya TSI dalam
darah

Tapi pemeriksaan ini mahal shg pilih yang no. 1 saja

 Basic Science

Organ Tiroid
 Topografi Dekstra
* Terdiri dari 2 lobus
Sinistra

Letak : kartilago trakea yang ke 2 dan 3


Anterolateral laring & trakea
 Vaskularisasi
- Arteri  A. Thyroidea superior
A. Thyroidea inferior
A. Thyroidea Ima (hanya 10% populasi)

- Vena  V. Thyroidea superior


V. Thyroidea media
V. Thyroidea inferior

 Persarafan Superior
Ganglion Sympaticus Cervicalis Plexus thyroid superior &
Media inferior
Inferior

Histologi 2 sel

1. Sel folikel  menghasilkan hormone T3 & T4


 Dibungkus o/ kapsul jar. ikat, dan dikelilingi oleh pembuluh darah
 Terdapat koloid yang menjadi tempat penyimpanan tiroglobulin.
2. Sel parafolikuler  menghasilkan hormone kalsitonin
 Ada diantara sel folikuler / di jaringan ikat
 Lebih besar & sedikit
 Lebih pucat warnanya
Fisiologi
Untuk  Sistem saraf simpatis
Pertubmbuhan
Paling dominan
Metabolisme

Biokimia

Hipothalamus (TRH)

-

-
Hipofisis (TSH) Feedback negative dari target cell
dan kelenjar tiroid saat dirasa
↓ hormone tiroid yang dihasilkan sudah
- - cukup memenuhi kebutuhan.
Thyroid (T3 & T4) * Struktur hormone TRh & TSH 
HIDROFILIK
↓ * Struktur hormone T3&T4 
LIPOFILIK
Target Cell

-
Mekanisme hormon lipofilik:
Membran plasma sel bersifat lipid/lemak dgn hormone yang bersifat lipofilik
akan masuk ke dalam sel dan bereaksi di Inti sel

Mekanisme hidrofilik:
Hormon yg bersifat hidrofilik  menempel pada G-protein membrane plasma  G
protein teraktivasi dan akan mengaktivasi  adenilat siklasi
mengubah
Merangsang fungsi fisiologi C’ AMP ATP

(Second messenger)
Sintesis Protein (Hormon Tiroid)
Sintesis protein  (+) gugus pada globulin  Pengangkutan tiroglobulin ke ruang
folikel  iodium masuk juga dari pembuluh darah ke ruang folikel  iodinisasi di ruang
folikel antara iodin dgn tiroglobulin  menghasilkan T3&T4  dipisahkan o/ lisosom
 T3 & T4  keluar ke pembuluh darah.

 Patogenesis & Patofisiologi


 Pemeriksaan Penunjang
Interpretasi pemeriksaan
- TSH  menurun/normal (nilai rujukan 0,5-5 mµ/L
Feedback negatif yang terdapat pada hormone tsb tidak berefek pada TSI yang
sudah mengikat reseptor
- T4  mengalami peningkatan ↑↑  (nilai rujukan = 12-26 ρmol/L)
- T3  peningkatan ↑↑  (nilai rujukan = 1,4 – 2,6 nmol/L)
- TRAb  membedakan antara grave disease dari kelainan hipertiroid yang bukan
autoimun

 Komplikasi
- Krisis tiroid  kumpulan dari semua gejala & klinis tirotoksikosis
Penyebab pasti tidak diketahui, ada kemungkinan ↑ sensitifitas pada ketokolamin,
pencegahannya dengan jangan memutuskan penggunaan obat anti tiroid scr langsung
tapi harus secara perlahan

 Penatalaksanaan
Diobati terlebih dahulu dengan obat oral. Jika masih terdapat goiter maka harus
dilakukan pembedahan

1. DAT = propilurasil
Farmakodinamik;  menghambat proses organifikasi & reaksi autoimun
menghambat iodinisasi pada sel folikel tiroid

Farmakokinetik:  Absorpsi tidak lengkap, diakumulasi di tiroid


 Metab di hepar
 Ekskresi di ginjal
 Sedikit melewati sawar plasenta

2. β adrenergic = propranolol
Farmakodinamik: memblok reseptor β adrenergic sehingga akan ↓↓ denyut jantung dan
tekanan darah & menghambat konversi T4 ke T3 di perifer

Farmakokinetik:  Absorpsi baik di saluran cerna


 Distribusi sampai ke sawar darah otak dan ASI
 Metabolisme di hati
 Ekskresi di ginjal

RESEP:

dr. Nucleus
SIP: 04122016
Alamat di dalam sel

R/ PTU Tab. 100 mg No. C  u/ 16 hari


∫ 3 𝑑𝑑 2 𝑡𝑎𝑏

R/ Propanolol tab 10 mg No. L


∫ 3 𝑑𝑑 1 𝑡𝑎𝑏

* Pembedahan (tiroidektomi)
 Pemotongan organ kelenjar tiroid, dilakukan jika pasien sudah eutiroid

* Yodium radioaktif
 ↓ kelenjar tiroid [proliferasinya]  Tiroid menyusut  eutiroid dalam jangka
waktu 6-12 minggu

 Epidemiologi
 ♀>♂
 Usia  20 – 40 tahun
 Tirodotoksikosis  penyebab 60-90% yaitu grave, >> didaerah pegunungan 
yodium

 Prognosis
Q.A.V
dubia
Q.A.F

 BHP
1. Medical Indication
 Beneficence : menerapkan GRP
Dokter anamnesis  Indeks wayne pemeriksaan fisik  dan pemeriksaan
penunjang u/ menyingkirkan diagnosis banding dan menegakkan diagnosis kerja
 Non Maleficence : mengobati secara proporsional
Diobati sesuai kebutuhan pasien dan sesuai dengan diagnosis yang telah
ditegakkan
2. Patient Preference
 Autonomi  melaksanakan Informed Consent kepada pasien yang sudah
kompeten
3. Quality of Life
 Beneficence  meminimalisir akibat buruk  menghindaari komplikasi yang
mungkin terjadi
4. Contextual Feature
 Justice  mendistribusikan keuntungan dan kerugian dari terapi yang diberikan
oleh dokter

Anda mungkin juga menyukai