Analisis Perlindungan Dan Pengawetan Alami Bawang Putih: Laporan Praktikum Teknologi Pasca Panen
Analisis Perlindungan Dan Pengawetan Alami Bawang Putih: Laporan Praktikum Teknologi Pasca Panen
Bawang putih sebenarnya berasal dari Asia Tengah, diantaranya Cina dan Jepang
yang beriklim subtropik. Dari sini bawang putih menyebar ke seluruh Asia, Eropa, dan
akhirnya ke seluruh dunia. Di Indonesia, bawang putih dibawa oleh pedagang Cina dan
Arab, kemudian dibudidayakan di daerah pesisir atau daerah pantai. Seiring dengan
berjalannya waktu kemudian masuk ke daerah pedalaman dan akhirnya bawang putih akrab
dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Peranannya sebagai bumbu penyedap masakan
modern sampai sekarang tidak tergoyahkan oleh penyedap masakan buatan yang banyak kita
temui di pasaran yang dikemas sedemikian menariknya (Syamsiah dan Tajudin, 2003).
Bawang putih sangat mudah diperoleh di seluruh Indonesia, selain itu bawang putih
(Allium sativum) merupakan salah satu bumbu dapur yang sangat lazim digunakan di dalam
masakan. Kandungan khas yang terdapat didalam bawang putih ialah sejenis minyak astiri
dengan bau khas bawang putih yang diberi nama Allicin. Allicin memiliki kandungan
senyawa aktif yang diduga mempunyai daya bakteriostatik. Adapun mekanisme kerja
Allicin yaitu dengan cara merusak membrane sitoplasma dari sel bakteri yang berfungsi
mengatur masuknya bahan makanan atau nutrisi dan menghilangkan komponen pada
permukaan sel sehingga terjadi penipisan dan kematian sel (Oktavianti, 2016).
Allicin dan komponen sulfur lain yang terkandung di dalam bawang putih dipercaya
sebagai bahan aktif yang berperan dalam efek antibakteri bawang putih. Zat aktif inilah yang
dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri dengan spektrum yang luas, hal ini telah dievaluasi
di dalam banyak penelitian, bahwa bawang putih memiliki aktivitas antibakteri yang cukup
tinggi dalam melawan berbagai macam bakteri, baik itu bakteri gram negatif maupun bakteri
gram positif. Beberapa bakteri yang telah terbukti memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap
aktivitas antibakteri bawang putih ialah Staphylococcus, Vibrio, Mycobacteria, dan spesies
Proteus (Mikaili, 2013).
Adanya kerusakan pada umbi bawang yang ditimbulkan dari dipotongnya atau
dihancurkannya bawang putih akan mengaktifkan enzim Allinase yang akan memetabolisme
alliin menjadi allicin, yang kemudian akan dimetabolisme menjadi vinyldithiines dan
Ajoene. Proses ini memakan waktu berjam-jam dalam suhu ruangan dan hanya memakan
waktu beberapa menit dalam proses memasak. Allicin tidak hanya memiliki efek antibakteri,
tapi juga efek antiparasit, antivirus, dan parasit (Londhe, 2011). Cara kerja Allicin dalam
menghambat pertumbuhan bakteri ialah dengan cara menghambat secara total sintesis RNA
bakteri. Walaupun sintesis DNA dan protein juga mengalami penghambatan sebagian oleh
Allicin, nampaknya RNA bakteri merupakan target utama Allicin (Deresse, 2010). Allicin
merupakan senyawa yang bersifat tidak stabil, senyawa ini dalam waktu beberapa jam akan
kembali dimetabolisme menjadi senyawa sulfur lain seperti vinyldithiines dan Diallyl
disulfide (Ajoene) yang juga memiliki daaya antibakteri berspektrum luas, namun dengan
aktivitas yang lebih kecil (Dusica, 2011).
Secara klinis, bawang putih telah dievaluasi manfaatnya dalam berbagai hal,
termasuk sebagai pengobatan untuk hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes, rheumatoid
arthritis, demam atau sebagai obat pencegahan atherosclerosis, dan juga sebagai
penghambat tumbuhnya tumor. Banyak juga terdapat publikasi yang menunjukan bahwa
bawang putih memiliki potensi farmakologis sebagai agen antibakteri, antihipertensi dan
antitrombotik (Majewski, 2014).
III. BAHAN DAN METODE PERCOBAAN
4.2 Pembahasan
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan pada bawang putih selam 6 hari pada
suhu kamar dengan perlakuan A (Bawang putih utuh), perlakuan B (Siung dengan kulit),
Perlakuan C (siung dengan kulit yang dilukai), Perlakuan D (Siung tanpa kulit), dan
Perlakuan E (Siung tanpa kulit yang dibelah dua memanjang) dapat dilihat perubahan yang
paling jelas terlihat adalah di parameter susut bobot pada berbagai perlakuan. Sedangkan
untuk parameter yang lain seperti bau, warna buah, tekstur dan pertumbuhan
mikroorganisme cenderung konstan, artinya tidak banyak mengalami perubahan.
Pada parameter susut buah, untuk perlakuan A (bawang putih utuh) pada hari
pertama pengamatan memiliki bobot 38,09 gram, hari kedua 38,05 gram, hari ketiga 38,04
gram, hari keempat 37,98 gram, hari kelima 37,86 gram, dan hari keenam 37,81 gram.
Sehingga, dapat dihitung susut bobot bawang putih adalah 0,28 gram. Untuk perlakuan B
(Siung dengan kulit), pada hari pertama pengamatan bobot buah adalah 5,19 gram.
Kemudian, hari kedua pengamatan bobot menurun menjadi 5,18, hari ketiga 5,17 gram, hari
keempat 5,17 gram, hari kelima 5,15 gram, dan hari keenam 5,15. Sehingga susut bobot
untuk perlakuan B hanya 0,04 gram. Untuk perlakuan C (Siung dengan kulit yang dilukai),
bobot pada hari pertama adalah 3,86 gram, hari kedua 3,76 gram, hari ketiga 3,69 gram, hari
kempat 3,67 gram, hari kelima 3,44 gram, dan hari keenam 3,39 gram, sehingga susut
bobotnya adalah 0,47 gram. Diperlakuan D (Siung tanpa kulit), pada hari pertama
pengamatan 2,13 gram, hari kedua 2,09 gram, hari ketiga 2,06 gram, hari keempat 2,03 gram,
hari kelima 1,99 gram , dan hari keenam 1,97 gram dengan usut bobot yang diperoleh adalah
0,16 gram. Pada perlakuan E (Siung tanpa kulit yang dibelah dua memanjang), pada hari
pertama pengamatan 3,35 gram, hari kedua 2,95 gram, hari ketiga 2,82 gram, hari keempat
2,67 gram, hari kelima 2,40 gram, dan hari terakhir 2,35 gram sehingga susut bobotnya
adalah 1,00 gram.
Dari kelima perlakuan tersebut, susut bobot yang paling tinggi adalah pada perlakuan
E (Siung tanpa kulit yang dibelah dua memanjang) yaitu sebanyak 1,00 gram, sedangkan
yang paling rendah adalah pada perlakuan B (Siung dengan kulit) dan perlakuan D (Siung
tanpa kulit) yaitu 0,04 dan 0,16 gram. Hal ini berkaitan dengan produk bawang putih yang
telah mengalami pelukaan banyak dapat berdampak pada kehilangan bobot selama masa
simpan. Bawang putih mengalami penyusutan selama penyimpanan akibat luka tersebut
(stress), karena kehilangan air dan juga terjadinya proses respirasi yang cepat. Sedangkan
bawang putih yang memiliki kulit, susut bobot relatif rendah. Karena, hal ini berkaitan
dengan struktur alami yang termasuk dalam perlindungan alami secara morfologi. Kulit
bawang putih yang yang tebal akan menghambat kehilangan air. Hal ini disebabkan oleh
banyaknya CO2 yang terkumpul di dalam ruangan yang tertutup kulit akan menghambat laju
repirasi sehingga bobot tetap terjaga.
Pada pengamatan tekstur, semua perlakuan tidak mengalamai perubahan yang
signifikan. Bawang putih tetap mempertahankan teksturnya, yaitu kasar dan pada
pengamatan pertumbuhan mikroorganisme, semua bawang putih terbukti tidak mengalami
pertumbuhan mikroorganisme. Bawang putih memiliki senyawa fenolik yang dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme sehingga umbi tetap bertekstur keras pada setiap
perlakuan hingga hari terakhir pengamatan. Adanya kerusakan pada umbi bawang yang
ditimbulkan dari dipotongnya akan mengaktifkan enzim Allinase yang akan memetabolisme
alliin menjadi allicin, yang memiliki efek anti bakteri.
Komponen allicin bersamaan dengan komponen sulfur lain yang terkandung dalam
bawang putih berperan pula memberikan bau yang khas pada bawang putih (Londhe, 2011).
Allicin tidak ada pada bawang putih yang belum dipotong atau dihancurkan (Majewski,
2014). Pada pengamatan perlakuan E, siung bawang putih tanpa kulit yang dibelah dua
memanjang, mengeluarkan bau khas bawang putih karena mengalami pelukaan yang besar
pada bagian siungnya. Pada perlakuan C dan D, bawang putih mengeluarkan bau dimulai
pada hari ke-3 pengamatan karena mengalami pelukaan dan pengelupasan kulit.
Perubahan warna umbi terjadi hanya pada perlakuan E (Siung tanpa kulit yang
dibelah dua memanjang). Warna umbi yang awalnya putih berubah menjadi putih
kekuningan pada hari ketiga pengamatan. Selanjutnya, berubah menjadi putih kecoklatan
pada hari terakhir pengamatan (hari keenam). Senyawa fenolik yang terdapat pada bawang
putih inilah yang menyebabkan perubahan warna tersebut. Senyawa tersebut berperan
sebagai substrat dalam proses browning enzimatik. Proses pencoklatan enzimatik akan
terjadi apabila adanya reaksi antara enzim fenol oksidase dan oksigen dengan substrat
tersebut.
V. KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan,dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Bawang putih mengalami susut bobot tertinggi pada perlakuan E, siung tanpa kulit yang
dibelah dua memanjang dengan bobot 1,00 gram, dan susut bobot terendah pada
perlakuan B, siung dengan kulit dan perlakuan D, siung tanpa kulit yaitu 0,04 dan 0,16
gram
2. Perlindungan alami secara morfologi yaitu adanya struktur fisik alami yakni kulit
bawang putih yang akan menghambat laju repirasi sehingga bobot tetap terjaga.
3. Bawang putih memiliki senyawa fenolik yang dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme adapabila terjadi kerusakan, yaitu alliin yang akan diaktifkan menjadi
allicin oleh enzim alliinase, seperti yang terlihat pada bawang putih dengan perlakuan E,
siung tanpa kulit yang dibelah dua memanjang.
4. Struktur fisik alami, pertahanan fisiologis, dan faktor-faktor pengawet intrinsik inilah
yang merupakan perlindungan utama bawang putih sehingga dapat tahan lama selama
masa simpan
DAFTAR PUSTAKA
Amagase, H., B.L. Petesch, H. Matsuura, S. Kasuga dan Itakura, Y. 2001. Intake of garlic
and bioactive components. J. Nutr. 131 (3):955S-962S.
Dusica, P., D. Vesna, B. Ljubisa dan Mihajlo, Z. 2011. Allicin and related compounds:
biosynthesis and pharmacological activity. Phys Chem Tech. 9(1): 9-20.
Londhe, V., A. Gavasane, S. Nipate, D. Bandawane dan Chaudhari P. Role of garlic (Allium
sativum) in various disease: an overview. J Pharm Res Opin. 4: (129-134).
Majewski, M. 2014. Allium sativum: facts and myths regarding human health. Natl Ins Public
Health. 65 (1): 1-8.
Oktavianti, D. 2016. Pengaruh Filtrat Bawang Putih (Allium sativum) Terhadap Jumlah
Koloni bakteri Pada Filet Ikan Bandeng (Chanos chanos). Prosiding Seminar
Nasional. Program Studi Pendidikan Biologidan Pusat Studi Lingkungan.
Universitas Malang. Skripsi. FAPERIKA IPB. Bogor.
Syamsiah S. dan Tajudin. 2003. Khasiat dan Manfaat Bawang Putih: Raja antibiotik alami.
Agromedia, Jakarta.
LAMPIRAN