Anda di halaman 1dari 42

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN AGUSTUS 2018

UNIVERITAS PATTIMURA

ARTRITIS REUMATOID JUVENIL

Disusun oleh:

Arwati Kilwow

2017-84-055

Pembimbing:

dr. Vivianty Hartiono, Sp.A, MARS

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan

rahmat dan karunianya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

referat dengan judul “Artritis Reumatoid Juvenil” yang merupakan suatu

peradangan kronik pada sendi

Pada referat ini disajikan semua materi mengenai artritis reumatoid

juvenil, mulai dari definisi, epidemiologi, etiologi, diagnosis, serta

penatalaksanaannya. Penulis beusaha menyajikan Tema secara lengkap dan

komprehensif dengan tampilan yang menarik agar pembaca dapat memahami

maksud dari tulisan dalam referat ini. Namun, apabila terdapat kekurangan di

dalam referat ini, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca

yang bersifat membangun agar kedepannya tulisan ini lebih lengkap dan mudah

dipahami oleh penulis maupun pembaca.

Ambon, Agustus 2018

Penulis

Arwati Kilwow

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2

2.1. DEFINISI 2

2.2. KLASIFIKASI 2

2.3. EPIDEMIOLOGI 5

2.4. PATOGENESIS 5

2.5. MANIFESTASI KLINIS 8

2.6. PENCITRAAN 12

2.7. DIAGNOSIS 13

2.8. PENATALAKSANAAN 14

2.9. KOMPLIKASI 28

2.10. PROGNOSIS 29

BAB III PENUTUP 31

3.1. KESIMPULAN 31

DAFTAR PUSTAKA 32

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Juvenil rheumatoid arthritis (ARJ) adalah penyakit rheumatoid yang paling

sering ditemukan pada anak-anak. Kelainan ini terjadi pada anak usia di bawah 16

tahun dan berlangsung selama lebih dari enam minggu. 1 Penamaan ARJ

mencakup semua bentuk radang sendi anak kronis yang tidak diketahui asalnya.

Artritis rematoid juvenil adalah penyakit rematik kronis yang paling umum terjadi

pada anak-anak dan dalam jangka pendek atau panjang dapat menyebabkan

kecacatan. Kelainan ini muncul sebagai sebuah kelainan genetik, faktor

lingkunga, dan autoimun. Prevalensi ARJ dilaporkan berkisar 0.07 hingga 4.01

per 1000 anak, dan insiden tahunan di seluruh dunia bervariasi dari 0.008 hingga

0.226 per 1000 anak. Gejala klinis ARJ harus terjadi sebelum usia 16 tahun.

Biasanya penyakit ini paling sering terjadi antara usia 13 tahun, dan lebih banyak

pada anak perempuan daripada laki-laki. Pada pemeriksaan, artritis dapat ditandai

dengan pembengkakan atau kombinasi dengan gerakan yang terbatas dan nyeri

(dipicu oleh gerakan atau palpasi). Sinovitis yang terjadi pada pinggul atau sendi

kecil di tulang belakang tidak menunjukkan pembengkakan, namun kombinasi

gerakan yang terbatas dan nyeri. Dasar pengobatan ARJ adalah suportif, bukan

kuratif. Tujuan pengobatan adalah mengontrol nyeri, menjaga kekuatan dan fungsi

otot serta rentang gerakan (range of motion), mengatasi komplikasi sistemik

memfasilitasi perkembangan dan pertumbuhan yang normal. Karena itu

pengobatan dilakukan secara terpadu untuk mengontrol manifestasi klinis dan

1
mencegah deformitas dengan melibatkan dokter anak, ahli fisioterapi, latihan

kerja, pekerja sosial dan bila perlu konsultasi pada ahli bedah dan psikiatri.2

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Penyakit reumatik merupakan sekelompok penyakit yang sebelumnya

dikenal sebagai penyakit jaringan ikat. Kelompok ini terdiri dari berbagai penyakit

yang sangat banyak jumlah dan jenisnya yang ditandai dengan artritis sendi yang

mempunyai penampilan klinis dan penyebab yang berbeda. Penyakit ini juga

berhubungan dengan respon spesifik tubuh yang didasari oleh patogenesis

imunoinflamatorius, kemungkinan diaktivasi oleh kontak dengan antigen.2

2.2. Klasifikasi

Pada tahun 1970, dua set kriteria digunakan untuk mengklasifikasi artritis

kronik pada anak, yaitu Juvenile Rheumatoid Arthritis (JRA) (Tabel 1) yang

dikembangkan oleh American College of Rheumatology (ACR), dan Juvenile

Chronic Arthritis (JCA) (tabel 2) yang dikembangkan oleh European League

Againts Rheumatism (EULAR). Pada tahun 1993, klasifikasi ketiga muncul dari

International League of Associations for Rheumatology (ILAR) yaitu Juvenile

Idiopathic Arthritis (JIA) (tabel 3). Karakteristik klinis artritis kronik berdasarkan

tipe onset yang sering digunakan adalah oligoartritis, poliartritis dan onset

sistemik (tabel 4).2

Pada kriteria ACR digunakan batas usia, durasi penyakit dan onset artritis

yang terdiri dari oligoartritis, poliartritis dan onset sistemik. Penggunaan usia 16

3
tahun sebagai dasar kriteria lebih didasarkan pada pola praktis dibandingkan

variasi biologik pada penyakit. Meskipun artritis persisten selama 6 minggu sudah

cukup untuk diagnosis, namun durasi selama minimal 6 bulan diperlukan untuk

menentukan tipe onset (kecuali karakteristik sistemik muncul). Setiap sendi yang

terlibat dihitung terpisah, kecuali sendi servikal, corpus dan tarsus yang dihitung

sebagai satu sendi.2

Tabel 1. Kriteria diagnosis artritis rematoid juvenil (ARJ) menurut ACR2

1. Usia penderita kurang dari 16 tahun

2. Artritis (bengkak atau efusi, adanya dua atau lebih tanda: keterbatasan gerak, nyeri saat gerak
dan panas pada sendi) pada satu sendi atau lebih

3. Lama sakit lebih dari 6 minggu

4. Tipe onset penyakit (dalam 6 bulan pertama):

a. Poliartritis ≥ 5 sendi

b. Oligoartritis (pauciarticular): < 5 sendi

c. Sistemik: artritis dengan demam minimal 2 minggu, mungkin terdapat ruam atau
keterlibatan ekstraartikular, seperti limfadenopati, hepatosplenomegali atau perikarditis

5. Kemungkinan penyakit artritis lain dalam dapat disingkirkan

Pada kriteria EULAR, istilah JCA digunakan untuk kumpulan penyakit

dengan artritis kronik pada anak. Tipe onset JCA dan usia onset berdasarkan pada

kriteria ACR. Kelainan harus ada minimal 3 bulan dan kemungkinan penyakit

artritis lain sudah disingkirkan. Perbedaan dengan kriteria ACR adalah adanya tipe

onset juvenile ankylosing spondylitis, psoriayic arthropaty dan artropati yang

dikaitkan dengan penyakit inflamasi usus. Selain itu, pada kriteria ini juga dibatasi

penggunaan istilah JRA pada anak dengan artritis dan seropositif faktor reumatoid

4
(RF). Pada kriteria ILAR, istilah undifferentiated artritis digunakan untuk kondisi

yang tidak memenuhi kriteria ataupun yang memenuhi lebih dari satu kriteria.2

Tabel 2. Kriteria diagnosis Juvenile Chronic Arthritis menurut EULAR2

1. Usia penderita kurang dari 16 tahun

2. Artritis pada satu sendi atau lebih

3. Lama sakit lebih dari 3 minggu

4. Tipe onset penyakit:

a. Poliartritis: > 4 sendi, faktor reumatoid negatif

b. Oligoartritis (pauciarticular): < 5 sendi

c. Sistemik: artritis dengan demam

d. Artritis reumatoid juvenil: > 4 sendi, faktor reumatoid positif

e. Spondilitis ankilosing juvenil

f. Artritis psoriatik juvenil

Tabel 3. Kriteria diagnosis Juvenile Idiopathic Arthritis menurut ILAR2

1. Sistemik

2. Oligoartritis

a. Persisten

b. Extended

3. Poliartritis (faktor reumatoid negatif)

4. Poliartritis (faktor reumatoid positif)

5. Artritis psoriatik

6. Artritis terkait entestis

7. Undifferentiated arthritis

a. Tidak memenuhi kategori

b. Memenuhi lebih dari satu kategori

5
Tabel 4. Karakteristik artritis kronik menurut tipe onset penyakit2

Karakteristik Poliartritis Oligoartritis Sistemik


Persentase kasus 30 60 10
Sendi terlibat ≥5 ≤4 Variasi
Usia onset Seluruh masa anak- Awal masa anak-anak, Seluruh masa anak-
anak, puncak usia 1-3 puncak usia 1-2 tahun anak, tidak ada
tahun puncak
Rasio jenis kelamin 1:3 1:5 1:1

(L:P)
Keterlibatan sistemik Penyakit sistemik Tidak ada penyakit Penyakit sistemik
sedang sistemik, penyebab sering self-limited,
utama morbiditas sebagian mengalami
adalah uveitis kronik artritis
destruktif

Adanya uveitis kronik 5% 5-15% Jarang


Frekuensi seropositif

Faktor reumatoid 10% (meningkat Jarang Jarang


dengan usia)
Antibodi antinuklear 40-50% 75-85% 10%
Prognosis Sedang Baik, kecuali untuk buruk
penglihatan

2.3. Epidemiologi

Artritis kronik pada anak bukan penyakit yang jarang, namun frekuensi

sebenarnya tidak diketahui. Penyakit ini terdapat pada semua ras dan area

geografik, namun insidennya di seluruh dunia berbeda-beda. Insiden artritis

kronik bervariasi antara 2 sampai 20 per 100.000, sedangkan prevalensinya

berkisar antar 16 sampai 150 per 100.000. artritis kronik pada anak biasanya

bermula sebelum usia 16 tahun. Namun, usia onset juga dapat lebih awal, dengan

frekuensi tertinggi antara usia 1-3 tahun, meskipun juga tergantung pada tipe

onset. Jenis kelamin perempuan lebih sering terkena daripada laki-laki dan rasio

tergantung pula pada tipe onset.2

2.4. Patogenesis

6
Sampai kini penyebab ARJ masih belum diketahui dan diakui pula bahwa

ARJ sebetulnya merupakan sekumpulan penyakit yang tidak homogen. Terdapat

banyak sekali faktor etiologi yang dapat menyebabkan gejala klinis ARJ dengan

berbagai faktor penyebab seperti infeksi, autoimun, trauma, stress, serta faktor

imunogenetik. Apapun penyebabnya, patogenesis ARJ kemungkinan melibatkan

pola respons pejamu terhadap faktor penyebab tersebut.2

Patogenesis ARJ sering dikaitkan dengan imunopatogenesis penyakit

kompleks imun. Secara sederhana autoimunitas diartikan sebagai hilangnya

kemampuan toleransi tubuh terhadap antigen diri. Secara imunologis tubuh dapat

membedakan struktur antigen diri (self antigen) dengan struktur antigen yang

berasal dari luar tubuh (non self antigen). Pada berbagai keadaan seperti pada

penyakit autoimun, sistem imun tidak dapat lagi mengenal antigen diri dan akan

menyerangnya. Mekanisme hilangnya toleransi terhadap antigen diri ini masih

belum jelas diketahui dan telah diajukan teori untuk menerangkannya.2

Autoantigen pada artritis reumatoid adalah agregat IgG dan antigen

sinovia. Produksi autoantibodi terhadap autoantigen tersebut dapat dipengaruhi

oleh berbagai rangsangan, misalnya faktor imunogenetik, kelainan mekanisme sel

T supresor, reaksi silang antigen (pengaruh ekstraselular atau perubahan struktur

antigen diri), dan berbagai penyebab lain seperti virus yang belakangan ini

dianggap penting sebagai pencetus rangsangan pembentukan autoantibodi pada

ARJ. Adanya infeksi virus ini juga menyebabkan perubahan mekanisme

pertahanan tubuh. Walaupun belum jelas tebukti, terlihat adanya hubungan antara

infeksi virus hepatitis B, virus EpsteinBarr, imunisasi rubella, dan mikoplasma

7
dengan ARJ. Selain infeksi, riwayat trauma fisik juga dapat menjadi faktor

predisposisi lokal terhadap timbulnya artritis pada sendi yang sudah lemah atau

mengalami inflamasi sebelumnya.2

Kelainan tahap awal ARJ tidak jelas diketahui, tetapi terdapat bukti

tentang adanya kerusakan mikrovaskular serta proliferasi sel sinovia. Pada tahap

lebih lanjut terlihat edema sinovium serta proliferasi sel sinovia mengisi rongga

sendi. Sel polimorfonuklear predominan pada tahap awal, namun berikutnya akan

didominasi oleh limfosit, makrofag, dan sel plasma. Pada tahap ini sel plasma

akan banyak memproduksi imunoglobulin terutama IgG dan sedikit IgM yang

sebagian besar merupakan faktor reumatoid (IgM anti IgG). Tetapi kini terbukti

bahwa sebagian besar IgG cairan sinovia penderita artritis reumatoid mempunyai

aktivitas anti IgG pula.2

Akibat reaksi autoantigen-antibodi akan terbentuk kompleks imun yang

mengaktifkan sistem komplemen dengan akibat lanjutan pelepasan material

biologik aktif yang menimbulkan reaksi inflamasi. Selain reaksi inflamasi, terjadi

pula oleh aktivitas berbagai mediator limfokin akibat aktivasi sistem imun selular.

Sering dengan reaksi inflamasi ini terjadi juga proliferasi dan kerusakan jaringan

sinovium.2

8
Gambar 1. Sitokin yang berperan dalam patogenesis ARJ. Interaksi makrofag, sel T, sel
B, dan sel nonhematopoietik termasuk fibroblast dalam patogenesis ARJ. Interaksi dimediasi oleh
aksi sitokin yang diinduksi dari produksi sitokin proinflamasi lainnya1

Pada tahap berikutnya yaitu pada fase kronik, maka mekanisme kerusakan

jaringan yang lebih menonjol disebabkan oleh respons imun selular. Karakteristik

artritis reumatoid kronik adalah adanya kerusakan tulang rawan, ligamen, tendo,

dan kemudian tulang. Kerusakan ini disebabkan oleh produk enzim dan

pembentukan jaringan granulasi akibat aktivasi sistem imun selular. Sel limfosit,

makrofag dan sel sinovia dapat mengeluarkan berbagai sitokin seperti kolagenase,

prostaglandin, serta plasminogen yang akan mengaktifkan sistem kalikrein dan

kininbradikinin. Produk-produk ini akan menimbulkan reaksi inflamasi dan

kerusakan jaringan lebih lanjut seperti yang terlihat pada artritis reumatoid

kronik.2

9
2.5. Manifestasi Klinis

Gejala klinis utama yang terlihat secara obyektif adalah artritis, dimana

sendi yang terkena teraba hangat dan biasanya tidak terlihat eritema. Secara klinis

artritis ditentukan dengan menemukan salah satu dari gejala pembengkakan atau

efusi sendi; atau dengan menemukan paling sedikit 2 gejala inflamasi sendi, yaitu

gerakan sendi yang terbatas, nyeri atau sakit pada pergerakan dan panas.

Pembengkakan disebabkan oleh edema jaringan lunak periartikular, efusi intra-

artikular, atau dari hipertrofi membran sinovial. Rasa nyeri atau sakit sendi pada

pergerakan biasanya tidak begitu menonjol, namun gerakan aktif atau pasif

tertentu, terutama gerakan yang ekstrim, dapat memicu nyeri. Pada anak kecil

yang lebih jelas adalah kekakuan sendi pada pergerakan terutama pada pagi hari.

Gejala konstitusional yang dapat muncul antara lain anoreksia, penurunan berat

badan, gejala gastrointestinal dan gagal tumbuh. Kelelahan (fatigue) dapat muncul

pada tipe poliartritis dan sistemik, ditandai dengan peningkatan kebutuhan tidur,

merasa lemas dan iritabilitas.2

Gambar 2. Artritis pada anak3

10
Tipe onset poliartritis terdapat pada penderita yang menunjukkan gejala

artritis pada lebih dari 4 sendi sedangkan tipe onset oligoartritis bila mengenai 4

sendi atau kurang. Pada tipe oligoartritis sendi besar lebih sering terkena dan

biasanya di daerah tungkai. Keterlibatan sendi kecil di tangan menunjukkan

perkembangan ke arah poliartritis. Selain itu dapat ditemukan atrofi otot ekstensor

(seperti vastus lateralis dan quadriceps) dan kontraktur otot fleksor. Pada tipe

poiartritis lebih sering terdapat pada sendi-sendi jari dan biasanya simetris, tetapi

di samping itu dapat ditemukan pula pada sendi lutut, pergelangan kaki dan siku.

Tipe onset sistemik ditandai oleh demam intermitten dengan puncak tunggal atau

ganda lebih dari 39oC selama dua minggu atau lebih, artritis, dan biasanya disertai

kelainan sistemik lain berupa ruam reumatoid linier di tubuh atau ektremitas, serta

kelainan viseral (hepatosplenomegali, serositis, limfadenopati). Ruam juga

memberat dengan adanya demam.2

Gambar 3. Ruam kulit pada onset sistemik ARJ 1

Gejala klinis yang lain dapat berupa tenosinovitis, yang biasa terjadi pada

pembungkus tenson ekstensor daro dorsum manus, pembungkus tendon ekstensor

11
dari dorsum pedis, tendon tibia posterior, tendon peroneus longus dan brevis di

sekitar pergelangan kaki.2

Oligoartritis / Pausi-artikuler1

Bentuk penykit yang paling sering terjadi pada ARJ, Diartikan “sedikit

sendi”, pauciarticular mengenai 4 sendi atau kurang. Sekitar 50% persen dari

anak-anak dengan ARJ tergolong dalam tipe ini. , lebih sering mengenai satu sisi

sendi dibandingkan kedua sisi sendi pada saat yang bersamaan, tetapi sering pada

dua, tiga, sampai empat sendi dalam 6 bulan berikutnya. Sering ditemukan

mengenai sendi besar, paling banyak mengenai lutut, pergelangan kaki, siku.

Jarang terjadi pada sendi-sendi kecil, jemari tangan, sendi ibu jari. Sebanyak 40 –

70% mempunyai tes ANA positif, lebih sering pada anak perempuan dengan umur

1-3 tahun. Dan sering dengan komplikasi uveitis kronik., unilateral atau bilateral.

Dari beberapa kasus merupakan kelompok arthritis psoriatic atau ankilosing

spondilitis. Sendi yang sering terserang adalah lutut, pergelangan kaki, siku dan

jari-jari tangan.Pada laki-laki lebih sering terkait spondilitis ankilosing dengan

HLA B27 positif.1

Dikelompokkan dua yaitu persisiten dan eksten, persisiten ditandai dengan

arthritis yang tidak bertambah meskipun telah lebih 6 bulan. Sedangkan kelompok

eksten artritisnya semakin meluas setelah 6 bulan. Angka mortalitasnya rendah

dengan komplikasi yang tersering kerusakan artikuler maupun periartikuler dan

uveitis kronis. Sejumlah kecil anak yang menderita penyakit ini (8%) akan

mengalami bentuk poliartikular dengan prognosis serupa ARJ poliartikular.

12
Namun sebagian lagi menunjukkan kinerja yang baik dalam kaitanya dengan

fungsi sendi. 1

Dibagi juga menjadi dua tipe , tipe pertama mengenai anak perempuan

dengan umur dibawah 7 tahun. Beberapa anak dengan tipe ini juga disertai

peradangan mata (iridocyclitis kronis atau uveitis kronis). Anak-anak ini harus di

tes ANA (antinuclear antibody). Dari sini dapat diketahui, apakah anak tersebut

memiliki resiko tinggi terkena uveitis. Hasil positif ANA mengindikasikan resiko

tinggi terkena peradangan mata. Yang perlu diperhatikan, mata dalam kondisi

tenang, artinya kerusakan mungkin tidak nampak pada anak. Tipe kedua dari

pauciarticular biasa mengenai anak lelaki diatas 8 tahun. Sendi-sendi yang sering

terkena pada tipe ini adalah: sendi sakroiliaka, lutut, pergelangan kaki, tendon.

Anak-anak yang terdiagnosis dengan pauciarticular ARJ dan memiliki hasil positif

ANA dan usianya dibawah 7 tahun, memiliki resiko besar untuk terkena uveitis

kronis.Mata mereka harus diperiksa setiap 3 bulan, untuk beberapa tahun. Adapun

penilaian kemungkinan komplikasi uveitis tergambar dalam algoritma berikut.1

Poliartritis1

Insidennya sekitar 30-40% dari ARJ, 75% menyerang perempuan,

gambaran artritisnya mirip arthritis rematoid dewasa, lebih banyak menyerang

perempuan umur 12-16 tahun, biasanya disertai gejala sistemik yang ringan, RF

bisa positif maupun negatif. Pasien seronegatif cenderung berusia lebih muda dan

lebih responsif terhadap pemberian terapi NSAID konvensional. Anak dengan

13
ARJ poliartikular mungkin memperlihatkan beberapa gambaran sistemik, tetapi

lebih ringan daripada yang tampak pada penyakit awitan sistemik.1

Gejala lainnya lemah, demam, penurunan berat badan, dan anemia, uveitis

sangat jarang pada kelompok ini, artritisnya bersifat simetris, baik pada sendi

kecil maupun besar, tetapi dapat pula diawali dengan arthritis yang hanya pada

beberapa sendidan baru beberapa bulan kemudian menjadi poliartritis, sendi

servikal C1-2 seringkali terkena dan seringkali menimbulkan subluksasi. Pada

kelompok RF positif biasanya pada usia yang lebih muda ditandai dengan erosi

sendi yang hebat, dengan manifestasi ekstraartikuler jarang., 25% didapatkan tes

ANA positif,pada RF negative hanya terdapat 5%.1

2.6. Pencitraan

Pemeriksaan pencitraan ARJ dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh

kerusakan yang terjadi pada keadaan klinis tertentu. Kelainan radiologik yang

terlihat pada sendi biasanya adalah pembengkakan jaringan lunak sekitar sendi,

pelebaran ruang sendi, osteoporosis, dan kelainan yang agak jarang seperti

formasi tulang baru periostal. Pada tingkat lebih lanjut (biasanya lebih dari 2

tahun) dapat terlihat erosi tulang persendian dan penyempitan daerah tulang

rawan. Angkilosis dapat ditemukan terutama di daerah sendi karpal dan tarsal.

Gambaran nekrosis aseptik jarang dijumpai pada ARJ walaupun dengan

pengobatan steroid dosis tinggi jangka panjang.2

Gambaran agak khas pada tipe oligoartritis dapat terlihat berupa erosi

tulang pada fase lanjut, pengecilan diameter tulang panjang, serta atrofi jaringan

14
lunak regional sekunder. Kauffman dan Lovell mengajukan beberapa gambaran

radiologik yang menurut mereka khas untuk ARJ sistemik, yaitu a) tulang panjang

yang memendek, melengkung dan melebar; b) metafisis mengembang, dan c)

fragmentasi iregular epifisis pada masa awal sakit yang kemudian secara bertahap

bergabung ke dalam metafisis. Pemeriksaan foto rontgen tidak sensitif untuk

mendeteksi penyakit tulang atau manifestasi jaringan lunak pada fase awal.

Gambar 4. Penebalan jaringan lunak periartikular pada lutut kanan4,5

Selain dengan foto Rontgen biasa kelainan tulang dan sendi ARJ dapat

pula dideteksi lebih dini melalui skintigrafi dengan technetium 99m. Pemeriksaan

radionuklida ini senditif namun kurang spesifik. Skintigrafi menunjukkan keadaan

hemodinamik dan aktivitas metabolik di tulang dan sendi saat pemeriksaan

dilakukan, sehingga dapat menunjukkan inflamasi sendi secara dini.

Ultrasonografi merupakan sarana paling baik untuk mengetahui keadaan cairan

intra-artikular, terutama pada sendi-sendi yang susah dilakukan pemeriksaan

cairan secara klinis, seperti pinggul dan bahu. Ultrasonografi juga dapat menilai

efusi atau sinovitis dengan menilai penebalan membran sinovial dari sendi yang

15
meradang, bursa dan pembungkus tendon. Pemeriksaan MRI yang dipadu dengan

gadolinium juga dapat membedakan inflamasi sinovium dengan cairan sinovial.

Sarana MRI dapat digunakan untuk menilai aspek inflamasi dan destruktif dari

penyakit artritis. Berlawanan dengan foto Rontgen, pemeriksaan MRI dapat

dihunakan untuk mendeteksi inflamasi jaringan lunak dan perubahan tulang pada

fase awal, selain itu dapat menilai progresifitas penyakit.2

Pmeriksaan MRI dan/atau ultrasonografi dapat digunakan dalam evaluasi

suspek penyakit inflamasi sendi untuk menentukan ada tau tidaknya sinovitis,

tenosinovitis, entesitis atau erosi tulang. Ultrasonografi dapat digunakan sebagai

pedoman untuk punksi sendi, bursa dan pembungkus tendon.2

2.7. Diagnosis

Prevalensi ARJ yang sebenarnya tidak diketahui tetapi jelas bahwa ia

merupakan penyakit jaringan ikat tersering pada anak. Namun demikian

dibandingkan dengan penyakit lain maka frekuensinya tidak besar sehingga

kebanyakan dokter tidak begitu akrab dengan penyakit ini. Di lain pihak, gejala

sakit dan nyeri ekstremitas dengan atau tanpa demam cukup sering menjadi

keluhan utama penderita. Karena itu kita harus dapat membedakan kelainan

ringan dengan keadaan serius yang memerlukan eksplorasi lebih lanjut.2

Kriteria diagnosis

Berbagai kriteria diagnosis dan klasifikasi telah diajukan oleh para penulis

tetapi untuk keperluan praktis maka lebih sering dipergunakan kriteria ARA.

Sesuai dengan kriteria yang dipakai maka gejala klinis ARJ harus terjadi sebelum

16
usia 16 tahun. Biasanya penyakit ini paling sering antara usia 1-3 tahun, dan lebih

banyak pada anak perempuan daripada laki-laki. Pada pemeriksaan, artritis dapat

ditandai dengan pembengkakan atau kombinasi dengan gerakan yang terbatas dan

nyeri (dipicu oleh gerakan atau palpasi. Sinovitis yang erjadi pada pinggul atau

sendi kecil di tulang belakang tidak menunjukkan pembengkakan, namun

kombinasi gerakan yang terbatas dan nyeri.2

Walaupun tidak ada yang patognomonik namun secara praktis dapat

ditemukan beberapa gejala klinis yang menyokong kecurigaan ke arah ARJ, yaitu

kaku sendi pagi hari, ruam reumatoid, demam intermitten, perikarditis, uveitis

kronik, spondilitis cervical nodul reumatoid, tenosinovitis, atau pada pemeriksaan

laboratorium ditemukan antibodi antunuklear (ANA), faktor reumatoid (RF), serta

peningkatan titer komplemen C3 dan C4.2

2.8. Pengobatan

Dasar pengobatan ARJ adalah suportif, bukan kuratif. Tujuan pengobatan

adalah mengontrol nyeri, menjaga kekuatan dan fungsi otot serta rentang gerakan

(range of motion), mengatasi komplikasi sistemik memfasilitasi perkembangan

dan pertumbuhan yang normal. Karena itu pengobatan dilakukan secara terpadu

untuk mengontrol manifestasi klinis dan mencegah deformitas dengan melibatkan

dokter anak, ahli fisioterapi, latihan kerja, pekerja sosial dan bila perlu konsultasi

pada ahli bedah dan psikiatri.2

Tabel 5. Tujuan terapi artritis kronik2

Segera

17
Meredakan gejala

Mengembalikan fungsi

Mencegah deformitas

Mengontrol inflamasi

Jangka panjang

Minimalisasi efek samping pengobatan

Meningkatkan proses tumbuh kembang

Rehabilitasi

Edukasi

2.8.1. Antiinflamasi non steroid (AINS)

Obat anti-inflamasi nonsteroid (OAINS) digunakan pada sebagian besar

anak dalam terapi inisial. Obat golongan ini mempunyai efek antipiretik, analgetik

dan antiinflamasi serta aman untuk penggunaan jangka panjang pada anak. Obat

ini menghambat sintesis prostaglandin. Sebagian besar anak dengan tipe

oligoartritis dan sedikit poliartritis mempunyai respons baik terhadap pengobatan

AINS tanpa memerlukan tambahan obat lini kedua.2

Naproksen efektif dalam tatalaksana inflamasi sendi dengan dosis 1520

mg/kgBB/hari yang diberikan dua kali perhari bersama makanan. Dapat timbul

efek samping berupa ketidaknyamanan epigastrik dan pdeudoporfiria kutaneus

yang ditandai dengan erupsi bulosa pada wajah, tangan dan meninggalkan

jaringan parut. Ibuprofen merupakan antiinflamasi derajat sedang dan mempunyai

toleransi yang baik pada dosis 35 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 3-4 dosis dan

diberikan bersama makanan. Tolmetin, yang juga diberikan bersama makanan,

18
diberikan dalam dosis 25-30 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 3 dosis. Diklofenak juga

dapat diberikan pada anak yang tidak dapat AINS lain karena adanya efek

samping lambung, dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 3 dosis.2

Penggunaan aspirin sebagai pilihan obat telah digantikan dengan AINS

karena adanya peningkatan toksisitas gaster dan hepatotoksisitas yang ditandai

dengan transaminasemia. Dengan adanya AINS yang menghambat siklus

siklooksigenase (COX), khususnya COX-2 maka penggunaan AINS lebih dipilih

daripada aspirin karena tidak menyebabkan agregasi trombosit, sehingga dapat

digunakan pada pasien yang mempunyai masalah perdarahan. Namun demikian,

aspirin masih mampu menekan demam dan aspek inflamasi lainnya dan terbukti

aman dalam penggunaan jangka panjang. Dosis yang biasa dipakai adalah 7590

mg/kgBB/hari dalam 3 atau 4 kali pemberian, diberikan bersama dengan makanan

untuk mencegah iritasi lambung. Dosis tinggi biasanya untuk anak yang beratnya

kurang dari 25 kg sedangkan untuk anak yang lebih besar diberikan dosis lebih

rendah. Aspirin diberikan terus sampai 1 atau 2 tahun setelah gejala klinis

menghilang.2

2.8.2. Analgesik

Walaupun bukan obat antu-inflamasi, asetaminofen dalam 23 kali

pemberian dapat bermanfaat untuk mengontrol nyeri atau demam terutama pada

penyakit sistemik. Obat ini tidak boleh diberikan untuk waktu lama karena dapat

menimbulkan kelainan ginjal.2

2.8.3. Imunosupresan

19
Imunosupresan hanya diberikan dalam protokol eksperimental untuk

keadaan berat yang mengancam kehidupan, walaupun beberapa pusat reumatologi

sudah mulai memakainya dalam protokol baku. Obat yang biasa dipergunakan

adalah azatioprin, siklofosfamid, klorambusil, dan metotreksat. Metotreksat

mempunyai onset kerja cepat, efektif, toksisitas yang masih dapat diterima,

sehingga merupakan obat lini kedua dalam artritis kronik.keunggulan penggunaan

obat ini adalaha efektif dengan dosis relatif rendah, pemberian oral dan dosis satu

kali perminggu.2

Indikasinya adalag poliartritis berat, oligoartritis yang agresif atau gejala

sistemik yang tidak membaik dengan AINS, hidroksiklorokuin, atau garam emas.

Dosis inisial 5 mg/m2/minggu dapat dinaikkan menjadi 10 mg/m2/minggu bila

respons tidak adekuat setelah 8 minggu pemberian (dosis maksimum 30 mg/m 2).

Lama pengobatan yang dianggap adekuat adalah 6 bulan. Asam folat 1 mg/hari

sering diberikan bersama metotreksat untuk mengurangi toksisitas mukosa

gastrointestinal. Anak-anak dengan poliartritis berat yang tidak berespons dengan

metotreksat oral dapat digantikan dengan intramuskular atau subkutan.2

2.8.4. Kortikosteroid

Kortikosteroid diberikan bila terdapat gejala penyakit sistemik, uveitis

kronik, atau untuk suntikan intraartikular. Penggunaan kortikosterois tunggal tidak

dianjurkan untuk menekan inflamasi sendi, namun dosis rendah dapat digunakan

pada anak dengan poliartritis berat yang tidak berespon dengan terapi lain. Dosis

rendah prednison (0.1-0.2 mg/kgBB) dapat digunakan sebagai agen “jembatan”

20
dalam terapi inisial anak yang sakit sedang atau berat yang sebelumnya

menggunakan obat antiinflamsi kerja lambat. Untuk gejala penyakit sistemik berat

yang tak terkontrol diberikan prednison 0.25-1 mg/kgBB/hari dosis tunggal

(maksimum 40mg) atau dosis terbagi pada keadaan yang lebih berat. Bila terjadi

perbaikan klinis maka dosis diturunkan perlahan dan prednison dihentikan. Efek

samping yang dapat terjadi pada pemakaian jangka panjang antara lain sindrom

Cushing, penekanan pertumbuhan, fraktur katarak, gejala gastrointestinal dan

defisiensi glukokortikoid.2

Kortikosteroid intraartikular dapat diberikan pada oligoartritis yang tidak

berespon dengan AINS atau sebagai bantuan dalam terapi fisik pada sendi yang

sudah mengalami inflamasi dan kontraktur. Kortikosteroid intra-artikular juga

dapat diberikan pada poliartritis dimana satu atau beberapa sendi tidak berespon

dengan AINS. Namun pemberian injeksi intra-artikular ini harus dibatasi,

misalnya 3 kali pada satu sendi selama 1 tahun. Triamsinolon heksasetonis

merupakan obat pilihan dengan dosis 20-40 mg untuk sendi besar. Perlu diingat

bahwa pemberian kortikosteroid, wlaupun dengan dosis tinggii, tidak akan

memperpendek aktivitas penyakit, mencegah komplikasi esktraartikular, atau

mengubah hasil akhir. Jadi lebih baik membatasi pemakaian kortikosteroid untuk

menghindari efe toksik obat tersebut.2

Kombinasi terapi AINS dengan steroid pulse therapy jugta dapat

digunakan dalam artritis onset sitemik. Steroid yang digunakan biasanya

metilprednisolon intravena dengan dosis 15-30 mg/kgBB/pulse. Protokol yang

diberikan dapat terdiri dari single pulse dengan jarak 1 bulan dengan pulse

21
berikutnya, atau 3 pulse diberikan berurutan dalam 3 hari dalam 1 bulan, atau 3

pulse diberikan secara berselang hari dalam 1 bulan. Selama pemberian terapi ini,

harus dilakukan monitoring kardiovaskular dan keseimbangan cairan dan

elektrolit.2 Berikut adalah tabel penatalaksanaan reumatoid idiopatik juvenil:

Tabel 6. Kriteria artritis 4 atau kurang6

Gambaran prognosis buruk

Artritis panggul dan tulang cervical

Artritis pergelangan kaki dan tangan dan peningkatan petanda inflamasi

Gambaran radiologi (erosi dan penyempitan ruang sendi)

Tingkat aktivitas penyakit

Aktifitas penyakit rendah Aktivitas penyakit sedang Aktivitas penyakit tinggi


(harus memenuhi semua) (harus memenuhi minimal 3)

1 atau kurang sendi aktif 1 atau lebih gambaran 2 atau lebih persendian aktif
aktivitas penyakit rendah dan
Kadar LED dan CRP normal kurang dari 3 gambaran LED dan CRP meningkat dua
aktivitas penyakit tinggi. kali di atas nilai normal

Penilaian global dokter Penilaian global dokter


terhadap keseluruhan aktivitas terhadap keseluruhan aktivitas
penyakit <3 dari 10 penyakit ≥ 7 dari 10

Penilaian global pasien/ orang Penilaian global pasien/ orang


tua terhadap keseluruhan tua terhadap keseluruhan
kesehatan <2 dari 10 kesehatan ≥ 4 dari 10

22
Tabel 7. Kriteria artritis 5 atau lebih persendian6

Gambaran prognosis buruk

Artritis panggul dan tulang cervical

Faktor reumatoid positid atau anti-cyclic citrullinated peptide antibodies

Gambaran radiologi (erosi dan penyempitan ruang sendi)

Tingkat aktivitas penyakit

Aktifitas penyakit rendah Aktivitas penyakit sedang (tidak Aktivitas penyakit tinggi
(harus memenuhi semua) harus memenuhi semua kriteria (harus memenuhi minimal 3)
aktivitas rendah atau tinggi

4 atau kurang sendi aktif 1 atau lebih gambaran aktivitas 8 atau lebih persendian aktif
penyakit rendah dan kurang dari
Kadar LED dan CRP 3 gambaran aktivitas penyakit LED dan CRP meningkat dua
normal tinggi. kali di atas nilai normal

23
Penilaian global dokter Penilaian global dokter
terhadap keseluruhan terhadap keseluruhan aktivitas
aktivitas penyakit <4 dari penyakit ≥ 7 dari 10
10

Penilaian global pasien/ Penilaian global pasien/ orang


orang tua terhadap tua terhadap keseluruhan
keseluruhan kesehatan <2 kesehatan ≥ 5 dari 10
dari 10

Tabel 8. Gambaran dari prgnosis yang buruk dan aktivitas penyakit untuk artritis sacroiliaka aktif6

Gambaran prognosis buruk

Gambaran radiologi dari beberapa persendian (erosi dan penyempitan ruang sendi)

Tingkat aktivitas penyakit

Aktifitas penyakit rendah Aktivitas penyakit sedang Aktivitas penyakit tinggi


(harus memenuhi semua) (harus memenuhi minimal 2)

Fleksi tulang belang normal 1 atau lebih gambaran


aktivitas penyakit rendah dan
Kadar LED dan CRP normal kurang dari 2 gambaran LED dan CRP meningkat dua
aktivitas penyakit tinggi. kali di atas nilai normal

24
Penilaian global dokter Penilaian global dokter
terhadap keseluruhan aktivitas terhadap keseluruhan aktivitas
penyakit <4 dari 10 penyakit ≥ 7 dari 10

Penilaian global pasien/ orang Penilaian global pasien/ orang


tua terhadap keseluruhan tua terhadap keseluruhan
kesehatan <2 dari 10 kesehatan ≥ 5 dari 10

Tabel 9. Gambaran dari prognosis yang buruk dan artritis sistemik dengan gambaran sistemik aktif (dan tanpa artritis aktif)6

Gambaran prognosis buruk

Durasi 6 bulan dari kelainan sistemik aktif, yaitu: demam, peningkatan petanda inflamasi, atau

Tingkat aktivitas penyakit (level 2)

Demam aktif dan Penilaian global dokter terhadap keseluruhan aktivitas penyakit <4 dari 10

Demam aktif dan gambaran sistemik dari aktivitas penyakit berat (seperti serositis) Penilaian
global dokter terhadap keseluruhan aktivitas penyakit ≥ 7 dari 10

25
Tabel 10. Gambaran dari prgnosis yang buruk untuk artritis sistemik dengan artritis aktif (dan tanpa gambaran sistemik aktif)6

Gambaran prognosis buruk

Artritis panggul

Gambaran radiologi (erosi dan penyempitan ruang sendi)

Tingkat aktivitas penyakit

Aktifitas penyakit rendah Aktivitas penyakit sedang Aktivitas penyakit tinggi


(harus memenuhi semua) (harus memenuhi minimal 3)

4 atau kurang sendi aktif 1 atau lebih gambaran 8 atau lebih sendi aktif
aktivitas penyakit rendah dan
Kadar LED dan CRP normal kurang dari 2 gambaran LED dan CRP meningkat dua
aktivitas penyakit tinggi. kali di atas nilai normal

Penilaian global dokter Penilaian global dokter


terhadap keseluruhan aktivitas terhadap keseluruhan aktivitas
penyakit <4 dari 10 penyakit ≥ 7 dari 10

26
Penilaian global pasien/ orang Penilaian global pasien/ orang
tua terhadap keseluruhan tua terhadap keseluruhan
kesehatan <2 dari 10 kesehatan ≥ 5 dari 10

2.8.5. Biologic Response Modifiers

Pendekatan terapi terbaru menggunakan etanercept sebagai agen biologik

yang berfungsi sebagai penghambat Tumor Necrosis Factor (TNF), sehingga akan

menghambat pengeluaran sitokin yang berperan dalam proses inflamasi.

27
Entanercept akan terikat pada komponen Fc imunoglobulin dan efektif dalam

mengontrol poliartritis yang tidak memberikan respon dengan terapi konvensional

ataupun imunosupresan. Sebelum diberikan terapi, data dasar laboratorium (darah

perifer, LED, CRP, urinalisis) harus diambil dan uji tuberkulin kulit dengan PPD

(purified protein derivative) menunjukkan hasil negatif. Dosis yang digunakan

untuk anak usia 4-17 tahun yaitu 0.4 mg/kgBB subkutan 2 kali dalam seminggu,

minimal dengan jangka waktu terpisah 72-96 jam (maksimum 25 mg/dosis). Obat

sebelumnya, baik AINS atau metotreksat tetap dilanjutkan. Sedangkan untuk usia

17 tahun ke atas diberikan dengan dosis dewasa, yaitu diberikan bersamaan

dengan metotreksat dalam infus intravena 3 mg/kgBB pada minggu 0, 2, 6 dan

setelah itu setiap 8 minggu untuk pemeliharaan. Pilihan lain adalah pemberian

dosis tunggal etanercept setiap minggu untuk dosis 25 mg atau kurang pada pasien

baru atau usia 4-17 tahun. Apabila dosis mingguan melebihi 25 mg, maka

digunakan dua lokasi suntikan subkutan. Obat ini tidak boleh digunakan pada

anak dengan infeksi atau riwayat infeksi rekuren.2

Penggunaan imunoglobulin intravena (IVIG) dalam mengatasi onset

poliartritis dan sistemik belum menunjukkan hasil klinis yang konsisten. Pada

sebuah studi, penggunaan IVIG pada onset sistemik tidak memberi banyak

manfaat dibanding plasebo, sedangkan pada poliartritis, dapat diberikan dalam

dosis 1.5-2 mg/kgBB, 2x/bulan dalam 2 bulan pertama kemudian 1x/bulan untuk

6 bulan selanjutnya (dosis maksimum 100 gr). Beberapa studi juga melaporkan

siklosporin untuk mengatasi artritis kronik dengan dosis 3-5 mg/kgBB/hari, dibagi

dalam 2 dosis, terpisah dalam 12 jam.2

28
2.8.6. Obat antireumatik kerja lambat

Golongan ini terdiri dari obat antimalaria (hidroksiklorokuin), preparat

emas oral dan suntikan, penisilamin, dan sulfasalazin. Obat golongan ini hanya

diberikan untuk poliartritis progresif yang tidak menunjukkan perbaikan dengan

AINS. Hidroksiklorokuin dapat bermanfaat sebagai obat tambahan AINS untuk

anak besar dengan dosis awal 6-7 mg/kgBB/hari, dan setelah 8 minggu diturunkan

menjadi 5 mg/kgBB/hari. Pemberian hidroksiklorokuin harus didahului dengan

pemeriksaan mata, khususnya keadaan retina, lapanag pandang dan warna. Oleh

karena itu, penggunaan obat ini jarang diberikan pada anak di bawah usia 4-7

tahun karena adanya kesulitan tindak lanjut pada pemeriksaan mata. Bila setelah 6

bulan pengobatan tidak diperoleh perbaiakan maka hidroksiklorokuin harus

dihentikan. Sulfasalazin tidak diberikan pada anak dengan hipersensitivitas

terhadap sulfa atau salisilat dan penurunan fungsi ginjal dan hati. Dosis dimulai

dengan 500 mg/hari diberikan bersama makanan (untuk anak yang lebih kecil

12.5 mg/kgBB). Dosis dinaikkan sampai 50 mg/kgBB/hari (maksimum 2g).

Monitor dilakukan melalui pemeriksaan hematologi dan fungsi hati. Sulfasalazin

dapat diberikan sebagai langkah sementara sebelum menambah obat kedua selain

AINS, seperti metotreksat. Sulfasalazin kadang-kadang diberikan sebagai

antiinflamasi lini kedua pada anak dengan tipe poliartritis atau oligoartritis

persisten.2

2.8.7. Nutrisi dan latihan fisik

29
Nutrisi dan vitamin suplemen (vitamin D dan asam folat) menjadi aspek

penting dalam penatalaksanaan jangka panjang, karena adanya proses retardasi

pertumbuhan dan kerusakan mineralisasi tulang akibat penyakit dan pemberian

kortikosteroid. Latihan fisik bertujuan untuk meminimalisasi nyeri, menjaga dan

mengembalikan fungsi dan mencegah deformitas dan disabilitas. Pada anak-anak

dengan artritis aktif dianjurkan untuk beristirahat setelah pulang sekolah dan

meningkatkan waktu tidur saat malam hari. Pasien dengan ARJ harus sedapat

mungkin aktif, namun kegiatan atau aktivitas yang menyebabkan kelelahan

berlebih dan nyeri pada sendi perlu dihindari.2

Rehabilitasi dengan fisioterapi mempertimbangkan perubahan dalam

tubuh dan disesuaikan dengan kondisi fungsional saat ini dari sistem lokomotor

anak. Dosis bentuk pengobatan dan pilihan terapi tergantung pada usia, kondisi

mental, kapasitas seorang anak, tingkat kerusakan pada struktur sendi dan

periartikular. Latihan dilakukan sejak awal diagnosis medis, terlepas dari periode

remisi atau penyakit akut.

Tujuan dari fisioterapi yang dilakukan adalah

 Meningkatkan efisiensi sendi penting dalam aktivitas anak,

 Pmencegah komplikasi penyakit

 Menghilangkan rasa sakit

 Mempertahankan pergerakan dan tonus otot

30
 Koreksi deformitas yang ada

 Dalam situasi disfungsi permanen: menghasilkan stereotip kompensasi

yang benar, pada gilirannya, bedah ortopedi untuk mengembalikan

mobilitas dan otonomi maksimal anak.

Terapi yang serring dilakukan yaitu terapi aktif, pasif, terapi air. Metode PNF,

Bobath atau metode terkait seperti Scherborne.

Tabel 1. Fisoterapi pada artritis sistemik, yang melibatkan sensi besar dan kecil 7

31
Tabel 2. Fisoterapi pada enthesitis dan/ atau menyertai rasa sakit dengan mobilitas tulang
belakang lumbar yang terbatas7

32
Tabel 3. Fisioterapi pada artritis juvenil (tulang belakang dan artritis psoriatik juvenil) 7

33
2.9. Komplikasi

Komplikasi ARJ terpenting adalah gangguan pertumbuhan dan

perkembangan akibat penutupan epifisis dini seperti yang sering terjadi pada

mandubula, metakarpal dan metatarsal. Kelainan tulang dan sendi lain dapat pula

terjadi seperti angkilosis, luksasi, atau fraktur. Komplikasi ini biasanya

berhubungan dengan berat dan lamanya sakit, tetapi dapat pula akibat efek

pengobatan steroid. Adanya nyeri abdomen yang berhubungan dengan ulkus atau

gastritis, hepatotoksik atau nefrotoksik menandakan perlunya pemeriksaan

laboratorium rutin. Kadang dapat juga terjadi vaskulitis atau ensefalitis pada ARJ.

Amiloidosis sekunder jarang terjadi, tetapi dapat memberikan akibat lanjut yang

berat sampai gagal ginjal.2

Selain komplikasi di atas, artritis tipe onset sistemik mempunyai

komplikasi berupa anemia hemolitik dan perikarditis. Oligoartritis mempunyai

komplikasi uveitis yang sering asimtomatik. Komplikasi lainnya yang cukup

penting adalah masalah psikologi anak akibat penyakit ini seperti depresi, anxietas

dan masalah di sekolah.2

2.10. Prognosis

34
Sebagian besar penderita ARJ (70-90%) sembuh tanpa kecacatan yang

berarti, hanya 10% diantaranya yang membawa cacat sampai dewasa. Sebagian

kecil sekali akan kambuh menjadi bentuk artritis reumatoid dewasa. Pada

umumnya prognosis ARJ dapat diperkirakan dari pola klinis tipe onset

penyakitnya. Walaupun pada awal perjalanan penyakit masih sukar diduga, tetapi

dari tipe onset penyakit serta perjalanan gambaran klinis, prognosisnya dapat

diperkirakan.2

Beberapa gambaran klinis yang dapat dijadikan sebagai prognosis ARJ

yang kurang baik adalah tipe onset sistemik atau poliartritis, uveitis kronik, erosi

sendi, fase aktif yang berlangsung lama, nodul reumatoid, dan ditemukannya

faktor reumatoid pada pemeriksaan labratorium. Angka kematian yang terjadi

kemudian pada JRA sedikit rendah (2-4%) dan seringkali dihubungkan dengan

gagal ginjal akibat amiloidosis, serta infeksi ataupun sisertai perkembangan

penyakit reumatik lainnya, seperti lupus eritematosus sitemik dengan kadar ANA

yang sangat tinggi.2

Tabel 6. Hubungan antara tipe onset penyakit, gambaran klinis dan prognosis ARJ2

Tipe Onset Sub Tipe Klinis Prognosis


Poliartritis RF + Wanita Buruk
Usia lebih tua
Tangan/pergelangan
Erosi sendi
Nodul
Non remisi
ANA + Wanita Baik
Usia muda
Seronegatif Bervariasi
Oligoartritis ANA + Wanita Sangat baik (kecuali
Usia muda mata)
Uveitis kronik
RF + Poliartritis Buruk
Erosi
Non remisi

35
HLA-B27 + Laki-laki Baik
Seronegatif Baik
Sistemik Oligoartritis Baik
Poliartritis Erosi Buruk

BAB III

36
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Juvenil rheumatoid arthritis (ARJ) adalah penyakit rheumatoid yang paling

sering ditemukan pada anak-anak. Kelainan ini terjadi pada anak usia di bawah 16

tahun dan berlangsung selama lebih dari enam minggu. Penyakit ini juga

berhubungan dengan respon spesifik tubuh yang didasari oleh patogenesis

imunoinflamatorius, kemungkinan diaktivasi oleh kontak dengan antigen.

Berbagai kriteria diagnosis dan klasifikasi telah diajukan oleh para penulis tetapi

untuk keperluan praktis maka lebih sering dipergunakan kriteria ARA. Sesuai

dengan kriteria yang dipakai maka gejala klinis ARJ harus terjadi sebelum usia 16

tahun. Biasanya penyakit ini paling sering antara usia 1-3 tahun, dan lebih banyak

pada anak perempuan daripada laki-laki. Pada pemeriksaan, artritis dapat ditandai

dengan pembengkakan atau kombinasi dengan gerakan yang terbatas dan nyeri

(dipicu oleh gerakan atau palpasi. Sinovitis yang erjadi pada pinggul atau sendi

kecil di tulang belakang tidak menunjukkan pembengkakan, namun kombinasi

gerakan yang terbatas dan nyeri.

Dasar pengobatan ARJ adalah suportif, bukan kuratif. Tujuan pengobatan

adalah mengontrol nyeri, menjaga kekuatan dan fungsi otot serta rentang gerakan

(range of motion), mengatasi komplikasi sistemik memfasilitasi perkembangan

dan pertumbuhan yang normal. Golongan obat yang bisa diberikan adalah obat

antiinflamasi nonsteroid, analgesik, imunosupresan, kortikosteroid, nutrisi dan

latihan fisik.

37
Dasar pengobatan ARJ adalah suportif, bukan kuratif. Tujuan pengobatan

adalah mengontrol nyeri, menjaga kekuatan dan fungsi otot serta rentang gerakan

(range of motion), mengatasi komplikasi sistemik memfasilitasi perkembangan

dan pertumbuhan yang normal.

REFERENSI

38
1. Hahn Youn-Soo, Kim Joong-Gon. Pathogenesis and clinical manifestations of

juvenile rheumatoid arthritis. Korean J Pediatr 2010;53(11):921-930

2. Ikatan dokter anak Indonesia. Buku ajar alergiimunologi anak edisi kedua.

Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2010.

3. Giancane G. Consolaro A. Lanni S. Davi S. Schiappapietra B. Ravelli A.

Juvenile Idiopathic Arthritis: Diagnosis and Treatment. Rheumatol Ther. 2016

Dec; 3(2): 187–207.

4. Iwona SS. Matuszewska G. Gietka P. Plaza M, et all. Imaging of juvenile

idiopathic arthritis. Part I: clinical classifications and radiographs.

5. Sheybani EF, Khanna G, White AJ, Demertzis JL. Imaging of juvenile

idiopathic arthritis: a multimodality approach. BMJ: 2016 Feb; 33: 1253-1273

6. American college of rheumaology. American college of rheumatology 2011

recommendations for the treatment of juvenile idiopathic arthritis. Atlanta,

GA 30319. P: (404) 633-3777. F: (404) 633-1870.

39

Anda mungkin juga menyukai