Anda di halaman 1dari 16

Tugas Makalah

PERAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK

DALAM PENENTUAN DERAJAT LUKA

BAKAR AKIBAT LEDAKAN BOM

OLEH:

Reinaldy Octavianus Yan Dimpudus, S.Tr.Kep

NIM. 091724653004

SEKOLAH PASCASARJANA

PRODI MAGISTER ILMU FORENSIK

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2018

i
DAFTAR ISI

Halaman
Lembar Judul.................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan .................................................................................................. 2
D. Manfaat ................................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 3
A. Definisi ................................................................................................. 3
B. Mekanisme Luka .................................................................................. 3
C. Penilaian Klinis .................................................................................... 4
D. Penyebab Kematian Akibat Luka Bakar (Manner of Death) ............... 6
E. Aspek Yuridis ...................................................................................... 8
BAB III PEMBAHASAN .............................................................................. 10
A. Contoh Kasus ....................................................................................... 10
B. Diskusi ................................................................................................. 10
BAB IV PENUTUP ........................................................................................ 12
A. Kesimpulan .......................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Luka adalah hilang atau rusaknya kontuinitas dari jaringan tubuh.
Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau benda tumpul,
perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan (Sahar,
2010).
Blast injury atau trauma ledakan yang menimpa tubuh manusia bukan
merupakan hal yang baru, namun jarang ditemukan pada rumah sakit sipil. Dalam
beberapa dekade terakhir, kasus ledakan bom di masyarakat sipil terus meningkat.
Hal ini sering disebabkan oleh aksi teroris. Dari 1969 sampai 1983, di seluruh
dunia terdapat 220 pemboman oleh aksi teroris yang menewaskan 463 orang dan
melukai 2894 orang. Dalam dekade berikutnya, di Amerika Serikat (AS) saja
terdapat 178 pemboman yang mengakibatkan 256 orang meninggal, 3.215 cedera,
dan kerugian jutaan dolar. Pada korban yang selamat, cedera jaringan lunak
berupa laserasi, abrasi, kontusio, dan puncture wound merupakan jenis cedera
terbanyak, diikuti cedera muskuloskeletal dan cedera kepala (Khumaisiyah dkk,
2015).
Terdapat tendensi peningkatan ancaman bom dan kejadian ledakan bom di
Indonesia. Pada 1998 terdapat ancaman bom sebanyak 73 kasus, ditemukan 6
bom, dan hanya satu kasus yang benar-benar meledak. Pada 1999 jumlah
ancaman 88 kasus dan ledakan terjadi pada 4 kasus. Sedangkan pada 2000,
sampai September tercatat 49 kasus ancaman bom, 8 di antaranya meledak.
Dalam bulan Agustus 2000, terjadi 5 ledakan. Ledakan yang menimbulkan
korban adalah ledakan yang terjadi di depan rumah duta besar Filipina pada 1
Agustus 2000. Kasus pemboman terakhir yang menelan korban jiwa terjadi di
area sekitar hotel Sarinah, Jakarta Pusat pada Kamis pagi, 14 Januari 2016.

1
Ledakan tersebut tergolong low explosive (ledakan berkekuatan rendah) dan di
dalam bom ditemukan isi bom berupa paku, mur, lempengan berbentuk bulat,
sebuah penutup menggunakan aki motor dan pemicu bohlam lampu seta
pembungkusnya menggunakan pipa besi. Pada ledakan ini mengakibatkan 8
orang meninggal dan 25 lainnya luka pada bagian ekstremitas, punggung, kepala,
mata sampai patah tulang leher bagian belakang (Khumaisiyah dkk, 2015).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik mengulas
mengenai luka bakar dengan judul: “Peran Ilmu Kedoktern Forensik Dalam
Penentuan Dearajat Luka Bakar Akibat Ledakan Bom”.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana peran ilmu kedoktern forensik dalam penentuan dearajat luka bakar
akibat ledakan bom?

C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui peran ilmu kedoktern
forensik dalam penentuan derajat luka bakar akibat ledakan bom.

D. Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini agar dapat dijadikan pedoman maupun materi
terkait Imu Kedokteran Forensik, dan kemudian bisa bermanfaat untuk ahli
forensik di bidang kajian Forensik.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Luka bakar merupakan salah satu jenis luka, dimana terjadi kerusakan
jaringan/diskontinuitas jaringan yang diakibatkan sumber panas ataupun suhu
dingin yang tinggi, sumber listrik, bahan kimiawi, cahaya, radiasi dan friksi.
Luka bakar dapat merusak jaringan otot, tulang, pembuluh darah, jaringan
epidermal dan jaringan lainnya. Korban luka bakar dapat mengalami komplikasi
lokal berupa pembentukan parut dan kontraktur, maupun komplikasi sistemik.
Faktor kontribusi utama dari komplikasi sistemik ini adalah rusaknya integritas
kulit dan kehilangan cairan (Kristanto, Kalangi, 2013).

B. Mekanisme Luka
Tubuh biasanya mengabsorbsi kekuatan baik dari elastisitas jaringan
atau kekuatan rangka. Intensitas tekanan mengikuti hukum fisika. Hukum
fisika yang terkenal dimana kekuatan = ½ masa x kecepatan. Sebagai
contoh, 1 kg batu bata ditekankan ke kepala tidak akan menyebabkan luka,
namun batu bata yang sama dilemparkan ke kepala dengan kecepatan 10 m/s
menyebabkan perlukaan. Faktor lain yang penting adalah daerah yang
mendapatkan kekuatan. Kekuatan dari masa dan kecepatan yang sama yang
terjadi pada da erah yang lebih kecil menyebabkan pukulan yang lebih besar
pada jaringan. Pada luka tusuk, semua energi kinetik terkonsentrasi pada ujung
pisau sehingga terjadi perlukaaan, sementara dengan energi yang sama pada
pukulan oleh karena tongkat pemukul kriket mungkin bahkan tidak
menimbulkan memar. Efek dari kekuatan mekanis yang berlebih pada jaringan
tubuh dan menyebabkan penekanan, penarikan, perputaran, luka iris. Kerusakan
yang terjadi tergantung tidak hanya pada jenis penyebab mekanisnya tetapi
juga target jaringannya. Contohnya, kekerasan penekanan pada ledakan

3
mungkin hanya sedikit perlukaan pada otot namun dapat menyebabkan ruptur
paru atau intestinal, sementara pada torsi mungkin tidak memberikan efek pada
jaringan adiposa namun menyebabkan fraktur spiral pada femur (Alfanie dkk,
2017).

C. Penilaian Klinis
Secara klinis, luka bakar dinilai menurut dari luas permukaan tubuh yang
terpajan dan kedalaman luka. Cara untuk menilai derajat luka bakar menurut
presentasi luas permukaan tubuh yang terpajan pada orang dewasa dan anak-anak
dengan ‘rules of nine’ (Rahayu, 2017).

Gambar 1. Wallace “rule of nines”

American College of Surgeon membagi gradasi dari luka bakar menjadi 3


bagian antara lain (Soekry dkk, 2012):
1. Kritis
a. Anak-anak : - Luka bakar Tk. II > 15%
- Luka bakar Tk. III > 10%

4
b. Dewasa : - Luka bakar Tk. II > 30%
- Luka bakar Tk. III > 10%
c. Luka bakar Tk. III pada tangan, kaki, wajah atau yang member
komplikasi pada tractus respiratorius ataupun adanya Fraktura tulang.
2. Sedang
d. Anak-anak : - Luka bakar Tk. II (10-15)%
- Luka bakar Tk. III (2-10)%
e. Dewasa : - Luka bakar Tk. II (15-30)%
- Luka bakar Tk. III (2-10)%
3. Ringan
f. Anak-anak : - Luka bakar Tk. II < 10%
- Luka bakar Tk. III < 2%
g. Dewasa : - Luka bakar Tk. II < 15%
- Luka bakar Tk. III < 2%

Berdasarkan kedalaman luka, luka bakar terbagi atas 4 derajat yaitu:


Derajat luka Lapisan Gambaran Tekstur Sensasi Waktu Komplikasi gambar
yang penyembuhan
terlihat

Derajat 1 Epidermis Eritema Kering Nyeri < 1 minggu Tidak ada

Kemerahan
Derajat 2 Dermis dgn
Lembab Nyeri 2-3 minggu Selulitis
(superficial) (papillary) lepuhan
bening

5
Beberapa Skar,
Kemerahan
inggu atau kontraktur
dan putih
Derajat 2 Dermis dapat (membutuh
dgn Lembab Nyeri
(profunda) (retikuler) progresif kan eksisi
lepuhan yg
menjadi dan skin
berisi darah
derajat tiga graft)

Meluas
Skar,
pada Warna Kering, Sedikit Membuthkan
Derajat 3 kontraktur,
seluruh putih/coklat kasar nyeri eksisi
amputasi
dermis

Meluas di
lapisan
kulit,
Hitam,
jaringan Amputasi
hangus Sedikit Membutuhka
Derajat 4 subkutan Kering dan
dengan nyeri n eksisi
sampai rehabilitasi
eskar
jaringan
otot dan
tulang

Tabel 1. Derajat luka bakar

D. Penyebab kematian akibat luka bakar (Manner of Death)


Kematian akibat luka bakar dapat bersifat segera (immediate) atau tertunda
(delayed). Kematian segera artinya kematian yang langsung terjadi akibat
paparan panas mengenai tubuh, misalnya tubuh yang terbakar atau terkena cedera
inhalasi. Sedangkan kematian yang tertunda adalah kematian yang terjadi dalam
1 atau 4 hari akibat syok, kehilangan cairan berlebih, lower nephron nephrosis,
pulmonary edema, pneumonia, atau akibat infeksi dan kegagalan respirasi akut
lainnya (Rahayu, 2017).
a) Keracunan zat karbon monoksida
Kebanyakan kematian pada luka bakar biasanya terjadi pada kebakaran yang
hebat yang terjadi pada gedung-gedung atau rumah-rumah bila dibandingkan

6
dengan kebakaran yang terjadi pada kecelakaan pesawat terbang atau mobil.
Pada kasus-kasus kebakaran yang terjadi secara bertahap maka CO poisoning
dan smoke inhalation lebih sering bertanggung jawab dalam penyebab
kematian korban dibanding dengan luka bakar itu sendiri. Menghirup asap
pembakaran (Smoke Inhalation). Pada banyak kasus kematian, dimana cedera
panas pada badan tidak sesuai dengan penyebab kematian maka dikatakan
penyebab kematian adalah smoke inhalation. Asap yang berasal dari
kebakaran terutama alat-alat rumah tangga seperti furniture, cat , kayu, pernis,
karpet dan komponen-komponen yang secara struktural terdiri polystyrene,
polyurethane, polyvinyl dan material-material plastik lainnya dikatakan
merupakan gas yang sangat toksik bila dihisap dan potensial dalam
menyebabkan kematian.
b) Trauma mekanik
Kematian oleh karena trauma mekanik biasanya disebabkan karena runtuhnya
bangunan disekitar korban, atau merupakan bukti bahwa korban mencoba
untuk melarikan diri seperti memecahkan kaca jendela dengan tangan. Luka-
luka ini harus dicari pada waktu melakukan pemeriksaan luar jenasah untuk
memastikan apakah luka-luka tersebut signifikan dalam menyebabkan
kematian. Trauma tumpul yang mematikan tanpa keterangan antemortem
sebaiknya harus dicurigai sebagai suatu pembunuhan.
c) Luka bakar itu sendiri
Secara umum dapat dikatakan bahwa luka bakar seluas 30 – 50 % dapat
menyebabkan kematian.Pada orang tua dapat meninggal dengan presentasi
yang jauh lebih rendah dari ini, sedangkan pada anak-anak biasanya lebih
resisten. Selain oleh derajat dan luas luka bakar prognosis juga dipengaruhi
oleh lokasi daerah yang terbakar, keadaan kesehatan korban pada waktu
terbakar. Luka bakar pada daerah perineum, ketiak, leher, dan tangan
dikatakan sulit dalam perawatannya, oleh karena mudah mengalami
kontraktur.

7
d) Paparan panas yang berlebih
Environmental hypertermia dapat menjadi sangat fatal dan bisa menyebabkan
kematian. Bila tubuh terpapar gas panas, air panas atau ledakan panas dapat
menyebabkan syok yang disertai kolaps kardiovaskuler yang mematikan.

E. Aspek Yuridis
Penentuan kwalifikasi luka pada dasarnya untuk memenuhi keinginan
undang-undang dalam hal ini K.U.H.P pasal 351 ayat 1 dan ayat 2, pasal 352
ayat 1, pasal 353 ayat 2, pasal 354 ayat 1, dan pasal 360 ayat 1 dan 2. Dengan
demikian penyidik akan mengenal 3 (tiga) kwalifikasi luka yaitu (Abdul, Agung,
2017):
1. Luka yang tidak mengakibatkan penyakit atau halangan dalam melakukan
pekerjaan atau jabatan.
2. Luka yang mengakibatkan penyakit atau halangan dalam melakukan
pekerjaan atau jabatan untuk sementara waktu (…hari/…minggu/
…bulan).
3. Luka yang dimaksudkan dalam K.U.H.P pasal 90, yaitu:
a. Penyakit atau luka yang tak dapat diharapkan akan sembuh dengan
sempurna atau yang dapat mendatangkan bahaya maut;
b. Senantiasa tidak cakap mengerjakan pekerjaan jabatan atau pekerjaan
pencaharian;
c. Tidak dapat lagi memakai salah satu panca indra;
d. Mendapat cacat besar;
e. Lumpuh (kelumpuhan);
f. Akal (tenaga paham) tidak sempurna lebih lama dari empat minggu;
g. Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan.

8
KUHP Bab VII - Kejahatan Yang Membahayakan Keamanan Umum Bagi
Orang Atau Barang (Khumaisiyah dkk, 2015):
Pasal 187
Barang siapa dengan sengaja menimbulkan kebakaran, ledakan, atau banjir,
diancam:
1) Dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika karena perbuatan
tersebut di atas timbul bahaya umum bagi barang;
2) Dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun, jika karena perbuatan
tersebut di atas timbul bahaya bagi nyawa orang lain; 3. dengan pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh
tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul bahaya bagi nyawa
orang lain dan meng- akibatkan orang mati.

9
BAB III
PEMBAHASAN

A. Contoh Kasus
Serangan terror bom di Surabaya dan Sidoarjo yang terjadi pada Minggu,
13 Mei 2018 menelan korban 21 orang meninggal. TKP pertama di Gereja Santa
Maria Tak Bercela yang berlokasi di Ngagel Madya Surabaya. Yang meninggal
dunia tujuh orang. Dua pelaku, tiga jemaat, dan dua polisi. TKP kedua di Gereja
Kristen Indonesia (GKI) yang berlokasi di Jalan Diponegoro, mereka yang
meninggal dunia tiga pelaku bom bunuh diri, yaitu ibu dan dua anaknya.TKP
ketiga di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) yang berlokasi di Jalan Raya
Arjuno Surabaya, korban meninggal dunia ada delapan orang yang meninggal
dunia, termasuk satu pelaku bom bunuh diri (Liputan6). Sedangkan yang di
Sidoarjo, ada tiga orang yang meninggal. Itu satu keluarga, satu pria dan dua
perempuan (Kompas). Sementara korban luka-luka baik dari warga masyarakat
maupun petugas kepolisian berjumlah 57 orang. Di antara korban luka ada juga
anggota keluarga orang yang diduga menjadi pelaku pengeboman (CNN
Indonesia). Korban yang terkena ledakan bom di Jalan Arjuna, dia terkena
campuran bensin dan ia mengalami luka bakar hingga 90 persen. Jadi hampir total
seluruh tubuhnya terbakar (Republika). Dikutip dari detik.com, ada 3 korban teror
bom dalam kondisi kritis dengan luka bakar 90%.

B. Diskusi
Kekerasan oleh benda bersuhu tinggi akan dapat menimbulkan luka bakar
yang cirinya amat tergantung dari jenis bendanya, ketinggian suhunya serta
lamanya kontak dengan kulit. Api, benda padat panas atau membara dapat
mengakibatkan luka bakar derajat I, II, III, atau IV (Faridah dkk, 2012).

10
Berdasarkan contoh kasus di atas terdapat 57 korban mengalami luka-luka
dan beberapa korban mengalami luka bakar dengan derajat luka bakar 90%.
Penentuan derajat luka bakar tersebut menurut dr.Galih Manggala, SpKK dari
Rs.Permata Depok yang dikutip dari detik.com menjelaskan ada beberapa metode
untuk menghitung luas luka bakar. Salah satu yang sering digunakan adalah rule
of nine.
Luka bakar (combustio/burn) adalah cedera (injuri) sebagai akibat kontak
langsung atau terpapar dengan sumber-sumber panas (Tutik, 2012).
Luas luka bakar adalah faktor penentu berikutnya dalam menentukan
derajat luka pada kasus luka bakar. Perkiraan luas luka bakar yang umum
digunakan dalam pengelolaan kasus forensik klinik dan harus objektif. Patokan
yang masih dipakai dan diterima luas adalah dengan menggunakan metode
“Rule of Nine” dari Wallace dan Lund-Browder (Ratna, Yulia).
Luka bakar dengan ciri-ciri luka bakar superfisial thickness dengan luas
total kurang dari 10% total luas permukaan tubuh pada korban dengan usia di
atas dua tahun dan di bawah enam puluh tahun, secara umum dapat digolongkan
dalam derajat luka ringan. Luka bakar full thickness lebih dari 1% dari total luas
permukaan tubuh, atau lebih dari 5% dari total luas permukaan tubuh pada
partial-thickness, harus digolongkan dalam luka derajat sedang. Luka bakar
partial thickness atau lebih dalam, bila mengenai tangan, wajah, kaki atau
perineum, tanpa melihat luas total permukaan tubuh yang terkena, juga masuk
dalam penggolongan luka derajat sedang. Luka bakar yang masuk derajat ini,
memerlukan evaluasi seksama di rumah sakit. Kasus luka bakar harus
dipertimbangkan masuk dalam derajat luka berat bila luas daerah luka bakar
>40% dari total permukaan tubuh atau adanya jenis trauma lain yang simultan
terjadi pada tubuh korban (CBT), termasuk adanya inhalasi udara panas atau
iritan yang merusak saluran nafas (Kristanto, Kalangi, 2013).

11
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
- Luka adalah hilang atau rusaknya kontuinitas dari jaringan tubuh. Keadaan
ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau benda tumpul,
perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan.
- Kekerasan oleh benda bersuhu tinggi akan dapat menimbulkan luka bakar
yang cirinya amat tergantung dari jenis bendanya, ketinggian suhunya serta
lamanya kontak dengan kulit. Api, benda padat panas atau membara dapat
mengakibatkan luka bakar derajat I, II, III, atau IV.
- Luas luka bakar adalah faktor penentu. Perkiraan luas luka bakar yang umum
digunakan dalam pengelolaan kasus forensik adalah dengan menggunakan
metode “Rule of Nine” dari Wallace dan Lund-Browder.
- Kematian akibat luka bakar dapat bersifat segera (immediate) atau tertunda
(delayed).
- Penentuan kwalifikasi luka pada dasarnya untuk memenuhi keinginan
undang-undang dalam hal ini K.U.H.P pasal 351 ayat 1 dan ayat 2, pasal 352
ayat 1, pasal 353 ayat 2, pasal 354 ayat 1, dan pasal 360 ayat 1 dan 2.
- KUHP Bab VII Pasal 187 Kejahatan yang Membahayakan Keamanan Umum
Bagi Orang Atau Barang.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Abdul, Agung. 2017. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses


Penyidikan. Sagung Seto: Jakarta.
2. Alfanie dkk. 2017. Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal. Rajawali Pers:
Jakarta.
3. Faridah dkk. 2012. Traumatologi Forensik: Umur Luka. Bagian Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman
RSUD. Dr. Margono Soekarjo.
4. Khumaisiyah. 2015. Trauma Ledakan Bom. Departemen Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya Rsup Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
5. Kristanto, Kalangi. 2013. Penentuan Derajat Luka Dalam Visum Et Repertum
Pada Kasus Luka Bakar. Bagian Kedokteran Forensik & Medikolegal Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado.
6. Rahayu. 2017. Luka Bakar. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Dan Medikolegal
Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia Makassar.
7. Ratna, Yulia. Luka Bakar: Konsep Umum dan Investigasi Berbasis Klinis Luka
Antemortem dan Postmortem. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
8. Sahar. 2010. Deskripsi Luka. Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia
Makassar.
9. Soekry dkk. 2012. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Departeman Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga Surabaya.
10. Tutik. 2012. Penatalaksanaan Luka Bakar (Combustio). Akper Poltekkes Bhakti
Mulia Sukoharjo.
11. https://www.liputan6.com/news/read/3525138/korban-meninggal-di-3-gereja-di-
surabaya-bertambah-jadi-18-orang
(diakses pada senin, 21/05/2018 10.00 WIB)

13
12. https://regional.kompas.com/read/2018/05/14/09185021/polda-jatim-jumlah-
korban-bom-di-surabaya-dan-sidoarjo-17-orang
(diakses pada senin, 21/05/2018 10.20 WIB)
13. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180514194201-12-298164/korban-
tewas-teror-bom-surabaya-28-orang-57-luka
(diakses pada senin, 21/05/2018 11.45 WIB)
14. http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/18/05/15/p8qf9q384-
korban-bom-surabaya-mulai-luka-bakar-hingga-harus-amputasi
(diakses pada senin, 21/05/2018 12.00 WIB)

14

Anda mungkin juga menyukai