Anda di halaman 1dari 4

Diagnosis dan Penatalaksanaan Demam Tifoid

Togana Junisar Paniro1, Suzanna Ndraha2


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Divisi Gastroenterohepatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam,
Rumah Sakit Umum Daerah Koja, Jakarta, Indonesia

Abstrak
Demam tifoid merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella enterica
serovar typhi (S.typhi). Insidens penyakit ini sering dijumpai di negara-negara Asia dan dapat
ditularkan melalui makanan atau air yang terkontaminasi. Pada permulaan penyakit, biasanya
tidak tampak gejala atau keluhan dan kemudian timbul gejala atau keluhan seperti demam sore
hari dan serangkaian gejala infeksi umum dan pada saluran cerna. Diagnosis demam tifoid
ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan tambahan laboratorium. Terapi untuk
demam tifoid meliputi istirahat, pemberian anti mikroba, antipiretika, serta nutrisi dan cairan
yang adekuat.1
Laki-laki usia 43 tahun datang dengan keluhan demam sejak 1 minggu SMRS. Pasien
mengeluhkan demam yang semakin meningkat dan timbul menjelang sore hingga malam hari,
Terdapat pula keluhan sakit kepala, serta mual dan muntah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
suhu 36,7 derajat celcius, coated tongue. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan S.typhi O (+)
1/160.
Penatalaksanaan yang diberikan ialah pemberian anti mikroba yaitu injeksi ceftriaxone,
serta pengobatan simtomatik dengan pemberian paracetamol sebagai antipiretika dan laxadine
untuk konstipasi. Strategi pencegahan berupa perbaikan higiene dan makan makanan lunak yang
bergizi dan higienis.
Kata Kunci : Demam tifoid, S.typhi, coated tongue

Abstract
Typhoid fever is a systemic infection caused by Salmonella enterica serovar typhi (S.
typhi). The incidence of the disease is common in Asian countries and can be transmitted
through contaminated food or water. At the onset of the disease, there is usually no symptoms or
complaints and then symptoms or complaints such as an afternoon fever and a series of common
infection symptoms and on the gastrointestinal tract. Diagnosis of typhoid fever is made on the
basis of clinical features and additional examination of the laboratory. Treatment for typhoid
fever includes rest, anti-microbial administration, antipyretics, and adequate nutrition and
fluids.
The 43-year-old man came with a febrile complaint since 1 week of SMRS. Patients
develop an increased fever and arise late in the afternoon and into the night, headache, and
nausea and vomiting. On physical examination, the temperature is 36,7 degrees Celsius, coated
tongue. On the investigation obtained S.typhi O (+) 1/160.
The provision was given anti-microbial administration of ceftriaxone, as well as
symptomatic treatment with the administration of paracetamol as antipiretika and laxadine for
facilitate defecation. Prevention strategies include hygiene and hygienic soft foods.
Keywords: Typhoid fever, S.typhi, coated tongue

PENDAHULUAN
Demam tifoid merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella enterica
serovar typhi(S.typhi).2 Salmonella enterica serovar paratyphi A, B, dan C juga dapat
menyebabkan infeksi yang disebut demam paratifoid.3 Demam tifoid dan paratifoid termasuk
ke dalam demam enterik. Pada daerah endemik, sekitar 90% dari demam enterik adalah demam
tifoid.3 Dalam empat dekade terakhir, demam tifoid telah menjadi masalah kesehatan global
bagi masyarakat dunia. Diperkirakan angka kejadian penyakit ini mencapai 16 juta kasus di
Asia Tenggara dengan angka kematian mencapai 600.000 jiwa per tahun. Kejadian demam
tifoid di Indonesia sekitar 1100 kasus per 100.000 penduduk per tahunnya dengan angka
kematian 3,1-10,4%.4 Menurut Departemen Kesehatan RI penyakit ini menduduki urutan kedua
sebagai penyebab kematian pada kelompok umur 5-14 tahun di daerah perkotaan.5
Manusia adalah satu-satunya penjamu yang alamiah dan merupakan reservoir untuk
Salmonella typhi.1 Pada daerah endemik, infeksi paling banyak terjadi pada musim kemarau
atau permulaan musim hujan.1 Dosis yang infeksius adalah 103-106 organisme yang tertelan
secara oral.1,2 Infeksi dapat ditularkan melalui makanan atau air yang terkontaminasi oleh
feses. Di Indonesia, insidens demam tifoid banyak dijumpai pada populasi yang berusia 3-19
tahun.1
Setelah 7-14 hari tanpa keluhan atau gejala, dapat muncul keluhan atau gejala yang
bervariasi mulai dari yang ringan dengan demam yang tidak tinggi, malaise, dan batuk kering
sampai dengan gejala yang berat dengan demam yang berangsur makin tinggi setiap
harinya, rasa tidak nyaman di perut, serta beraneka ragam keluhan lainnya. Gejala yang biasanya
dijumpai adalah demam sore hari dengan serangkaian keluhan klinis, seperti anoreksia,
mialgia, nyeri abdomen, dan obstipasi. Dapat disertai dengan lidah kotor (coated tongue), nyeri
tekan perut, dan pembengkakan pada stadium lebih lanjut dari hati atau limpa atau kedua-
duanya.6

ILUSTRASI KASUS
Laki-laki usia 43 tahun datang dengan keluhan demam sejak 1 minggu SMRS. Pasien
mengeluhkan demam timbul menjelang sore dan malam hari, dan akan turun pada pagi hari.
Selain demam pasien juga mengeluhkan sering merasa sakit kepala nyut-nyuttan pada kedua sisi
kepala. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah setiap kali makan, sehingga tidak ada
makanan yang masuk. Pasien juga mengeluhkan nyeri ulu hati. Selain itu pasien mengeluhkan
sulit BAB sejak 1 minggu ini. Sebelumnya pasien sudah berobat dan mengonsumsi obat penurun
panas namun setelah obat habis pasien kembali demam. Pasien memiliki kebiasaan makan
makanan yang kurang bersih di sekitar tempat tinggal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan berat badan 56 kg dan tinggi badan 162 cm, dengan
IMT 21,4 yang menunjukkan berat badan lebih. Pada pemeriksaan tekanan darah didapatkan
100/70 mmHg. Konjungtiva anemis kanan dan kiri, sklera tidak ikterik, coated tongue, suhu 36,7
derajat celcius, dan nyeri tekan epigastrium. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 16.0
g/dl, dan pada pemeriksaan serologi S.typhi O positif 1/160.
Pada saat datang pasien didiagnosis demam tifoid. Pasien diberikan terapi berupa IVFD
RL 12 tetes/menit, paracetamol tablet 500 mg 3 x 1, injeksi ceftriaxone 2 x 1 g, dan laxadine syr
3x1C.

DISKUSI
Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2003, terdapat 17 juta kasus
demam tifoid di seluruh dunia dengan angka kematian mencapai 600.000 kasus.2 Di negara
berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan 95% adalah rawat jalan.3 Di Indonesia terdapat
900.000 kasus dengan angka kematian sekitar 20.000 kasus.3 Menurut data Hasil Riset Dasar
Kesehatan (RISKESDAS) tahun 2007, demam tifoid menyebabkan 1,6% kematian penduduk
Indonesia untuk semua umur.4
Kasus ini merupakan kasus demam tifoid dengan keluhan demam sejak 1 minggu.
Patogenesis terjadinya demam tifoid merupakan suatu proses yang kompleks yang melalui
beberapa tahapan.7 Setelah kuman Salmonella typhi tertelan, kuman tersebut dapat bertahan
terhadap asam lambung dan masuk ke dalam tubuh melalui mukosa usus pada ileum terminalis.2
Periode inkubasi ini terjadi selama 7-14 hari.1
Diagnosis demam tifoid ditegakkan berdasarkan gejala klini yang ada berupa demam
sejak 1 minggu, dengan sifat demam yang semakin meningkat setiap harinya. Demam cenderung
muncul pada sore menjelang malam hari dan akan turun pada pagi hari. Selain demam, pasien
juga mengeluhkan adanya sakit kepala seperti ditusuk-tusuk, dan keluhan gastrointestinal berupa
nyeri ulu hati dan sulit BAB, serta adanya kebiasaan gemar jajan di sekolah dan mengonsumsi
makanan yang kurang terjaga higienisnya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu 36,7 derajat
celcius, konjungtiva anemis, coated tongue, dan pada palpasi didapat nyeri tekan epigastrium.
Didukung pula oleh hasil pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan serologi didapat S.typhi
O positif 1/160.1
Prinsip penatalaksanaan yang diberikan pada kasus demam tifoid adalah menganut
trilogi penatalaksanaan yang meliputi istirahat dan perawatan, diet dan terapi penunjang baik
simptomatik maupun suportif), serta pemberian antimikroba. Pada pasien ini diberikan terapi
awal yang diberikan bersifat simtomatis dam suportif berupa IVFD RL 12 tetes/menit,
paracetamol tablet 500 mg 3 x 1, injeksi ceftriaxone 1x2gr, dan laxadine 3x1C.5 Tujuan
diberikannya terapi ini adalah untuk mencapai keadaan bebas demam dan gejala, mencegah
terjadinya komplikasi, dan menghindari kematian. Strategi pencegahan yang dipakai adalah
untuk selalu menyediakan makanan dan minuman yang tidak terkontaminasi, hygiene
perorangan terutama menyangkut kebersihan tangan dan lingkungan, sanitasi yang baik, dan
tersedianya air bersih sehari-hari.1,5
KESIMPULAN
Diagnosis demam tifoid ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan tambahan
dari laboratoriun. Pada kasus ini dapat ditegakkan diagnosis demam tifoid karena pada
pemeriksaan serologi didapatkan peningkatan titer yaitu S,typhi O (+) 1/160. Terapi yang
diberikan berupa antimikroba, antipiretik sesuai dengan simptom yang ada.

DAFTAR PUSTAKA
1. Nelwan RHN. Cermin Dunia Kedokteran : Tatalaksana Terkini Demam Tifoid. Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM. Jakarta. 2012;39(4).
2. Bhan MK, Bahl R, Bhatnagar S. Typhoid Fever and Paratyphoid Fever. Lancet 2005; 366:
749-62.
3. Parry CM. Epidemiological and clinical aspects of human typhoid fever. 2005.
4. Bhutta ZA. Typhoid fever: current concepts. Infect Dis Clin Pract 2006; 14: 266-72
5. Pohan HT. Management of resistant Salmonella infection. Paper presented at: 12th. Jakarta
Antimicrobial Update; 2011 April 16-17.
6. Zulkarnain I. Diagnosis demam tifoid. In: Zulkarnain I, Editors. Buku panduan dan diskusi
demam tifoid. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI;
2000: p.6-12.

Anda mungkin juga menyukai