Anda di halaman 1dari 29

PRESENTASI KASUS

G1P0A0 hamil preterm 30 minggu dengan Preeklampsia Berat + HELLP Syndrome

Pendamping PIDI RSUD Cileungsi :

dr. Aprizal, MARS

DPJP :

dr. Edwin Perdana, Sp. OG

Disusun Oleh :

Prilia Pratiwi Munda


BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS
Nama : Ny. NA
TTL : 19 September 2001/ 20 tahun
Status : Menikah 1x
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Alamat :Kp. Pabuaran, Bojong Gede. Bogor
TMRS : 22 Juli 2022
Pendidikan terakhir : SMA

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Pusing

Riwayat Penyakit Sekarang :


Seorang pasien datang ke RSUD Cileungsi dengan keluhan pusing sejak 3 hari
SMRS. Pasien rujukan dari Rs.Citama dengan G1P0A0 uk 30 minggu dan dirawat inap pada
tanggal 19 Juli 2022 . Keluhan disertai rasa mual (+), muntah (+) 2x dan pandangan kabur.
Perut kencang-kencang dan keluar cairan dari jalan lahir disangkal. Nafsu makan selama
kehamilan baik. BAB dan BAK lancar tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Hipertensi (-), DM (-), asma (-)

Riwayat Kontrasepsi : (-)

Riwayat Obat :-

Riwayat Kehamilan :
HPHT : 14 Desember 2021
Usia kehamilan : 30 minggu
Taksiran Tanggal Persalinan : 21 September 2022
ANC tidak rutin

Riwayat Perkawinan :
Perkawinan 1 kali
Lama menikah: 1 tahun

Riwayat Menstruasi
Menarche : usia 12 tahun
Siklus : 30 hari
Lama : 5 hari
Menstruasi tidak pernah nyeri berlebihan, perdarahan selama menstruasi normal ganti
pembalut 2-3 kali per hari

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit jantung, darah tinggi, kencing manis,
asma dan alergi.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 187/128 mmHg
Nadi : 104 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Suhu : 37.5 °C
Kepala
Rambut : Hitam, Sukar dicabut
Wajah : Simetris, edema
Mata : Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), reflex cahaya langsung
(+/+), reflex cahaya tidak langsung (+/+), pupil isokor
Mulut : Simetris
Leher

Inspeksi : Simetris
Palpasi : Pembesaran KGB (-), distensi vena jugularis (-)

Thoraks
Paru Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : retraksi (-/-), fremitus (N/N)
Perkusi : redup (-/-)
Auskultasi : suara vesikuler (+/+), wheezing (-/-) ronkhi (-/-)
Jantung Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung relatif dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I dan II regular

Abdomen
Inspeksi : Besar, linea nigra (+) striae gravidarum (+)
Hepar : Sulit dinilai
Lien : Sulit dinilai
Ekstremitas
Superior: Akral hangat, udem (-)
Inferior: Akral hangat, udem (+), refleks patella (+)

STATUS OBSTETRI
Pemeriksaan Luar
Leopold I - TFU: 18 cm, presentasi bokong
Leopold II - kanan teraba bagian yang rata dan memanjang (punggung), kiri teraba bagian
kecil (ekstremitas)
Leopold III – presentasi kepala, belum masuk PAP
Leopold IV - konvergen
Pemeriksaan Dalam : Tidak dilakukan
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium 22 Juli 2022

Pemeriksaan Unit Hasil Normal

Hemoglobin g% 10,6 12 – 14

Eritrosit x 106 5.4 4.0 – 5.0

Leukosit uL 14700 5000 – 10000

Hematokrit % 35 37 – 46

Trombosit uL 574000 150000 – 450000

LED mm/jam 5 < 15

MCV Fl 65 82 – 92

MCH Pg 20 27 – 31

MCHC g% 31 32 – 36

Basophil % 0 0–1

Eosinophil % 1 1–3

Netrofil % 68 50 – 70

Limfosit % 24 20 – 40

Monosit % 7 2 -8

Liver Function Test


AST : 105 (N: < 37)
ALT : 136 (N: < 42)
Renal Function Test
Ureum : 32 (N: < 50)
Kreatinin : 0.6 (N: 0.5 – 1.5)
Imunoserologi
Anti HIV ½ Rapid Non reaktif
Swab Antigen SARS CoV 2 Negatif
B. Pemeriksaan EKG

V. RESUME

Seorang perempuan datang ke RSUD Cileungsi dengan keluhan pusing sejak 3 hari SMRS.
Pasien rujukan dari RS Citama dengan G1P0A0 uk 30 minggu dan dirawat inap pada tanggal
19 Juli 2022 . Keluhan disertai rasa mual (+), muntah (+) 2x dan pandangan kabur. Perut
kencang-kencang dan keluar cairan dari jalan lahir disangkal. Pasien mengatakan tidak rutin
memeriksakan kehamilannya setiap bulan. Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes
dan asma sebelumnya. Pada pemeriksaan luar :
Leopold I - TFU: 18 cm, presentasi bokong
Leopold II - kanan teraba bagian yang rata dan memanjang (punggung), kiri teraba bagian
kecil (ekstremitas)
Leopold III – presentasi kepala, belum masuk PAP
Leopold IV - konvergen
Pemeriksaan penunjang laboratorium darah didapatkan peningkatan SGOT, SGPT,eritrosit,
leukosit dan trombosit.

VI. DIAGNOSIS
G1P0A0 hamil preterm 30 minggu dengan Preeklampsia Berat + HELLP Syndrome

VII. RENCANA PENGELOLAAN

Diagnostik : Pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, USG, dan CTG


Terapeutik : Pengelolaan cairan infus, Protap MgSO4, antihipertensi
Edukasi : Edukasi mengenai tanda bahaya preeklampsia berat. Edukasi terhadap resiko
penyakit terhadap ibu dan janin.

VIII. PENATALAKSANAAN

a. VT tunda + observasi tanda vital


b. Nifedipine 20 mg, selanjutnya 10 mg/30 menit (maks 120 mg)
c. Valisanbe 2 x 5 mg iv
d. Mefinal 3x500 mg
e. Pasang Kateter urin
f. Dexamethasone 10 mg/12 jam
g. Protap MgSO4 20 %
h. Rencana terminasi kehamilan
i. Jika observasi mulas-mulas, rencana cito

Follow Up
Tanggal Follow up Planning
22/07/2022 S: pusing (+) 1. Penuhi syarat pemberian
O: MgSo4
Ku: Baik 2. Pemberian dosis awal 4
Kesadaran : compos mentis gr (20cc) MgSo4 larutan
TD : 172/105 mmHg 20%, bolus IV selama 15-20
HR :82 x menit
RR : 20 x 3. Dosis rumatan 1gr/jam
T : 36,4 oC pada 6 jam pertama dalam
A: G1P0A0 hamil preterm 30 infus RL 500 cc (28 gtt/i)
minggu dengan Preeklampsia 4. Dexamethasone 10 mg/12
Berat + HELLP Syndrome jam
5. Nifedipine 20 mg,
selanjutnya 10 mg/30 menit
(maks 120 mg)
23/07/2022 S: pusing (+) Monitor TTV
O: Memberikan terapi sesuai
KU baik advis
TD:202/122 mmHg
HR: 99 x
RR:22 x
T:36,0 oC

A: G1P0A0 hamil preterm 30


minggu dengan Preeklampsia
Berat + HELLP Syndrome BAB 2

24/07/2022 S: pusing (-) Monitor TTV


O: Memberikan terapi sesuai
KU baik advis
TD:164/124 mmHg
HR: 82 x
RR:20 x
T:36,2 oC
DJJ: 144x/menit

A: G1P0A0 hamil preterm 30


minggu dengan Preeklampsia
Berat + HELLP Syndrome
25/07/2022 S: pusing (-) Monitor TTV
O: Memberikan terapi sesuai
KU baik advis
TINJAUAN PUSTAKA

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik dan diastolik ≥ 140/90 mmHg. Pengukuran
tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam. Kenaikan tekanan darah
sistolik ≥ 30 mmHg dan kenaikan tekanan darah diastolik ≥ 15 mmHg sebagai parameter
hipertensi sudah tidak dipakai lagi. Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan
Report of the National High Blood Pressure Education Program Working Group on High
Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001 adalah :1,2
 Hipertensi kronik
Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu
atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan
hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca persalinan.
 Preeklampsia
Pre-eklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai
dengan proteinuria (300 mg protein dalam urin selama 24 jam atau sama dengan ≥ 1+
dipstick) serta edema generalisata (anasarka) atau kenaikan berat badan > 0,57
kg/minggu.
 Eklampsia
Eklampsia adalah pre-eklampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau koma.
 Hipertensi kronik dengan superimposed pre-eklampsia
Hipertensi kronik dengan superimposed pre-eklampsia adalah hipertensi kronik
disertai tanda-tanda pre-eklampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria.
 Hipertensi gestasional (transient hypertension)
Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai
proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan atau
kehamilan dengan tanda-tanda pre-eklampsia tetapi tanpa proteinuria.

Preeklamsia1,2
Preeklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda khas tekanan darah tinggi
(hipertensi), pembengkakan jaringan (edema anasarka), dan ditemukannya protein dalam urin
(proteinuria) yang timbul karena kehamilan.
Preeklampsia dan eklampsia adalah penyakit hipertensi dalam kehamilan dengan gejala
utama hipertensi akut pada wanita dengan usia kehamilan lebih dari 20 minggu dan wanita
dalam masa nifas. Pada wanita tingkat tanpa kejang disebut preeklampsia dan pada tingkat
dengan kejang disebut eklampsia. Pada umumnya, preeklampsia dan eklampsia baru timbul
sesudah minggu ke-20, setelah persalinan gejala-gejalanya menghilang dengan sendiri. Untuk
diagnosis preeklampsia pada wanita yang hamil 20 minggu atau lebih, ditemukan sekurang-
kurangnya hipertensi dan proteinuria. Namun demikian proteinuria bisa saja tidak ada apabila
timbul hipertensi yang disertai dengan nyeri kepala, penglihatan menjadi kabur, nyeri
abdominal atau dari pemeriksaan laboratorium ditemukan gangguan enzim hati, maka
keadaan ini sangat dicurigai suatu preeklampsia (atypical preeclampsia).
Dikatakan hipertensi apabila tekanan sistolik 140 mmHg atau kenaikan 30 mmHg
diatas tekanan biasanya. Tekanan diastolik 90 mmHg atau lebih atau kenaikan 15 mmHg
diatas biasanya. Tekanan ini diperoleh dengan sekurang-kurangnya pengukuran dua kali
dengan selang waktu 6 jam.
Proteinuria adalah protein lebih dari 0,3gr/L dalam urin 24 jam atau lebih dari 1gr/L pada
pemeriksaan urin sewaktu. Proteinuria ini harus ada dalam 2 hari berturut-turut atau lebih.1,2
Dari gejala-gejala klinik preeklampsia dapat dibagi menjadi preeklampsia ringan dan
preeklampsia berat.
Pembagian preeklampsia menjadi berat dan ringan tidaklah berarti adanya dua
penyakit yang jelas berbeda, sebab seringkali ditemukan penderita dengan preeklampsia
ringan dapat mendadak mengalami kejang dan jatuh dalam koma.
Preeklamsia berat merupakan salah satu jenis hipertensi dalam kehamilan yang
sering terjadi. Yang dimaksud dengan preeklamsia adalah sindrom spesifik-kehamilan berupa
berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah dan proteinuria. Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas
20 minggu, paling banyak terlihat pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul
kapan saja pada pertengahan kehamilan. Preeklampsia dapat berkembang dari preeklampsia
yang ringan sampai preeklampsia yang berat.3

2.1 Epidemiologi
Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang
mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan
lain-lain. Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-10%, sedangkan di Amerika
Serikat dilaporkan bahwa kejadian preeklampsia sebanyak 5% dari semua kehamilan, yaitu
23,6 kasus per 1.000 kelahiran. Pada primigravida frekuensi preeklampsia lebih tinggi bila
dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda, Sudinaya (2000)
mendapatkan angka kejadian preeklampsia dan eklampsia di RSU Tarakan Kalimantan Timur
sebesar 74 kasus (5,1%) dari 1431 persalinan selama periode 1 Januari 2000 sampai 31
Desember 2000, dengan preeklampsia sebesar 61 kasus (4,2%) dan eklampsia 13 kasus
(0,9%). Dari kasus ini terutama dijumpai pada usia 20-24 tahun dengan primigravida
(17,5%). Diabetes melitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari
35 tahun dan obesitas merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklampsia.
Peningkatan kejadian preeklampsia pada usia > 35 tahun mungkin disebabkan karena adanya
hipertensi kronik yang tidak terdiagnosa dengan superimposed PIH. 4
Di samping itu, preeklampsia juga dipengaruhi oleh paritas. Surjadi, dkk (1999)
mendapatkan angka kejadian dari 30 sampel pasien preeklampsia di RSU Dr. Hasan Sadikin
Bandung paling banyak terjadi pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu sebanyak 19 kasus dan juga
paling banyak terjadi pada usia kehamilan diatas 37 minggu yaitu sebanyak 18 kasus. Wanita
dengan kehamilan kembar bila dibandingkan dengan kehamilan tunggal, maka
memperlihatkan insiden hipertensi gestasional (13 % : 6 %) dan preeklampsia (13 % : 5 %)
yang secara bermakna lebih tinggi. Selain itu, wanita dengan kehamilan kembar
memperlihatkan prognosis neonatus yang lebih buruk daripada wanita dengan kehamilan
tunggal.

2.2 Faktor Risiko


Sampai sekarang belum ada teori yang pasti tentang bagaimana penyebab terjadinya
preeklamsi. Namun ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya preeklamsia,
yaitu :1,2,3
 Riwayat preeklamsia
 Primigravida
 Kegemukan/obesitas
 Kehamilan ganda
 Riwayat penyakit tertentu

2.3 Etiologi
Etiologi preeklampsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori-
teori yang dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya, oleh
karena itu disebut “penyakit teori”; namun belum ada yang memberikan jawaban yang
memuaskan. Teori sekarang yang dipakai sebagai penyebab preeklampsia adalah teori
“iskemia plasenta”. Namun teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang berkaitan
dengan penyakit ini. Adapun etiologi yang diperoleh dari teori-teori tersebut adalah : 1-4
 Peran Prostasiklin dan Tromboksan. Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan
kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-
sel endotelial plasenta berkurang, sedangkan pada kehamilan normal, prostasiklin
meningkat. Sekresi tromboksan oleh trombosit bertambah sehingga timbul
vasokonstriksi generalisata dan sekresi aldosteron menurun. Akibat perubahan ini
menyebabkan pengurangan perfusi plasenta sebanyak 50%, hipertensi dan penurunan
volume plasma.
 Peran Faktor Imunologis. Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama
karena pada kehamilan pertama terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap
antigen plasenta tidak sempurna. Pada preeklampsia terjadi kompleks imun humoral
dan aktivasi komplemen. Hal ini dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan
proteinuria. 1-4
 Peran Faktor Genetik . Preeklampsia hanya terjadi pada manusia. Preeklampsia
meningkat pada anak dari ibu yang menderita preeklampsia.
 Iskemik dari uterus. Terjadi karena penurunan aliran darah di uterus 1-4
 Defisiensi kalsium. Diketahui bahwa kalsium berfungsi membantu mempertahankan
vasodilatasi dari pembuluh darah.
 Disfungsi dan aktivasi dari endotelial. Kerusakan sel endotel vaskuler maternal
memiliki peranan penting dalam patogenesis terjadinya preeklampsia. Fibronektin
dilepaskan oleh sel endotel yang mengalami kerusakan dan meningkat secara
signifikan dalam darah wanita hamil dengan preeklampsia. Kenaikan kadar
fibronektin sudah dimulai pada trimester pertama kehamilan dan kadar fibronektin
akan meningkat sesuai dengan kemajuan kehamilan.

2.4 Patofisiologi
Preeklamsia termasuk dalam hipertensi dalam kehamilan. Patofisiologi dari hipertensi
dalam kehamilan tidak dapat dijelaskan dalam satu teori saja. Teori-teori yang sekarang
banyak dianut adalah :2
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim, dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-
cabang arteri uterina dan erteria ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus
miometrium berupa arteri arkuata dan arteri arkuata memberi cabang arteria radialis.
Arteria radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis
memberi cabang arteria spiralis.
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke dalam
lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut
sehingga terjadi dilatasi arteria spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan
sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan
lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen
arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi
vaskular, dan peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta. Akibatnya aliran
darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat
menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan ‘remodeling arteri
spiralis’.
Pada hipertensi dalam kehamilan, tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada laisan otot
arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi
tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami
distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi,
dan terjadi kegagalan ‘remodeling arteri spiralis’, sehingga aliran darah uteroplasenta
menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta
akan menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan patogenesis
hipertensi dalam kehamilan selanjutnya.
Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedangkan
pada preeklamsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri
spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke uteroplasenta.
2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam kehamilan
terjadi kegagalan ‘remodeling arteri spiralis’, dengan akibat plasenta mengalami
iskemia. Plasenta yang bebas mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan
oksidan atau sering disebut radikal bebas.
Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima elektron atau molekul yang
mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang
dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya
terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada
manusia adalah suatu proses normal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk
perlindungan tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah iungkin dahulu dianggap
sebagai bahan toksin yang beredar dialam darah, maka dulu hipertensi dalam
kehamilah disebut “toksemia”.
Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak asam lemak
tidak jenuh menjadi peroksia lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membran
sel, juga akan merusak nukleus dan protein sel endotel. Dalam kondisi normal,
produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh selalu diimbangi dengan produksi
antioksidan.
Pada hipertensi dalam kehamilan, telah terbukti bahwa kadar okasidan, khususnya
peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan menurun, sehingga terjadi
dominasi kadar oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi.
Peroksida lemak sebagai oksidan yang sangat toksis ini akan beredar di seluruh tubuh
dalam aliran darah dan akan merusak membran sel endotel.
Membran sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak,
karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak
asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan
radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida lemak.
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel
endotel yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel. Kerusakan membran
sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh
struktur sel endotel. Keadaan ini disebut disfungsi endotel. Pada disfungsi endotel,
terjadi gangguan metabolisme prostaglandin, kerusakan agregasi sel trombosit yang
mengakibatkan vasokonstriksi, peningkatan permeabilitas kapiler, peningkatan
produksi bahan vasopresor seperti edotelin, dan peningkatan faktor koagulasi.
3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam
kehamilan terbukti dengan fakta sebagai berikut :
 Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam
kehamilan jika diibandingkan dengan multigravida. Ibu multipara yang
kemudian menikah lagi mempunya risiko lebih besar terjadinya hipertensi
dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami sebelumnya.
 Seks oral mempunyai risiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam
kehamilan. Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah
makin lama periode ini, makin kecil terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
 Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya hasil
konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte
antigen protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respon
imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi. Adanya HLA-G pada
plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel natural killer (NK)
ibu.
 Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam
jaringan desidua ibu. Jadi, HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya
invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu, disamping untuk menghadapi
sel NK. Pada plasenta dipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi
HLA-G. Berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta, menghambat
invasi trofopbblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar
jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga memudahkan terjadinya
dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga merangsang produksi sitikon, yang
memudahkan terjadinya reaksi inflamasi.
Pada awal trimester kedua kehamiln, perempuan dengan kecenderungan terjadi
preeklamsia ternyata memiliki proporsi sel Helper yang lebih rendah dibanding pada
normotensif.
4. Teori adaptasi kardiovaskular
Pada hamil normal, pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopressor.
Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan vasopresor,
atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon
vasokonstriksi. Pada kehamilan normal, terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap
bahan vasopresor adalah akibat dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel
endotel pembuluh darah.
Pada hipertensi dalam kehamilan, terjadi kehilangan daya refrakter terhadap bahan
vasokonstriktor dan terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopressor.
Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga
pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor. Peningkatan
kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah
dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu.
5. Teori defisiensi gizi
Penelitian yang dilakukan tentang pengaruh diet pada preeklamsia beberapa waktu
sebelum pecahnya Perang Dunia II menunjukkan bahwa suasana serba sulit mendapat
gizi yang cukup dalam masa persiapan perang menimbulkan kenaikan insiden
hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi
minyak ikan, termasuk minyak hati halibut, dapat mengurangi risiko preeklamsia.
Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat
produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi
pembuluh darah.
6. Teori inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas ke dalam sirkulasi darah
merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan normal
plasenta juga melepaskan debris trofoblas, sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan
nekrotik trofoblas, akibat reaksi stress oksidatif.
Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang timbulnya proses
inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar,
sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas normal. Berbeda dengan proses
apoptosis pada preeklamsia. Pada preeklamsia terjadi peningkatan stress oksidatif
sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin
banyak sel trofoblas plasenta, misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda, maka
reaksi stress oksidatif akan sangat meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas
juga makin meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah
ibu menjadi jauh lebih besar, dibanding reaksi inflamasi pada kehamilan normal.
Respon inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel makrofag/granulosit,
yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan
gejala-gejala preeklamsia pada ibu.

2.5 Manifestasi Klinis


Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia,
penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah. Gejala-gejala ini
sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa
eklampsia akan timbul. Tekanan darah pun akan meningkat lebih tinggi, edema dan
proteinuria bertambah meningkat. 1,2,3
Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi; peningkatan tekanan sistolik
30mmHg dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat lebih dari 140/90mmHg.
Tekanan darah pada preeklampsia berat meningkat lebih dari 160/110 mmHg dan disertai
kerusakan beberapa organ. Selain itu kita juga akan menemukan takikardia, takipnu, edema
paru, perubahan kesadaran, hipertensi ensefalopati, hiperefleksia, pendarahan otak. 1-4

2.6 Diagnosis
Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan
laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi dua
golongan yaitu : 5
1. Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
 Tekanan darah 140/90 mmHg setelah 20 minggu kehamilan dengan
riwayat tekanan darah normal.
 Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine
kateter atau midstream.
 Edema pada lengan, muka, perut, atau edema geralisata. Edema lokal tidak
dimasukkan dalam kriteria preeklamsia.
2. Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:
 Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110
mmHg atau lebih. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil
sudah dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.
 Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+.
 Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.
 Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di
epigastrium kuadran kanan atas abdomen (teregang kapsula Glisson).
 Kenaikan kadar kreatinin plasma
 Terdapat edema paru dan sianosis
 Trombositopeni berat <100.000 sel/mm 3 atau penurunan trombosit dengan
cepat.
 Gangguan fungsi hati : peningkatan kadar SGOT dan SGPT.
 Pertumbuhan janin terhambat.
 Sindrom HELLP
Sindrom HELLP 6
Sindroma HELLP yang merupakan singkatan dari Hemolysis, Elevated Liver
Enzymes dan Low Platelet counts pertama sekali dilaporkan oleh Louis Weinstein tahun 1982
pada penderita preeklamsia berat. Sindroma ini merupakan kumpulan gejala multisistem pada
penderita preeklamsia berat dan eklamsia yang terutama ditandai dengan adanya hemolisis,
peningkatan kadar enzim hepar dan penurunan jumlah trombosit (trombositopenia).
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, ada dua klasifikasi pada sindoma HELLP.
Menurut Audibert dkk, dikatakan sindroma HELLP partial apabila hanya dijumpai satu atau
lebih perubahan parameter sindroma HELLP seperti hemolysis (H), elevated liver enzymes
(EL) dan low platelet (LP). Dan sindroma HELLP murni apabila dijumpai perubahan pada
ketiga parameter tersebut. Selanjutnya sindroma HELLP partial dapat dibagi atas beberapa
sub grup, yaitu Hemolysis (H), Low Platelet counts (LP), Hemolysis + low platelet counts
(H+LP), dan hemolysis + elevated liver enzymes (H+EL).
Klasifikasi yang kedua hanya berdasarkan jumlah platelet. Menurut klasifikasi ini,
Martin mengelompokkan penderita sindroma HELLP dalam 3 kategori, yaitu: kelas I jumlah
platelet ≤ 50.000/mm3, kelas II jumlah platelet > 50.000 - ≤ 100.000/mm 3 dan kelas III
jumlah platelet > 100.000 - ≤ 150.000/ mm3.6

Tabel 1 Klasifikasi Sindroma HELLP


Sindroma HELLP merupakan salah satu keadaan preeklampsia  yang memburuk yang
dapat didiagnosis dengan parameter laboratorium,  sementara proses kerusakan endotel juga
terjadi diseluruh sistem tubuh, karenanya diperlukan suatu parameter yang lebih dini dimana
preeklampsia belum sampai menjadi perburukan, dan dapat ditatalaksana lebih awal yang
akan menurunkan terutama morbiditas dan mortalitas ibu, dan mendapatkan janin se-
viable mungkin.
Diagnosis sindroma HELLP yang paling pasti dengan adanya tanda-tanda dan gejala
preeklampsia-eklampsia pada pasien hamil bersama dengan tiga serangkai kelainan
laboratorium menunjukkan hemolisis mikroangiopati, disfungsi hepar dan trombositopenia.
Meskipun dianggap sebagai standar emas, biopsi hati jarang diperlukan untuk menegakkan
diagnosis. Temuan histologis umum di biopsi tersebut meliputi perdarahan periportal dan
deposit fibrin di sinusoid hati.6

Tabel 2 Diagnosis sindroma HELLP

2.7 Pembagian Preeklamsia Berat


Dibagi menjadi preeklamsia berat dengan impending eclampsia kalau disertai gejala-
gejala subjektif seperti nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri
epigastrium, kenaikan progresif tekanan darah dan preeklamsia berat tanpa impending
eclampsia.2
Perubahan Sistem dan Organ pada Preeklampsia
Volume Plasma
Pada hamil normal volume plasma meningkat dengan bermakna (hipervolemia) untuk
memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin. Peningkatan terjadi pada umur kehamilan 32-34
minggu. Pada preeklampsia terjadi penurunan volume plasma antara 30-40% (hipovolemia)
diimbangi dengan vasokonstriksi, sehingga terjadi hipertensi.2
Fungsi Ginjal
Perubahan fungsi ginjal disebabkan oleh hal-hal berikut :
- Menurunnya aliran darah ke ginjal karena hipovolemia sehingga terjadi oliguria sampai
anuria
- Kerusakan sel glomerulus (Glomerulus Capillary Endotheliosis) mengakibatkan
meningkatnya permeabilitas membran basalis sehingga terjadi kebocoran dan
mengakibatkan proteinuria
- Proteinuria terjadi jauh pada akhir kehamilan sehingga kadang proteinuria timbul setelah
janin lahir.
- Gagal ginjal akut terjadi akibat nekrosis tubulus ginjal.
- Dapat terjadi kerusakan intrinsik jaringan ginjal, akibat dari vasospasme pembuluh darah.
Dapat diatasi dengan pemberian DOPAMIN agar terjadi vasodilatasi pembuluh darah
Proteinuria
Bila timbul :
- Sebelum hipertensi, merupakan gejala penyakit ginjal
- Tanpa hipertensi, maka dapat dipertimbangkan sebagai penyulit kehamilan
- Tanpa kenaikan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, umumnya ditemukan pada ISK atau
anemia.
- Proteinuria merupakan syarat untuk diagnosis preeklampsia, tetapi proteinuria umumnya
jauh pada akhir kehamilan, sehingga sering dijumpai preeklampsia tanpa proteinuria,
karena janin sudah lahir lebih dahulu
- Pengukuran proteinuria, dapat dilakukan dengan (a) urin dipstick : 100 mg/l atau +1,
sekurang-kurangnya diperiksa 2x urin acak selang waktu 6 jam, dan (b) pengumpulan
proteinuria dalam 24 jam. Dianggap patologis bila besaran proteinuria ≥ 300 mg/24 jam.

Asam Urat Serum, Kreatinin Plasma, Oliguria dan Anuria


Karena hipovolemia (turunnya aliran darah ke ginjal), sehingga sekresi asam urat menurun,
dan terjadi peningkatan asam urat serum. Hal ini terjadi juga pada kreatinin plasma yang
meningkat akibat turunnya filtrasi glomerulus, sehingga menurunnya sekresi kreatinin dalam
ginjal. Dapat mencapai kadar kreatinin plasma ≥ 1 mg/cc, dan biasanya terjadi pada PEB
dengan penyulit pada ginjal. Dalam hal ini berlaku juga bagi oliguria atau anuria yang
menggambarkan beratnya hipovolemia.

Elektrolit
Kadar elektrolit total menurun pada waktu hamil normal. Pada preeklampsia kadar elektrolit
total sama seperti hamil normal, kecuali bila diberi diaretikum banyak, restriksi konsumsi
garam, atau pemberian cairan oksitosin yang bersifat antidiuretik. PEB yang mengalami
hipoksia dapat menimbulkan gangguan keseimbangan asam basa. Kadar natrium dan kalium
pada PE sama dengan hamil normal, yaitu sesuai dengan proporsi jumlah air dalam tubuh.

Tekanan Osmotik Koloid/Tekanan Onkotik


Pada preeklampsia tekanan onkotik makin menurun karena kebocoran protein dan
peningkatan permeabilitas vaskular.

Edema
Edema terjadi karena hipoalbuminemia, atau kerusakan sel endotel kapilar. Edema yang
patologik adalah edema yang nondependen pada muka dan tangan, atau edema generalisata,
dan biasanya disertai dengan kenaikan berat badan yang cepat.

Hepar
Dasar perubahan pada hepar adalah vasospasme, iskemia, dan perdarahan. Bila terjadi
perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel hepar dan peningkatan
enzim hepar. Perdarahan dapat meluas hingga dibawah kapsular hepar dan disebut
subkapsular hematoma. Subkapsular hematoma menimbulkan rasa nyeri di epigastrium dan
dapat menimbulkan ruptur hepar sehingga diperlukan pembedahan.2
Neurologik
- Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan vasogenik edema.
- Spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan visus. Gangguan visus dapat
berupa : pandangan kabur, skotomata, amaurosis yaitu kebutaan tanpa jelas adanya
kelainan dan ablasio retina (retinal detachment)
- Dapat timbul kejang eklamptik yang faktor resikonya bisa dari edema serebri,
vasospasme serebri dan iskemia serebri.
Kardiovaskular
Peningkatan cardiac afterload akibat hipertensi dan penurunan cardiac preload akibat
hipovolemia.

Paru-paru
Edema paru oleh karena kerusakan endotel pembuluh darah kapiler paru, dan menurunnya
diuresis.2

Janin
Preeklamsia dan eklamsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin yang disebabkan
oleh menurunnya perfusi uteroplasenta, hipovolemia, vasospasme, dan kerusakan sel endotel
pembuluh darah plasenta.2
Dampaknya pada janin :
- IUGR dan Oligohidramnion
- Kenaikan morbiditas dan mortalitas janin, secara tidak langsung akibat intrauterine
growth restriction, prematuritas, oligohidramnion, dan solusio plasenta.

2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan dilakukan secara simptomatis, karena faktor penyebab yang belum diketahui
secara pasti. Tujuan dari penangannannya adalah 1
1. Mencegah terjadinya eklampsi.
2. Anak harus lahir dengan kemungkinan hidup besar.
3. Persalinan harus dengan trauma yang sedikit-sedikitnya.
4. Mencegah hipertensi yang menetap.
Dasar pengobatannya terdiri dari pengobatan medik dan penanganan obstetrik. Penanganan
obstetrik ditujukan untuk melahirkan bayi pada saat optimal, yaitu sebelum janin mati dalam
kandungan, akan tetapi sudah cukup matur hidup di luar uterus.
Indikasi untuk merawat pasien dengan preeklamsia di rumah sakitadalah dengan
 Tekanan darah sistolik 140mmHg atau lebih dan/atau tekanan darah diastolik 90
mmHg atau lebih.
 Proteinuria 1+ atau lebih.
 Kenaikan berat badan 1,5 kg atau lebih dalam seminggu yang berulang.
 Penambahan edema yang berlebihan secaratiba-tiba.

Penanganan pada Preeklamsi Berat


Penderita preeklamsi berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan
dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang penting pada preeklamsia
berat adalah pengelolaan cairan karena penderita preeklamsia dan eklamsia mempunya risiko
tinggi untuk terjadinya edema paru dan oliguria. Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut
belum jelas, tetapi faktor yang sangat menentukan terjadinya edema paru dan oliguria ialah
hipovolamia, vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradien tekanan onkotik koloid/
pulmonary capillary wedge pressure.
Oleh sebab itu, monitoring input cairan (melalui oral maupun infus) dan output cairan
(melalui urin) menjadi sangat penting. Artinya, harus dilakukan pengukuran secara tepat
berapa jumlah cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan melalui urin. Bila terjadi tanda-tanda
edema paru, segera lakukan tindakan koreksi. Cairan yang diberikan dapat berupa 5%
dekstrosa atau cairan garam faali dengan jumlah 125 cc/jam atau infus 5% dekstrosa yang
tiap 1 liternya diselingi infus ringer laktat (60-125 cc/jam) sebanyak 500 cc.
Dipasang Foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria terjadi bila
produksi urin <30 cc/jam dalam 2-3 jam atau <500 cc/24 jam. Diberikan antasida untuk
menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat menghindari risiko aspirasi
asam lambung. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam.
Pada kasus preeklampsia yang berat dan eklampsia, magnesium sulfat yang diberikan
secara parenteral adalah obat anti kejang yang efektif tanpa menimbulkan depresi susunan
syaraf pusat baik bagi ibu maupun janinnya. Obat ini dapat diberikan secara intravena melalui
infus kontinu atau intramuskular dengan injeksi intermiten.
Infus intravena kontinu :
 Berikan dosis bolus 4 – 6 gram MgSO4 yang diencerkan dalam 100 ml cairan dan
diberikan dalam 15-20 menit.
 Mulai infus rumatan dengan dosis 2 g/jam dalam 100 ml cairan intravena selama 6
jam.
 Ukur kadar MgSO4 pada 4-6 jam setelah pemberian dan disesuaikan kecepatan infuse
untuk mempertahankan kadar antara 4 dan 7 mEg/l (4,8-8,4 mg/l). 2-7
Injeksi intramuskular intermiten:
 Berikan 4 gram MgSO4 sebagai larutan 20% secara intravena dengan kecepatan tidak
melebihi 1 g/menit. Lanjutkan segera dengan 10 gram MgSO4 50%, sebahagian (5%)
disuntikan dalam di kuadran lateral atas bokong (penambahan 1 ml lidokain 2 %
dapat mengurangi nyeri). Apabila kejang menetap setelah 15 menit, berikan MgSO4
sampai 2 gram dalam bentuk larutan 20% secara intravena dengan kecepatan tidak
melebihi 1g/menit. Apabila wanita tersebut bertubuh besar, MgSo4 dapat diberikan
sampai 4 gram perlahan.
 Setiap 4 jam sesudahnya, berikan 5 gram larutan MgSO4 50% yang disuntikan dalam
ke kuadran lateral atas bokong bergantian kiri-kanan, tetapi setelah dipastikan bahwa:
 Refleks patela (+)
 Tidak terdapat depresi pernapasan (frekuensi >16x/menit)
 Pengeluaran urin selama 4 jam sebelumnya melebihi 100 ml
 Harus sedia antidotum (kalsium glukonas 10% dalam 10 cc = 1 g).
 MgSO4 dihentikan 24 jam setelah bayi lahir atau 24 jam setelah kejang berakhir atau
jika ada tanda-tanda intoksikasi.
Selain itu dapat juga diberikanobat antihipertensi, yaitu antara lain :1
a. Penghambat adrenergik
 Adrenolitik sentral
 Metildopa : 3x125 mg/hari sampai 3x500 mg/hari.
 Klonidin : 3x0,1 mg/hari atau 0,3 mg/500 ml glukosa 5%/6jam
 Beta bloker
 Pindolol : 1x5 mg/hari sampai 3x10 mg/hari
 Alfa bloker
 Prazosin : 3x1 mg/hari sampai 3x5 mg/hari
 Alfa dan Beta Bloker
 Labetolol : 3x100 mg/hari
b. Vasodilator
 Hidralazin : 4x25 mg/hari atau parenteral 2,5 mg – 5 mg
c. Antagonis kalsium
 Nifedipin : 3 x 10 mg/hari.

Tindakan terminasi kehamilan


Pelahiran jalan adalah penyembuhan bagi preeklamsia. Nyeri kepala, gangguan
penglihatan atau nyeri epigastrium merupakan petunjuk bahwa akan terjadi kejang dan
oliguria adalah tanda buruk lainnya. Preeklamsia berat memerlukan anti kejang dan biasanya
terapi antihipertensi diikuti kelahiran. Terapi serupa dengan yang akan dijelaskan kemudian
untuk eklamsia. Tujuan utama adalah mencegah kejang, perdarahan intrakranial dan
kerusakan serius pada organ vital lain, serta melahirkan bayi yang sehat.
Namun, apabila janin dicurigai atau diketahui prematur, cenderung penundaan
persalinan dengan harapan bahwa tambahan beberapa minggu in utero akan menurunkan
risiko kematian atau morbiditas serius pada neonatus. Seperti telah dibicarakan, kebijakan
semacam ini jelas dibenarkan untuk kasus yang lebih ringan. Dilakukan penilaian
kesejahteraan janin dan fungsi plasenta, terutama apabila terdapat keenganan unutk
melahirkan janin dengan alasan prematuritas. Sebagian besar peneliti menganjurkan
pemeriksaan berkala berbagai uji yang saat ini digunakan untuk menilai kesejahteraan janin.
Pada preeklamsia sedang atau berat tidak membaik setelah rawat inap, demi
kesejahteraan ibu dan janinnya biasanya dianjurkan pelahiran. Persalinan sebaiknya diinduksi
dengan oksitosin intravena. Banyak dokter menyarankan pematangan serviks dengan
prostaglandin atau dilator osmotik. Bila tampak bahwa induksi persalinan hampir pasti tidak
berhasil, atau upaya melakukan induksi persalinan gagal, diindikasikan sesar untuk kasus-
kasusyang parah.
Bagi wanita menjelang aterm, serviks yang mengalami pendataran parsial, bahkan
preeklamsia yang lebih ringan pun mungkin membawa risiko lebih besar bagi ibu dan
janinnya daripada induksi persalinan dengan infus oksitosin yang dipantau ketat. Akan tetapi,
tidak demikian jika preeklamsianya ringan dengan serviks masih padat dan tertutup. Hal ini
menunjukkan bahwa mungkin perlu dilakukan pelahiran per abdomen jika kehamilan akan
dihcntikan. Bahaya sesar mungkin lebih besar dibandingkan kehamilan dibiarkan berlanjut di
bawah observasi ketat sampai servik memadai untuk induksi.
Apabila ditegakkan diagnosis preeklamsia berat, kecenderungan obstetris adalah
melahirkan janin dengan segera. lnduksi persalinan untuk menghasilkan pelahiran per
vaginam secara tradisional dianggap merupakan tindakan demi keselamatan ibu. Beberapa
pertimbangan, termasuk kondisi serviks yang kurang memadai.
BAB III

ANALISIS KASUS

Seorang perempuan datang ke RSUD Cileungsi dengan keluhan pusing sejak 3 hari
SMRS. Pasien rujukan dari RS Citama dengan G1P0A0 uk 30 minggu dan dirawat inap pada
tanggal 19 Juli 2022 . Keluhan disertai rasa mual (+), muntah (+) 2x dan pandangan kabur.
Perut kencang-kencang dan keluar cairan dari jalan lahir disangkal. Pasien mengatakan tidak
rutin memeriksakan kehamilannya setiap bulan. Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi,
diabetes dan asma sebelumnya. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan :
Tekanan Darah : 187/128 mmHg
Nadi : 104 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Suhu : 37.5 °C
Adanya peningkatan tekanan darah pada usia kehamilan >20 minggu yang disertai
dengan keluhan pusing, mual, muntah, pandangan kabur dan edema pada tungkai bawah
mengindikasikan bahwa pasien menderita preeklampsia berat. Dari gejala-gejala klinik
preeklampsia dapat dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat.
Pembagian preeklampsia menjadi berat dan ringan tidaklah berarti adanya dua
penyakit yang jelas berbeda, sebab seringkali ditemukan penderita dengan preeklampsia
ringan dapat mendadak mengalami kejang dan jatuh dalam koma.
Preeklamsia berat merupakan salah satu jenis hipertensi dalam kehamilan yang sering
terjadi. Yang dimaksud dengan preeklamsia adalah sindrom spesifik-kehamilan berupa
berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah dan proteinuria. Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas
20 minggu, paling banyak terlihat pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul
kapan saja pada pertengahan kehamilan. Preeklampsia dapat berkembang dari preeklampsia
yang ringan sampai preeklampsia yang berat.
Peningkatan SGOT, SGPT,eritrosit, leukosit dan trombosit pada hasil pemeriksaan
laboratorium pasien juga menandakan adanya HELLP syndrome. Sindroma ini merupakan
kumpulan gejala multisistem pada penderita preeklamsia berat dan eklamsia yang terutama
ditandai dengan adanya hemolisis, peningkatan kadar enzim hepar dan penurunan jumlah
trombosit (trombositopenia). Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, ada dua klasifikasi
pada sindoma HELLP. Menurut Audibert dkk, dikatakan sindroma HELLP partial apabila
hanya dijumpai satu atau lebih perubahan parameter sindroma HELLP seperti hemolysis (H),
elevated liver enzymes (EL) dan low platelet (LP). Dan sindroma HELLP murni apabila
dijumpai perubahan pada ketiga parameter tersebut.
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknosastro H. Pre-eklamsia an eklamsia. Editor Wiknjosastro H, Saifuddin AB,


Rachmihadhi T, dalam Ilmu Kebidanan edisi keempat, cetakan kelima, Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.2016.531-61.
2. Wiknosastro H. Hipertensi dalam kehamilan . Editor Wiknjosastro H, Saifuddin AB,
Rachmihadhi T, dalam Ilmu Kebidanan edisi kedua, cetakan keempat, Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.2010.
3. Cunningham, F.G et al. Williams Obstetrics.22st edition. New York: Mc Graw Hill
Medical Publising Division:2005.p.699-780.
4. Manuaba I. Preeclampsia. Edisi 2012. Diunduh dari
http://www.emedicinehealth.com/preeclampsia/page10_em.htm..
5. Prawirohardjo S. Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi ke-1. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2010.80-7.
6. Roeshadi H. Ilmu Kedokteran Fetomaternal : sindroma HELLP. Surabaya: Himpunan
Kedokteran Fetomaternal, Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia ; 2004. 505-
500.

Anda mungkin juga menyukai