Makalah Indeks Glikemik
Makalah Indeks Glikemik
INDEKS GLIKEMIK
Disusun Oleh :
JURUSAN D3 GIZI
POLITEKNIK KESEHATAN JAKARTA II
Jl. Hang Jebat III Blok F3 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
JAKARTA
2013
I. PENGERTIAN INDEKS GLIKEMIK
Indeks Glikemik pertama kali dikembangkan tahun 1981 oleh Dr. David Jenkins,
seorang Profesor Gizi pada Universitas Toronto, Kanada, untuk membantu menentukan
pangan yang paling baik bagi penderita diabetes. Pada masa itu, diet bagi penderita
diabetes didasarkan pada system porsi karbohidrat. Konsep ini menganggap bahwa semua
pangan berkarbohidrat menghasilkan pengaruh yang tidak sama pada kadar glukosa darah
(Rimbawan & Siagian 2004).
Pada penelitiannya, dalam Indeks Glikemik Pangan, menunjukan bahwa karbohidrat
yang berbeda akan memberikan efek berbeda pada kadar gula darah dan respon insulin,
walaupun diberikan dalam jumlah (Gram) sama. Fakta dari penelitian yang ditujukan kepada
para penderita diabetes tersebut, menunjukan bahwa untuk jangka menengah penggantian
karbohidrat yang memiliki IG tinggi dengan karbohidrat yang memiliki IG rendah akan
memperbaiki pengendalian gula darah.
Menurut Dr. David Jenkins, Indeks Glikemik adalah tingkatan pangan menurut
efeknya terhadap kadar gula darah. Dengan kata lain Indeks Glikemik adalah respon glukosa
darah terhadap suatu asupan makanan.
Indeks glikemik pangan adalah tingkatan pangan menurut efeknya terhadap kadar
glukosa darah. Sebagai perbandingannya, indeks glikemik glukosa murni adalah 100. Indeks
glikemik merupakan cara ilmiah untuk menentukan makanan bagi penderita diabetes,
orang yang sedang berusaha menurunkan berat badan tubuh, dan olahragawan (Rimbawan
& Siagian 2004).
GI (Glycaemic Index) adalah skala atau angka yang diberikan pada makanan tertentu
berdasarkan seberapa cepat makanan tersebut meningkatkan kadar gula darahnya, skala
yang digunakan adalah 0-100 (D. Damayanti 2013).
Jadi, Indeks Glikemik adalah angka yang menunjukkan potensi peningkatan gula
darah dari karbohidrat yang tersedia pada suatu pangan atau secara sederhana dapat
dikatakan sebagai tingkatan atau rangking pangan menurut efeknya terhadap kadar glukosa
darah.
Kadar glukosa darah biasanya meningkat setelah makan, kemudian menurun secara
perlahan mencapai kadar pada waktu puasa yang biasanya ditandai dengan munculnya
rasa lapar. Indeks glikemik pangan yang tinggi juga berkaitan dengan peningkatan
kebutuhan insulin (Willet et. al. 2002). Pankreas memproduksi hormon insulin dan
glukagon untuk menjaga kadar glukosa darah tetap dalam keadaan normal. Keadaan
hiperglikemia (kadar glukosa darah tinggi) terjadi bila kadar glukosa darah melebihi 160 mg
/ 100 ml darah, sedangkan hipoglikemia (kadar glukosa darah rendah) terjadi bila kadar
glukosa darah lebihrendah dari 60 mg / 100 ml darah.
Pangan dengan IG tinggi memiliki puncak respon glikemik yang tinggi sehingga
luasannya pun lebih tinggi dibanding pangan dengan IG rendah. Akibatnnya, muncul respon
hormonal (insulin) yang tinggi sebagai counterregulatory terhadap gula darah yang tinggi
tersebut. Efek berikutnya, pada periode akhir 2 jam setelah makan bahan makanan dengan
IG tinggi, gula darahnya lebih rendah dibanding kondisi awal dan ini membangkitkan rasa
lapar.
Sebaliknya, pada IG rendah, difase akhir gula darah masih lebih tinggi dari awalnya
dan ini mengurangi resiko hipoglikemia dan tidak menggugah rasa lapar.
Secara umum, pangan IG rendah dicirikan dengan kaya serat dan rendah karbohidrat
sehingga lambat untuk dicerna, misalnya, kedelai, apel, jeruk, dan anggur. Pangan IG tinggi
kebanyakan memiliki kandungan karbohidrat, pati atau glukosa tinggi, kadar serat rendah
buah yang terlalu matang, makanan yang dimasak terlalu lama dan bertekstur halus.
2. Mencegah kanker.
Artikel lain dalam jurnal yang sama menyebutkan adanya korelasi antara
makanan tinggi indeks glikemik dengan kenaikan risiko kanker kolorektal, kanker
payudara dan mungkin juga kanker ovarium dan prostat. Dr Atkins dalam New Diet
Revolution menyebutkan hubungan antara kanker dengan indeks glikemik yang didasari
oleh fakta bahwa sel kanker “mendapatkan makanan dari gula.” Buku itu juga
menyebutkan bahwa penderita kanker payudara lebih mungkin untuk selamat dan
kurang mengalami kekambuhan jika tingkat insulin tubuh mereka lebih rendah.
3. Penyakit jantung.
Risiko penyakit jantung meningkat sejalan dengan total kolesterol tubuh Anda.
American Journal of Clinical Nutrition juga melaporkan bahwa diet rendah indeks
glikemik mengurangi kolesterol jahat dan trigliserida dalam waktu satu bulan. Diet
tersebut sekaligus mengurangi risiko infark miokard fatal.
4. Menurunkan obesitas.
Pada jangka pendek, respons glikemik yang tinggi, bukan yang rendah, berkaitan
dengan penurunan tingkat kekenyangan dan asupan pangan (Holt et al., 1995;
Woodend, Anderson, 2001). Anderson dan Woodend (2003) menunjukkan bahwa makin
tinggi respons glukosa dan insulin, makin tinggi tingkat kekenyangan setelah
mengonsumsi pangan berkarbohidrat, paling tidak selama 2 jam berikutnya. Hal ini
bertolak belakang dengan temuan lain yang menunjukkan bahwa overkonsumsi akan
mengikuti konsumsi IG tinggi dan sebaliknya untuk pangan IG rendah (Robert 2000).
Hipotesis glukostatik pada pengaturan asupan pangan menyatakan bahwa
peningkatan kadar glukosa darah memicu rasa kenyang dan mendorong penghentian
makan. Namun, hal ini bertentangan dengan tesis yang menyatakan bahwa pangan IG
tinggi mendorong asupan energi yang belebihan dan bahwa pangan IG rendah menekan
nafsu makan, sehingga mencegah obesitas. Ini didasarkan pada pemikiran bahwa
peningkatan yang tajam pada kadar glukosa darah diikuti oleh penurunan glukosa darah
postprandial yang mendorong untuk mengonsumsi pangan kembali (Ludwig, 2000).
Makanan dengan indeks glikemik rendah menciptakan rasa kenyang yang lebih
besar dan bertahan lebih lama. Karena rasa lapar baru muncul lagi beberapa jam
kemudian, kita menjadi lebih sedikit mengonsumsi makanan.
Ceri 22 Persik 42
Susu 27 Jeruk 44
Aprikot 31 Makaroni 45
Mie 40 Pisang 55
Spaghetti putih 41
2. Makanan dengan GI Sedang
Beras merah 56 Kismis 64
Madu 58 Melon 67
4. Kadar seratpangan
Keberadaan serat pada pangan ternyata sangat memberikan pengaruh pada
kenaikan kadar glukosa dalam darah (Fernandes 2005). Serat pangan meliputi
polisakarida, karbohidrat analog, oligosakarida, lignin, dan bahan yang terkait dengan
dinding sel tanaman (Marsono, 2002).
Pengaruh serat pada indeks glikemik pangan tergantung pada jenis
seratnya.Serat dapat bertindak sebagai penghambat fisik pada pencernaan, maka indeks
glikemik cenderung lebih rendah (Miller et al. 1996 dalam Rimbawan & Siagian
2004).Nishimune et al. (1991) dalam Rimbawan dan Siagian (2004) menemukan bahwa
serat terlarut dapat menurunkan respon glikemik pangan secara bermakna. Serat dapat
memperlambat terjadinya proses pencernaan di dalam tubuh sehingga hasil akhir yang
diperoleh adalah respon glukosa darah akan lebih rendah (Brennan 2005).
Hartono, dr. Andry SpGK.2006.Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit Ed.2.Jakarta: EGC.
Praptini, dr. Pauline Endang D.Ms.SpGK. 2011. Menu 3o Hari dan Resep untuk Diabetisi.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18923/1/ikm-des2006-10%20%281%29.pdf
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/56256/BAB%20II%20Tinjauan%20P
ustaka.pdf?sequence=3
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/51324/Bab%20II%20Tipus%20F10d
na1-4.pdf?sequence=5
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://www.weightlossresou
rces.co.uk/diet/gi_diet/glycaemic_index