Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH DIETETIK LANJUT

INDEKS GLIKEMIK

Disusun Oleh :

1.AMBAR NINGTIAS (P2.31.31.0.11.002)


2. DWI MURSITA SARI (P2.31.31.0.11.010)
3. ICUK SUSANTO PUTRO (P2.31.31.0.11.018)
4. MITA DEWI ASTUTI (P2.31.31.0.11.025)
5. PUPUT ARYANI (P2.31.31.0.11.032)
6. SEPTIKA FAJRI (P2.31.31.0.11.039)
Kelas D3 3A

JURUSAN D3 GIZI
POLITEKNIK KESEHATAN JAKARTA II
Jl. Hang Jebat III Blok F3 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
JAKARTA
2013
I. PENGERTIAN INDEKS GLIKEMIK
Indeks Glikemik pertama kali dikembangkan tahun 1981 oleh Dr. David Jenkins,
seorang Profesor Gizi pada Universitas Toronto, Kanada, untuk membantu menentukan
pangan yang paling baik bagi penderita diabetes. Pada masa itu, diet bagi penderita
diabetes didasarkan pada system porsi karbohidrat. Konsep ini menganggap bahwa semua
pangan berkarbohidrat menghasilkan pengaruh yang tidak sama pada kadar glukosa darah
(Rimbawan & Siagian 2004).
Pada penelitiannya, dalam Indeks Glikemik Pangan, menunjukan bahwa karbohidrat
yang berbeda akan memberikan efek berbeda pada kadar gula darah dan respon insulin,
walaupun diberikan dalam jumlah (Gram) sama. Fakta dari penelitian yang ditujukan kepada
para penderita diabetes tersebut, menunjukan bahwa untuk jangka menengah penggantian
karbohidrat yang memiliki IG tinggi dengan karbohidrat yang memiliki IG rendah akan
memperbaiki pengendalian gula darah.
Menurut Dr. David Jenkins, Indeks Glikemik adalah tingkatan pangan menurut
efeknya terhadap kadar gula darah. Dengan kata lain Indeks Glikemik adalah respon glukosa
darah terhadap suatu asupan makanan.
Indeks glikemik pangan adalah tingkatan pangan menurut efeknya terhadap kadar
glukosa darah. Sebagai perbandingannya, indeks glikemik glukosa murni adalah 100. Indeks
glikemik merupakan cara ilmiah untuk menentukan makanan bagi penderita diabetes,
orang yang sedang berusaha menurunkan berat badan tubuh, dan olahragawan (Rimbawan
& Siagian 2004).
GI (Glycaemic Index) adalah skala atau angka yang diberikan pada makanan tertentu
berdasarkan seberapa cepat makanan tersebut meningkatkan kadar gula darahnya, skala
yang digunakan adalah 0-100 (D. Damayanti 2013).
Jadi, Indeks Glikemik adalah angka yang menunjukkan potensi peningkatan gula
darah dari karbohidrat yang tersedia pada suatu pangan atau secara sederhana dapat
dikatakan sebagai tingkatan atau rangking pangan menurut efeknya terhadap kadar glukosa
darah.
Kadar glukosa darah biasanya meningkat setelah makan, kemudian menurun secara
perlahan mencapai kadar pada waktu puasa yang biasanya ditandai dengan munculnya
rasa lapar. Indeks glikemik pangan yang tinggi juga berkaitan dengan peningkatan
kebutuhan insulin (Willet et. al. 2002). Pankreas memproduksi hormon insulin dan
glukagon untuk menjaga kadar glukosa darah tetap dalam keadaan normal. Keadaan
hiperglikemia (kadar glukosa darah tinggi) terjadi bila kadar glukosa darah melebihi 160 mg
/ 100 ml darah, sedangkan hipoglikemia (kadar glukosa darah rendah) terjadi bila kadar
glukosa darah lebihrendah dari 60 mg / 100 ml darah.

Respon gula darah setelah mengonsumsi bahan pangan berkarbohidrat dinyatakan


dengan IG. Parameter ini didefinisikan sebagai luasan dibawah kurva perubahan gula darah
(respon glisemik) selama 2 jam setelah mengonsumsi 50 gram karbohidrat dari produk
pangan yang diuji, kemudian dibandingkan dengan luasan kurva referensi dari glukosa atau
roti dari terigu halus (whitebread).
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa rumus indeks glikemik
yang digunakan adalah :
Indeks glikemik =
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑑𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ 𝑘𝑢𝑟𝑣𝑎 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑠 𝑔𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎 𝑑𝑎𝑟𝑎ℎ 𝑡𝑢𝑏𝑢ℎ
𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 2 𝑗𝑎𝑚 𝑡𝑒𝑟ℎ𝑎𝑑𝑎𝑝 𝑚𝑎𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛
× 100%
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑑𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ 𝑑𝑖 𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ 𝑘𝑢𝑟𝑣𝑎 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑠 𝑔𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎 𝑑𝑎𝑟𝑎ℎ 𝑡𝑢𝑏𝑢ℎ
𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 2 𝑗𝑎𝑚 𝑡𝑒𝑟ℎ𝑎𝑑𝑎𝑝 𝑔𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎 𝑚𝑢𝑟𝑛𝑖

Pangan dengan IG tinggi memiliki puncak respon glikemik yang tinggi sehingga
luasannya pun lebih tinggi dibanding pangan dengan IG rendah. Akibatnnya, muncul respon
hormonal (insulin) yang tinggi sebagai counterregulatory terhadap gula darah yang tinggi
tersebut. Efek berikutnya, pada periode akhir 2 jam setelah makan bahan makanan dengan
IG tinggi, gula darahnya lebih rendah dibanding kondisi awal dan ini membangkitkan rasa
lapar.
Sebaliknya, pada IG rendah, difase akhir gula darah masih lebih tinggi dari awalnya
dan ini mengurangi resiko hipoglikemia dan tidak menggugah rasa lapar.
Secara umum, pangan IG rendah dicirikan dengan kaya serat dan rendah karbohidrat
sehingga lambat untuk dicerna, misalnya, kedelai, apel, jeruk, dan anggur. Pangan IG tinggi
kebanyakan memiliki kandungan karbohidrat, pati atau glukosa tinggi, kadar serat rendah
buah yang terlalu matang, makanan yang dimasak terlalu lama dan bertekstur halus.

II. MANFAAT IG UNTUK MENCEGAH DAN MENGATASI PENYAKIT


Penerapan konsep IG berguna bagi orang yang sedang mengatur kadar gula darah,
misalnya orang yang mengalami diabetes. Penderita diabetes mellitus dapat memilih
makanan yang tidak akan menaikkan kadar glukosa darah dengan cepat (makanan memiliki
IG rendah), sehingga kadar glukosa darah dapat dikontrol pada kadar yang tetap normal
(70-110 mg/dl). Hal ini dikarenakan pada penderita diabetes terjadi kerusakan sel beta
pancreas yang jika mengonsumsi makanan tidak diimbangi oleh sekresi insulin (Lasimo et
al 2002 dalam Widowati (2007).
Selain itu, penerapan konsep IG juga berguna untuk orang yang sehat. Konsumsi
pangan yang memiliki IG rendah sangat baik untuk memelihara sistem metabolisme tubuh.
Penelitian Youging (2006) menyatakan konsumsi pangan yang memiliki IG tinggi secara
terus menerus dapat menyebabkan terjadinya stress oksidatif secara kronik. Stress oksidatif
adalah keadaan yang tidak seimbang antara produk radikal bebas dengan antioksidan yang
ada di dalam tubuh. Selain itu, konsumsi pangan dengan IG yang tinggi juga dapat
meningkatkan resiko penyakit jantung.
Hal yang sangat penting diketahui setelah mengonsumsi makanan glikemik indeks
rendah, antara lain:
 Pengaruh makanan terhadap kadar darah sangat kecil
 Memperkenalkan jenis makanan yang sangat lambat glukosanya diserap ke dalam
aliran darah
 Membantu menjaga keseimbangan tingkat energi
 Membuat kita tetap aktif lebih lama, cukup dengan menyediakan energi lebih lama
dalam bentuk pelepasan glukosa lambat ke dalam aliran darah
Makanan dengan IG rendah dapat membantu individu dengan diabetes tipe 2 dalam
menurunkan berat badan, meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap insulin, mengurangi
resiko kardio-vaskular dan juga dalam membantu mengontrol kadar kolestrol.

1. Mencegah dan mengelola diabetes.


Pangan yang memiliki IG rendah dihubungkan dengan penurunan kejadian
penyakit diabetes melitus (Brand-Miller 2007; Brand-Miller et. al. 2003; Jenkins 2007;
Roberts 2000; Wolever dan Mehling 2002).
Sebuah studi yang diterbitkan dalam American Journal of Clinical Nutrition (Juli
2002) menyimpulkan bahwa makanan dengan indeks glikemik tinggi meningkatkan
risiko terkena diabetes tipe 2. Penelitian ini juga menyarankan penderita diabetes untuk
menerapkan diet rendah indeks glikemik, dengan tetap mewaspadai pengaruh makanan
tinggi lemak.
Menurut Rimbawan dan Siagian (2004), karbohidrat dalam pangan yang dipecah
dengan cepat selama pencernaaan memiliki IG tinggi, sebaliknya pangan IG rendah
karbohidratnya akan dipecah dengan lambat sehingga melepaskan glukosa kedalam
darah dengan lambat dan menghasilkan peningkatan glukosa darah dan insulin secara
lambat dan bertahap.
FAO/WHO (1998) merekomendasikan peningkatan asupan pangan yang memiliki
IG rendah terutama bagi penderita diabetes dan orang yang tidak toleran terhadap
glukosa. Berdasarkan laporan WHO (FAO/WHO 2003), hubungan diet pangan yang
memiliki IG rendah dalam mencegah obesitas dan diabetes sangatlah mungkin. Studi
klinis banyak membuktikan hubungan positif antara asupan pangan yang memiliki IG
rendah dengan resistensi insulin dan prevalensi sindrom metabolit (Brand-Miller 2007;
Jenkins 2007; Mckeown et al. 2004).

2. Mencegah kanker.
Artikel lain dalam jurnal yang sama menyebutkan adanya korelasi antara
makanan tinggi indeks glikemik dengan kenaikan risiko kanker kolorektal, kanker
payudara dan mungkin juga kanker ovarium dan prostat. Dr Atkins dalam New Diet
Revolution menyebutkan hubungan antara kanker dengan indeks glikemik yang didasari
oleh fakta bahwa sel kanker “mendapatkan makanan dari gula.” Buku itu juga
menyebutkan bahwa penderita kanker payudara lebih mungkin untuk selamat dan
kurang mengalami kekambuhan jika tingkat insulin tubuh mereka lebih rendah.

3. Penyakit jantung.
Risiko penyakit jantung meningkat sejalan dengan total kolesterol tubuh Anda.
American Journal of Clinical Nutrition juga melaporkan bahwa diet rendah indeks
glikemik mengurangi kolesterol jahat dan trigliserida dalam waktu satu bulan. Diet
tersebut sekaligus mengurangi risiko infark miokard fatal.
4. Menurunkan obesitas.
Pada jangka pendek, respons glikemik yang tinggi, bukan yang rendah, berkaitan
dengan penurunan tingkat kekenyangan dan asupan pangan (Holt et al., 1995;
Woodend, Anderson, 2001). Anderson dan Woodend (2003) menunjukkan bahwa makin
tinggi respons glukosa dan insulin, makin tinggi tingkat kekenyangan setelah
mengonsumsi pangan berkarbohidrat, paling tidak selama 2 jam berikutnya. Hal ini
bertolak belakang dengan temuan lain yang menunjukkan bahwa overkonsumsi akan
mengikuti konsumsi IG tinggi dan sebaliknya untuk pangan IG rendah (Robert 2000).
Hipotesis glukostatik pada pengaturan asupan pangan menyatakan bahwa
peningkatan kadar glukosa darah memicu rasa kenyang dan mendorong penghentian
makan. Namun, hal ini bertentangan dengan tesis yang menyatakan bahwa pangan IG
tinggi mendorong asupan energi yang belebihan dan bahwa pangan IG rendah menekan
nafsu makan, sehingga mencegah obesitas. Ini didasarkan pada pemikiran bahwa
peningkatan yang tajam pada kadar glukosa darah diikuti oleh penurunan glukosa darah
postprandial yang mendorong untuk mengonsumsi pangan kembali (Ludwig, 2000).
Makanan dengan indeks glikemik rendah menciptakan rasa kenyang yang lebih
besar dan bertahan lebih lama. Karena rasa lapar baru muncul lagi beberapa jam
kemudian, kita menjadi lebih sedikit mengonsumsi makanan.

III. DAFTAR BAHAN MAKANAN BERDASARKAN KATEGORI INDEKS GLIKEMIK


Tabel 1 Kategori pangan menurut indeks glikemik

Kategori pangan Rentang indeks glikemik

Indeks glikemik rendah <55


Indeks glikemik sedang 55-70
Indeks glikemik tinggi >70

Sumber: Miller et al. (1996) dalam Rimbawan & Siagian (2004)


1. Makanan dengan GI rendah
Yogurt dg pemanis 14 Kacang polong chick , kaleng 42

Ceri 22 Persik 42

Jeruk bali 25 Sup lentil 44

Susu 27 Jeruk 44

Kacang hijau 29 Sawo 44

Aprikot 31 Makaroni 45

Mentega kacang 31 Beras IR 36 & X 45

Fettucine pasta 32 Anggur hijau 46

Susu skim 32 Jus jeruk 46

Wholemeal spaghetti 37 Kacang polong 48

Papaya lokal 37 Wortel, rebus 49

Apel 38 Susu Cokelat 49

Pir 38 Buah kiwi 52

Sup tomat, kalengan 38 Stonegroundroti gandum 53

Jus apel, tanpa pemanis 40 Beras pera 53

Mie 40 Pisang 55

Jeruk Pontianak 40 Jagung manis 55

Spaghetti putih 41
2. Makanan dengan GI Sedang
Beras merah 56 Kismis 64

Kentang rebus 56 Nangka 64

RotiPitta 57 Roti gandum hitam 65

BerasBasmati 58 Nanas, segar 66

Madu 58 Melon 67

Biskuit yang mudah dicerna 59 Croissant 67

Keju dan pizza tomat 60 Gandum giling 67

Es krim 61 Tepung terigu 67

Coca cola 63 Crumpet panggang 69

Aprikot, kaleng dalamsirup 64 Roti gandum 69

3. Makanan dgn GI tinggi


Kentang tumbuk 70 Kentang goreng 75

Roti tawar 70 Beras Ketan putih 79

Semangka 72 Kue beras 82

Beras Ketan Hitam 74 Cornflakes 84


Gula 74 Nasi putih, dikukus 98

IV. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS GLIKEMIK PANGAN


Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi indeks glikemik pada pangan antara lain:
1. Cara pengolahan (tingkat gelatinisasi pati dan ukuran partikel),
Proses pengolahan dapat menyebabkan meningkatnya nilai indeks glikemik
pangan karena melalui proses pengolahan struktur pangan menjadi lebih mudah dicerna
dan diserap sehingga dapat mengakibatkan kadar glukosa naik dengan cepat. Selain itu
ukuran partikel yang semakin kecil sehingga memudahkan terjadinya degradasi oleh
enzim juga dapat menyebabkan indeks glikemik semakin meningkat.
Proses pemasakan atau pemanasan akan menyebabkan terjadinya gelatinisasi
pada pati. Dengan adanya proses pecahnya granula pati ini molekul pati akan lebih
mudah dicerna karena enzim pencerna pada usus mendapatkan tempat bekerja yang
lebih luas. Hal inilah yang menyebabkan proses pemasakan atau pemanasan dapat
menyebabkan terjadinya kenaikan indeks glikemik pangan (Rimbawan & Siagian 2004).

2. Perbandingan amilosa dengan amilopektin


Pati di dalam pangan terdiri dari dua jenis yang berbeda, yaitu amilosa dan
amilopektin.Amilosa adalah polimer glukosa sederhana yang tidak bercabang, sehingga
lebih terikat dengan kuat serta lebih sulit tergelatinisasi dan tercerna.Sementara itu,
amilopektin adalah polimer glukosa sederhana yang bercabang serta memiliki ukuran
molekul lebih besar dan lebih terbuka sehingga lebih mudah tergelatinisasi dan dicerna
oleh tubuh.Berdasarkan dari berbagai penelitian, pangan yang memiliki proporsi amilosa
lebih tinggi dibandingkan amilopektin akan memiliki nilai IG yang lebih rendah, begitu
juga sebaliknya.
Penelitian terhadap pangan yang memiliki kadar amilosa dan amilopektin
berbeda menunjukkan bahwa kadar glukosa darah dan respon insulin lebih rendah
setelah mengonsumsi pangan berkadar amilosa tinggi daripada pangan berkadar
amilopektin tinggi (Miller et al. 1992 dalam Rimbawan & Siagian 2004). Sebaliknya, bila
kadar amilopektin pangan lebih tinggi daripada kadar amilosa, respon glukosa darah
lebih tinggi (Rimbawan & Siagian 2004).

3. Tingkat keasaman dan daya osmotik,


Keasaman dan daya osmotik pangan akan memengaruhi tinggi rendahnya IG
yang dimiliki oleh pangan.Keasaman suatu makanan mempengaruhi kecepatan
pencernaannya di dalam tubuh.Maka pemecahan makanan menjadi glukosa lebih
lambat.
Pengaruh gula secara alami terdapat didalam pangan dalam berbagai porsi
terhadap respon gula darah sangat sulit diprediksi.Hal ini dikarenakan pengosongan
lambung diperlambat oleh peningkatan konsumsi gula apapun strukturnya (Sarwono,
2002).

4. Kadar seratpangan
Keberadaan serat pada pangan ternyata sangat memberikan pengaruh pada
kenaikan kadar glukosa dalam darah (Fernandes 2005). Serat pangan meliputi
polisakarida, karbohidrat analog, oligosakarida, lignin, dan bahan yang terkait dengan
dinding sel tanaman (Marsono, 2002).
Pengaruh serat pada indeks glikemik pangan tergantung pada jenis
seratnya.Serat dapat bertindak sebagai penghambat fisik pada pencernaan, maka indeks
glikemik cenderung lebih rendah (Miller et al. 1996 dalam Rimbawan & Siagian
2004).Nishimune et al. (1991) dalam Rimbawan dan Siagian (2004) menemukan bahwa
serat terlarut dapat menurunkan respon glikemik pangan secara bermakna. Serat dapat
memperlambat terjadinya proses pencernaan di dalam tubuh sehingga hasil akhir yang
diperoleh adalah respon glukosa darah akan lebih rendah (Brennan 2005).

5. Kadar lemak dan protein pangan


Pangan yang memiliki kadar protein dan lemak yang tinggi cenderung
memperlambat laju pengosongan lambung sehingga pencernaan yang terjadi di usus
halus juga diperlambat. Oleh karena itu, pangan yang memiliki kadar lemak yang tinggi
cenderung memiliki IG yang lebih rendah dibandingkan pangan sejenis dengan kadar
lemak yang lebih rendah. Hal ini dibuktikan oleh kentang goreng yang memiliki IG lebih
rendah (IG:54) dibandingkan kentang bakar (IG:85).
Protein (asam amino) yang terdapat pada pangan dapat memengaruhi respon
glukosa darah sehingga dapat menimbulkan peningkatan atau penurunan respon
glukosa darah.Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh jenis dari asam amino yang
terkandung didalamnya.Penelitian yang dilakukan oleh Lang et al. (1999) menunjukkan
bahwa pangan yang diujicobakan dengan kandungan kasein memberikan respon
tertunda pada peningkatan glukosa darah dan insulin dibandingkan dengan pangan yang
mengandung protein kacang kedelai.

6. Kadar anti zat-gizi pangan


Menurut Rimbawan, 2004 beberapa pangan secara alamiah mengandung zat
yang dapat menyebabkan keracunan bila jumlahnya besar. Zat tersebut dinamakan zat
anti gizi. Beberapa zat anti gizi tetap aktif walaupun sudah melalui proses pemasakan.
Zat anti gizi pada biji-bijian dapat memperlambat pencernaan karbohidrat didalam usus
halus.Akibatnya IG pangan menurun.
Salah satu faktor yang dapat menurunkan IG adalah zat antigizi, misalnya asam
fitat dantanin (Thompson et al. 1984; Rimbawan dan Siagan 2004). Senyawa polifenolik
sering disebut sebagai tanin. Zat antigizi ini dapat menurunkan daya cerna protein
maupun pati sehingga respon glikemiknya menurun (Griffiths dan Moseley 1980;
Thompson et al. 1984).

V. DIET RENDAH INDEKS GLIKEMIK


Diet rendah glikemik sangat baik untuk kesehatan karena mampu mencegah
beberapa penyakit, diantaranya diabetes mellitus, serangan jantung, kanker, mencegah
obesitas, dan lain-lain.
Bagi penderita diabetes, pemilihan makanan seringkali dengan mempertimbangkan
indeks glikemik atau biasanya disebut dengan diet rendah glikemik.Indeks glikemik sendiri
merupakan daftar peningkatan gula darah yang terjadi akibat dari mengkonsumsi
karbohidrat sesuai dengan jenisnya.Harus diketahui bahwa tiap jenis makanan memiliki
indeks glikemik yang berbeda, hal itu tergantung dari metode memasak, pengolahan
makanan, perbedaan jenis karbohidrat, jumlah seratnya, dan faktor lainnya.Pada dasarnya,
tujuan dari diet rendah glikemik adalah untuk menstabilkan gula darah.
Manfaat program diet rendah glikemik untuk penderita diabetes adalah untuk
mencegah resiko terkena diabetes tipe 2.Sedangkan manfaat diet rendah glikemik bisa
mencegah kanker karena sel kanker mendapatkan makanan dari gula. Lain halnya dengan
manfaat diet glikemik untuk mencegah obesitas yang diantaranya adalah : menciptakan
sensasi kenyang yang lebih besar dan bertahan lebih lama, dengan begitu diet ini sangat
cocok untuk menurunkan berat badan anak obesitas.
Beberapa jenis makanan yang memiliki indeks glikemik rendah diantaranya adalah :
 Tidak mengandung karbohidrat, seperti daging, keju, dan lain-lain
 Sedikit mengandung pati dan gula
 Makanan berserat, misalnya buah-buahan dan sayur-sayuran
 Kacang-kacangan
 Biji-bijian
 Dan lain-lain
Diet rendah glikemik memiliki banyak manfaat untuk kesehatan dan mencegah
penyakit kronis, selain itu juga bisa menurunkan dan menjaga berat badan.
VI. CONTOH MENU UNTUK DIET RENDAH IG

PAGI SIANG SELINGAN 16.00


Nasi Beras Merah + Beras Nasi Beras Merah + Beras Makaroni Sayuran
Putih Putih Panggang
Poached Egg Saus Tomat Ayam Panggang bumbu
Soup Wortel Buncis Kuning SORE/MALAM
Buah Apel Steak tempe sayuran Nasi Beras Merah + Beras
Capcay Putih
SELINGAN 10.00 Pepaya potong Ikan Tongkol siram Tomat
Sup Buah Tahu Isi Sayuran
(Apel, Strawberry, Pear, Tumis Labu Siam
Susu, Sirsak) Melon Potong
DAFTAR PUSTAKA

Damayanti, D. 2013. Sembuh Total DIABETES, ASAM URAT, HIPERTENSI Tanpa


Obat.Yogyakarta: Pinang Merah Publisher.

Hartono, dr. Andry SpGK.2006.Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit Ed.2.Jakarta: EGC.

Suhanda, irwan. Cahanar, P. 2007. Makan sehat Hidup sehat.Jakarta: Kompas.

Praptini, dr. Pauline Endang D.Ms.SpGK. 2011. Menu 3o Hari dan Resep untuk Diabetisi.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18923/1/ikm-des2006-10%20%281%29.pdf

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/56256/BAB%20II%20Tinjauan%20P
ustaka.pdf?sequence=3

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/51324/Bab%20II%20Tipus%20F10d
na1-4.pdf?sequence=5

http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://www.weightlossresou
rces.co.uk/diet/gi_diet/glycaemic_index

Anda mungkin juga menyukai