D
I
S
U
S
U
N
Oleh:
Kelompok II
Arafah
Hasriani
Alwiyah assyadiliyah
M. Irfan
M. Taufia
Nur alim
MAN 1 MEJENE
TAHUN AJARANA 2019
DAFTAR ISI
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 2
BAB II : PEMBAHASAN
A. Kesimpulan........................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nilai suatu ilmu itu ditentukan oleh kandungan ilmu tersebut. Semakin
besar dan bermanfaat nilainya semakin penting untuk dipelajarinya. Ilmu
yang paling penting adalah ilmu yang mengenalkan kita kepada Allah SWT,
Sang Pencipta. Sehingga orang yang tidak kenal Allah SWT disebut kafir
meskipun dia Profesor Doktor, pada hakekatnya dia bodoh. Adakah yang
lebih bodoh daripada orang yang tidak mengenal yang menciptakannya?
Allah menciptakan manusia dengan seindah-indahnya dan selengkap-
lengkapnya dibanding dengan makhluk / ciptaan lainnya. Kemudian Allah
bimbing mereka dengan mengutus para Rasul-Nya (Menurut hadits yang
disampaikan Abu Dzar bahwa jumlah para Nabi sebanyak 124.000 semuanya
menyerukan kepada Tauhid (dikeluarkan oleh Al-Bukhari di At-Tarikhul Kabir
5/447 dan Ahmad di Al-Musnad 5/178-179). Sementara dari jalan sahabat
Abu Umamah disebutkan bahwa jumlah para Rasul 313 (dikeluarkan oleh
Ibnu Hibban di Al-Maurid 2085 dan Thabrani di Al-Mu'jamul Kabir 8/139)) agar
mereka berjalan sesuai dengan kehendak Sang Pencipta melalui wahyu yang
dibawa oleh Sang Rasul. Namun ada yang menerima disebut mu'min ada
pula yang menolaknya disebut kafir serta ada yang ragu-ragu disebut Munafik
yang merupakan bagian dari kekafiran. Begitu pentingnya Aqidah ini
sehingga Nabi Muhammad, penutup para Nabi dan Rasul membimbing
ummatnya selama 13 tahun ketika berada di Mekkah pada bagian ini, karena
aqidah adalah landasan semua tindakan. Dia dalam tubuh manusia seperti
kepalanya. Maka apabila suatu ummat sudah rusak, bagian yang harus
direhabilitisi adalah kepalanya lebih dahulu. Disinilah pentingnya aqidah ini.
Apalagi ini menyangkut kebahagiaan dan keberhasilan dunia dan akherat.
Dialah kunci menuju surga.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan hal hal sebagai berikut :
1. Apakah Aqidah itu ?
2. Bagaimana Implementasi Aqidah saat ini ?
3. Bagaimana cara mengantisipasi bahaya penyimpangan aqidah ?
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Aqidah
[1] Sedangkan menurut istilah (terminologi): ‘aqidah adalah iman yang teguh
dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.
Jadi, ‘Aqidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti
kepada Allah ازوجللdengan segala pelaksanaan ke-wajiban, bertauhid [2] dan
taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya,
Kitab-kitab-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-
apa yang telah shahih tentang Prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-
perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma’ (konsensus) dari
Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita qath’i (pasti), baik secara ilmiah
maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur'an dan As-
Sunnah yang shahih serta ijma’ Salafush Shalih.
"Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan
bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat Allah,
yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan
orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya"
(QS. An-Nisa':69
B. Pembagian Aqidah
C. Perkembangan Aqidah
Nah, pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib timbul
pemahaman -pemahaman baru seperti kelompok Khawarij yang
mengkafirkan Ali dan Muawiyah karena melakukan tahkim lewat utusan
masing-masing yaitu Abu Musa Al-Asy'ari dan Amru bin Ash. Timbul pula
kelompok Syiah yang menuhankan Ali bin Abi Thalib dan timbul pula
kelompok dari Irak yang menolak takdir dipelopori oleh Ma'bad Al-Juhani
(Riwayat ini dibawakan oleh Imam Muslim, lihat Syarh Shohih Muslim oleh
Imam Nawawi, jilid 1 hal. 126) dan dibantah oleh Ibnu Umar karena terjadinya
penyimpangan-penyimpangan. Para ulama menulis bantahan-bantahan
dalam karya mereka. Terkadang aqidah juga digunakan dengan istilah
Tauhid, ushuluddin (pokok-pokok agama), As-Sunnah (jalan yang
dicontohkan Nabi Muhammad), Al-Fiqhul Akbar (fiqih terbesar), Ahlus Sunnah
wal Jamaah (mereka yang menetapi sunnah Nabi dan berjamaah) atau
terkadang menggunakan istilah ahlul hadits atau salaf yaitu mereka yang
berpegang atas jalan Rasulullah SAW dari generasi abad pertama sampai
generasi abad ketiga yang mendapat pujian dari Nabi SAW. Ringkasnya :
Aqidah Islamiyah yang shahih bisa disebut Tauhid, fiqih akbar, dan
ushuluddin. Sedangkan manhaj (metode) dan contohnya adalah ahlul hadits,
ahlul sunnah dan salaf.
5. Lengah dan acuh tak acuh dalam mengkaji ajara Islam disebabkan silau
terhadap peradaban Barat yang materialistik itu. Tak jarang
mengagungkan para pemikir dan ilmuwan Barat serta hasil teknologi yang
telah dicapainya sekaligus menerima tingkah laku dan kebudayaan
mereka.
Apabila anak terlepas dari bimbingan orang tua, maka anak akan
dipengaruhi oleh acara / program televisi yang menyimpang,
lingkungannya, dan lain sebagainya.
Akidah Islam adalah prinsip utama dalam pemikiran Islami yang dapat
membina setiap individu muslim sehingga memandang alam semesta dan
kehidupan dengan kaca mata tauhid dan melahirkan konotasi-konotasi valid
baginya yang merefleksikan persfektif Islam mengenai berbagai dimensi
kehidupan serta menumbuhkan perasaan-perasaan yang murni dalam dirinya.
Akidah telah berhasil menumbuhkan rasa peduli sosial ini dalam diri
setiap individu dengan cara-cara berikut: menumbuhkan rasa ikut
bertanggung jawab terhadap kepentingan orang lain, menanamkan jiwa
berkorban dan mengutamakan orang lain dan mendorong setiap individu
muslim untuk hidup bersama.
Dari sisi lain, akidah telah berhasil merubah tolok ukur hubungan sosial
antar anggota masyarakat, dari tolok ukur hubungan sosial yang
berlandaskan fanatisme, suku, warna kulit, harta dan jenis kelamin menjadi
hubungan yang berlandaskan asas-asas spiritual. Yaitu takwa, fadhilah dan
persaudaraan antar manusia.
Dalam hal ini akidah telah menggunakan berbagai cara dan metode
untuk meringankan bencana-bencana itu di mata manusia. Di antara cara-
cara tersebut adalah menjelaskan kriteria dunia;bahwa dunia ini adalah
tempat derita dan ujian yang penuh dengan bencana dan derita yang acap
kali menimpa manusia. Oleh karena itu, tidak mungkin bagi manusia untuk
mencari kesenangan dan ketentraman di dunia ini.
KESIMPULAN
Usman,Ilmu Tafsir(Yogyakarta:Teras,2009)
Muhammad Husain adz-Dzahabi, al-Israilyyat fit-Tafsiri wa al-Hadits,terjemahan Didin
Hafiduddin (Jakarta, PT. Litera Antara Nusantara, 1993)
Muhammad Husin adz-Dzahabi, Penyimpangan dalam Penafsiran al-Qur'an,tabu.
(Jakarta: Rajawali,1986)
Rosihan Anwar, Melacak Unsur-unsur Israiliyyat dalam Tafsir ath-Thabari danTafsir Ibnu
Katsir, (Bandung: Pustaka Setia, 1999)
Sayyid Kamal Khalil, Dirasah fil al-Qur'an, (Mesir: Dar al-Ma'rofah, 1961),
Abu Fida’ Ismail ibn Katsir al-Qurasyi al-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir, (Beirut: Dar al-
Fikr, 1407 H/ 1986 M)
Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi'i, Ulumul Qur'an, (Bandung: Pustaka Setia, 1997)
Zainal Hasan Rifai, Kisah-kisah Israiliyyat dalam Penafsiran al-Qur'an dalam Belajar
Ulumul Qur'an, (Jakarta: Lentera Basitama, 1992)
Ibnu Hajar Al Asqalany, Fath al-Bary (Kairo: Mathba’ah Ai-Khairiyah, 1325 H.)
Manna’ Al-Qattan, Mabahis Fi ‘Lilumi Al Qu’ran (Mesir: Mansyurat Ai’Ashari AlHadis,
1973)
Syadali Ahmad ,Ulumul Qur’an I(Bandung:cetakan I.1997)