Abstrak. Semakin tua umur seseorang, maka semakin rentan orang tersebut ihwal kesehatannya.
Terdapat banyak bukti bahwa kesehatan yang optimal pada pasien lanjut usia tidak hanya bergantung
kepada kebutuhan biomedis semata, namun juga bergantung kepada kondisi di sekitarnya, seperti
perhatian yang lebih terhadap keadaan sosialnya, ekonominya, kulturalnya, bahkan psikologisnya
dari pasien tersebut. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana komunikasi terapeutik yang
baik bagi lansia, khususnya yang berada di Graha Werdha Aussi Kusuma Lestari Depok. Metode
yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif. Penelitian ini difokuskan pada studi
kasus. Penulis juga menggunakan teknik observasi, yaitu salah satu teknik pengumpulan data dalam
penelitian apa pun, termasuk penelitian kualitatif. Berdasarkan observasi langsung penulis ke Graha
Werdha Aussi Kusuma Lestari, pasien lansia sangat memerlukan komunikasi yang baik dan empati
serta perhatian yang “cukup” dari berbagai pihak. Banyak hambatan dari komunikasi terapeutik
pada pasien lansia yang terjadi, namun dalam kasus ini yang banyak terjadi di Panti Werdha yaitu
resisten. Perilaku resisten biasanya diperlihatkan pasien pada masa penyembuhan terhadap penyakit
tertentu dikarenakan adanya rasa lelah, marah dan sedih terhadap penyakit yang dideritanya. Hasil
dari penelitian ini merekomendasikan adanya pendekatan untuk berkomunikasi pada pasien lansia
dengan baik. Oleh karena itu komunikasi terapeutik harus dapat diimplementasikan secara optimal
bagi pasien lansia.
Abstract. The older a person, the more vulnerable a person regarding his health. There is a lot of
evidence that optimal health in elderly patients depends not only on biomedical needs but also on the
conditions surrounding them, such as greater attention to their social, their economic, their cultural,
and their psychological conditions of the patient. The purpose of this research is to know how the best
therapeutic communication for elderly especially in Panti Werdha. The method of this research used
qualitative method. This research focused on a case study. The researcher also used an observational
technique as data collection techniques. This data collection technique used in some research included
the qualitative research. Based on the direct observation by the researcher to Graha Werdha Aussi
Kusuma Lestari, elderly patients desperately need good communication and empathy and “adequate”
attention from various parties. Many obstacles to therapeutic communication in elderly patients occur,
but in this case a lot of events happened in Panti Werdha due to resistant. The resistant behavior
usually showed by the patient during the healing of certain diseases due to tiredness, anger, and
sadness to the illness suffered by it. The result of this research indicated that there should be approach
well communicate to the elderly patient. Therefore therapeutic communication should be optimally
implemented for elderly patients.
201
MediaTor, Vol 10 (2), Desember 2017, 201-215
202
Fitria Ayuningtyas dkk, Komunikasi Terapeutik pada Lansia di Graha Werdha...
203
MediaTor, Vol 10 (2), Desember 2017, 201-215
perawat. Untuk asuhan keperawatan yang tujuan dalam asuhan keperawatan. Stuart
masih dapat dilakukan anggota keluarga dan Sundeen dalam Taufik (2010:45)
atau petugas sosial yang bukan tenaga menjelaskan bahwa dalam prosesnya
keperawatan, diperlukan latihan komunikasi terapeutik terbagi menjadi
sebelumnya atau bimbingan langsung pada empat tahapan, yaitu tahap persiapan atau
waktu tenaga keperawatan melakukan tahap pra-interaksi, tahap perkenalan atau
asuhan keperawatan di rumah atau panti. orientasi, tahap kerja, dan tahap terminasi.
Adapun asuhan keperawatan dasar yang Adapun penjelasan dari masing-
diberikan, disesuaikan pada kelompok masing tahapan tersebut sebagai berikut:
lanjut usia, apakah lanjut usia aktif atau (1) Tahap pra-interaksi, pada tahap pra-
pasif, antara lain, untuk lanjut usia yang interaksi, perawat/dokter sebagai
masih aktif, asuhan keperawatan dapat komunikator yang melaksanakan
berupa dukungan tentang personal komunikasi terapeutik
hygiene, kebersihan lingkungan serta mempersiapkan dirinya untuk
makanan yang sesuai dan kesegaran bertemu dengan klien atau pasien.
jasmani; untuk lanjut usia yang telah Sebelum bertemu pasien, perawat/
mengalami pasif, yang tergantung pada dokter haruslah mengetahui
orang lain. Hal yang perlu diperhatikan beberapa informasi mengenai
dalam memberikan asuhan keperawatan pasien, baik berupa nama, umur,
pada lanjut usia pasif pada dasarnya sama jenis kelamin, keluhan penyakit,
sama seperti pada lanjut usia aktif, dengan dan sebagainya. Apabila perawat/
bantuan penuh oleh anggota keluarga atau dokter telah dapat mempersiapkan
petugas. Khususnya bagi yang lumpuh, diri dengan baik sebelum bertemu
perlu dicegah agar tidak terjadi dengan pasien, maka ia akan bisa
dekubitus.Lanjut usia mempunyai potensi menyesuaikan cara yang paling
besar untuk terjadi dekubitus karena tepat dalam menyampaikan
perubahan kulit berkaitan dengan komunikasi terapeutik kepada
bertambahnya usia dalam Perwari (2015). pasien, sehingga pasien dapat
dengan nyaman berkonsultasi
Komunikasi Terapeutik dengan petugas/dokter.
Dalam Prasanti (2017) komunikasi (2) Tahap perkenalan atau tahap
terapeutik adalah komunikasi yang orientasi pada tahap ini antara
direncanakan secara sadar, bertujuan dan petugas/dokter dan pasien terjadi
kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan kontak dan pada tahap ini
pasien. Dalam dunia kesehatan, banyak penampilan fisik begitu penting
kegiatan komunikasi terapeutik yang karena dimensi fisik paling terbuka
terjadi. Menurut Heri Purwanto, untuk diamati. Kualitas-kualitas
komunikasi terapeutik adalah komunikasi lain seperti sifat bersahabat
yang direncanakan secara sadar dan kehangatan, keterbukaan dan
bertujuan, kegiatannya difokuskan untuk dinamisme juga terungkap.
kesembuhan pasien, dan merupakan (3) Tahap kerja atau sering disebut
komunikasi profesional yang mengarah sebagai tahap lanjutan adalah tahap
pada tujuan untuk penyembuhan pasien pengenalan lebih jauh, dilakukan
(dalam Mundakir, 2006). Komunikasi untuk meningkatkan sikap
terapeutik meningkatkan pemahaman dan penerimaan satu sama lain untuk
membantu terbentuknya hubungan yang mengatasi kecemasan, melanjutkan
konstruktif di antara perawat dengan klien. pengkajian dan evaluasi masalah
Tidak seperti komunikasi sosial, yang ada, pada tahap ini termasuk
komunikasi terapeutik mempunyai tujuan pada tahap persahabatan yang
untuk membantu klien mencapai suatu menghendaki agar kedua pihak
204
Fitria Ayuningtyas dkk, Komunikasi Terapeutik pada Lansia di Graha Werdha...
METODE
Metode yang digunakan pada
penelitian ini adalah metode kualitatif.
Menurut Denzin dan Lincoln (1998:8)
dalam Ahmadi (2014:14-15) kata kualitatif
menyatakan penekanan pada proses dan
makna yang tidak diuji atau diukur dengan
setepat-tepatnya, dalam istilah-istilah
kuantitas, jumlah, intensitas atau
frekuensi. Para peneliti kualitatif
menekankan sifat realitas yang dikonstruk
secara sosial, hubungan yang intim antara
peneliti dan apa yang distudi dan kendala-
kendala situasional yang membentuk
inkuiri. Denzin dan Lincoln (1994) dalam
Creswell (1998:15) mengemukakan GAMBAR 1. Alur Pemikiran
205
MediaTor, Vol 10 (2), Desember 2017, 201-215
206
Fitria Ayuningtyas dkk, Komunikasi Terapeutik pada Lansia di Graha Werdha...
207
MediaTor, Vol 10 (2), Desember 2017, 201-215
menyimpulkan untuk dapat menjadi Jakarta merupakan salah satu contoh panti
penghuni di Graha Werdha ini harus werdha modern yang berbentuk seperti
berusia minimal 60 tahun, berkondisi apartemen. Berdirinya Graha Werdha ini
sehat jasmani dan rohani serta mampu berawal dari kepedulian para anggota
secara finansial. Pada Tabel 1 diuraikan Alumnarum Ursulae Sanctae Societas
data yang penulis dapat berdasarkan Internasionalis (AUSSI) yang merupakan
hasil lapangan. organisasi para lulusan sekolah Ursulin,
Pasien lansia sangat memerlukan pada tahun 1990 timbul gagasan
komunikasi yang baik dan empati juga mendirikan hunian nyaman untuk para
perhatian yang “cukup” dari berbagai lansia. Pada tanggal 16 November 1996
pihak, terutama dari keluarganya sebagai akhirnya resmi dibuka Graha Werdha ini.
bagian penting dalam penanganan masalah Fasilitas ini dikelola penuh oleh para
kesehatan mereka. Namun, dengan anggota Alumnarum Ursulae Sanctae
berkembangnya zaman dan semakin Societas Internasionalis (AUSSI) secara
tingginya kebutuhan hidup sehari-hari non-profit di bawah payung Yayansan
maka orang-orang kini sibuk untuk bekerja AUSSI Kusuma Lestari.
mencari nafkah. Berangkat ke tempat kerja Bangunan Graha Werdha ini
sebelum subuh dan tiba di rumah saat dikelilingi taman yang ditata asri, udara
malam hari dikarenakan macetnya jalanan yang sejuk dan juga pemandangan yang
di area sekitar Jabodetabek (Jakarta, cukup indah karena posisi tempat ini
Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi). berada di perbukitan. Graha werdha ini
Hal tersebut ternyata menjadi alasan dikenal cukup ‘wah’ untuk ukuran panti
utama, sebagian orang yang menitipkan werdha umumnya. Dibangun di tanah
orangtuanya yang telah lansia ke Panti seluas 6.000 m2, memiliki kapasitas kamar
Werdha dan tidak semata-mata untuk yang mampu menampung sekitar 60
“membuangnya,” lansia. Suasananya begitu tenang dan
melainkan ingin memberikan kenyamanan hawanya pun masih sejuk untuk ukuran
dan keamanan mengingat jika ditinggal tempat yang dekat dengan Jakarta. Graha
sendiri di rumah memiliki risiko yang Werdha ini dilengkapi dengan satpam
tidak sedikit. Graha Werdha Aussi yang standby selama 24 jam, mobil
Kusuma Lestari, di mana AUSSI ambulan dan juga fasilitas lainnya seperti
merupakan kepanjangan dari Alumnarum televisi agar lansia tidak bosan. Pada pagi
Ursulae Sanctae Societas Internasionalis hari para lansia diajak untuk olahraga atau
merupakan salah satu panti werdha yang setidaknya menggerakkan badannya bagi
berada di Cinere (salah satu area yang yang sudah tidak mampu berolahraga di
cukup elit di kota Depok), cukup dekat ke halaman depan panti, di halaman depan
208
Fitria Ayuningtyas dkk, Komunikasi Terapeutik pada Lansia di Graha Werdha...
panti cukup luas dan juga memiliki terapeutik merupakan komunikasi yang
parkiran yang dapat menampung banyak direncanakan secara sadar, bertujuan dan
kendaraan. dipusatkan untuk kesembuhan pasien.
Banyak hambatan dari komunikasi Komunikasi terapeutik mengarah
terapeutik pada pasien lansia yang terjadi. pada bentuk komunikasi interpersonal.
Namun, dalam kasus ini yang banyak Pace (1979) dalam Cangara (2012:32)
terjadi di panti werdha tersebut yaitu mengemukakan bahwa komunikasi
resisten. Resisten merupakan upaya klien antarpribadi atau interpersonal
untuk tetap tidak menyadari aspek communication merupakan proses
penyebab ansietas yang dialaminya. komunikasi yang berlangsung antara dua
Resisten merupakan ketidaksediaan pasien orang atau lebih secara tatap muka di
untuk berubah, ketika kebutuhan untuk mana pengirim dapat menyampaikan
berubah dirasakan harus segera pesan secara langsung dan penerima
dilaksanakan demi kesembuhan atau pesan dapat menerima dan menanggapi
kesehatan si pasien namun pasien tidak secara langsung. Komunikasi
bersedia. Perilaku resisten biasanya interpersonal merupakan komunikasi
diperlihatkan oleh pasien pada masa yang pesannya dikemas dalam bentuk
penyembuhan terhadap penyakit tertentu verbal atau nonverbal, seperti
dikarenakan adanya rasa lelah, rasa marah komunikasi pada umumnya komunikasi
dan rasa sedih terhadap penyakit yang interpersonal selalu mencakup dua unsur
diderita olehnya. pokok, yaitu isi pesan dan bagaimana isi
Berdasarkan informasi yang pesan dikatakan atau dilakukan secara
penulis dapat, banyak para lansia jika verbal atau nonverbal. Dua unsur
mengeluhkan sakit tidak ingin diobati atau tersebut sebaiknya diperhatikan dan
dibawa ke dokter/rumah sakit terdekat. dilakukan berdasarkan pertimbangan
Usaha untuk meyakinkan pasien lansia situasi, kondisi, dan keadaan penerima
untuk berobat ke dokter/ rumah sakit pesan. Selain hal tersebut, komunikasi
bukanlah sesuatu hal yang mudah. sosial sangat mendukung bagi
Seringkali jika ingin dibawa ke komunikasi terapeutik bagi pasien lansia.
dokter/rumah sakit, pasien tersebut Mulyana (2009:5-6), menyebutkan
menolak dengan berbagai alasan. Ia fungsi pertama dari fungsi komunikasi
menyampaikan keberatannya jika dibawa yang baik yaitu komunikasi sosial. Fungsi
ke dokter/rumah sakit. Namun komunikasi sebagai komunikasi sosial
berdasarkan observasi penulis setelah setidaknya mengisyaratkan bahwa
melakukan tanya-jawab dan melakukan komunikasi penting untuk membangun
obrolan santai dengan beberapa lansia (2 konsep-konsep diri, aktualisasi diri, untuk
orang dalam kondisi sakit dan 3 orang kelangsungan hidup, untuk kebahagiaan,
dalam kondisi sebelum sakit atau dapat terhindar dari tekanan dan ketegangan
dikatakan dalam kondisi sehat) di graha antara lain lewat komunikasi yang
tersebut hal sebenarnya dikarenakan menghibur dan memupuk hubungan
sebuah ketakutan. Pasien lansia dengan orang lain. Fungsi komunikasi
mencemaskan kalau dirinya dibawa ke sosial ini harus dapat diterapkan dengan
dokter/rumah sakit maka harus dioperasi/ baik di lingkungan panti werdha
dibedah dan lain sebagainya. Dengan mengingat semakin tuanya seseorang
adanya masalah tersebut, maka harus ada banyak hal yang telah berubah atau bahkan
pendekatan untuk berkomunikasi pada tidak berfungsi dengan baik.
pasien lansia dengan baik. Oleh karena itu, Ketika berkomunikasi dengan
komunikasi terapeutik harus dapat pasien lansia dengan pendengaran yang
diimplementasikan secara optimal bagi berkurang, tataplah pasien sehingga pasien
pasien lansia. Adapun komunikasi dapat membaca bibir dan menggunakan
209
MediaTor, Vol 10 (2), Desember 2017, 201-215
210
Fitria Ayuningtyas dkk, Komunikasi Terapeutik pada Lansia di Graha Werdha...
211
MediaTor, Vol 10 (2), Desember 2017, 201-215
jenis kelamin, keluhan penyakit, dan tentang kondisi keluarganya saat ini,
sebagainya. Apabila perawat telah hobinya apa saja, cerita tentang
dapat mempersiapkan diri dengan masa mudanya dan lainnya
baik sebelum bertemu dengan sebagainya. Turn over para suster/
pasien, maka ia akan bisa perawat di Graha Werdha ini pun
menyesuaikan cara yang paling tepat dapat dikatakan cukup rendah,
dalam menyampaikan komunikasi karena biasanya yang sulit yaitu
terapeutik kepada pasien, sehingga adaptasi kembali kepada orang baru
pasien dapat dengan nyaman dalam hal ini, yaitu perawat/suster.
berkonsultasi dengan perawat. (3) Tahap kerja atau sering disebut
Dikarenakan di Graha Werdha sebagai tahap lanjutan adalah tahap
AUSSI Kusuma Lestari, Depok pengenalan lebih jauh. Secara
mengharuskan 1 lansia ditangani psikologis komunikasi yang
oleh 1 perawat/suster, maka dapat bersifat terapeutik akan membuat
dipastikan bahwa perawat yang pasien lebih tenang, dan tidak
menangani pasien lansia di Graha gelisah. Berdasarkan observasi di
Werdha ini dapat dengan cepat dan lapangan, penulis melihat bahwa
akrab dengan para pasiennya. perawat yang menangani pasien
(2) Tahap perkenalan atau tahap lansia di Graha Werdha ini dapat
orientasi pada tahap ini antara memberikan ketenangan dan
perawat dan pasien lansia di Graha mengurangi kecemasan bagi para
Werdha ini mempunyai kualitas pasiennya. Perawat/susternya
yang cukup baik dalam hal hampir semuanya berpengalaman
kehangatan dan keterbukaan satu sehingga dapat menangani lansia
sama lain, seperti menceritakan dengan sangat baik dan sabar.
212
Fitria Ayuningtyas dkk, Komunikasi Terapeutik pada Lansia di Graha Werdha...
213
MediaTor, Vol 10 (2), Desember 2017, 201-215
214
Fitria Ayuningtyas dkk, Komunikasi Terapeutik pada Lansia di Graha Werdha...
215