Disusun Oleh:
Kelompok 17
Mengetahui,
Kepala Ruangan SERUNI
Nb:
: Moderator
: Penyuluh
: Observer
: Fasilitator
: Peserta Penyuluh
X. Pelaksanaan
No Waktu Kegiatan Penyuluhan Respon Peserta Pelaksana
Penyuluhan
1. 5 menit Pembukaan: 1. Menjawab salam Moderator
1. Mengucapkan salam 2. Mendengarkan
2. Memperkenalkan diri 3. Memperhatikan
3. Kontrak waktu
4. Menjelaskan tujuan
dari penyuluhan
5. Menyebutkan materi
penyuluhan yang
akan diberikan.
2. 30 Menit Pelaksanaan 1. Mendengarkan Penyuluh
penyampaian materi 2. Memperhatikan
tentang: penjelasan materi
1) Menyebutkan definisi 3. Mencermati
dari disfagia materi
2) Menyebutkan
penyebab dari disfagia
3) Menyebutkan tanda
dan gejala disfagia
4) Menyebutkan
patofisiologi disfagia
5) Menyebutkan
komplikasi dari
disfagia
6) Menjelaskan
pengobatan dari
disfagia
7) Menjelaskan
pemeriksaan
penunjang disfagia
8) Menjelaskan
penatalaksanaan
disfagia
9) Menjelaskan
pencegahan dari
disfagia
3. 10 menit Diskusi: 1. Mengajukan Moderator
1. Memberikan pertanyaan dan
kesempatan pada fasilitator
peserta untuk
mengajukan
pertanyaan kemudian
didiskusikan bersama
dan menjawab
pertanyaan.
4. 5 menit Evaluasi: 1. Menjawab Moderator
1. Menanyakan kepada pertanyaan dan dan
peserta penyuluhan menjelaskannya fasilitator
tentang materi yang
diberikan
5. 5 menit Terminasi: 1. Memperhatikan Moderator
1. Menyimpulkan hasil 2. Mendengarkan
penyuluhan 3. Menjawab salam
2. Mengucapkan
terimakasih kepada
peserta
3. Mengakhiri dengan
salam
XI. Evaluasi
1. Struktur
a) Kesiapan materi
b) Kesiapan SAP
c) Kesiapan media: leaflet
d) Peserta hadir di tempat penyuluhan minimal 7orang
e) Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan
2. Proses
Fase dimulai sesuai waktu yang direncanakan
Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
Peserta mengajukan pertanyaan
Penyuluh, fasilitator dapat menjawab pertanyaan dari peserta
Suasana penyuluhan tertib dan tenang
Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat penyuluhan
3. Hasil
Peserta dapat menjelaskan tentang:
1) Menjelaskan anatomi fisiologi retina
2) Menyebutkan definisi dari retinoblastoma
3) Menyebutkan penyebab dari retinoblastoma
4) Menyebutkan tanda dan gejala retinoblastoma
5) Menjelaskan pencegahan dari retinoblastoma
6) Menjelaskan pengobatan dari retinoblastoma
7) Menyebutkan komplikasi dari retinoblastoma
1. Definisi Disfagia
Disfagia berhubungan dengan kesulitan menelan yang menunjukan adanya
obstruksi esophagus (Davey, 2005)
Dysphagia didefinisikan sebagai kesulitan makan. Dysphagia adalah
perkataan yang berasal dari bahasa Yunani dys yang berarti kesulitan atau
gangguan, dan phagia berarti makan. Disfagia berhubungan dengan kesulitan
makan akibat gangguan dalam proses menelan. Kesulitan menelan dapat terjadi
pada semua kelompok usia, akibat dari kelainan kongenital, kerusakan struktur,
dan/atau kondisi medis tertentu.
Masalah dalam menelan merupakan keluhan yang umum didapat di antara
orang berusia lanjut, dan insiden dysphagia lebih tinggi pada orang berusia lanjut
dan pasien stroke. Kurang lebih 51-73% pasien stroke menderita dysphagia.
2. Penyebab Disfagia
Gangguan pada proses menelan maerupakan suatu sistem yang kompleks,
adanya gangguan pada salah satu unsur menelan dapat menyebabkan gangguan
menelan dan gangguan koordinasi. Selain itu, integrasi pada unsur- unsur tersebut
juga dapat menyebabkan gangguan menelan.
Disfagia dapat disebabkan oleh obstruksi intrinsik dan ekstrinsik.
1) Obstruksi intrinsik berasal dari esofagus, seperti tumor, striktur, dan
herniasi divertikulum (Kowalak,2011). Faktor intrinsik juga termasuk
akibat kesulitan dalam memulai gerakan menelan atau abnormalitas
pada gerakan peristaltik dan akibat inhibisi deglutisi yang disebabkan
oleh penyakit pada otot lurik atau otot polos esophagus, kelainan
neuromotor di fase oral dan faringeal yang menyebabkan paralisis otot,
kontraksi nonperistaltik simultan atau tertutupnya lubang pada sfingter
esofagus bagian atas.Selain itu juga disebabkan oleh faktor kelainan
neurologi/ saraf (Muttaqin, 2011).
2) Obstruksi ekstrinsik berasal dari luar esofagus dan membuat lumen
esofagus menjadi sempit karena adanya penekanan. Faktor ekstrinsik
bisa disebabkan oleh bolus makanan yang terlalu besar atau adanya
benda asing masuk ke esofagus, sehingga terjadi penyempitan lumen.
Sebagian besar juga terjadi karena tumor.
5. Komplikasi Disfagia
Ada tiga komplikasi besar pada gangguan menelan yaitu :
a. Aspirasi
Aspirasi terjadi ketika makanan atau cairan atau saliva masuk kedalam
saluran pernafasan setelah level pita suara. Manifestasi klinisnya berupa
batuk, perasaan seperti tercekik (choking), dan kesulitan bernafas. Pada
penderita stroke kadang keadaan aspirasi tidak tampak menunjukkan tanda
dan gejala (Silent Aspirasi).
b. Pnemonia Aspirasi
Keadaan infeksi paru-paru oleh karena aspirasi. Kejadian kebanyakan pada
usia diatas 65 tahun, stroke dengan gangguan bicara, kelumpuhan yang parah,
gangguan kognitif, dan gangguan menelan. Tandan dan gejalanya berupa :
Panas, produksi sekret yang berlebihan atau suara ronchi, sesak nafas sampai
dengan gangguan irama nafas, Kualitas Analisa Gas Darah yang jelek,
penurunan kesadaran.
c. Malnutrisi
Disfagia menyebabkan penurunan pemasukan kkal- atau makanan yang
mengandung protein sehingga harus diperhatikan apakah pasien mengalami
kekurangan kalori protein (KKP).
Penderita disfagia akan mengalami kesulitan menelan makanan sehingga
suplai nutrisi yang dibutuhkan tubuh seperti karbohidrat, protein, lemak,
vitamin, mineral, dan cairan berkurang. Dampak lanjut akan mengalami
defisiensi zat gizi dan tubuh mengalami gangguan metabolisme.
Keadaan terganggunya kualitas status gizi pasien karena kurangnya asupan
nutrisi. Tandan dan gejalanya : kehilangan berat badan dan indeks masa
tubuh, nilai abnormal hasil laborat yang menggambarkan biokimia tubuh (:
albumin, elektrolit, dll), lithargi, dan kesulitan konsentrasi.
d. Dehidrasi
Keadaan kurangnya volume cairan tubuh secara keseluruhan.
6. Pengobatan Disfagia
Pengobatan untuk kesulitan menelan seringkali disesuaikan dengan jenis
atau penyebab tertentu dari gangguan menelan yang anda alami yaitu:
1. Disfagia Orofaringeal
Untuk disfagia orofaringeal, dokter mungkin akan merujuk anda pada terapis
bicara atau menelan, dan sesi terapi dapat berupa:
a. Latihan. Latihan tertentu dapat membantu koordinasi otot-menelan anda
atau menstimulasi kembali saraf-saraf yang memicu refleks menelan.
b. Belajar teknik menelan. Anda juga dapat mempelajari cara-cara sederhana
untuk menempatkan makanan di mulut anda atau posisi tubuh dan kepala
yang dapat membantu anda menelan dengan baik.
2. Disfagia Esofagus
Jenis pengobatan untuk disfagia esofagus mungkin berupa:
Pelebaran esofagus. Untuk kasus pengetatan esophageal sphincter
(achalasia) atau penyempitan kerongkongan, dokter mungkin
menggunakan prosedur endoskop dengan balon khusus yang dilekatkan,
balon tersebut kemudian meregang secara lembut dan memperluas lebar
kerongkongan atau meluluskan tabung fleksibel atau tabung untuk
meregangkan esofagus (dilatasi).
Pembedahan. Dalam kasus tumor esofagus, achalasia atau divertikula
faring, anda mungkin memerlukan prosedur pembedahan untuk
membersihkan jalan kerongkongan anda.
Obat-obatan. Kesulitan menelan yang berkaitan dengan GERD dapat
diobati dengan obat-obatan oral (resep) untuk mengurangi asam lambung.
Anda mungkin perlu mengambil obat ini untuk jangka waktu tertentu. Jika
mengalami kejang esofagus tetapi esofagus Anda nampak normal dan
tanpa disertai GERD, ini dapat diobati dengan obat-obatan yang dapat
merelaksasi kerongkongan dan mengurangi ketidaknyamanan yang
ditimbulkan.
3. Disfagia parah
Jika kesulitan menelan mencegah mendapatkan asupan makanan dan
minuman secara memadai, maka dokter mungkin merekomendasikan:
1. Cairan diet khusus. Cairan ini dapat membantu anda mempertahankan berat
badan yang sehat dan terhindar dari dehidrasi.
2. Tabung makanan. Dalam kasus disfagia yang parah, mungkin diperlukan
selang untuk melewati bagian dari mekanisme menelan yang tidak
berfungsi normal.
Cara melatih penderita untuk menelan secara benar dengan
mempertimbangkan proses-proses fungsional yang terjadi, diantaranya:
a. Rehabilitasi Fase Oral
Yang termasuk dalam tujuan rehabilitasi fase oral ialah :
1. Membuka mulut untuk menerima bolus makanan
2. Mengambil bolus makanan dari sendok atau garpu
3. Menutup bibir untuk mempertahankan agar bolusmakanan/cairan tetap
di dalam mulut
4. Latihan mengunyah
5. Latihan mendorong bolus untuk selanjutnya ditelan
6. Membersihkan rongga mulut setelah bolus makanan yangutama telah
ditelan
b. Rehabilitasi Fase Faringeal
Yang termasuk dalam tujuan rehabilitasi fase faringeal ialah :
1. Menutup palatum molle sehingga tidak terjadi regurgitasi saat atau
setelah menelan
2. Mencegah penyimpangan hyolaringeal dengan manuver:
2.1.Manuver Mendelsohn
a) Mengangkat kepala (head lift)
b) Melatih suara falsetto
c) Melatih kontraksi faring secara efektif untuk memipihkanbolus,
dengan cara latihan Masako
d) Menutup vestibulum laring
e) Melatih koordinasi menelan dan respirasi :
Menelan supraglottik
Menelan super-supraglottik
2.2.Manuver Menelan Paksa
1. Melatih pembukaan sfingter esofagus atas
Pengobatan dirumah untuk membantu mengatasi disfagia atara lain:
a) Olahraga, dapat membantu mengkoordinasi otot untuk menelan dan
menstimulasi saraf yang memicu refleks menelan
b) Mempelajari teknik menelan, dengan meletakkan makanan dimulut atau
memposisikan tubuh dan kepala untuk menelan.
c) Menghindari alkohol, tembakau dan kafein yang dapat memperburuk
hearthburn (rasa panas didada akibat naiknya asam lambung
dikerongkongan)
C. Gambaran Laboratorium
1. Kesulitan dalam membersihkan faring posterior, sering disertai dengan
regurgitasi nasal dan aspirasi pulmoner, hampir selalu berkaitan dengan
kelainan neuromuskular orofaring. Pada kasus-kasus demikian, makanan padat
dan cair keduanya dapat mencetuskan gejala-gejala.
2. Disfagi untuk makanan padat dan cair pada penderita yang dapat
membersihkan faring posterior mengarah pada kelainan esofagus seperti
spasme esofagus difus, akalasia atau skleroderma. Disfagi khas bersifat
intermiten dan tidak progresif.
3. Disfagi yang progresif lambat, pada awalnya terbatas untuk makanan padat,
pada penderita dengan riwayat refluks gastro-esofagus sebelumnya, mengarah
pada striktur peptik.
4. Disfagi yang cepat progresif, terutama pada penderita tua, khas untuk lesi
obstruktif ganas.
5. Nyeri dada disertai dengan disfagi mempunyai nilai diagnostik terbatas dan
terjadi baik pada spasme esofagus maupun pada tiap lesi obstruktif.
8. Penatalaksanaan Disfagia
Penanganan untuk disfagia meliputi:
a. Mengganti makanan yang dikonsumsi seperti beralih dari makanan padat ke
makanan cair.
b. Jika disfagia disebabkan oleh ulu hati atau penyakit asam lambung.
Biasanya dokter akan meresepkan obat-obatan yang mampu mencegah
refluks atau aliran balik asam lambung ke kerongkongan. PPI (proton pump
inhibitor) dapat membantu meringankan gejala disfagia yang disebabkan
oleh penyempitan atau adanya jaringan parut di kerongkongan. Jika terjadi
peradangan di dalam kerongkongan (esofagitis), maka pemberian obat
kortikosteroid akan dilakukan.
c. Apabila disfagia disebabkan oleh adanya sesuatu yang menghalangi
kerongkongan, misalnya akibat pembentukan jaringan parut atau terjadinya
penyempitan didalam saluran tersebut, maka metode endoskopi bisa
diterapkan dengan tujuan menyingkirkan objek yang menghalangi atau bisa
dilakukan dengan memperbesar diameter saluran kerongkongan dengan
dilatasi. Dilatasi yaitu suatu alat yang diletakkan pada kerongkongan untuk
melebarkan area pada kerongkongan yang sempit.
d. Jika disfagia terjadi karena kelumpuhan otak, terganggunya sistem saraf
yang bertugas mengendalikan proses menelan, atau terganggunya kinerja
otot-otot pendorong makan dari kerongkongan kelambun, maka terapi untuk
meningkatkan kemampuan menelan harus dilakukan dibawah bimbingan
ahli.
e. Operasi, dilakukan jika ada suatu yang menyumbat kerongkongan seperti
tumor atau divertikula hal ini perlu dilakukan operasi untuk mengangkatnya,
pada kasus disfagia karena penyakit akalasia (kondisi yang menyebabkan
otot-otot di kerongkongan menjadi sangat kaku) kemungkinan dokter
meresepkan obat botulinum toxin sebelum operasi dilakukan.
f. Pada kasus disfagia parah, pemasangan selang khusus untuk menyalurkan
makanan di tubuh perlu dilakukan untuk mencegah malnutrisi dan dehidrasi.
9. Pencegahan Disfagia
a. Ketika memberi makan, empat klien dalam posisi tinggi Fowler untuk makan
dan makanan ringan, kepala dan leher harus miring ke depan sedikit untuk
memfasilitasi elevasi laring dan gerakan posterior lidah
b. Memberikan perawatan mulut sebelum makan (perawatan mulut merangsang
kesadaran sensorik dan air liur, yang memfasilitasi menelan)
c. Membantu klien untuk memilih makanan yang memerlukan sedikit atau tidak
mengunyah dan mudah ditelan (misalnya puding, telur, buah kaleng, kentang
tumbuk, bubur saring)
d. Menginstruksikan klien untuk menghindari makanan pencampuran tekstur
yang berbeda didalam mulutnya pada saat yang sama
e. Menghindari memberikan makanan yang lengket (selai kacang misalnya, roti
lembut, madu)
f. Menghindari makanan yang cenderung berantakan di mulut (misalnya kue,
muffin) dan yang terdiri dari partikel-partikel kecil makanan (misalnya beras,
kacang polong, jagung).
g. Berikan makanan dalam keadaan lebih hangat atau lebih dingin dari suhu
kamar (suhu lebih ekstrim merangsang reseptor sensorik dan refleks menelan)
h. Penembahan zat pengental makanan (gelatin, sereal bayi) untuk makanan yang
terlalu cair.
i. Membasahi makanan kering dengan saus atau soup (misalnya saus gula merah,
salad dressing, krim asam, soup kaldu)
j. Menggunakan alat bantu (misalnya sendok bergagang panjang) untuk
menempatkan makanan yang tidak perlu dikunyah (misalnya gelatin, kentang
tumbuk, custard) di bagian belakang mulut di sisi terpengaruh jika gerakan
lidah terganggu. Jangan menggunakan pipet atau sedotan.
Arsyad, Efiaty Soepardi dkk..Disfagia. In: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Sixth ed. Jakarta: Balai Pnerbit FK UI.
2008, p: 271-274.
Davey, Patrick. 2005. Medicine At A Glance. Alih Bahasa: Rahmalia. A,dkk.
Jakarta: Erlangga
Kowalak, P. Jennifer., 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Muttaqin, Arif. Dkk. 2011. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Soepardi, A. Efianty. 2002. Penatalaksanaan Disfagia Secara Komprehensif.
Acara Ilmiah Pelepasan Purna Tugas Prof Dr. Bambang.
Subagio, Anwar. Incidence of Dysphagia. In: The Assesment and Management of
Dysphagia. First ed. Jakarta: Medical Rehabilitation Department RSUPCM
Faculty of Medicine University of Indonesia. 2009, p.5-6.
Teasell R, et al. Dysphagia and Aspiration Post Stroke. In Evidadence Based
Review of Stroke Rehabilitation, 12th Ed. 2010. London, Ontario Canada.