Di susun oleh
Kelompok 1
TA. 2019
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah.................................................................
B. Rumusan Masalah ........................................................................
C. Tujuan Penulisan ...........................................................................
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian MPKP.......................................................................
B. Tujuan MPKP............................................................................
C. Komponen MPKP......................................................................
D. Pilar–Pilar dalam MPKP…………………………...................
E. Macam-Macam Metode Penugasan Dalam Keperawatan........
F. Model Asuhan Keperawatan Profesional.................................
Daftar Pustaka...........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Era globalisasi dan perkembangan ilmu dan teknologi kesehatan menuntut perawat,
sebagai suatu profesi, memberi pelayanan kesehatan yang optimal. Indonesia juga
berupaya mengembangkan Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP).
MPKP adalah suatu sistem (struktur, proses dan nilai-nilai profesional) yang
memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk
lingkungan untuk menopang pemberian asuhan tersebut,” jelas Linda. Saat ini, praktik
pelayanan keperawatan di banyak rumah sakit di Indonesia belum mencerminkan praktik
pelayanan profesional. Metoda pemberian asuhan keperawatan yang dilaksanakan belum
sepenuhnya berorientasi pada upaya pemenuhan kebutuhan klien, melainkan lebih
berorientasi pada pelaksanaan tugas.
Penetapan jumlah tenaga keperawatan didasarkan jumlah klien/pasien dan derajat
ketergantungan klien. Jenis tenaga adalah Perawat Primer (PP) yang lulusan S1
keperawatan, Perawat Asosiet (PA) lulusan D3 keperawatan, serta SPK. Tenaga lain
adalah pembantu keperawatan. Mereka berada dalam satuan tim yang dibimbing dan
diarahkan oleh Clinical Care Manager (CCM) yang merupakan magister spesialis
keperawatan.
Tindakan yang bersifat terapi keperawatan dilakukan oleh PP, karena bentuk tindakan
lebih pada interaksi, adaptasi, dan peningkatan kemandirian klien yang perlu landasan
konsep dan teori tinggi. PP melakukan pertemuan dengan anggota tim kesehatan lain
terutama dokter. PP juga mengarahkan dan membimbing perawat lain serta bertanggung
jawab atas semua asuhan keperawatan yang dilakukan oleh tim pada sekelompok klien.
Tugas membersihkan meja klien, menyediakan dan membersihkan peralatan yang
digunakan, mengantar klien konsul atau membawa pispot ke dan dari klien dilakukan
oleh pembantu keperawatan. Asuhan keperawatan dilakukan berdasarkan standar rencana
keperawatan yang ada. Ketua tim (PP) melakukan validasi terhadap diagnosis
keperawatan klien berdasarkan pengkajian yang dilakukan.Secara kualitatif, PP ada
kebanggaan profesional karena ada otonomi dan kesempatan mengobservasi
perkembangan klien secara berkesinambungan dan PA dapat bekerja lebih terencana.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, perumusan masalah dalam penulisan ini
adalah:
C. Tujuan
Adapun tujuan penulisannya sebagai berikut:
1. Untuk menjelaskan Pengertian MPKP
2. Untuk mengetahui tujuan Tujuan MPKP
3. Untuk mengetahui Komponen MPKP
4. Untuk menjelaskan Pilar–Pilar dalam MPKP
5. Untuk menjelaskan metode penugasan dalam MPKP
6. Untuk menjelaskan Model Asuhan Keperawatan Profesional.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian MPKP
Model praktik keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu sistem (struktur, proses
dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat profesional, mengatur pemberian
asuhan keperawatan, termasuk lingkungan tempat asuhan tersebut diberikan (Ratna
Sitorus & Yuli, 2006).
Model praktik keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu sistem (struktur, proses
dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat profesional, mengatur pemberian
asuhan keperawatan, termasuk lingkungan tempat asuhan tersebut diberikan. Aspek
struktur ditetapkan jumlah tenaga keperawatan berdasarkan jumlah klien sesuai dengan
derajat ketergantungan klien. Penetapan jumlah perawat sesuai kebutuhan klien menjadi
hal penting, karena bila jumlah perawat tidak sesuai dengan jumlah tenaga yang
dibutuhkan, tidak ada waktu bagi perawat untuk melakukan tindakan keperawatan.
Selain jumlah, perlu ditetapkan pula jenis tenaga yaitu PP dan PA, sehingga peran dan
fungsi masing-masing tenaga sesuai dengan kemampuan dan terdapat tanggung jawab
yang jelas. Pada aspek strukltur ditetapkan juga standar renpra, artinya pada setiap ruang
rawat sudah tersedia standar renpra berdasarkan diagnosa medik dan atau berdasarkan
sistem tubuh.
Pada aspek proses ditetapkan penggunaan metode modifikasi keperawatan primer
(kombinasi metode tim dan keperawatan primer)
B. Tujuan MPKP
1. Menjaga konsistensi asuhan keperawatan
2. Mengurangi konflik, tumpang tindih dan kekososongan pelaksanaan asuhan
keperawatan oleh tim keperawatan.
3. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan.
4. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijakan dan keputusan.
5. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan keperawatan bagi setiap
tim keperawatan.
C. Komponen MPKP
Berdasarkan MPKP yang sudah dikembangkan di berbagai rumah sakit, Hoffart &
Woods (1996) menyimpulkan bahwa MPKP tediri lima komponen yaitu nilai–nilai
professional yang merupakan inti MPKP, hubungan antar professional, metode
pemberian asuhan keperawatan, pendekatan manajemen terutama dalam perubahan
pengambilan keputusan serta sistem kompensasi dan penghargaan.
a. Nilai–nilai professional
Pada model ini PP dan PA membangun kontrak dengan klien/keluarga,
menjadi partner dalam memberikan asuhan keperawatan. Pada pelaksanaan dan
evaluasi renpra. PP mempunyai otonomi dan akuntabilitas untuk
mempertanggungjawabkan asuhan yang diberikan termasuk tindakan yang dilakukan
oleh PA. hal ini berarti PP mempunyai tanggung jawab membina performa PA agar
melakukan tindakan berdasarkan nilai-nilai professional.
d. Pendekatan manajemen
Pada model ini diberlakukan manajemen SDM, yaitu ada garis koordinasi
yang jelas antara PP dan PA. performa PA dalam satu tim menjadi tanggung jawab
PP. Dengan demikian, PP adalah seorang manajer asuhan keperawatan. Sebagai
seorang manajer, PP harus dibekali dengan kemampuan manajemen dan
kepemimpinan sehingga PP dapat menjadi manajer yang efektif dan pemimpin yang
efektif.
e. Sistem kompensasi dan panghargaan.
PP dan timnya berhak atas kompensasi serta penghargaan untuk asuhan
keperawatan yang dilakukan sebagai asuhan yang profesional. Kompensasi dan
penghargaan yang diberikan kepada perawat bukan bagian dari asuhan medis atau
kompensasi dan penghargaan berdasarkan prosedur.
Keberhasilan suatu asuhan keperawatan kepada klien sangat ditentukan oleh pemilihan
metode pemberian asuhan keperawatan profesional. Dengan semakin meningkatnya
kebutuhan masyarakat akan pelayanan keperawatan dan tuntutan perkembangan IPTEK,
maka metode sistem pemberian asuhan keperawatan harus efektif dan efisien.
Ada 5 metode pemberian asuhan keperawatan profesional yang sudah ada dan akan terus
dikembangkan di masa depan dalam menghadapi tren pelayanan keperawatan.
a) Model kasus
Model Kasus merupakan model pemberian asuhan yang pertama digunakan. Sampai
Perang Dunia kedua model tersebut merupakan model pemberian asuhan keperawatan yang
paling banyak digunakan. Pada model ini satu perawat akan memberikan asuhan
keperawatan kepada seorang pasien secara total dalam satu periode dinas. Jumlah pasien
yang dirawat oleh satu perawat sangat tergantung kepada kemampuan perawat dan
kompleksnya masalah dan pemenuhan kebutuhan pasien.
Dalam Model Kasus perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang mencakup
seluruh aspek keperawatan yang dibutuhkan pasien. Pada model ini perawat memberikan
asuhan keperawatan kepada seorang pasien secara menyeluruh, sehingga mengetahui apa
yang harus dilakukan terhadap pasien dengan baik, sehingga pasien merasa puas dan
merasakan lebih aman karena mengetahui perawat yang bertanggung jawab atas
dirinya. Dengan model ini menuntut seluruh tenaga keperawatan mempunyai kualitas
profesional dan membutuhkan jumlah tenaga keperawatan yang banyak.
Model ini sangat sesuai digunakan di ruangan rawat khusus seperti ruang perawatan
intensif, misalnya ruang ICCU, ICU, HCU, Haemodialisa dan sebagainya.
b) Model fungsional
Model Fungsional dikembangkan setelah perang dunia kedua, dimana jumlah
pendidikan keperawatan meningkat dan banyak lulusan bekerja di rumah sakit dari berbagai
jenis program pendidikan keperawatan. Agar pemanfaatan yang bervariasi tenaga
keperawatan tersebut dapat dimaksimalisasi, maka memunculkan ide untuk mengembangkan
model fungsional dalam pelayanan asuhan keperawatan.
Pada model fungsional, pemberian asuhan keperawatan ditekankan pada penyelesaian
tugas dan prosedur keperawatan. Setiap perawat diberikan satu atau beberapa tugas untuk
dilaksanakan kepada semua pasien yang dirawat di suatu ruangan. Seorang perawat mungkin
bertanggung jaawb dalam pemberian obat, mengganti balutan, monitor infus dan
sebagainya. Prioritas utama yang dikerjakan adalah pemenuhan kebutuhan fisik sesuai
dengan kebutuhan pasien dan kurang menekankan kepada pemenuhan kebutuhan pasien
secara holistik, sehingga dalam penerapannya kualitas asuhan keperawatan sering terabaikan,
karena pemberian asuhan yang terfragmentasi. Komunikasi antara perawat sangat terbatas,
sehingga tidak ada satu perawat yang mengetahui tentang satu klien secara komprehensif,
kecuali mungkin Kepala Ruangan. Hal ini sering menyebabkan klien kurang puas dengan
pelayanan asuhan keperawatan yang diberikan, karena seringkali klien tidak mendapat
jawaban yang tepat tentang hal-hal yang ditanyakan, dan kurang merasakan adanya hubungan
saling percaya dengan perawat.
Kepala Ruangan bertanggung jawab untuk mengarahkan dan
mensupervisi. Komunikasi antar staf sangat terbatas dalam membahas masalah
pasien. Perawat terkadang tidak mempunyai waktu untuk berdiskusi dengan pasien atau
mengobservasi reaksi obat yang diberikan maupun mengevaluasi hasil tindakan keperawatan
yang diberikan.
Pada model ini Kepala Ruangan menentukan apa yang menjadi tugas setiap perawat
dalam suatu ruangan dan perawat akan melaporkan tugas-tugas yang dikerjakan kepada
Kepala Ruangan. Dan Kepala Ruangan lah yang bertanggung jawab dalam membuat laporan
pasien.
Dalam model fungsional ini koordinasi antar perawat sangat kurang sehingga
seringkali pasien harus mengulang berbagai pertanyaan atau permintaan kepada semua
petugas yang datang kepadanya, dan Kepala Ruanganlah yang memikirkan setiap kebutuhan
pasien secara komprehensif. Informasi yang disampaikan bersifat verbal, yang seringkali
terlupakan karena tidak didokumentasikan dan tidak diketahui oleh staf lain yang
memberikan asuhan keperawatan.
Dengan menggungkan model ini Kepala Ruangan kurang mempunyai waktu untuk
membantu stafnya untuk mempelajari cara yang terbaik dalam memenuhi kebutuhan pasien
atau dalam mengevaluasi kondisi pasien dan hasil asuhan keperawatan, kecuali terjadi
perubahan yang sangat mencolok. Dan orientasi model ini hanya pada penyelesaian tugas,
bukan kualitas, sehingga pendekatan secara holistik sukar dicapai.
Model fungsional mungkin efisien dalam menyelesaikan tugas-tugas bila jumlah staf
sedikit, namun pasien selalu tidak mendapat kepuasan dari asuhan keperawatan yang
diberikan.
c) Model tim
Setelah bertahun-tahun menggunakan Model Fungsional, beberapa pimpinan
keperawatan (nursing leader) mulai mempertanyakan keefektifan model tersebt dalam
pemberian asuhan keperawatan profesional. Oleh karena adanya berbagai jenis tenaga dalam
keperawatan, diperlukan adanya supervisi yang adekuat, maka pada tahun 1950
dikembangkan Model Tim dalam pelayanan asuhan keperawatan.
Model Tim merupakan suatu model pemberian asuhan keperawatan dimana seorang
perawat professional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada sekelompok klien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif (Douglas,
1984).
Konsep model ini didasarkan kepada falsafah bawah sekelompok tenaga keperawatan
bekerja secara bersama-sama secara terkoordinasi dan kooperatif sehingga dapat berfungsi
secara menyeluruh dalam memberikan asuhan keperawatan kepada setiap pasien.
Model Tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok mempunyai
kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan sehingga timbul
motivasi dan rasa tanggung jawab perawat yang tinggi, sehingga setiap anggota tim
merasakan kepuasan karena diakui kontribusinya di dalam mencapai tujuan bersama yaitu
mencapai kualitas asuhan keperawatan yang bermutu. Potensi setiap anggota tim saling
komplementer menjadi satu kekuatan yang dapat meningkatkan kemampuan kepemimpinan
serta timbul rasa kebersamaan dalam setiap upaya pemberian asuhan keperawatan, sehingga
dapat menghasilkan sikap moral yang tinggi.
Pada dasarnya di dalam Model Tim menurut Kron & Gray (1987) terkandung dua
konsep utama yang harus ada, yaitu:
1. Kepemimpinan
Kemampuan ini harus dipunyai oleh Ketua Tim, yaitu perawat profesional (Registered Nurse)
yang ditunjuk oleh Kepala Ruangan untuk bertanggung jawab terhadap sekelompok
pasien dalam merencanakan asuhan keperawatan, merencanakan penugasan kepada anggota
tim, melakukan supervisi dan evaluasi pelayanan keperawatan yang diberikan.
2. Komunikasi yang efektif
Proses ini harus dilaksanakan untuk memastikan adanya kesinambungan asuhan keperawatan
yang diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan pasien secara individual dan
membantunya dalam mengatasi masalah. Proses komunikasi harus dilakukan secara terbuka
dan aktif melalui laporan, pre atau post conference atau pembahasan dalam penugasan,
pembahasan dalam merencanakan dan menuliskan asuhan keperawatan dan mengevaluasi
hasil yang telah dicapai.
Pengajaran dan bimbingan secara insidental perlu dilakukan yang merupakan bagian
dari tanggung jawab Ketua Tim dalam pembinaan anggotanya. Dalam model ini Ketua Tim
menetapkan anggota tim yang terbaik untuk merawat setiap pasien. Dengan cara ini Ketua
Tim membantu semua anggota tim untuk belajar apa yang terbaik untuk pasien yang
dirawatnya berdasarkan kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi pasien.
Dalam pelaksanaan model ini, Ketua Tim dapat memperoleh pengalaman praktek
melakukan kepemimpinan yang demokratik dalam mengarahkan dan membina
anggotanya. Pimpinan juga akan belajar bagaimana mempertahankan hubungan antar
manusia dengan baik dan bagaimana mengkoordinasikan berbagai kegiatan yang dilakukan
dengan beberapa anggota tim secara bersama-sama. Untuk mencapai kepemimpinan yang
efektif setiap anggota tim harus mengetahui prinsip dasar administrasi, supervisi, bimbingan
dan teknik mengajar agar dapat dilakukannya dalam bekerjasama dengan anggota tim. Ketua
Tim juga harus mampu mengimplementasikan prinsip dasar kepemimpinan.
d) Model primer
Tujuan dari Model Primer adalah terdapatnya kontinuitas keperawatan yang
dilakukan secara komprehensif dan dapat dipertanggung jawabkan. Penugasan yang
diberikan kepada Primary Nurse atas pasien yang dirawat dimulai sejak pasien masuk ke
rumah sakit yang didasarkan kepada kebutuhan pasien atau masalah keperawatan yang
disesuaikan dengan kemampuan Primary Nurse. Setiap primary nurse mempunyai 4-6 pasien
dan bertanggung jawab selama 24 jam selama pasien dirawat. Primary Nurse akan melakukan
pengkajian secara komprehensif dan merencanakan asuhan keperawatan. Selama bertugas ia
akan melakukan berbagai kegiatan sesuai dengan masalah dan kebutuhan pasien.
Demikian pula pasien, keluarga, staff medik dan staf keperawatan akan mengetahui
bahwa pasien tertentu merupakan tanggung jawab primary nurse tertentu. Dia bertanggung
jawab untuk mengadakan komunikasi dan koordinasi dalam merencanakan asuhan
keperawatan dan dia juga akan merencanakan pemulangan pasien atau rujukan bila
diperlukan.
Jika primary nurse tidak bertugas, kelanjutan asuhan keperawatan didelegasikan
kepada perawat lain yang disebut “associate nurse”. Primary nurse bertanggung jawab
terhadap asuhan keperawatan yang diterima pasien dan menginformasikan tentang keadaan
pasien kepada Kepala Ruangan, dokter dan staf keperawatan lainnya. Kepala Ruangan tidak
perlu mengecek satu persatu pasien, tetapi dapat mengevaluasi secara menyeluruh tentang
aktivitas pelayanan yang diberikan kepada semua pasien.
Seorang primary nurse bukan hanya mempunyai kewenangan untuk memberikan
asuhan keperawatan tetapi juga mempunyai kewenangan untuk melakukan rujukan kepada
pekerja sosial, kontak dengan lembaga sosial masyarakat, membuat jadual perjanjian klinik,
mengadakan kunjungan rumah dan sebagainya. Dengan diberikannya kewenangan tersebut,
maka dituntut akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil pelayanan yang diberikan. Primary
Nurse berperan sebagai advokat pasien terhadap birokrasi rumah sakit.
Kepuasan yang dirasakan pasien dalam model primer adalah pasien merasa
dimanusiawikan karena pasien terpenuhi kebutuhannya secara individual dengan asuhan
keperawatan yang bermutu dan tercapainya pelayanan yang efektif terhadap pengobatan,
dukungan, proteksi, informasi dan advokasi. Kepuasan yang dirasakan oleh Primary Nurse
adalah tercapainya hasil berupa kemampuan yang tinggi terletak pada kemampuan
supervisi. Staf medis juga merasakan kepuasannya dengan model primer ini, karena
senantiasa informasi tentang kondisi pasien selalu mutakhir dan laporan pasien komprehensif,
sedangkan pada model Fungsional dan Tim informasi diperoleh dari beberapa perawat. Untuk
pihak rumah sakit keuntungan yang dapat diperoleh adalah rumah sakit tidak perlu
mempekerjakan terlalu banyak tenaga keperawatan, tetapi tenaga yang ada harus berkualitas
tinggi.
Dalam menetapkan seorang menjadi Primary Nurse perlu berhati-hati karena
memerlukan beberapa kriteria, diantaranya dalam menetapkan kemampuan asertif, self
direction, kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klinik,
akuntabel serta mampu berkolaborasi dengan baik antar berbagai disiplin ilmu. Di negara
maju pada umumnya perawat yang ditunjuk sebagai primary nurse adalah seorang Clinical
Specialist yang mempunyai kualifikasi Master.
e) Model modular
Pengembangan model modular merupakan pengembangan dari primary nursing
yang digunakan dalam keperawatan dengan melibatkan tenaga professional dan non
professional.
Model modular mirip dengan model keperawatan tim, karena tenaga profesional
dan non profesional bekerjasama dalam memberikan asuhan keperawatan kepada
beberapa pasien dengan arahan kepemimpinan perawat profesional.
Model modular mirip juga dengan model primer, karena tiap 2-3 perawat
bertanggung jawab terhadap asuhan beberapa pasien sesuai dengan beban kasus, sejak
pasien masuk, pulang dan setelah pulang serta asuhan lanjutan kembali ke rumah
sakit. Agar model ini efektif maka Kepala Ruangan secara seksama menyusun tenaga
profesional dan non profesional serta bertanggung jawab supaya kedua tenaga tersebut
saling mengisi dalam kemampuan, kepribadian, terutama kepemimpinan. Dalam
menerapkan model modular, 2-3 tenaga keperawatan bisa bekerjasama dalam tim, serta
diberi tanggung jawab penuh untuk mengelola 8-12 kasus. Seperti pada model
primer, tugas tim keperawatan ini harus tersedia juga selama tugas gilir (shift) sore-
malam dan pada hari-hari libur, namun tanggung jawab terbesar dipegang oleh perawat
profesional. Perawat profesional bertanggung jawab untuk membimbing dan mendidik
perawat non profesional dalam memberikan asuhan keperawatan. Konsekuensinya
peran perawat profesional dalam model modular ini lebih sulit dibandingkan dengan
perawat primer. Model modular merupakan gabungan dari model tim dan primary
model.
Peran perawat kepala ruang (nurse unit manager) diarahkan dalam hal membuat
jadwal dinas dengan mempertimbangkan kecocokan anggota untuk bekerjasama, dan
berperan sebagai fasilitator, pembimbing serta motivasi.
http://muhsakirmsg.blogspot.co.id/2013/02/model-praktek-keperawatan-profesional.html
http://rsudpurihusada.inhilkab.go.id/model-praktik-keperawatan-profesional-mpkp/