Anda di halaman 1dari 28

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Trombositopeni adalah penurunan jumlah trombosit yang disebabkan
oleh: artifactual thrombocytopenia, penurunan produksi trombosit,
peningkatan destruksi trombosit, dan distribusi abnormal dari
trombosit/pooling (Levine,1998). Trombositopeni yang terjadi dalam ITP
disebabkan oleh peningkatan destruksi trombosit karena reaksi autoimun.
Sistem imun mengenali trombosit sebagai benda asing dan dihancurkan di
limpa serta di hepar. Penghancuran trombosit akan menyebabkan
trombositopeni karena pembentukan antibodi IgG anti-trombosit.
Insiden Idiopathic Thrombocytopenic Purupura pada anak antara 4,0-5,3
per 100.000, ITP akut pada umumnya terjadi pada anak-anak usia antara 2-6
tahun. 7-28% anak-anak dengan ITP akut berkembang menjadi kronik 15-
20%. ITP pada anak-anak berkembang menjadi kronik pada beberapa kasus
menyerupai ITP dewasa yang khas. Insidensi ITP kronis pada anak
diperkirakan 0,46 per 100.000 anak per tahun. Insidensi ITP kronis dewasa
adalah 58-66 kasus baru persatu juta populasi pertahun (5,8-6,6 per 100.000)
di Amerika dan serupa yang ditemukan di inggris. Idiopathic
Thrombocytopenic Purupura kronik pada umumnya terdapat pada orang
dewasa dengan median rata-rata usia 40-45 tahun. Rasio antara perempuan
dan laki-laki 1:1 pada pasien akut sedangkan pada ITP kronik adalah 2-3:1.
Ada dua tipe ITP berdasarkan kalangan penderita. Tipe pertama
umumnya menyerang kalangan anak-anak, sedangkan tipe lainnya menyerang
orang dewasa. Anak-anak berusia 2 hingga 4 tahun yang umumnya menderita
penyakit ini. Sedangkan ITP untuk orang dewasa, sebagian besar dialami oleh
wanita muda, tapi dapat pula terjadi pada siapa saja. ITP bukanlah penyakit
keturunan. (Family Doctor, 2006).
ITP juga dapat dibagi menjadi dua, yakni akut ITP dan kronik ITP.
Batasan yang dipakai adalah waktu jika dibawah 6 bulan disebut akut ITP dan
diatas 6 bulan disebut kronik ITP. Akut ITP sering terjadi pada anak-anak
sedangkan kronik ITP sering terjadi pada dewasa. (Imran, 2008)

1
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Idiopathic Thrombocytopenic Purpura?
b. Apa penyebab terjadinya Idiopathic Thrombocytopenic Purpura?
c. Apa klasifikasi dari Idiopathic Thrombocytopenic Purpura?
d. Bagaimana proses patofisiologi dari Idiopathic Thrombocytopenic
Purpura?
e. Bagaimana manajemen keperawatan dan medis untuk klien dengan
Idiopathic Thrombocytopenic Purpura?
f. Apa saja komplikasi yang terjadi akibat Idiopathic Thrombocytopenic
Purpura?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Setelah Proses perkuliahan Imun dan Hematologi I dengan metode
TPS ini, diharapkan mahasiswa mampu merawat pasien dengan
gangguan Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) secara
komprehensif.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)
2. Mengetahui etiologi ITP
3. Mengetahui klasifikasi ITP
4. Mengetahui patofisiologi ITP
5. Mengetahui manajemen medis dan keperawatan ITP
6. Mengetahui komplikasi pada ITP

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)


ITP merupakan singkatan dari Idiopatik Trombositopenia Purpura.
Idiopatik artinya penyebabnyatidak diketahui. Trombositopenia artinya
berkurangnya jumlah trombosit dalam darah atau darah tidak mempunyai

2
platelet yang cukup. Purpura artinya perdarahan kecil yang ada di dalam kulit,
membran mukosa atau permukaan serosa (Dorland, 1998).
ITP adalah suatu keadaan perdarahan yang disifatkan oleh timbulnya
petekia atau ekimosis di kulit ataupun pada selaput lendir dan adakalanya
terjadi pada berbagai jaringan dengan penurunan jumlah trombosit karena
sebab yang tidak diketahui (FK UI, 1985).
Trombositopenia adalah suatu kekurangan trombosit yang merupakan
bagian dari pembekuan darah. ITP adalah jenis trombositopenia berat yang
dapat mengancam kehidupan dengan jumlah trombosit < 10.000 mm3 yang
ditandai dengan mudahnya timbul memar serta pendarahan subkutaneous
yang multiple. Biasanya penderita menampakkan bercak-bercak kecil
berwarna ungu. Karena jumlah trombosit sangat rendah, maka pembentukan
bekuan tidak memadai dan konstriksi pembuluh yang terlukan tidak adekuat.
ITP adalah suatu keadaan perdarahan berupa petekie/ekimosis di kulit
maupun selaput lendir dan berbagai jaringan dengan penurunan jumlah
trombosit karena sebab yang tidak diketahui. Purpura Trombositopenia
Idiopatika adalah suatu kelainan yang didapat, yang ditandai oleh
trombositopenia, purpura, dan etiologi yang tidak jelas. ITP adalah singkatan
dari Idiopathic Thrombocytopenic Purpura. Idiopathic berarti tidak diketahui
penyebabnya. Thrombocytopenic berarti darah yang tidak cukup memiliki
keeping darah (trombosit). Purpura berarti seseorang memiliki lukamemar
yang banyak (berlebihan). Istilah ITP ini juga merupakan singkatan dari
Immune Thrombocytopenic Purpura. (Family Doctor, 2006).
Idiopatik trombositopenia purpura (ITP) adalah penyakit yang
menyerang segala golongan usia, tetapi lebih umum terjadi pada anak-anak
dan wanita muda. Meskipun penyebab yang pasti belum diketahui, infeksi
virus kadang mendahului penyakit ini pada anak-anak. Dibentuk antbodi anti-
trombosit; masa hidup trombosit menjadi sangat pendek. Biasanya diagnosa
ditegakkan dengan penurunan jumlah trombosit, masa hidup, dan peningkatan
masa perdarahan.
2.2 Etiologi Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)

3
Penyebab dari ITP tidak diketahui secara pasti, mekanisme yang
terjadi melalui pembentukan antibodi yang menyerang sel trombosit,
sehingga sel trombosit mati. (Imran, 2008). Penyakit ini diduga melibatkan
reaksi autoimun, dimana tubuh menghasilkan autoantibodi IgG yang
menyerang trombositnya sendiri. Dalam kondisi normal, antibodi adalah
respons tubuh yang sehat terhadap bakteri atau virus yang masuk ke dalam
tubuh. Tetapi untuk penderita ITP, antibodinya bahkan menyerang sel-sel
keping darah tubuhnya sendiri.
Meskipun pembentukan trombosit sumsum tulang meningkat,
persediaan trombosit yang ada tetap tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh.
Pada sebagian besar kasus, diduga bahwa ITP disebabkan oleh sistem imun
tubuh. Secara normal sistem imun membuat antibodi untuk melawan benda
asing yang masuk ke dalam tubuh. Pada ITP, sistem imun melawan platelet
dalam tubuh sendiri. Alasan sistem imun menyerang platelet dalam tubuh
masih belum diketahui. (ana information center, 2008).
ITP juga diduga dipengaruhi atau disebabkan oleh hipersplenisme,
infeksi virus, intoksikasi makanan atau obat atau bahan kimia, pengaruh fisis
(radiasi, panas), kekurangan faktor pematangan (misalnya malnutrisi),
koagulasi intravaskular diseminata (KID), autoimun. Berdasarkan etiologi,
ITP dibagi menjadi 2 yaitu primer (idiopatik) dan sekunder. Berdasarkan
awitan penyakit dibedakan tipe akut bila kejadiannya kurang atau sama
dengan 6 bulan (umumnya terjadi pada anak-anak) dan kronik bila lebih dari
6 bulan (umunnya terjadi pada orang dewasa). (ana information center, 2008)
Selain itu, ITP juga terjadi pada pengidap HIV. sedangkan obat-obatan
seperti heparin, minuman keras, quinidine, sulfonamides juga diduga dapat
menyebabkan trombositopenia. Biasanya tanda-tanda penyakit yang
menyertai dan faktor-faktor yang berkaitan dengan penyebab ini adalah
seperti yang berikut : purpura, perdarahan haid darah yang banyak dan tempo
lama, perdarahan dalam lubang hidung, perdarahan rahang gigi, immunisasi
virus yang terkini, penyakit virus yang terkini dan memar atau lebam.
Biasanya ITP akut didahului oleh infeksi bakteri atau virus (misalnya rubella,

4
rubeola,varisela), atau setelah vaksinasi dengan virus hidup 1-3 minggu
sebelum trombositopenia.
2.3 Klasifikasi Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)
ITP diklasifikasikan sebagai:
 Akut
 Berulang
 Kronis (Parthasarathy, 2013)
Hal ini dibedakan utamanya dalam penghargaan terhadap usia klien saat
onset, jenis kelamin, medikasi sebelum terjadi onset, durasi dari
trombositopenia, dan respon pada perawatan. Pada hal ini tidak
dimungkinkan untuk membedakan mereka saat terjadi onset dari gejala
(Parthasarathy, 2013).
 ITP Akut
Biasa terjadi pada usia diatas 3 bulan dengan kejadian terbanyak
pada usia antara 2 tahun dan 5 tahun, yang mana juga terjadi pada usia
ketika anak-anak mudah terkena infeksi oleh virus, faktor penyebab
utama. ITP akut umumnya tidak berbahaya dan kondisi self-limiting
dengan 90% membuat sebuah kejadian yang jarang terjadi berupa
penyembuhan dalam 3 minggu sampai 6 bulan dengan atau tanpa
perawatan spesifik. Hanya 10% kasus ITP yang mengalami kemajuan
menjadi ITP kronis. Sekitar 65-95% dari anak-anak prepubertas,
sebelum usia 10 tahun, yang mengembangkan ITP memiliki bentuk
penyakit akut (Parthasarathy, 2013).
 ITP Kronis
Pada kelompok usia di atas 13 tahun, insiden dari kronis ITP lebih
tinggi dan 80-90% kasus berlanjut ke penyakit aktif setelah 6 bulan
sampai 1 tahun. Setelah usia 20 tahun, ITP kronis hampir menjadi hal
yang biasa, walaupun penyakit ini tidak terbatas oleh usia. Meskipun
tidak ada kegemaran jenis kelamin untuk ITP pada anak-anak, penyakit
pada remaja memiliki rasio 3:1 dengan perempuan lebih dominan
(Parthasarathy, 2013).
 ITP Berulang

5
Ada pengulangan trombositopenia setelah jumlah platelet normal.
Hal ini diendapkan masing-masing waktu biasanya mengikuti infeksi
olehh virus (Parthasarathy, 2013).
Tabel Perbedaan ITP akut dengan ITP kronik (Bakta, 2006; Mehta, et. al, 2006)
ITP Akut ITP Kronik
Awal Penyakit 2-6 tahun 20-40 tahun
Rasio Laki : Perempuan 1:1 1:2-3
Trombosit <20.000/mL 30.000-100.000/mL
Lama Penyakit 2-6 minggu Beberapa tahun
Beberapa hari/minggu,
Perdarahan Berulang, tiba-tiba
tersembunyi
Infeksi Terdahulu (+) Jarang
Bullae Hemorrhagik di mulut (+) Biasanya (-)
Eosinofillia dan limfositosis Sering Jarang
Remisi Spontan 80% kasus Sering naik turun

2.4 Patofisiologi Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)


Purpura trombositiopenik idiopatik adalah salah satu gangguan
perdarahaan didapat yang paling umum terjadi. Purpura trombositopenik
idiopatyik adalah sindrom yang didalamnya terdapat penurunan jumlah
trombosit yang bersirkulasi dalam keadaan sumsum normal. Penyebab
sebenarnya tidak diketahui,meskipun diduga disebabkan oleh agens virus
yang merusak trombosit. Pada umumnya gangguan ini didahului oleh
penyakit dengan demam ringan 1-6 minggu sebelum timbul gejala. Secara
patofisiologi, sindrom ITP disebabkan oleh autoantibodi trombosit spesifik
yang berikatan dengan trombosit autolog kemudian dengan cepat dibersihkan
dari sirkulasi oleh sistem fagosit mononuklir melalui reseptor Fc makrofag.
Pada tahun 1982 Van Leeuwen pertama mengidentifikasi membran trombosit
glikoprotein IIb/IIIa (CD41) sebagai antigen yang dominan dengan
mendemonstrasikan bahwa elusi autoantibodi dari trombosit pasien dengan
ITP berikatan dengan trombosit normal. ITP juga memiliki kecenderungan
genetik setelah didiagnosis pada kembar monozigot dan pada beberapa
keluarga, serta telah diketahui adanya kecenderungan menghasilkan
autoantibodi pada anggota keluarga yang sama. Autoantibodi yang
berhubungan dengan trombositopenia ditemukan pada 75% pasien ITP.

6
2.5 Web of Caution

Presdiposisi: autoimun,
Idiopatik
Autoantibodi antitrombosit IgG ditemukan infeksi
pada virus,
kira-kira 50-85% pasien.
hipersplenisme
Peningkatan IgG telah tampak di permukaan trombosit dan kecepatan
destruksi trombosit pada ITP adalah proporsional terhadap kadar yang
Reaksi autoimun
menyerupai trombosit yang berhubungan dengan immunoglobulin. Masa
hidup trombosit memendek pada ITP berkisar dari 2-3 hari hingga beberapa
menit Auto antibodi (Ig G)
Pada penyakit purpura trombositopenik idiopatik (ITP) kerusakan
trombosit di duga karena peran Melekat
antibodipada
berupa IgG yang menyelimuti
trombosit melalui glikoprotein yangtrombosit
berada di membran. Kemudia dengan
bantuan magrofag yang berada di dalam lien dan organ retikuloendotelia
Menyerang platelet
lainnya maka trombosit akan di hancurkan.
dalam darah
Pada ITP akut di percaya adanya rangsangan imun di picu dengan
infeksi virus atau imunisasi yang dianggap sebagai benda asing, dan dengan
Dihancurkan oleh makrofag
itu akan menimbulkan reaksi antibodi terhadap trombosit. Berbeda halnya
di RE, penghancuran
trombosit berlebihan
dengan ITP kronis yang dimungkinkan Pada ITP kronis mungkin telah
terjadi gangguan dalam regulasi sistem imun seperti pada penyakit otoimun
Jumlah trombosit menurun
lainnya, yang berakibat terbentuknya antibodi spesifik terhadap trombosit.
Saat ini para ahli telah berhasil mengidentifikasi glikoprotein pada membran
Trombositopenia ITP Pembentukan neonantigen
trombosit, diantaranya yaitu : GP IIb – IIa, GP Ib, dan GP V. Namun
walaupun demikian, perbedaan patofisiologi dari ITP akut dan kronis, serta
Pendarahan Pendarahan splenomegali
komponen yang terlibat dalam regulasinya
dibawahmasih
kulit belum diketahui.

MK: Risiko Pendarahan sukar


Ptekia, memar, MK : Nyeri
Pendarahan dihentikan
pupura

Evakuasi darah berlebihan


MK : Gangguan
integritas kulit
Anemia
Kadar Hb
turun
Nafsu makan Mudah lelah
menurun Suplai oksigen
turun
Nafsu makan MK : Intoleransi
menurun aktivitas
Hipoksemi
a
Anoreksia Mual BB
dan muntah turun
Hipoksia
7

MK : gangguan
MK : Kekurangan MK : Gangguan
pemenuhan nutri kurang
volume cairan perfusi jaringan
dari kebutuhan tubuh
2.6 Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis Idiopatik Trombositopenia Purpura ( ITP ) yaitu:
 Masa prodormal, keletihan, dan demam
 Secara spontan timbul petekie , ekimosis pada kulit
 Epistaksis
 Perdarahan mukosa mulut
 Menoragia
 Memar
 Jumlah trombosit kurang dari 100.000/mm3

8
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan pengobatan pasien dianggap penting karena terdapat
beberapa obat yang dapat menyebabkan trombositopenia. Pemeriksaan
darah sangat diperlukan untuk menentukan kadar atau jumlah platelet dalam
darah. Rendahnya jumlah platelet dalam darah dapat menyebabkan terjadinya
trombositopenia purpura. Prosedur berikutnya yaitu pemeriksaan sum-sum
tulang belakang untuk membuktikan bahwa adanya platelet yang adekuat.
Uji laboratorium menunjukkan:
1. Jumlah trombosit menurun sampai kurang dari 40.000 mm³, dan sering
kurang dari 20.000 mm³.
2. Hitung darah lengkap, terdiri dari hemoglobin, hematrokit, leukosit,
trombosit dan eritrosit.
3. Aspirasi sumsum tulang peningkatan megakariosit.
4. Jumlah leukosit-leukositosis ringan sampai sedang; cosinofilia ringan.
5. Uji anti bodi trombosit; dilakukan bila diagnosis diragukan:
 Biopsi jaringan pada kulit dan gusi: diagnostic.
 Uji anti bodi.
 Pemeriksaan dengan slip lamp: untuk melihat adanya uveitis.
 Biopsi ginjal: untuk mendiagnosis keterlibatan ginjal.
 Foto torax dan uji paru: diagnostik untuk manifestasi paru (evusi,
fibrosis interstial paru).
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan umum mengenai ITP:
• Kortikosteroid. Penggunaan Prednisolone 1 mg/kgBB tiap hari atau
jenis lain (metilprednisolone, dexamethasone) adalah terapi awal yang
umum diberikan pada orang dewasa dan dosisnya diturunkan perlahan
setelah pengggunaan selama 10 hingga 14 hari. Pada pasien yang
berespons buruk, dosis diturunkan lebih lambat tetapi
dipertimbangkan untuk segera dilakukan splenektomi atau
imunosupresi alternatif (tentu dengan mempertimbangkan
kontraindikasi serta efek samping yang akan ditimbulkan.
• Imunoglobulin intravena (IgIV) dengan dosis 400 mg/kgBB setiap
hari selama 5 hari atau 1 g/kgBB setiap hari selama 2 hari bertujuan
untuk meningkatkan hitung trombosit dengan cepatpada sebagian

9
besar pasien. Terapi ini sangat berguna khususnya bagi penderita
perdarahan yang mengancam jiwa, pada ITP yang refrakter terhadap
steroid, saat kehamilan, atau sebelum pembedahan. Mekanisme
kerjanya mungkin berupa hambatan terhadap reseptor Fc pada
makrofag atau modifikasi produksi antibodi.
• Transfusi trombosit  berguna bagi pasien yang mengalami
perdarahan yang mengancam jiwa. Khasiatnya hanya akan bertahan
selama beberapa jam.
• Anti-D IV  diberikan pada wanita penderita ITP yang sedang
mengandung. Antibodi yang dimasukkan serupa dengan IgG,
langsung bekerja pada limpa dan bersaing dengan autoantibodi yang
menyelimuti trombosit melalui Fc reseptor blokade.
• Obat imunosupresif (siklofosfamid, siklosporin)  diberikan pada
pasien yang tidak berespons baik terhadap steroid atau splenektomi.
• Danazol  diberikan pada wanita yang mengalami menorraghia (haid
berkepanjangan), kerjanya yaitu menghambat sekresi gonadotrophin
dari pituitary  mengurangi level estrogen.
• Splenektomi  bila terapi steroid selama 3 bulan tidak menunjukkan
perubahan kadar trombosit atau bagi penderita relaps ITP tak
tertangani.
Kontraindikasi bagi pasien dibawah usia 2 tahun. Perlu digaris bawahi
bahwa berapapun usianya, bisa memicu tingginya risiko infeksi yang
akan diderita.
Penerapan penatalaksanaan berdasarkan jenis ITP:
A. ITP Akut
1. Pada kondisi ringan: observasi tanpa pengobatan, melakukan
pengamatan apakah pasien dapat sembuh spontan atau tidak
(bisa diakibatkan malnutrisi  mencukupkan perbaikan nutrisi).
2. Bila setelah 2 minggu tanpa pengobatan jumlah trombosit belum
naik, maka berikan kortikosteroid sesuai dengan dosis yang
tepat.
3. Bila tidak berespon terhadap kortikosteroid, maka berikan
imunoglobulin intravena (IgIV).

10
4. Bila keadaan gawat (perdarahan mengancam jiwa), maka
berikan transfusi suspensi trombosit.
B. ITP Menahun
1. Kortikosteroid diberikan selama 5 bulan.
Misal: prednisone 2 – 5 mg/kgBB/hari peroral. Bila tidak
berespon terhadap kortikosteroid berikan imunoglobulin (IgIV).
2. Imunosupressan: 6 – merkaptopurin 2,5 – 5 mg/kgBB/hari
peroral.
a. Azatioprin 2 – 4 mg/kgBB/hari per oral.
b. Siklofosfamid 2 mg/kgBB/hari per oral.
c. Splenektomi.
C. ITP Relaps (Kambuhan)
1. Pastikan pasien tidak melakukan aktivitas berat dan berbahaya,
seperti mudah terjatuh dan terbentur.
2. Bila kambuh, pastikan darah tidak banyak mengalir keluar.
Berikan kortikosteroid dosis tinggi sebagai tindakan pertama.
3. Bila banyak darah yang keluar, segera berikan transfusi
trombosit.

2.9 Komplikasi
Berikut merupakan komplikasi dari ITP:
- Perdarahan intrakranial (pada kepala)
- Kehilangan darah yang luar biasa
- Efek samping dari kortikosteroid (osteoporosis, katarak, kadar gula
tinggi yang bisa menyebabkan diabetes tipe 2)
- Resiko tinggi infeksi (akibat splenektomi)
- Infeksi pneumococcal (akibat splenektomi)
- Sepsis (pasca splenektomi)
- Perdarahan saat persalinan
- Splenomegali
- Penurunan kesadaran
- Anemia akibat perdarahan
2.10 Asuhan Keperawatan Umum ITP
2.10.1 Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian Anamnesis
a. Identitas Klien
 Nama klien

11
 Umur : ITP kronik umumnya terdapat pada orang dewasa
dengan usia rata-rata 40-50 tahun.
 Jenis kelamin : Rasio antara perempuan dan laki-laki adalah
1:1 pada pasien ITP akut sedangkan pada ITP kronik adalah
2-3:1.
 Status perkawinan
 Pekerjaan
 Agama
 Alamat
b. Riwayat Kesehatan
 Keluhan utama : Memar, bintik-bintik pada kulit, keluarnya
darah pada hidung dan perdarahan pada gusi gigi.
 Riwayat penyakit sekarang: Klien mengalami ITP yg
ditandai dengan memar, bintik-bintik pada kulit, keluarnya
darah pada hidung dan perdarahan pada gusi gigi.
 Riwayat penyakit dahulu: HIV AIDS yang mungkin
diturunkan dari orang tua klien.
 Riwayat penyakit keluarga: Pihak keluarga mengalami HIV
AIDS, kelainan hematologi.
 Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola persepsi terhadap kesehatan: Terjadi
perubahan karena defisit perawatan diri akibat
kelemahan, sehingga menimbulkan masalah
kesehatan lain yang juga memerlukan perawatan yang
serius akibat infeksi.
b) Pola nutrisi metabolisme: Penderita pada umumnya
kehilangan nafsu makan, dan sering terjadi pendarahan
pada saluran pencernaan.
c) Pola eliminasi: Pola ini biasanya terjadi perubahan pada
eliminasi akut karena asupan nutrisi yang kurang
sehingga penderita biasanya tidak bisa BAB secara
normal. Terjadi melena dan hematuria adalah hal yang
sering dihadapi klien.

12
d) Pola istirahat-tidur: Gangguan kualitas tidur akibat
perdarahan yang sering terjadi.
e) Pola aktivitas latihan: Penderita terjadi kelelahan umum
dan kelemahan otot, kelelahan, nyeri akan
mempengaruhi aktifitas pada penderita ITP.
f) Pola persepsi diri: Adanya kecemasan, menyangkal dari
kondisi, dan tidak punya harapan untuk sembuh.
g) Pola reproduksi seksual: Pada umumnya terjadi
penurunan fungsi seksualitas pada penderita ITP.

2. Pemeriksaan Fisik
Breathing (B1)
 Inspeksi : Adanya dispnea, takipnea, sputum mengandung
darah, terjadi pendarahan spontan pada hidung.
 Palpasi : Kemungkinan vokal vremitus menurun akibat
kualitas pernapasan buruk karena pendarahan pada saluran
respirasi.
 Perkusi : Suara paru sonor atau pekak
 Auskultasi : Adanya suara napas tambahan whezing atau
ronchi yang muncul akibat dari komplikasi gejala lain.
Blood (B2)
 Inspeksi : Adanya hipertensi, hemoraghi subkutan, hematoma
dan Sianosis akral. Adanya ptekie atau ekimosis pada kulit,
purpura.
 Palpasi : Penghitungan frekuensi denyut nadi meliputi irama
dan kualitas denyut nadi, denyut nadi perifer
melemah, hampir tidak teraba. Takikardi, adanya petekie
pada permukaan kulit. Palpitasi (sebagai bentuk takikardia
kompensasi).
 Perkusi : Kemungkinan adanya pergeseran batas jantung
 Auskultasi : Bunyi jantung abnormal, tekanan darah terjadi
peningkatan sistolik, namun normal pada diastolik.
Brain (B3)
 Inspeksi : Kesadaran biasanya compos mentis, sakit
kepala, perubahan

13
tingkat kesadaran,gelisah dan ketidakstabilan vasomotor.
Bladder (B4)
 Inspeksi : Adanya hematuria (kondisi di mana urin
mengandung darah atau sel-sel darah merah. Keberadaan
darah dalam urin biasanya akibat perdarahan di suatu tempat
di sepanjang saluran kemih.
 Palpasi : kemungkinan ada nyeri tekan pada kandung
kemih karena distensi sebagai bentuk komplikasi
Bowel (B5)
 Inspeksi : klien biasanya mengalami mual muntah penurunan
nafsu makan, dan peningkatan lingkar abdomen akibat
pembesaran limpa. Adanya hematemesis dan melena.
 Palpasi : adakah nyeri tekan abdomen, splenomegali,
pendarahan pada saluran cerna
 Perkusi : Bunyi pekak deteksi adanya pendarahan pada daerah
dalam abdomen
 Auskultasi : Terdengar bising usus menurun (normal 5-
12x/menit).
Bone (B6)
 Inspeksi : Kemungkinan adanya nyeri otot sendi dan
punggung, aktivitas mandiri terhambat, atau mobilitas
dibantu sebagian akibat kelemahan. Toleransi terhadap
aktivitas sangat rendah.
3. Analisa Data
Data yang sudah terkumpul dikelompokkan dan dianalisis
untuk menentukan masalah klien. Untuk mengelompokkan data
ini dilihat dari jenis data yang meliputi data subyek dan dan data
obyek. Data subyek adalah data yang diambil dari ungkapan
klien atau keluarga klien sedangkan data obyek adalah data yang
didapat dari suatu pengamatan atau pendapat yang digunakan
untuk menentukan diagnosis keperawatan. Data tersebut juga
bisa diperoleh dari keadaan klien yang tidak sesuai dengan
standart kriteria yang sudah ada. Untuk perawat harus jeli dan
memahami tentang standart keperawatan sebagai bahan

14
perbandingan apakah keadaan kesehatan klien sesuai tidak dengan
standart yang sudah ada.

2.10.2 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual/muntah
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
(splenomegali)
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pendarahan
dibawah kulit
2.10.3 Intervensi
Diagnosa : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual/muntah
NOC NIC
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Memberikan nutrisi kepada kien yang
selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat adekuat secara kualitas maupun kuantitas
2. Memberikan makanan kepada klien
menghilangkan mual dan muntah dengan
dalam porsi kecil tapi sering.
kriteria hasil mual dan muntah berkurang.
3. Memantau pemasukan makanan dan
timbang berat badan setiap hari.
4. Melakukan konsultasi dengan ahli diet.

Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (splenomegali)


NOC NIC

15
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Membina hubungan saling percaya dengan
selama 1x24 jam diharapkan nyeri hilang klien
atau berkurang, pasien dapat mengontrol 2. Melakukan observasi keluhan nyeri, catat
nyeri dan dapat mempraktekkan manajemen lokasi dan intensitas (skal 0-10). Catat
nyeri. faktor-faktor yang memperberat nyeri.
3. Memberikan edukasi kepada klien tentang
teknik manajemen nyeri, dengan distraksi
dan pengalihan perhatian
4. meninggikan tempat tidur sesuai kebutuhan
5. memberikan anjuran dan membantu untuk
sering mengubah posisi.
6. Membantu untuk bergerak di tempat tidur,
hindari gerakan yang menyentak.
7. Kolaborasi
 Melakukan pemeriksaan laboratorium
darah lengkap
 Melakukan uji antibodi trombosit
dengan tes sensitif
 Memberikan obat-obatan analgesik
sesuai indikasi dan advice dokter
(misalnya : asetil salisilat)
 Memberikan
Imunosupressan : Siklofosfamid (2
mg/kgBB/hari per oral)

Diagnosa : Intoleransi aktivitas b.d kelemahan


NOC NIC

16
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Mengkaji kemampuan pasien untuk
selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat melakukan aktivitas normal, catat laporan
meningkatkan partisipasi dalam aktivitas
kelemahan, keletihan.
2. Memberikan lingkungan tenang.
dengan kriteria hasil pasin dapat
3. Mengubah posisi pasien dengan perlahan
menunjukkan peningkatan toleransi
dan pantau terhadap pusing.
aktivitas.

Diagnosa : Gangguan integritas kulit b.d pendarahan di bawah kulit


NOC NIC
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1 x 1. Kaji integritas kulit, catat turgor, warna,
24 jam diharapkan pasien dapat kehangatan kulit, eritema dan ekskoriasi
mempertahankan integritas kulit 2. Ubah posisi secara periodik
.

2.10.4 Evaluasi
Metode yang digunakan dalam evaluasi adalah SOAP, yaitu :
 Subjektif : Catatan ini berhubungan dengan masalah sudut
pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan
keluhannya dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan
yang berhubungan dengan diagnosa.
 Objektif : Data ini memberi bukti gejala klinis pasien dan
fakta yang berhubungan dengan diagnosa. Data fisiologis, hasil
observasi yang jujur, informasi kajian teknologi (hasil
Laboratorium, sinar X, rekaman CTG, dan lain-lain) dan
informasi dari keluarga atau orang lain dapat dapat dimasukkan
dalam kategori ini.
 Assesment : Analisa dari data subjektif dan objektif yang
didapatkan

17
 Planning : Merencanakan apakah intervensi diberhentikan atau
dilanjutkan

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS IDIOPATHIC
THROMBOCYTOPENIC PURPURA (ITP)

3.1 Kasus
An D laki-laki usia 3 tahun di bawa ke RS Unair karena 3 hari yang
lalu muncul memar yang hilang timbul. Hasil anamnesa anak D tidak
mengalami cidera atau jatuh. Satu minggu sebelumnya sakit saluran
pernafasan bagian atas disertai demam tinggi. Tadi pagi muncul memar-
memar kembali disertai perdarahan hidung. Hasil pemeriksaan laboratorium
jumlah trombosit 120.000/ml. TD 110/70, suhu 36,8, RR 22x/menit.
3.2 Pengkajian
3.2.1 Data Demografi
Nama Klien : An. D
Usia : 3 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
3.2.2 Keluhan Utama
An. D memiliki keluhan utama memar disertai perdarahan hidung.
3.2.3 Riwayat Kesehatan Sekarang/Alasan Masuk
An. D sebelumnya sakit saluran pernafasan bagian atas disertai demam
tinggi. Tadi pagi muncul memar-memar kembali disretai perdarahan
hidung.

18
3.2.4 Riwayat Kesehatan Masa Lalu
An. D tidak memiliki riwayat penyakit tertentu yang mempengaruhi
kondisinya saat ini.
3.2.5 Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga An. D tidak ada riwayat penyakit tertentu yang
diturunkan/ditularkan.
3.2.6 Pemeriksaan Fisik (Review of System)
B1 (Breath)
Adanya perdarahan di saluran pernafasan (hidung), RR=22x/menit
B2 (Blood)
 Inspeksi : ditemukan adanya memar pada tubuhnya namun tidak
mengalami cidera sebelumnya
 Tekanan darah = 110/70 mmHg
B3 (Brain)
Kesadaran compos mentis
B4 (Bladder)
Normal
B5 (Bowel)
Berat badan klien normal
B6 (Bone)
Terjadi kelemahan pada An. D
Analisa Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS : - Idiopatik, infeksi virus, Resiko Perdarahan (00206)
DO : perdarahan hipersplenisme Domain 11.
hidung tanpa Keamanan/Perlindungan
mengalami cidera Antigen (makrofag) Kelas 2. Cidera Fisik
menyerang trombosit

Destruksi trombosit
dalam sel penyaji
antigen (dipicu oleh
antibodi)

19
Trombositopenia

ITP

Resiko Perdarahan

Data Etiologi Masalah Keperawatan


DS : - Idiopatik, infeksi virus, Gangguan integritas kulit
DO : muncul hipersplenisme (00046)
memar yang hilang Domain 11.
timbul Antigen (makrofag) Keamanan/Perlindungan
menyerang trombosit Kelas 2. Cidera Fisik

Detruksi trombosit
dalam sel penyaji
antigen (dipicu oleh
antibodi)

Trombositopenia

ITP

Purpura

Gangguan integritas
kulit

3.3 Diagnosa Keperawatan


1. Resiko perdarahan b.d terjadinya perdarahan pada hidung
2. Gangguan integritas kulit b.d imunodefisiensi

20
3.4 Intervensi
Diagnosa:
Resiko Pendarahan (00206)
Domain 11. Keamanan/perlindungan
Kelas 2. Cedera fisik
NOC NIC
Dalam waktu 1x24 jam, klien mampu Pencegahan Pendarahan (4010)
mengatasi pengurangan kehilangan 1. Memonitor dengan ketat resiko
darah dengan outcomes: terjadinya pendarahan pada klien.
Pembekuan Darah (0409) 2. Mencatat nilai Hb dan
1. Klien tidak mengalami Hematokrit sebelumdan sesudah
perdarahan kembali klien kehilangan darah sesuai
2. Hasil pemeriksaan laboratorium indikasi.
PT dan PTT normal 3. Memonitor komponen koagulasi
Keparahan Kehilangan Darah (0413) darah pada klien.
1. Klien tampak sehat, tidak pucat Penguranan pendarahan : nasal
dan tidak terlihat kekurangan (4024)
darah akibat kehilangan darah 1. Mengidentifikasi penyebab
pada hidung. pendarahan memberikan produk
2. Kulit klien tampak berwarna darah ( misalnya platelet) jika
segar dan tidak terlihat kulit diperlukan
memar . 2. Memposisikan pasien setengah
3. Klien tampak segar tidak lemah duduk
dan pucat dan ditemukan pada 3. Meminta pada klien untuk
pemeriksaan lab mempunyai menghindari hal-hal yang bisa

21
kadar trombosit normal. menyebabkan luka (hindari
(Trombosit 170.000/ml ) menggaruk, meniup dengan kuat)
Pengetahuan : Pengobatan (1808) Manajemen Obat (2380)
1. Klien dapat mengetahui dan dapat 1. Tentukan obat yang diperlukan
mengimplementasikan cara untuk dan kelola menurut resep dan
menghentikan pendarahan pada atau protokol.
hidung. 2. Monitor respon terhadap
2. Klien dapat mengetahui jenis , perubahan pengobatan dengan
efek samping dan nama obat yang cara yang tepat.
digunakan untuk mengatasi 3. Ajarkan pasien dan atau dengan
penyakit. anggota keluarga mengenai
metode pemberian obat.
4. Berikan alternatif jangka waktu
dan cara pengobatan mandiri
untuk meminimalkan efek gaya
hidup.

Diagnosa:
Gangguan Integritas Kulit (00046)
Domain 11. Keamanan/perlindungan
Kelas 2. Cedera fisik
NOC NIC
Dalam waktu 2x24 jam, klien mampu Proteksi Infeksi (6550)
kembali melakukan berbagai aktivitas 1. Memonitor kulit dan membran
dengan outcomes: mukosa dari kemerahan ataupun
Integritas jaringan kulit dan suhu yang tinggi
membran mukosa (1101) 2. Memberikan agen imuniasasi jika
1. Tidak terjadi Lesi pada kulit diperlukan
pasien 3. Edukasi klien dan keluarga untuk
2. Lesi mukosa membran pada kulit menghindari infeksi
klien tidak terlihat (kulit segar Monitor Tanda-Tanda Vital (6680)
tidak pucat) 1. Monitor tekanan darah, nadi,
3. Pada kulit klien tidak menunjukan suhu dan status pernafasan

22
adanya Nekrosis dengan tepat.
2. Monitor warna kulit,suhu dan
kelembaban.
3. Monitor sianosis sentral dan
perifer.

3.5 Evaluasi
1. S = Klien mengatakan sudah tidak merasakan lemah dan lemas
O = Kulit klien tampak berwarna segar dan tidak terlihat kulit memar,
serta klien tampak sehat,tidak pucat dan tidak terlihat kekurangan darah
akibat kehilangan darah pada hidung.
A = Laporan subjektif dan objektif memuaskan, kriteria hasil tercapai,
masalah teratasi keseluruhan.
P = Intervensi diberhentikan.
2. S=-
O = Lesi mukosa membran pada kulit klien tidak terlihat (kulit segar
tidak pucat) dan pada kulit klien tidak menunjukan adanya Nekrosis
A = Laporan subjektif dan objektif memuasakan, kriteria hasil tercapai,
masalah teratasi keseluruhan.
P = Intervensi diberhentikan.

23
KESIMPULAN

ITP merupakan singkatan dari Idiopatik Trombositopenia Purpura.


Idiopatik artinya penyebabnyatidak diketahui. Trombositopenia artinya
berkurangnya jumlah trombosit dalam darah atau darah tidak mempunyai platelet
yang cukup. Purpura artinya perdarahan kecil yang ada di dalam kulit, membran
mukosa atau permukaan serosa (Dorland, 1998). Penyebab dari ITP tidak
diketahui secara pasti, mekanisme yang terjadi melalui pembentukan antibodi
yang menyerang sel trombosit, sehingga sel trombosit mati. (Imran, 2008).
ITP diklasifikasikan menjadi ITP akut, kronis dan berulang berdasarkan
waktu terjadinya. Gejala yang ditimbulkan yaitu keletihan dan demam, secara
spontan timbul petekie , ekimosis pada kulit, epistaksis, perdarahan mukosa
mulut, menoragia, memar, jumlah trombosit kurang dari 100.000/mm3.
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk memperkuat diagnosa terhadap ITP,
seperti pemeriksaan darah, pemeriksaan sumsum tulang belakang dan uji
laboratorium. Selain itu, untuk menentukan diagnosa kita juga melakukan
pengkajian dan pemeriksaan fisik pada klien. Berbeda klasifikasi ITP, berbeda
pula penanganan yang diberikan. Diagnosa yang muncul pada klien dengan
gangguan ITP meliputi: (1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan mual/muntah, (2) Nyeri akut berhubungan dengan
agen cedera biologis (splenomegali), (3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan, dan (4) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pendarahan
dibawah kulit.
Sebagai seorang perawat, kita harus mampu menyusun dan menerapkan
intervensi yang tepat berdasarkan diagnosa dan kondisi pasien yang kita dapatkan
melalui proses pengkajian. Seperti pada klien dengan diagnosa risiko perdarahan,
kita dapat menerapkan intervensi dengan mengurangi pendarahan dan manajemen
obat serta melakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam
melakukannya. Evaluasi dilakukan setelah intervensi diberikan dalam waktu yang

24
ditargetkan untuk mengetahui apakah asuhan keperawatan tersebut dapat
diberhentikan karena kriteria hasil sudah memenuhi atau intervensi dilanjutkan
ataupun ditambah dengan intervensi lain. Dokumentasi juga dilakukan setelah
melakukan tindakan.
DAFTAR PUSTAKA

Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal-Bedah: Buku Saku untuk


Brunner dan Suddarth. Jakarta: EGC

Bulechek, Gloria M, and others.2013.Nursing Interventions Classification


(NIC).USA:Mosby, Elsevier Inc.

Blackwell, Willey.2014.NANDA Internasional, Inc. NURSING DIAGNOSIS:


Definition & Classification 2015-2017.USA:NANDA Internasional, Inc.

Parthasarathy, A.2013. Partha’s Fundamentals of Pediatrics Second Edition. New


Delhi: Jaypee

Hoffbrand, A.V. 2005. Essential Haematology terj. Kapita Selekta Hematologi.


Jakarta:EGC

Moorhead, Sue, others.2013.Nursing Outcomes Classification (NOC).Mosby,


Elsevier Inc.

Purwanto Ibnu. 2007. Purpura Trombositopenia Idiopatik. Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam. Jilid II Edisi IV. Jakarta: Penerbitan FKUI. hal 659-664.

http://www.academia.edu/10072251/Definisi_ITP
http://www.morphostlab.com/artikel/idiopathic-thrombocytopenia-purpura-
itp.html

http://www.alodokter.com/itp-ideopathic-thrombocytopenic-purpura
http://www.klinikherbaldunia.com/komplikasi-idiopatik-trombositopenia-purpura/
http://www.informasikedokteran.com/2015/09/idiopathic-thrombocytopenic-
purpura-itp.html
www.informasikedokteran.com/2015/09/idiopathic-thrombocytopenic-purpura-
itp.html?m=1 (diakses pada 7 Desember 2016)

25
LAMPIRAN
Daftar Pertanyaan:
1. Alex Susanto (095): Apakah perbedaan manifestasi klinis pada DHF dan ITP?
Gita (086): Perbedaan antara ITP dan DHF salah satunya ialah susunan
komponen darah. Pada dengue terjadi peningkatan hemoglobin (Hb),
peningkatan hematokrit lebih dari sama dengan 20%, terjadi leukopenia, dan
trombositopenia. Sedangkan pada ITP semua komponen darah tetap kecuali
trombosit mengalami trombositopenia.
Kusnul (089): Pada DHF gejalanya ada demam, mual dan muntah, sedangkan
pada ITP gejalanya tanpa demam, tetapi demam bisa terjadi karena penyakit
infeksi sebelumnya. Tidak disertai mual dan muntah juga.
Meilia (083): Sama seperti yang sudah dikatakan oleh teman-teman
sebelumnya, pada penderita itp tidak demam, tidak mual dan muntah, tidak
nyeri di ulu hati seperti penderita DHF.
Isnaini (094): Perbedaan ITP dan DHF yaitu pada pendarahannya.
Pendarahan ITP lebih kompleks, sedangkan DHF tidak.
Bu Iqlima: Semua bisa terjadi pendarahan, baik pada ITP, DHF, hemofilia dan
sebagainya apabila mengalami penurunan jumlah trombosit.
Ucik (088): Perbedaan ITP dan DHF terletak pada purpura. Pada ITP terdapat
gejala purpura.
2. Nurfa Dwiki (079): Bagaimanakah penatalaksanaan pada ITP? Kapan harus
dilakukan splenectomy?
Ucik (088): Penatalaksanaan ITP sebelum dilakukan splenektomi adalah
dengan pemberian kortikosteroid selama beberapa bulan, apabila setelah
diberikan masih belum memiliki efek sembuh maka dilakukan splenektomi
karena kortikosteroid tidak dapat diberikan dalam jangka waktu lama.
Kusnul (089): ITP dapat sembuh dengan sendirinya, namun ada terapi
farmakologi nya (ada di makalah). Setelah di terapi farmakologi tidak

26
memberikan hasil baru di splenektomi namun harus konsultasi dulu dengan
dokter karena efek samping pada splenektomi sendiri sangat banyak.
Splenektomi dapat meningkatkan resiko infeksi dan juga mengurangi sistem
imun.
Gita (086): Penatalaksanaan ITP meliputi,
Terapi umum:
- Hindari aktivitas fisik berlebihan untuk mencegah trauma, terutama
trauma kepala dan hindari pemakaian obat-obatan yang memengaruhi
fungsi trombosit (Handayani, 2008).
Terapi Khusus:
- Steroid : Prednison 1-1,5 mg/kg BB selama 2 minggu. Bila respons baik,
teruskan sampai 1 bulan, lalu tappering. Bila trombosit turun lagi
sesuaikan dengan dosis awal, jika tidak ada respons terapi dibatasi 4-6
minggu, pemakaian steroid yang lama perlu dosis alternatif untuk
mencegah komplikasi (Handayani, 2008).
Obat utama prednison, bisanya dapat meningkatkan trombosit setelah 7-
10 hari. Jika tujuan terapi dapat tercapai, dosis prednison diturunkan
secara bertahap (Djauzi, 2009).
- Imunoglobulin : Diberikan pada perdarahan yang mengancam jiwa,
kombinasi dengan steroid dosis tinggi dan suspensi trombosit atau
diberikan pada ITP refrakter. Dosis 400 mg/kg BB selama 5 hari
(Handayani, 2008).
- Splenektomi (Baughman, 2000) : Bila tidak ada respons dengan steroid
atau trombosit <30.000 mm3 selama 3 bulan (Handayani, 2008).
Splenektomi sebisa mungkin harus dihindari, khususnya pada anak,
dengan mengingat risiko septikemia pneumokokal pada pasien asplenik,
tetapi mungkin kuratif bila penatalaksanaan medis tidak berhasil
(Rubenstein, 2003). Tujuan dari splenektomi sendiri hanya untuk
memperthankan jumlah trombosit dengan cara menekan sistem imun.
Akan tetapi sangat berbahaya jika dilkukan splenektomi krena akan
mengkibatkan klien mudah terinfeksi. Sebab spleen atau limpa
merupakan salah satu pertahanan tubuh.
Vega (076): Menurut pendapat saya, splenectomy dilakukan jika sudah ITP
Kronis.

27
Nama Anggota Kelompok:
Clauvega Myrtha Ranggun S. 131511133076
Lailatur Rokhmah 131511133077
Sajid Putut Setiawan 131511133078
Nurfa Dwiki Fitriana 131511133079
Diah Ayu Mustika 131511133080
Maria Nerissa Arviana 131511133081
Farhan Ardiansyah 131511133082
Meilia Dwi Cahyani 131511133083
Homsiyah 131511133084
Aisyah Niswatus Sakdiyah 131511133085
Gita Kurnia Widiastutik 131511133086
Ainil Fikroh Rahma Dheaning 131511133087
Ucik Nurmalaningsih 131511133088
Kusnul Chotimah 131511133089
Teguh Dwi Saputro 131511133090
Nisaul Azmi Nafilah 131511133091
Herlyn Afifah Nurwitanti 131511133092
Isnaini Via Zuraiyahya 131511133094
Alex Susanto 131511133095
Puji Setyowati 131511133096
Dilruba Umi Shalihah 131511133097

28

Anda mungkin juga menyukai