Skirpsi Ricky Sembiring
Skirpsi Ricky Sembiring
ABSTRAK
ABSTRACT
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
PRAKATA
Segala puji syukur penulis tujukan kepada Tuhan atas segala berkat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Kepatuhan Nelayan Pancing Tonda pada Peraturan Terkait Dengan Penggunaan
Rumpon di Palabuhanratu, Sukabumi.
Dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1) Keluargaku tercinta, Bapak Nesron Sembiring Depari dan Ibu Setianna
Sinulingga serta kedua adikku Alicia Sembiring Depari dan Giska Anjelia
Sembiring Depari atas dukungan doa, perhatian dan kasih sayang, materil dan
moril selama penulis kuliah sampai menyelesaikan skripsi.
2) Thomas Nugroho, SPi MSi dan Dr Ir Darmawan, MAMA selaku dosen
pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan, bimbingan dan
masukan selama penulis penelitian dan menyelesaikan skripsi ini.
3) Akhmad Solihin, SPi MHum atas bimbingan dan arahan serta masukannya.
4) Dr Ir Mohammad Imron, MSi selaku dosen penguji tamu yang telah
memberikan saran dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
5) Prihatin Ika Wahyuningrum, SPi MSi selaku dosen yang mewakili komisi
pendidikan Departemen PSP yang telah memberikan saran dan masukan dalam
menyelesaikan skripsi ini.
6) Zulfa Emazir, AMd atas bantuannya selama penulis menyelesaikan skripsi ini.
7) Handi Wijaya dan Tatang Suherman A.Pi atas bantuan selama penulis
melakukan penelitian di PPN Palabuhanratu.
8) Bayu Nugroho yang telah memberikan fasilitas tumpangan tempat tinggal
selama penulis melakukan penelitian di PPN Palabuhanratu dan membantu
dalam proses penyelesaian skripsi ini.
9) Ari (PSP angkatan 52) atas bantuannya selama proses penyelesaian skripsi ini.
10) Semua staff dan dosen khususnya di Departemen PSP atas segala bantuan dan
didikannya selama selama penulis kuliah sampai menyelesaikan skripsi.
11) Dwinta atas bantuannya dan kebersamaan selama mengikuti proses
perkuliahan.
12) Hasti atas bantuannya dan kebersamaannya selama mengikuti proses
perkuliahan.
13) Sahmirad atas bantuannya dan kebersamaannya selama mengikuti proses
perkuliahan.
14) Teman-teman PSP angkatan 51 atas kebersamaannya selama mengikuti proses
perkuliahan.
15) Semua pihak yang telah membantu penulis hingga terselesaikannya skripsi ini
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
METODE PENELITIAN 3
Waktu dan Tempat Penelitian 3
Alat dan Bahan Penelitian 4
Metode Penelitian 4
Jenis Data 4
Pengumpulan Data 5
Analisis Data 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 11
Kondisi Perikanan Tangkap PPN Palabuhanratu 11
Usaha Perikanan Rumpon: Konstruksi, Armada Kapal dan Hasil Tangkapan 12
Kapal pancing tonda 18
Perilaku Pemilik Modal Usaha Perikanan Rumpon pada Peraturan Formal
dalam Menggunakan Rumpon 21
Kepatuhan dari Sisi Hukum 23
Kepatuhan dari Sisi Teknis 24
Perilaku yang Dibangun Nakhoda dan Anak Buah Kapal Usaha Perikanan
Rumpon Tentang Penerimaannya pada Sanksi, Tanggung Jawab Mengawasi
Rumpon dan Manfaat Ilegal 27
SIMPULAN DAN SARAN 32
Simpulan 32
Saran 33
DAFTAR PUSTAKA 33
RIWAYAT HIDUP 55
ix
DAFTAR TABEL
1 Alat dan bahan penelitian di lapang 4
2 Data peta kepemilika rumpon dan jumlah rumpon di Palabuhanrtau 4
3 Metode pengumpulan dan analisis data 6
4 Kriteria penskoran untuk pemilik modal 7
5 Interval kriteria kepatuhan pemilik modal perikanan rumpon dari sisi
hukum 8
6 Interval kriteria kepatuhan pemilik modal perikanan rumpon dari sisi
teknis 9
7 Kriteria penskoran untuk nakhoda dan ABK 9
8 Interval kriteria kepatuhan nakhoda dan ABK 10
9 Perkembangan jumlah nelayan di PPN Palabuhanratu tahun 2012 - 2016 11
10 Perkembangan alat penangkapan ikan di PPN Palabuhanratu tahun 2012-
2016 12
11 Biaya pembuatan satu unit rumpon di Palabuhanratu 17
12 Dimensi kapal pancing tonda di Palabuhanratu pada tahun 2017 18
13 Rincian alat tangkap yang dibawa nelayan pancing tonda di
Palabuhanratu untuk per-trip 19
14 Jumlah biaya kebutuhan melaut per-trip 20
15 Rata-rata pembagian keuntungan antara pemilik, nakhoda dan ABK per-
trip 21
16 Koordinat penempatan rumpon 24
17 Jarak antar rumpon 25
18 Sanksi dalam pemanfaatan rumpon 28
19 Tanggung jawab moral nelayan dalam memanfaatkan rumpon 29
20 Manfaat bersifat illegal dalam pemanfaatan rumpon 31
DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi Penelitian: Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabu mi, Jawa
Barat 3
2 Pancing tonda yang berbasis di Palabuhanratu 14
3 Bagian – bagian rumpon di Palabuhanratu 15
4 Sketsa rumpon di Palabuhanratu 16
5 Posisi pemasangan antar rumpon 24
DAFTAR LAMPIRAN
1 Skala likert kepatuhan pemilik modal dari sisi hukum 36
2 Skala likert penerapan peraturan pemasangan rumpon berdasarkan
aspekteknis 37
3 Skala likert sanksi dalam pemanfaatan rumpon 38
4 Skala likert tanggung jawab moral nelayan dalam memanfaatkan rumpon 38
5 Skala likert manfaat bersifat ilegal dalam pemanfaatan rumpon 39
6 Dokumentasi hasil penelitian 40
7 Aturan Kementerian Kelautan dan Perikanan No. 26 Tahun 2014 42
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Penelitian ini berguna sebagai bahan evaluasi dan masukan bagi pihak
pemerintah untuk menyusun kebijakan tentang perikanan rumpon spesifiknya
terkait sisi hukum yang meliputi perizinan dan sisi teknis meliputi pemasangan
rumpon, konstruksi rumpon dan tanda pengenal yang digunakan pada rumpon
sehingga penerapannya di lapang berjalan dengan baik. Selain itu penelitian ini
juga bermanfaat bagi pihak akademisi sebagai penyedia informasi mengenai
kepatuhan nelayan pancing tonda terhadap Permen KP No. PER.26/MEN/2014
tentang Rumpon.
3
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan dua tahapan. Tahap pertama adalah pra-
penelitian yang ditujukan untuk memperoleh informasi awal mengenai kondisi
perikanan yang menggunakan rumpon di Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat.
Data yang dikumpulkan terutama adalah data para pelaku usaha perikanan
rumpon yang meliputi pemilik modal, nakhoda dan ABK. Informasi lain yang
dikumpulkan termasuk jumlah rumpon yang dimiliki dan spesifikasi unit
penangkapan yang digunakan. Data yang diperoleh dari pra-penelitian ini
kemudian dipergunakan sebagai dasar untuk menentukan jumlah responden dan
penyusunan daftar pertanyaan untuk wawancara/kuesioner. Pra-penelitian
dilaksanakan pada tanggal 15 Agustus 2017 sampai dengan 18 Agustus 2017.
Tahap kedua adalah penelitian, tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut: 1) Persiapan (termasuk penyusunan kuesioner dan
penentuan sampel), 2) Pelaksanaan (termasuk wawancara dan pengisian
kuesioner), 3) Pengamatan/observasi lapang dan pengukuran spesifikasi unit
penangkapan ikan, 4) Pengolahan data dan 5) Penulisan hasil penelitian.
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Agustus sampai dengan Oktober 2017.
Penelitian ini dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu,
Sukabumi, Jawa Barat. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1.
Secara keseluruhan alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini dapat
dilihat pada Tabel 1.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus
terhadap perikanan pancing tonda dengan rumpon di PPN Palabuhanratu,
Sukabumi. Menurut Sangadji dan Sopiah (2010) metode studi kasus adalah
penelitian dengan karakteristik masalah yang berkaitan dengan latar belakang dan
kondisi saat ini dari subjek yang diteliti serta interaksinya dengan lingkungan.
Jenis Data
Penelitian ini menggunakan dua jenis data yaitu primer dan sekunder. Data
primer merupakan hasil wawancara terkait deskripsi perikanan rumpon, kepatuhan
pemilik modal usaha perikanan rumpon terhadap Permen KP No.
PER.26/MEN/2014 tentang Rumpon dan peraturan informal yaitu nilai- nilai yang
dibangun oleh nakhoda dan ABK perikanan rumpon tentang penerimaannya pada
sanksi, tanggung jawab mengawasi rumpon dan manfaat ilegal pada proses
pemanfaatan rumpon di Palabuhanratu. Data ini diperoleh melalui wawancara
terstruktur, yaitu wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner)
yang telah disiapkan sebelumnya dengan alternatif jawaban yang sudah ditentukan
(Sugiyono 2013). Data sekunder berupa data statistik mengenai jumlah kapal
pancing tonda yang berada di PPN Palabuhanratu. Berikut data kepemilikan
rumpon di Palabuhanratu dapat dilihat pada Tabel 2.
Lanjutan Tabel 2
Jumlah Jumlah Jumlah
Nama Kapal Nama Pemilik
rumpon Nakhoda ABK
Jaya Mandiri 12
Aofa 01 Angga 2 1 4
Doa Ibu 01
Doa Ibu 02 Andi Arsyad 2 3 12
Doa Ibu 03
Andina 01
Andina 3
Anton Hartono 1 4 16
Andina 5
Andina 7
CBR 01
CBR 02 Firman 1 3 12
CBR 03
Arwana 2
Arwana 9
Dede Ola 2 4 16
Bogor 01
Bogor 02
Fajar Mas Nendi 1 1 4
Total 15 28 112
Pengumpulan Data
Analisis Data
Keterangan:
Y1 = Banyaknya jawaban responden yang menjawab nilai skor 1 (Ya)
Y2 = Banyaknya jawaban responden yang menjawab nilai skor 0 (Tidak)
Keterangan:
Rentang = nilai tertinggi – nilai terendah
Tabel 5 Interval kriteria kepatuhan pemilik modal perikanan rumpon dari sisi
hukum
Nilai kriteria kepatuhan Keterangan
0–1,5 Tidak Patuh
1,6–3 Patuh
Keterangan:
Rentang = nilai tertinggi – nilai terendah
Tabel 6 Interval kriteria kepatuhan pemilik modal perikanan rumpon dari sisi
teknis
Nilai kriteria kepatuhan Keterangan
0 – 4,5 Tidak Sesuai Aturan
4,6 – 9 Sesuai Aturan
Kepatuhan nakhoda dan ABK pancing tonda terhadap aturan informal dan
nilai yang ada dalam pemanfaatan rumpon dilihat dari tiga aspek. Ketiga aspek
yang diteliti tersebut mengacu kepada hasil penelitian Sutinen dan Kuperan
(1999) yang menyatakan bahwa kepatuhan pada peraturan dipengaruhi oleh
sanksi, tanggung jawab moral dan manfaat illegal yang dilakukan nelayan dalam
memanfaatkan rumpon. Kemudian untuk memudahkan penilaian jawaban dari
responden maka digunakan skala likert yang bertujuan untuk mengukur tingkat
kepatuhan nakhoda dan ABK. Idrus (2009) menyatakan bahwa skala likert
menggunakan lima alternatif pilihan jawaban dari kondisi yang sa ngat mendukung
hingga yang sangat tidak mendukung. Maka pada penelitian ini digunakan lima
kriteria pilihan jawaban yang dapat dilihat pada Tabel 7.
Keterangan:
Z5 = Banyaknya jawaban responden yang menjawab nilai skor 5
Z4 = Banyaknya jawaban responden yang menjawab nilai skor 4
Z3 = Banyaknya jawaban responden yang menjawab nilai skor 3
Z2 = Banyaknya jawaban responden yang menjawab nilai skor 2
Z1 = Banyaknya jawaban responden yang menjawab nilai skor 1
Pada bagian ini penulis menggunakan lima kelas interval. Rumus yang
digunakan untuk menentukan panjang kelas interval mengacu kepada Idrus (2009)
adalah sebagai berikut:
Keterangan:
Rentang = nilai tertinggi – nilai terendah
Letak geografis
Palabuhanratu merupakan salah satu kecamatan di daerah pesisir Teluk
Palabuhanratu yang juga merupakan ibu kota kabupaten Sukabumi. Secara
geografis Palabuhanratu terletak pada posisi 6 0 50’-60 55’ Lintang Selatan dan
1060 25’-1060 50’ Bujur Timur dengan luas wilayah sekitar 9.087,491 ha atau
sebesar 16,34% dari luas wilayah pesisir Teluk Palabuhanratu. Batas-batas
wilayah administratif Palabuhanratu adalah sebagai berikut:
1) Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Cikakak dan Cikondang
2) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Simpenan
3) Sebelah Barat berbatasan dengan Teluk Palabuhanratu
4) Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Cimanggu
Secara topografi Palabuhanratu merupakan daerah yang berbukit, lereng
pegunungan , pantai dataran rendah yang sempit dan banyak aliran sungai. Sungai
besar yang melewati daerah kecamatan dan menjadikan muara di pantai perairan
Palabuhanratu adalah sungai Cipalabuhan, Citepus dan Cimandiri (Handriana
2007).
Nelayan
Secara umum jumlah nelayan yang terdapat di PPN Palabuhanratu dari
tahun 2013 sampai tahun 2016 mengalami penurunan. Data jumlah nela yan
tersebut disajikan pada Tabel 9.
Alat tangkap
Alat penangkapan ikan yang digunakan nelayan di PPN Palabuhanratu ada 8
jenis yaitu payang, pancing ulur, pancing tonda, jaring rampus, gillnet, long line,
dogol dan bubu. Perkembangan jumlah alat tangkap tersebut dari tahun 2012 -
2016 dapat dilihat pada Tabel 10.
12
Tabel 10 menunjukkan mulai tahun 2013 sampai tahun 2016 terdapat dua
jenis alat tangkap paling dominan yaitu pancing ulur dan pancing tonda, walaupun
setiap tahunnya jumlah kedua alat tangkap tersebut mengalami penurunan namun
tetap kedalam kategori jumlah paling dominan dibandingkan jenis alat tangkap
lainnya. Penurunan Jumlah alat tangkap tersebut diakibatkan oleh bangkrutnya
pemilik modal dalam usaha tersebut dan nelayan yang telah ada beralih profesi
menjadi tukang dan buruh bangunan.
seine yang berasal dari Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman.
Syarat agar nelayan dapat melakukan operasi penangkapan ikan di rumpon
tersebut nelayan harus membantu proses setting alat tangkap pure seine ketika
armada kapal perusahaan tersebut melakukan operasi penangkapan ikan.
Pancing tonda
Pancing tonda (trolling line) merupakan jenis alat penangkapan ikan yang
terdiri dari seutas tali utama berpancing umpan buatan atau seutas tali utama tanpa
jarak dan 2-3 tali cabang berpancing umpan buatan ( Baskoro dan Yusfiandayani
2015). Menurut Subani dan Barus (1989) menyatakan bahwa pancing tonda secara
umum terdiri dari beberapa bagian konstruksi yaitu tali utama, kili-kili (swivel),
mata pancing (hook) dan umpan. Bahan umum yang dipakai pada tali utama
pancing tonda adalah nilon tunggal (monofilament) dan memiliki panjang yang
bervariasi, namun pada umumnya antara 50 -100 m. Hasil wawancara dengan
nelayan bahwa penggunaan alat tangkap pancing tonda karena metode
pengoperasiannya lebih sederhana dan biaya yang dibutuhkan untuk membeli alat
pancing lebih murah daripada alat tangkap lainnya.
Konstruksi pancing tonda yang digunakan nelayan Palabuhanratu adalah
kili-kili, mata pancing, dan tali pancing. Kili-kili merupakan bagian dari pancing
tonda yang berguna untuk mencegah tali pancing agar tidak kusut pada saat
pengoperasian alat tangkap dan umpan digunakan agar ikan tertarik terhadap
pancing. Hasil observasi dilapang bahwa nelayan pancing tonda di Palabuhanratu
pada umumnya menggunakan umpan buatan berupa umpan tiruan berbahan dasar
kain sutera yang berwarna-warni, selain menggunakan umpan buatan nelayan juga
menggunakan umpan berupa ikan hidup. Sesuai dengan Subani dan Barus (1989)
menyatakan bahwa pada umumnya pancing tonda menggunakan umpan tiruan
(imitation bait), dan ada pula yang menggunakan umpan benar (true bait). Umpan
tiruan tersebut bisa terbuat dari bulu ayam (chicken feaders), bulu domba (sheep
wools), kain-kain berwarna menarik dan bahan dari plastik berbentuk miniatur
menyerupai aslinya (misalnya: cumi-cumi, ikan, dan lain-lainnya).
Hasil wawancara dengan nelayan mengatakan bahwa pancing tonda
dioperasikan dengan cara ditarik menggunakan kapal mengelilingi daerah
penangkapan ikan di sekitar rumpon. Cara pengoperasian tersebut sesuai dengan
hasil penelitian Handriana (2007) yang menyatakan bahwa pola pengope rasian
pancing tonda di rumpon dilakukan dengan beberapa pola yang bentuknya
mengelilingi rumpon. Menurut informasi yang diperoleh dari nelayan setempat
pengoperasian pancing tonda yang berbasis di Palabuhanratu terdiri dari tiga tahap
yaitu setting, towing dan hauling. Pada tahapan setting dilakukan penurunan atau
penguluran tali pancing di bagian buritan dan samping kapal. Setelah pancing
disetting pancing tersebut diseret (towing) oleh kapal mengelilingi daerah
penangkapan ikan di sekitar rumpon dengan kecepatan konstan berkisar 2-4 knot.
Hauling dilakukan pada saat umpan sudah dimakan ikan dengan cara menarik tali
pancing ke atas kapal sampai ikan terangkat ke atas kapal. Adapun sketsa operasi
penangkapan menggunkan pancing tonda di sajikan pada Gambar 2.
14
ketertarikan yang tinggi melihat hasil tangkapan utama armada ini, yaitu ikan tuna
yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan merupakan hasil tangkapan untuk
diekspor. Selain itu Subani dan Barus (1989) menyatakan bahwa penggunaan
rumpon oleh kapal penangkapan ikan dapat menghemat waktu dan bahan bakar,
karena tidak perlu lagi mencari dan mengejar gerombolan ikan. Lebih lanjut
Nugroho dan Atmaja (2013) menyatakan bahwa penggunaan rumpon sebagai alat
bantu penangkapan memberikan kepastian dalam penentuan daerah penangkapan
ikan dan menekan biaya BBM 30% serta meningkatkan produksi ikan. Monintja
(1993) menambahkan manfaat yang diharapkan dengan menggunakan rumpon
selain menghemat waktu dan bahan bakar adalah dapat meningkatkan hasil
tangkapan per satuan upaya penangkapan, meningkatkan mutu hasil tangkapan
ditinjau dari spesies dan komposisi ukuran berdasarkan selektivitas alat.
Data PPN Palabuhanratu menunjukkan bahwa pada tahun 2008 terdapat 22
unit rumpon yang dipasang oleh nelayan di perairan Samudera Hindia Selatan
Jawa. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan pada saat ini terdapat 15 unit
rumpon yang dipasang oleh nelayan di perairan Samudera Hindia Selatan Jawa,
dimana status kepemilikannya adalah milik perorangan (bukan bantuan
pemerintah atau rumpon kelompok).
Nelayan yang diwawancarai mengatakan bahwa pemasangan rumpon oleh
nelayan Palabuhanratu secara rata-rata pada posisi 08º–09º LS dan 1050 –1070 BT
dengan kedalaman 2000–6000 m. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Wahju et
al. (2013) yang mengatakan bahwa posisi pemasangan rumpon disekitar 60 –90 LS
dan 1050 –1070 BT dengan kedalaman antara 500 sampai 3000 m. Rumpon yang
dipasang nelayan pancing tonda berada di perairan Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia (ZEEI) yang berjarak 150-180 mil dari fishing base (pelabuhan) dimana
posisi pemasangan rumpon tersebut diduga merupakan daerah penangkapan tuna.
Wudianto et al (2003) mengatakan bahwa daerah penangkapan tuna di perairan
selatan jawa antara 1080 -1180 BT dan 80 -220 LS. Berdasarkan klasifikasi jenis
rumpon pada Permen KP No. PER.26/MEN/2014 rumpon yang dipasang oleh
nelayan di Palabuhanratu termasuk kedalam kategori rumpon menetap (Anchored
FAD). Hasil wawancara yang diperoleh dari nelayan bahwa bahan untuk
konstruksi rumpon yang digunakan nelayan Palabuhanratu dapat dilihat pada
Gambar 3.
1) Pelampung
Berfungsi sebagai penanda yang memiliki kemampuan mengapung yang
cukup baik. Pelampung rumpon terbuat dari bahan gabus styrofoam, dengan
panjang 4 m, dibungkus menggunakan jaring dan ban motor bekas yang dipotong
menjadi dua bagian dan diikat menjadi satu menggunakan tali.
2) Tali Tambat
Merupakan tali yang digunakan untuk mengikat atraktor dan pemberat,
terbuat dari bahan polyethilene (PE) yang berdiameter 23 mm. Panjang tali yang
digunakan disesuaikan dengan kedalaman perairan dimana rumpon tersebut
dipasang.
3) Pemberat
Material yang berfungsi sebagai penahan rumpon agar tidak hanyut terbawa
oleh arus. Bahan untuk pemberat rumpon terbuat dari coran semen yang
berbentuk balok dengan ukuran panjang 50 cm, lebar 50 cm dan tinggi 20 cm
dengan berat 100 kg per balok semen.
4) Atraktor daun kelapa
Material ini berfungsi sebagai penarik atau pemikat ikan agar berkumpul.
Terbuat dari daun kelapa maupun tali rafiah yang diikatkan pada tali sepanjang 30
m dan diberi pemberat pada ujunggnya agar atraktor dapat tenggelam.
Berdasarkan wawancara dengan nelayan didapatkan informasi bahwa
bagian-bagian rumpon tersebut dibawa secara terpisah oleh nelayan menggunakan
kapal ke tempat rumpon akan dipasang, kemudian setelah sampai di tempat
tersebut baru rumpon dirangkai menjadi satu. Gambar sketsa rumpon yang telah
terpasang di perairan dapat dilihat pada Gambar 4.
nelayan Palabuhanratu berkisar antara Rp60 000 000-Rp80 000 000. Menurut
nelayan setempat kisaran harga tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
kualitas bahan yang digunakan, kedalaman pemasangan rumpon dan jumlah
pemberat yang digunakan. Semakin mahal biaya pembuatan satu unit rumpon
maka kualitasnya juga semakin bagus. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
(Racham 2013) menyatakan bahwa pembuatan rumpon memakan biaya 60–80
juta rupiah. Mahalnya biaya yang dikeluarkan karena dalam pembuatannya
membutuhkan tali tambang khusus yang sangat panjang yang disesuaikan dengan
kedalaman laut.
Nelayan
Hasil pengamatan dilapang didapatkan informasi bahwa nelayan perikanan
rumpon di Palabuhanratu terdiri dari nelayan pemilik modal dan nelayan pekerja
(nakhoda dan ABK). Nelayan pemilik adalah nelayan yang memiliki unit
19
penangkapan ikan berupa kapal dan alat tangkap, sedangkan nelayan pekerja
(nakhoda dan ABK) adalah nelayan yang tidak memiliki peranan dalam
pembelian alat tangkap dan kapal melainkan hanya bekerja dan berperan dalam
kegiatan operasi penangkapan saja. Tetapi di Palabuhanratu ada nelayan pemilik
yang sekaligus menjadi nakhoda kapal.
Jumlah nelayan dalam satu unit kapal pancing tonda di Palabuhanratu yaitu
5 orang yang terdiri dari 1 orang nakhoda (tekong) dan 4 orang ABK. Untuk
nakhoda kapal pancing tonda didominasi oleh suku Bugis. Hal ini dikarenakan
mereka memiliki pengalaman dalam melakukan penangkapan ikan di laut lepas.
Sedangkan untuk ABK secara umum merupakan penduduk asli Palabuhanratu.
Pembagian posisi dari ABK yang terdapat di kapal tersebut tidak terstruktur,
sehingga semua ABK memiliki posisi dan tugas yang sama di atas kapal.
Tabel 15 Rata-rata pembagian keuntungan antara pemilik, nakhoda dan ABK per-
trip
Keterangan Jumlah (Rp)
Penerimaan (perkiraan)
Penjualanhasil tangkapan 25 000 000
Biaya melaut 7 000 000
Pendapatan 18 000 000
Sistem pembagian keuntungan
Pemilik modal 9 000 000
Nakhoda 3 600 000
ABK 1 350 000
Kepatuhan
Kepatuhan merupakan tingkat kesesuaian perilaku seseorang terhadap
norma atau kesepakatan dengan pihak lain. Dasar-dasar kepatuhan menurut
Bierstedt dalam Soekanto (1987), diantaranya adalah: 1) pengenalan
(introduction), 2) habituasi (habitiation), 3) faedah (utility), 4) identifikasi
kelompok (group identification). Adapun penjelasan mengenai dasar-dasar
kepatuhan, sebagai berikut:
1) Pengenalan (Introduction)
Alasan utama masyarakat mematuhi peraturan adalah karena dia telah
didoktrin untuk mematuhi peraturan dari sejak kecil.
2) Habituasi (Habitiation)
Sejak kecil manusia mengalami sosialisasi maka lama kelamaan menjadi
suatu kebiasaan untuk memenuhi kaedah-kaedah yang berlaku. Memang pada
awalnya sukar untuk menerima peraturan itu tetapi karena setiap hari ditemui,
maka lama kelamaan menjadi sebuah kebiasaan.
3) Faedah (Utility)
Alasan utama masyarakat mematuhi peraturan di sini adalah karena sa tu
sama lain manusia itu berbeda. Apa yang pantas bagi dirinya, mungkin bagi orang
lain dianggap tidak pantas.
22
Pemasangan jarak antar rumpon laut dalam yang disajikan pada Tabel 17
yang dipasang secara berdekatan atau bergerombol merupakan rumpon yang
dimiliki oleh satu orang pemilik modal. Seperti rumpon koordinat 1 ke 2 dengan
jarak 4.2 mil dan rumpon koordinat 7 ke 8 dengan jarak 4.3 mil. Jarak
pemasangan antar rumpon tersebut tidak sesuai aturan Permen KP No.
PER.26/MEN/2014 tentang Rumpon karena kurang dari 10 mil sehingga
posisinya menjadi tidak beraturan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik modal diperoleh informasi
bahwa lokasi pemasangan rumpon tidak mengganggu alur pelayaran kapal.
Karena nakhoda kapal yang bekerja pada pemilik modal telah mengetahui alur
pelayaran kapal berdasarkan pengalaman mereka selama melaut. Hal ini didukung
26
oleh hasil penelitian Nurdin (2017) yang menyatakan penempatan rumpon di laut
oleh nelayan hanya mengandalkan pengalaman dan intuisi sehingga terkesan tidak
teratur tanpa memperhatikan kondisi kesuburan perairan.
Konstruksi rumpon
Penggunaan bahan pada konstruksi rumpon diatur pada Permen KP No.
PER.26/MEN/2014 tentang Rumpon. Sehingga nelayan yang menggunakan alat
bantu rumpon pada proses penangkapan ikan harus mengikuti ketentuan sebagai
berikut yaitu komponen utama pembutan rumpon terdiri dari: 1) Pelampung, 2)
Atraktor wajib menggunakan bahan alami, 3) Tali tambat dan 4) Pemberat untuk
rumpon tetap.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemilik modal sudah menggunakan
komponen utama rumpon yang sesuai dengan Permen KP No. PER.26/MEN/2014
tentang Rumpon. Adapun komponen utama yang digunakan pemilik modal yaitu
pelampung, atraktor daun kelapa, tali tambat dan pemberat. Berdasarkan Permen
KP No. PER.26/MEN/2014 bahan atraktor untuk rumpon harus berupa bahan
alami yang dapat terurai secara biologi. Hasil wawancara menunjukkan bahwa
pemilik rumpon di Palabuhanratu sudah menggunakan bahan alami berupa daun
kelapa untuk atraktor rumponnya, karena daun kelapa jika dipasang selama 10-12
hari akan mendatangkan mikroorganisme yang merupakan sumber makanan bagi
ikan. Menurut Subani (1972) dalam Yusfiandayani (2004) menyatakan bahwa
kegiatan penangkapan disekitar rumpon dilakukan setelah 10 hari rumpon tersebut
dipasang. Selain itu daun kelapa juga banyak tersedia di Palabuhanratu dengan
harga yang relatif murah yaitu Rp4 000 per satu batang.
Perhitungan hasil jawaban kuesioner berdasarkan ketiga aspek diatas
diperoleh nilai rata-rata skor 4.3 berada pada interval 0–4.5 yang menunjukkan
penerapan peraturan pemasangan rumpon oleh pemilik modal belum sesuai
aturan. Adapun hal yang menyebabkan pemilik modal belum mengikuti Permen
KP No. PER.26/MEN/2014 untuk proses pemasangan rumpon yaitu belum
27
Perilaku yang Dibangun Nakhoda dan Anak Buah Kapal Usaha Perikanan
Rumpon Tentang Penerimaannya pada Sanksi, Tanggung Jawab Mengawasi
Rumpon dan Manfaat Ilegal
Aturan informal
Pejovich (1999) menyatakan aturan informal (informal institutions) meliputi
pengalaman, nilai- nilai tradisional, agama dan seluruh faktor yang mempengaruhi
bentuk persepsi subjektif individu tentang dunia tempat hidup mereka. Kearifan
tradisional dalam pengelolaan sumberdaya perikanan merupakan kebiasaan ya ng
berlaku secara turun temurun oleh masyarakat dan belum menjadi hukum tertulis
serta legalitasnya berasal dari kepercayaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pada umumnya nelayan perikanan rumpon di Palabuhanratu belum memiliki
aturan informal dalam pengelolaan rumpon.
Teori dasar yang digunakan pada penelitian tentang kepatuhan nelayan
merujuk pada teori interaksi antara manusia dan ekosistem (Ostrom 1990).
Ostrom (1990) berpendapat bahwa sangat sulit untuk mencapai kepatuhan
sepenuhnya bahkan nelayan tetap ada yang melanggar aturan walaupun sebagian
besar nelayan telah patuh pada peraturan. Jagers et al.(2012) menyatakan bahwa
ketaatan/ketidakpatuhan nelayan didasarkan pada keuntungan yang diperoleh,
moral, norma sosial dan sejauh mana peraturan diterima oleh nelayan. Lebih
lanjut Eggert dan Lokina (2008) menyatakan bahwa kepatuhan nelayan pada
peraturan didasarkan pada nilai tradisional, moral individu dan potensi sosial.
Selain itu hasil penelitian Sutinen dan Kuperan (1999) menyatakan bahwa
kepatuhan terhadap aturan dipengaruhi oleh sanksi, tanggung jawab dan manfaat
yang diperoleh.
Penelitian yang spesifik meneliti tentang aturan informal pada pemanfaatan
rumpon belum ada, termasuk juga aturan informal seperti panglima laot yang
khusus memberikan perhatian pada pengelolaan rumpon juga belum ada.
Penelitian ini ingin berkontribusi mengatahui bagaimana nelayan mematuhi
aturan informal ketika misalnya ada aturan informal dalam lingkungan mereka.
Ketiga aspek yang diteliti mengacu kepada hasil penelitian Sutinen dan Kuperan
(1999) yang menyatakan bahwa kepatuhan pada peraturan dipengaruhi oleh aspek
penegakan hukum berupa sanksi, tanggung jawab moral, dan manfaat illegal dari
aspek motivasi. Karena belum adanya penelitian yang melihat nilai- nilai lokal ini
pertanyaan untuk mengetahui aturan informal merujuk pada aturan formal dan
pertanyaan yang digunakan pada kuesioner dikembangkan berdasarkan kreativitas
penulis. Adapun hasil yang diperoleh yakni:
1) Sanksi
Sanksi adalah hukuman yang ditetapkan agar individu menaati ketentuan
yang berlaku (https://kbbi.web.id/sanksi). Pada penelitian ini indikator dari
variabel sanksi yang diamati terkait letak pemasangan rumpon, memanfaatkan
tanpa hak, memindahkan, dan merusak rumpon. Maka hasil penelitian persepsi
28
nakhoda dan ABK pancing tonda apabila sanksi diterapkan dalam pemanfaatan
rumpon dapat dilihat pada Tabel 18.
Nakhoda dan ABK 83.8% tidak setuju dan 16.2% sangat tidak setuju
apabila lokasi pemasangan rumpon dilakukan sembarangan, karena dapat
mengakibatkan persaingan wilayah penangkapan ikan antara nelayan yang
menggunakan rumpon dengan nelayan yang tidak menggunakan rumpon.
Keberadaan rumpon di suatu perairan mampu memicu terbentuknya daerah
penangkapan ikan (DPI) yang potensial di perairan tersebut. Rumpon mampu
menarik berkumpulnya biomassa ikan dalam jumlah besar di sekitarnya, sehingga
nelayan yang tidak menggunakan rumpon hasil tangkapannya akan berkurang
karena ikan akan berkumpul disekitar rumpon (Prayitno 2016).
Nakhoda dan ABK pada usaha perikanan rumpon 21.6% sangat setuju dan
78.4% setuju apabila nelayan yang melakukan operasi penangkapan ikan di
rumpon milik orang lain diberi sanksi, karena jika pemilik rumpon melakukan
operasi penangkapan di sekitar rumponnya maka hasil tangkapannnya akan
berkurang. Kondisi ini mengakibatkan kerugian kepada pemilik rumpon. Sanksi
yang diberikan untuk nelayan yang tertangkap melakukan operasi penangkapan
ikan di rumpon orang lain yaitu semua hasil tangkapan nelayan akan diambil oleh
pemilik rumpon tersebut. Permasalahan ini biasanya tidak sampai dibawa ke jalur
hukum karena antar sesama nelayan perikanan rumpon memiliki hubungan
persaudaraan.
Nakhoda dan ABK 16.2% sangat setuju dan 83.8% setuju apabila nelayan
memindahkan lokasi rumpon orang lain diberi sanksi. Namun pada
pelaksanaannya tidak ada nelayan yang memindahkan lokasi pemasangan
rumpon, karena jenis rumpon yang dipasang oleh nelayan di Palabuhanratu
termasuk ke dalam kategori rumpon menetap (Anchored FAD).
Nakhoda dan ABK 10.8% sangat setuju dan 89.2% setuju apabila nelayan
merusak rumpon orang lain diberikan sanksi. Sejak mulai berkembang perikanan
rumpon di Palabuhanratu, belum pernah terjadi perusakan rumpon oleh nelayan di
laut, biasanya rumpon yang rusak diakibatkan oleh arus dan gelombang yang
besar.
29
Nakhoda dan ABK 91.9% tidak setuju dan 8.1% sangat tidak setuju apabila
nelayan memasang rumpon dengan efek pagar, karena menghalangi ruaya ikan
menuju ke pantai yang dapat menyebabkan hasil tangkapan nelayan yang tidak
menggunakan rumpon dalam melakukan operasi penangkapan ikan di perairan
sekitar pantai menurun, sehingga menimbulkan konflik dengan nelayan tersebut.
Hasil penelitian Besweni (2009) menyatakan bahwa akibat pemasangan rumpon
yang tidak teratur dan lokasi yang berdekatan dapat merusak pola ruaya ikan yang
berimigrasi sehingga dapat menimbulkan konflik dengan nelayan yang tidak
menggunakan rumpon.
2) Tanggung Jawab
Tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu yang
diperbuat (https://kbbi.web.id). Menurut King dan Sutinen (2010) tanggung jawab
untuk mematuhi peraturan dipengaruhi oleh moral individu dan persepsi individu
terhadap peraturan. Indikator dari variabel tanggung jawab yang diamati pada
penelitian ini terkait keterlibatan nelayan dalam pengawasan, dan penyelesaian
masalah bila terjadi konflik. Adapun hasil penelitian persepsi nakhoda dan ABK
pancing tonda mengenai tanggung jawab moral antara nelayan dalam
memanfaatkan rumpon dapat dilihat pada Tabel 19.
Nakhoda dan ABK 83.8 % tidak setuju dan 16.2 % sangat tidak setuju
melakukan proses pengawasan pada rumpon secara berkala, karena jika
melakukan pengawasan secara berkala akan menambah biaya pengelolaan
rumpon, seperti mengeluarkan biaya tambahan untuk mempekerjakan orang
melakukan pengawasan tersebut. Proses pengawasan hanya dilakukan ketika
nakhoda dan ABK melakukan kegiatan penangkapan ikan disekitar rumpon
miliknya, jadi setelah selesai melakukan kegiatan penangkapan ikan maka rumpon
tidak ada yang menjaga.
30
Nakhoda dan ABK 40.5% sangat setuju dan 59.5% setuju apabila nelayan
harus bertanggungjawab mengawasi rumpon juragannya masing- masing, agar
tidak ada nelayan lain melakukan operasi penangkapan ikan dirumpon tersebut
dan suatu bentuk kepedulian nakhoda dan ABK untuk mengawasi rumpon milik
juragannya. Hal ini dilakukan karena merupakan tempat nakhoda dan ABK
tersebut bekerja untuk mendapatkan penghasilan sehingga rumponnya harus
dijaga dengan baik.
Nakhoda dan ABK 5.4% kurang setuju, 91.9% tidak setuju dan 2.7%
sangat tidak setuju apabila mereka ikut bertanggung jawab mengawasi rumpon
juragan lain, karena melakukan pengawasan terhadap rumpon juragan lain
menurut para nakhoda dan ABK hanya menambah beban pekerjaan dan tidak
memperoleh penghasilan dari pekerjaan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa
masih kurangnya rasa kerjasama antara nelayan perikanan rumpon di
Palabuhanratu.
Nakhoda dan ABK 5.4% sangat setuju dan 94.6% setuju apabila nelayan
rumpon menyebabkan konflik kepada nelayan lain pada proses memanfaatkan
rumpon, maka nelayan rumpon bersedia bertanggung jawab dan menyelesaikan
konflik tersebut. Seperti konflik yang terjadi antara nelayan rumpon dengan
nelayan payang pada tahun 2010, karena rumpon yang dipasang membuat ikan
berkumpul di rumpon sehingga ikan tidak beruaya ke perairan pantai dan
menyebabkan berkurangnya hasil tangkapan nelayan payang (Nuramin 2013).
Nakhoda dan ABK 5.4% sangat setuju dan 94.6% setuju apabila ada tokoh
masyarakat yang berpengaruh pada proses penyelesaian konflik pada kegiatan
pemanfaatan rumpon. Namun pada kenyataannya di Palabuhanratu belum ada
tokoh masyarakat yang berpengaruh untuk proses penyelesaian konflik biasanya
konflik yang terjadi diselesaikan oleh pihak yang bersangkutan tanpa ada campur
tangan dari pihak lain.
3) Manfaat Ilegal
Manfaat ilegal adalah keuntungan yang diperoleh dari cara yang tidak legal
(https://kbbi.web.id). Becker ( 1968) menyatakan bahwa seseorang berpotensi
melakukan kejahatan apabila keuntungan ilegal yang diperoleh lebih besar
daripada sanksi yang diterima. Keuntungan atau manfaat ilegal dalam perikanan
dapat diukur sebagai jumlah pendapatan tambahan yang diperoleh dari
pelanggaran peraturan dengan hasil yang sangat besar (King dan Sutinen 2010).
Selain membandingkan keuntungan ilegal yang diperoleh dan sanksi yang akan
diterima, kebanyakan individu juga mempertimbangkan konsekuensi moral dan
sosial dari tindakan mereka ketika memutuskan apakah akan mematuhi peraturan
atau melanggar peraturan (King dan Sutinen 2010). Indikator dari variabel
manfaat yang diamati terkait dengan memanfaatkan rumpon yang bukan haknya,
memberitahu koordinat lokasi rumpon, dan memasang rumpon melebihi yang
diperbolehkan. Adapun hasil penelitian persepsi nakhoda dan ABK pancing tonda
mengenai manfaat ilegal yang dilakukan nelayan dalam memanfaatkan rumpon
dapat dilihat pada Tabel 20.
31
Nakhoda dan ABK 37.8% tidak setuju dan 62.2% sangat tidak setuju
apabila nelayan melakukan operasi penangkapan ikan di rumpon orang lain tanpa
izin pemilik rumpon, karena mengurangi hasil tangkapan nelayan pemilik rumpon
ketika melakukan operasi penangkapan di rumpon miliknya tersebut. Kasus yang
pernah terjadi yaitu nelayan rumpon melakukan operasi penangkapan ikan di
rumpon orang lain tanpa izin pemilik rumpon, penyelesaian kasus tersebut dengan
cara pemilik rumpon mengambil seluruh hasil tangkapan yang diperoleh nakhoda
dan ABK yang melakukan penangkapan ikan tanpa izin pemilik rumpon tersebut.
Nakhoda dan ABK 62.2% tidak setuju dan 37.8% sangat tidak setuju
apabila nakhoda dan ABK saling memberitahukan koordinat lokasi pemasangan
rumpon milik mereka kepada nelayan lain, karena apabila nelayan lain tahu
koordinat pemasangan rumpon tersebut, maka nelayan dari pemilik modal lain
akan melakukan operasi penangkapan ikan di rumpon tersebut. Oleh karena itu
untuk menghindari pencurian ikan di rumpon miliknya maka pemilik rumpon
merahasiakan koordinat rumpon.
Nakhoda dan ABK 5.4% sangat setuju dan 10.8% setuju apabila setiap
pemilik modal perikanan rumpon melakukan pemasangan rumpon lebih dari tiga
unit, karena menurut nakhoda dan ABK apabila memiliki rumpon lebih dari tiga
unit maka jumlah operasi penangkapan ikan menjadi lebih banyak dan hasil
tangkapan juga lebih banyak sehingga pendapatan nelayan akan meningkat.
Nakhoda dan ABK 8.1% kurang setuju, 64.9% tidak setuju dan 10.8% sangat
tidak setuju apabila setiap nelayan memasang rumpon lebih dari tiga unit karena
dapat menurunkan kelestarian sumberdaya ikan dan dapat menyebabkan
overfishing jika pemanfaatan rumpon tidak terkendali.
Nakhoda dan ABK 78.4% tidak setuju dan 21.6% sangat tidak setuju
apabila nelayan mengoperasikan rumpon dengan cara menggiring ikan dari
rumpon yang satu ke rumpon yang lainnya, dengan tujuan menyatukan
gerombolan ikan. Kondisi ini mengganggu ruaya ikan ke perairan pantai sehingga
dapat menyebabkan konflik dengan nelayan yang tidak memiliki rumpon di
perairan pantai karena ikan- ikan akan terakumulasi dirumpon dan hasil tangkapan
nelayan di sekitar perairan pantai berkurang. Habibi et al. (2011) menyatakan
32
bahwa terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemasangan dan
penempatan rumpon di perairan, diantaranya penggunaan bahan pembuat rumpon
yang berasal dari bahan organik dan dapat terdegradasi secara alami, pola
pemasangan tidak boleh menghalangi pola alami ruaya ikan, hindari penempatan
rumpon pada daerah yang sering dipergunakan oleh nelayan lain, dan jarak antar
satu rumpon dengan rumpon lainnya harus lebih dari 10 mil laut.
Nakhoda dan ABK 83.8% tidak setuju dan 16.2% sangat tidak setuju
apabila nelayan memberikan izin menangkap ikan di rumpon juragannya tanpa
sepengetahuan juragan tersebut, karena jika juragannya mengetahui hal tersebut
maka nakhoda dan ABK tersebut akan dipecat. Pemanfaatan rumpon seharusnya
hanya dilakukan di rumpon masing- masing tanpa harus melakukan penangkapan
ikan di rumpon orang lain agar tidak menimbulkan terjadinya konflik antar
nelayan yang memanfaatkan rumpon.
Perhitungan hasil jawaban kuesioner berdasarkan ketiga aspek diatas bahwa
diperoleh nilai rata-rata skor 51.09 berada pada interval <x≤63 yang
menunjukkan nakhoda dan ABK pancing tonda melaksanakan/mematuhi aturan
informal dan nilai- nilai yang dibangun secara bersama pada proses pemanfaatan
rumpon. Hal ini dipengaruhi oleh nelayan saling menjaga hubungan sosial yang
harmonis. Hal ini sesuai dengan Jagers et al.(2012) menyatakan bahwa alasan
terwujudnya kepatuhan adalah moral dan solidaritas kelompok.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Pemasangan rumpon
Apakah rumpon yang bapak pasang 2 5 2
koordinatnya sesuai DPI yang tercantum
dalam SIPI?
Konstruksi rumpon
Apakah konstruksi rumpon yang bapak 7 0 7
pasang memiliki pelampung, atraktor, tali
tambat dan pemberat?
SS S KS TS STS
Melakukan proses pengawasan terhadap 0 0 0 83.8 16.2
rumpon secara berkala
Bertanggung jawab mengawasi rumpon 40.5 59.5 0 0 0
milik juragan masing- masing
Bertanggung jawab mengawasi rumpon 0 0 5.4 91.9 2.7
juragan lain
Nakhoda dan ABK memiliki peran dalam 5.4 94.6 0 0 0
penyelesaian konflik yang dilakukan pada
proses pemanfaatan rumpon
Apabila ada tokoh masyarakat yang 5.4 94.6 0 0 0
memiliki pengaruh pada proses
penyelesaian konflik yang terjadi dalam
kegiatan pemanfaatan rumpon
Ket: SS = Sangat setuju, S = Setuju, KS = Kurang setuju, TS = Tidak setuju,
STS = Sangat tidak setuju
39
SS S K TS STS
S
Melakukan operasi penangkapan ikan di 0 0 0 37.8 62.2
rumpon orang lain tanpa izin pemilik
rumpon
Saling memberitahukan koordinat 0 0 0 62.2 37.8
pemasangan rumpon
Memasang rumpon lebih dari 3 unit 5.4 10.8 8. 64.9 10.8
1
Mengoperasikan dengan cara menggiring 0 0 0 78.4 21.6
ikan kerumpon yang lain
Memberikan izin menangkap ikan di 0 0 0 83.8 16.2
rumpon juragannya tanpa sepengetahuan
juragan tersebut
Ket: SS = Sangat setuju, S = Setuju, KS = Kurang setuju, TS = Tidak setuju,
STS = Sangat tidak setuju
40
RIWAYAT HIDUP