Disusun Oleh :
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI D-IV KESEHATAN LINGKUNGAN
TAHUN 2017
i
LEMBAR PERSETUJUAN / PENGESAHAN
Disusun oleh :
KELOMPOK B
SUB II
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan dengan segala kerendahan hati atas kehadirat
Alloh Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan Laporan Praktek Kerja Lapangan di Kantor Kesehatan
Pelabuhan Kelas I Surabaya Wilayah Kerja Tuban.
Penyusunan Laporan Praktek Kerja Lapangan ini sebagai syarat guna
menyelesaikan Program Diploma IV Kesehatan Lingkungan. Laporan Praktek
Kerja Lapangan ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak
yang terlibat baik berupa materi, moral dan spiritual. Oleh karena itu dalam
kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua
pembimbing di Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Surabaya Wilayah Kerja
Tuban
Kami menyadari bahwa dalam penulisan Laporan Praktek Kerja Lapangan
ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu apabila ada kritik dan saran yang
membangun dari pembaca, demi kesempurnaan Laporan Praktek Kerja Lapangan
ini kami menerima dengan tangan terbuka.
Akhirnya kami berharap Laporan Praktek Kerja Lapangan ini dapat
bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi para pembaca umumnya dan
perkembangan dunia pendidikan di akademi pada masa yang akan datang.
Kelompok B Sub II
iii
DAFTAR ISI
iv
LAMPIRAN...........................................................................................................41
v
DAFTAR TABEL
vi
B AB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelabuhan merupakan tempat yang terdiri atas daratan dan/atau
perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan
dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal
bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa
terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas
keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan
serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi.
Kondisi tersebut akan berpengaruh terhadap risiko penularan penyakit
secara global dan kemungkinan juga dapat terjadi perubahan jenis dan pola
penyakit serta masalah-masalah kesehatan lain. Sehingga akan berpotensi
menimbulkan dampak yang merugikan untuk tercapainya tujuan
pembangunan kesehatan nasional (Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan).
Kantor Kesehatan Pelabuhan memiliki peran yang sangat penting
dalam mewujudkan kondisi pelabuhan yang bebas dari penularan penyakit.
Dengan adanya Peraturan Kesehatan Internasional/International Health
Regulation (IHR) tahun 2005 untuk mengatur tata cara dan pengendalian
penyakit, baik yang menular maupun yang tidak menular, maka Kantor
Kesehatan Pelabuhan harus kuat dan prima dalam melaksanakan cegah
tangkal penyakit karantina dan penyakit menular.
Beberapa faktor risiko sehingga dapat ditentukan penyebab terjadinya
penyakit menular berpotensial wabah. Salah satu aspek penularan penyakit
adalah serangga/vektor penular penyakit, baik yang dibawa melalui alat
angkut kapal yang datang dari luarIndonesia maupun sebaliknya, sesuai
peraturan Perundang-Undangan Kesehatan Nasional dan Internasional
Health Regulation (IHR) tahun 2005, semua alat angkut harus bebas dari
vektor, maka pemeriksaan kesehatan di kapal mutlak diperlukan,
mengingat kapal dapat membawa vektor penyakit.
Melihat perkembangan fakta bahwa situasi kesehatan pelabuhan,
bandara dan pos lintas batas berada dalam situasi yang rawan maka
langkah antisipasi perlu segera dilaksanakan.apabila tidak segera
ditangani, maka ketahanan daya dukung wilayah ini, tidak akan mampu
menerima beban permasalahan masuk atau keluarnya penyakit.
Untuk melindungi masyarakat pemakai jasa pelabuhan, bandara, pos
lintas batas dan alat angkutnya dari ancaman masuk keluarnya penyakit-
penyakit menular antar negara dan antar pulau dalam negeri yang
ditularkan melalui pelabuhan dan bandara dan pos lintas batas, perlu
adanya peningkatan upaya sanitasi dan pengendalian dampak risiko
lingkungan di wilayah ini seiring dengan perkembangan pola penyakit.
Upaya ini merupakan salah satu penyelenggaraan fungsi kantor
kesehatan pelabuhan yang tertuang dalam Kepmenkes 356/2008. Selama
ini upaya sanitasi dan pengendalian dampak risiko lingkungan di
Pelabuhan, Bandara dan PLBD (Pos Lintas Batas Darat) telah
dilaksanakan, namun belum menampakkan hasil yang optimal, terutama
oleh keterbatasan kemampuan sumber daya manusia yang ada.
Pelaksanaan upaya sanitasi dan pengendalian dampak risiko
lingkungan di Pelabuhan, Bandara dan PLBD yang dilakukan oleh petugas
KKP sangatlah bergantung kepada kemampuan yang dimiliki oleh petugas
KKP. Dengan demikian, maka setiap Calon Pegawai Negeri Sipil dan
Pegawai Pindahan yang akan bekerja pada Kantor Kesehatan Pelabuhan
harus memahami tentang pelaksanaan upaya sanitasi dan pengendalian
dampak risiko lingkungan dengan baik. Peningkatan kemampuan dalam
upaya sanitasi dan pengendalian dampak risiko lingkungan bagi setiap
Calon Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Pindahan yang akan bekerja pada
Kantor Kesehatan Pelabuhan harus dilakukan melalui pelatihan.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Memberikan pengalaman pembelajaran secara langsung kepada
mahasiswa guna memahami sanitasi dan dampak risiko lingkungan di
Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP).
2
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan pengawasan air bersih.
2. Menjelaskan pengamanan makanan dan minuman.
3. Menjelaskan sanitasi gedung/bangunan.
4. Menjelaskan pengawasan sanitasi alat angkut.
5. Menjelaskan pengawasan pencemaran udara, air dan tanah.
6. Menjelaskan pengelolaan bahan berbahaya beracun.
7. Menjelaskan pengamanan radiasi pengion dan non pengion
8. Menjelaskan kajian dan pengembangan teknologi dalam bidang
pengendalian risiko lingkungan KKP dan lingkungan kerja.
1.3 Manfaat
a. Bagi Mahasiswa
1. Mahasiswa dapat menerapkan ilmu yang didapatkan di Kantor
Kesehatan Pelabuhan (KKP) terutama bidang Sanitasi dan
Dampak Risiko Lingkungan.
2. Mengetahui kemampuan mahasiswa yang di dapatkan di Kantor
Kesehatan Pelabuhan (KKP) terutama bidang Sanitasi dan
Dampak Risiko Lingkungan.
3. Menambah wawasan dan pengalaman selaku generasi muda yang
dididik untuk siap bekerja langsung di masyarakat dalam
persaingan dunia kerja.
b. Bagi Institusi
1. Sebagai referensi dalam penulisan tentang Sanitasi dan Dampak
Risiko Lingkungan di Pelabuhan.
2. Sebagai bahan masukan dan evaluasi program pendidikan di
Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan
Kementrian Kesehatan Surabaya untuk menghasilkan tenaga-
tenaga terampil sesuai dengan kebutuhan di Pelabuhan.
c. Bagi Perusahaan
1. Mengetahui kualitas pendidikan di perguruan tinggi negeri
khususnya di Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik
Kesehatan Kementrian Kesehatan Surabaya.
2. Memberikan kriteria tenaga kerja yang dibutuhkan oleh badan
usaha terkait.
3
BAB II
GAMBARAN UMUM KANTOR KESEHATAN PELABUHAN
2.1 PROFIL
2.1.1 Sejarah
Istilah ”Karantina” atau ”Quarantine” berasal dari bahasa latin
”QUADRAGINTA” atau bahasa Perancis ”QUARANTA” yang berarti 40
hari, maksudnya untuk mencapai suatu pelabuhan tujuan , kapal harus
berada di laut selama 40 hari.
Pada tahun 1348 lebih dari 60 juta orang penduduk dunia
meninggal karena penyakit “Pes” (Black Death). Pada tahun 1348
Pelabuhan Venesia sebagai salah satu pelabuhan yang terbesar di Eropa
melakukan upaya karantina dengan cara menolak masuknya kapal yang
datang dan daerah terjangkit Pes serta terhadap kapal yang dicurigai
terjangkit penyakit PES (PLAGUE). Pada tahun 1383 di Marseille,
Perancis, ditetapkan UU Karantina yang pertama dan didirikan Station
Karantina yang pertama.
Pada tahun 1911 di Indonesia, Pes masuk melalui Pelabuhan
Tanjung Perak Surabaya. Pada tahun 1911 diduga dimulainya tindakana
4
karantina di Indonesia. Pada saat itu pemerintah Hindia Belanda
memberlakukan “QUARANTINE ORDONANTIE” (Staatblad 277,
tahun 1911).
Penanganan kesehatan di pelabuhan dilakukan oleh dokter
pelabuhan (Haven Arts) yang diperbantukan kepada penguasa tunggal
di pelabuhan (Haven Master). Di Indonesia saat itu ditetapkan dua
tempat pengkarantinaan utama yaitu pulau ONRUST di teluk Jakarta
dan Pulau RUBIAH di Sabang Aceh. Tahun 1945 Haven Arts
dimanfaatkan sebagai Rumah sakit karantina.
Pada masa Kemerdekaan, sekitar tahun 1949/1950 Pemerintah RI
membentuk 5 Pelabuhan Karantina, yaitu : Pelabuhan Karantina Klas I :
Tg. Priok dan Sabang, Pelabuhan Karantina Klas II: Surabaya dan
Semarang serta Pelabuhan Karantina Klas III : Cilacap.
Pada tahun 1959, Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 53 tahun 1959 tentang Penyakit Karantina. Perkembangan
Selanjutnya, terlahirlah Undang-Undang Nomor 1 tahun 1962 tentang
Karantina Laut dan UU nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara.
Pada 1970, terbit SK Menkes No.1025/DD/Menkes, tentang
pembentukan Dinas Kesehatan Pelabuhan Laut (DKPL) sebanyak 60
DKPL & Dinas Kesehatan Pelabuhan Udara (DKPU) sebanyak 12
DKPU. Salah satunya adalah DKPL Tanjung Perak. Baik DKPL
maupun DKPU non eselon. Kegiatan DKPL dan DKPU baik teknis
maupun administratif meski satu kota, terpisah.
SK Menkes Nomor 147/Menkes/IV/78, DKPL dan DKPU dilebur
menjadi Kantor Kesehatan Pelabuhan dan pembinaan teknisnya berada
dibawah Bidang Desenban Kantor Wilayah Depkes dimana pimpinan
KKP adalah eselon III B. Berdasarkan SK Menkes Nomor
147/Menkes/IV/78. KKP terdiri atas 10 KKP Kelas A dan 34 KKP
Kelas B. Dimana Kantor Kesehatan Pelabuhan Pelabuhan Surabaya
termasuk kategori kelas A.
Sejak penerapan Undang-undang Otonomi Daerah, otoritas
kesehatan ditingkat provinsi yang bernama Kanwil Depkes harus
5
dilebur kedalam struktur Dinas Kesehatan Provinsi. Peraturan
Pemerintah tentang Pembagian Kewenangan mengamanatkan bahwa
Kekarantinaan sebagai wewenang pemerintah pusat. Tahun 2004 terbit
SK Menkes No 265/Menkes/SK/III/2004 tentang Organisasi & Tata
Kerja KKP yang baru. KKP digolongkan menjadi:
a KKP Kelas I (eselon II B) : 2 KKP
b KKP Kelas II (eselon III A) : 14 KKP (termasuk KKP Surabaya)
c KKP Kelas III (eselon III B) : 29 KKP
Pada tahun 2008 dilakukan lagi revisi sekaligus mencabut
PERMENKES Nomor 265 Tahun 2004 dengan PERMENKES
356/MENKES/PER/IV/2008. Sejak berlakunya Peraturan ini, maka di
lingkungan Departemen Kesehatan terdapat 7 (tujuh) KKP Kelas I, 21
(dua puluh satu) KKP kelas II, dan 20 (dua puluh) KKP Kelas III.
Berdasarkan permenkes ini Kantor Kesehatan Pelabuhan Surabaya naik
dari Kelas II menjadi Kelas I.
PERMENKES Nomor 356/MENKES/PER/IV/2008 juga telah
mengalami perubahan sebagian isinya melalui PERMENKES Nomor
2348/MENKES/PER/XI/2011. Dengan Perobahan terakhir ini, jumlah
KKP menjadi 49 dengan Rincian :terdapat 7 (tujuh) KKP Kelas I, 21
(dua puluh satu) KKP Kelas II, dan 20 (dua puluh) KKP Kelas III serta
1 (satu) KKP Kelas IV.
6
2.1.2 Struktur organisasi
Dalam sebuah instansi terdapat suatu struktur organisasi yang
mempunyai tugas pokok dan tanggung jawab dalam menjalankan
tugas masing- masing. Berikut ini merupakan struktur organisasi di
Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Surabaya :
a. Struktur Organisasi KKP Kelas I Surabaya
KEPALA
KANTOR
BAGIAN TATA
USAHA
SUBBAGIAN SUBBAGIAN
PROGRAM KEUANGAN
&LAPORAN
& UMUM
7
BAGIAN TATA
USAHA
1. Bagus Permana S
2.1.3 Visi dan Misi
a Visi
Dengan mempertimbangkan masalah pokok bangsa, tantangan
pembangunan yang dihadapi dan capaian pembangunan selama ini,
maka visi pembangunan nasional untuk tahun 2015-2019 adalah
“Terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan
berkepribadian berlandaskan gotong-royong”.
b. Misi
Upaya untuk mewujudkan visi “Terwujudnya Indonesia yang
berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong-
royong” ini adalah melalui 7 Misi Pembangunan yaitu :
1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga
kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan
mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan
kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan.
2. Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan, dan
demokratis berlandaskan negara hukum.
3. Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat
jati diri sebagai negara maritim.
4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi,
maju, dan sejahtera.
5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.
6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang
mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional.
7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam
kebudayaan.
8
2.2 WILAYAH KERJA
Kantor Kesehatan Pelabuhan memiliki wilayah kerja guna untuk
membantu Kantor Kesehatan Pelabuhan induk dalam melakukan tugas
kekarantinaan sehingga dapat mencakup seluruh wilayah kerja Kantor
Kesehatan Pelabuhan.
Sehingga Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Surabaya terdapat empat
wilayah kerja yaitu :
1. Bandara Juanda
2. Pelabuhan Gresik
3. Pelabuhan Tuban
4. Pelabuhan Kalianget
9
4. Pelaksanaan pengamatan penyakit, penyakit potensial wabah,
penyakit baru, dan penyakit yang muncul kembali
5. Pelaksanaan pengamanan radiasi pengion dan non pengion, biologi,
dan kimia
6. Pelaksanaan sentra/simpul jejaring surveilans epidemiologi sesuai
penyakit yang berkaitan dengan lalu lintas nasional, regional, dan
internasional
7. Pelaksanaan, fasilitas dan advokasi kesiapsiagaan dan
penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan bencana bidang
kesehatan, serta kesehatan matra termasuk penyelenggaraan haji dan
perpindahan penduduk
8. Pelaksanaan, fasilitas dan advokasi kesehatan kerja dilingkungan
bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara
9. Pelaksanaan pemberian sertifikat kesehatan obat, makanan,
kosmetika, dan alat kesehatan serta zat adiktif (OMKABA) ekspor
dan mengawasi persyaratan dokumen kesehatan OMKABA impor
10. Pelaksanaan pengawasan kesehatan alat angkut dan muatanya
11. Pelaksanaan pemberian pelayanan kesehatan diwilayah keja
bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara
12. Pelaksanaan jejaring informasi dan teknologi di bidang kesehatan
bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara
13. Pelaksanaan jejaring kerja dan kemitraan bidang kesehatan di
bandara, pelabuahan, dan lintas batas darat negara
14. Pelaksanaan kajian kekarantinaan, pengendalian resiko lingkungan,
dan surveilans kesehatan pelabuhan
15. Pelaksanaan pelatihan teknis bidang kesehatan bandara, pelabuhan,
dan lintas batas darat negara
16. Pelaksanaan ketatausahaan dan kerumahtanggaan Kantor
Kesehatan Pelabuhan
10
BAB III
11
7. Selasa/11 1. Pemberian materi mengenai vektor
April 2017 (nyamuk, lalat, kecoa, pinjal) dan
binatang pengganggu (tikus)
2. Pemasangan perangkap atau
trapping di PT Holcim
3. Penyusunan Laporan
8. Rabu/12 1. Penyusunan Laporan
April 2017 2. Mengukur Kepadatan lalat
3. Membantu pengisian billing PNBP
4. Melakukan identifikasi nyamuk
5. Pemberian materi mengenai vektor
dan binatang pengganggu, tentang
kegiatan fumigasi di kapal dan
penerbitan sertifikat SSCC
9. Kamis/13 1. Penyusunan Laporan
April 2017 2. Supervisi
10. Senin/17 1. Penyusunan Laporan
April 2017
11. Selasa/18 1. Penyusunan Laporan
April 2017
12. Rabu/19 1. Penyusunan Laporan
April 2017
13. Kamis/20 1. Penyusunan Laporan
April 2017
16. Jumat/21 1. Pengesahan Laporan
April 2017 2. Perpisahan
BAB IV
HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 PRL (Pengendalian Resiko Lingkungan)
12
Bidang Pengendalian Resiko Lingkungan (PRL) memiliki 2 seksi :
a. Sumur gali
b. Sumur pompa
c. Penampungan air hujan
d. Perlindungan mata air
e. Perpipaan
f. Sarana air bersih perlengkapan perpipaan
g. Hidran umum
Kegiatan yang dilakukan untuk menjaga kualitas air bersih dari
pencemaran atau kontaminasi ini dilakukan secara rutin. Ruang lingkup
pengawasan meliputi penyediaan air bersih untuk keperluan masyarakat
di lingkungan pelabuhan maupun untuk konsumsi alat angkut
13
(kapal/pesawat). Pengawasan penyediaan air bersih meliputi beberapa
kegiatan yaitu :
14
kegiatan ini adalah menjaga kualitas makanan dan minuman yang
dikonsumsi agar memenuhi syarat kesehatan. Makanan dan minuman
merupakan media yang rentan terhadap gangguan mikro yang dapat
menyebabkan outbreak. Pengamanan makanan/minuman meliptui
kegiatan sebagai berikut :
15
Tujuannya untuk menjaga agar TPM dapat melakukan pengelolaan
makanan secara higienis sehingga makanan yang disajikan tidak
mengandung sumber penyakit terutama yang disebabkan oleh
bakteri. Pemeriksaan kualitas makanan/minuman secara kimia (food
poison kit) dilakukan oleh petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan
Kelas I Tuban dan bekerjasama dengan Laboratorium Kesehatan
Daerah Kabupaten Tuban untuk pemeriksaan bakteriologis.
16
4. Pengawasan Sanitasi (bangunan, TTU, alat angkut)
Pengawasan sanitasi bangunan, TTU dan alat angkut merupakan
pengawasan hygiene sanitasi gedung/bangunan, TTU dan alat angkut
untuk fasilitas pendukungnya dan upaya pemeliharaan kondisi
gedung/bangunan, TTU dan alat angkut sebagai tempat aktifitas agar
tidak menjadi sumber penularan penyakit.
17
Kegiatan ini bertujuan untuk memantau pengelolaan pestisida sebagai
bahan beracun berbahaya agar tidak menimbulkan pencemaran terhadap
lingkungan.
18
Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui kepadatan tikus di wilayah
pelabuhan/bandara dan kemungkinan adanya infeksi bakteri yersinia
pestis. Kegiatan ini dilakukan dengan menangkap tikus pada tempat-
tempat yang mungkin menjadi tempat perindukannya. Kegiatan
pemasangan perangkap tikus diarahkan untuk :
19
2. Pengendalian Nyamuk
Merupakan kegiatan untuk mengendalikan nyamuk agar tidak
menimbulkan penularan penyakit yang berpotensi wabah di lingkungan
pelabuhan/bandara tepatnya didalam perimeter dan buffer. Kegiatannya
meliputi :
20
Pemberantasan jentik nyamuk dilakukan untuk menekan
kepadatan jentik nyamuk A.aegypti yang merupakan vector
penyakit yellow fever, DBD dengan menggunakan larvasida.
21
alat angkut agar tidak menjadi sumber penyakit dengan metode
spraying.
22
4) Selain itu petugas karantina kesehatan juga melakukan
pemeriksaan dokumen penyebab kematian jenazah yang akan
diangkut melalui kapal laut. Apabila memenuhi syarat
kesehatan maka petugas karantina kesehatan menerbitkan surat
keterangan angkut jenazah.
23
7) Surat pos, buku-buku dan barang cetakan lainnya dibebaskan
dari segala usaha penyehatan, kecuali paket yang
mencurigakan.
8) Selanjutnya untuk memantau keadaan yang berpotensi PHEIC
pada saat keberangkatan dilakukan surveilans rutin terhadap
orang, alat angkut, dan barang.
2. Pada pelabuhan laut yang mempunyai akses wilayah episenter PHEIC
a. Terhadap orang, barang dan alat angkut :
1) Petugas dalam melakukan pemeriksaan wajib menggunakan
APD lengkap dan diberikan profilaksis selama 7 hari.
2) Petugas karantina kesehatan mencegah keluarnya orang, barang
dan alat angkut yang berasal dari wilayah episenter PHEIC di
pintu masuk wilayah pelabuhan laut bekerjasama dengan TNI
dan POLRI serta keamanan pelabuhan laut.
3) Bila ditemukan orang yang akan berangkat berasal dari wilayah
penanggulangan episenter maka dilakukan tindakan
pengembalian dengan menggunakan APD.
4) Pengembalian Kendaraan (Mobil, motor, truk, kontainer) dan
barang yang berasal dari wilayah penanggulangan episenter
terlebih dahulu harus dilakukan tindakan disinfeksi oleh
petugas Karantina kesehatan.
5) Bila ditemukan orang yang dalam 7 (tujuh) hari terakhir pernah
mengunjungi wilayah episenter, tetapi tidak berasal dari
wilayah penanggulangan maka orang tersebut harus di
karantina selama 2 kali masa inkubasi. Tempat karantina
(asrama karantina) berada di wilayah Pelabuhan Laut.
6) Berkaitan dengan kasus suspek Ada tiga kriteria :
a) Dapat berangkat dengan membawa HAC bila :
Tidak kontak/ dalam 7 hari tidak berada di wilayah
episenter penanggulangan PHEIC dan
Tidak sebagai kasus suspek.
b) Dilakukan tindakan karantina bila :
Riwayat kontak/ dalam 7 hari berada di wilayah
episenter penanggulangan PHEIC dan
Tidak sebagai kasus suspek.
c) Dilakukan rujukan ke Rumah Sakit Rujukan bila
ditemukan sebagai kasus suspek.
24
7) Petugas Karantina Kesehatan Melakukan penyelidikan
epidemiologis terhadap pelaku perjalanan, Memberikan
informasi kepada pelaku perjalanan tentang kondisi yang
terjadi, Melakukan pemeriksaan kesehatan pelaku perjalanan,
Pemeriksaan suhu badan, Membagikan HAC.
8) Penumpang dan/atau awak kapal yang panas dan sakit ditunda
keberangkatannya untuk diperiksa dulu di poliklinik karantina
kesehatan. Dan bisa diberangkatan jika setelah diperiksa oleh
dokter karantina kesehatan dan hasilnya dinyatakan tidak
menunjukan adanya indikasi sebagai kasus suspek.
9) Terhadap penumpang yang sehat bukan berasal dari episenter
PHEIC maka penumpang diperbolehkan melanjutkan
perjalanan dengan membawa kartu kewaspadaan dini (HAC)
setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan di pintu masuk area
non publik pelabuhan laut.
Kegiatan dalam asrama karantina:
Petugas karantina kesehatan memantau suhu tubuh calon
penumpang 3 kali dalam sehari.
Jika suhu tubuhnya >38 ºC langsung dirujuk ke Rumah sakit
rujukan dengan menggunakan mobil evakuasi penyakit menular.
Selama masa dalam karantina calon penumpang dilarang
menerima kunjungan dan meninggalkan asrama karantina
sampai masa karantina selesai (2 kali masa inkubasi penyakit).
Lamanya masa karantina 2 kali masa inkubasi penyakit.
Orang yang dikarantina diberikan propilaksis selama 20 hari.
25
B. Dalam Perjalanan
Orang/pelaku perjalanan yang berada di atas kapal yang
sedangberlayar melalui suatu terusan di Wilayah Negara Kesatuan
RepublikIndonesia dapat dianggap sama dengan singgah di pelabuhan
yang terdekatdari selat/terusan tersebut.
Jika kapal yang melalui selat membawa penderita PHEIC maka unit
karantina kesehatan setempat melakukan upaya karantina kesehatan
sesuaidengan prosedur dibawah ini :
1. Nahkoda kapal laut tersebut wajib melaporkan melalui radio
komunikasi cepat, kepada instansi karantina kesehatan terdekat bila di
dalam kapal terdapat penderita dan/atau tersangka PHEIC.
2. Kapal berada dalam karantina (lepas jangkar di zona karantina).
3. Kapal harus menaikan isyarat karantina menyampaikan permohonan
untuk memperoleh suatu izin karantina atau memberitahukan suatu
keadaan kapal dengan suatu isyarat karantina:
a. Pada siang hari dengan menaikkan Bendera Q (warna kuning)
diatas panji pengganti ke satu (Kapal saya tersangka) atau
Bendera Q diatas bendera L (Kapal saya terjangkit).
b. Pada malam hari dua lampu putih yang satu ditempatkan di atas
yang lain dengan jarak 2 meter yang tampak/dapat dilihat dari
jarak 2 mil.
4. Petugas karantina kesehatan naik ke atas kapal menggunakan APD
lengkap untuk melakukan pemeriksaan medis dan upaya pencegahan
lainnya yang diperlukan serta melakukan pengobatan penderita secara
cepat dan tepat. Jika penumpang dan/atau crew suspek PHEIC
dilakukan rujukan ke Rumah Sakit rujukan.
5. Jika ditemukan kasus suspek PHEIC di dalam kapal maka penumpang
yang sehat dilakukan tindakan karantina di atas kapal selama 2 kali
masa inkubasi dan kapal tidak boleh berlayar selama tindakan
karantina berlangsung.
6. Terhadap kapal dilakukan tindakan disinfeksi, disinseksi dan fumigasi
setelah masa karantina selesai.
26
a. Upaya pencegahan terhadap orang, barang dan kapal yang datang
dari pelabuhan sehat dilakukan melalui pemeriksaan rutin
kekarantinaan.
b. Kegiatan ini meliputi melihat ada/tidaknya pelanggaran
kekarantinaan, pemeriksaan kelengkapan dokumen karantina
kesehatan kapal dan pemeriksaan faktor risiko merupakan dasar
pertimbangan utama untuk diberikannya sertifikat izin karantina
(Certificate of Pratique).
c. Untuk memperoleh sertifikat izin karantina (Certificate of
Pratique), nakhoda kapal harus menyampaikan permohonan
kepada Kantor Kesehatan Pelabuhan.
d. Seluruh kapal yang datang dari luar negeri berada dalam karantina
dan mematuhi tanda – tanda dan/atau isyarat karantina kapal yang
ditetapkan dalam undang –undang yaitu:
1) Kapal berada dalam karantina ( lepas jangkar di zona
karantina).
2) Kapal harus menaikan isyarat karantina:
a) Siang hari :
Bendera Q artinya kapal saya sehat atau saya minta izin
karantina
Bendera Q diatas panji pengganti ke satu: Kapal saya
tersangka
Bendera Q diatas bendera L kapal saya terjangkit.
b) Malam hari :
Lampu merah di atas lampu putih dengan jarak
maksimum 1,8 meter dan kelihatan/tampak dari jarak 2
mil: Saya belum mendapat izin karantina.
3) Nakhoda kapal yang berada dalam karantina dilarang
menaikan dan/atau menurunkan orang, barang, tanaman dan
hewan sebelum memperoleh sertifikat izin karantina.
e. Pada waktu tiba di pelabuhan, nakhoda kapal harus menyediakan
dan melengkapi dokumen karantina kesehatan kapal.
f. Dokumen karantina kesehatan yang dimaksud harus lengkap dan
masih berlaku, yang meliputi : Maritim Declaration of Health
(MDH), Ship Sanitasion Exemption Control Certificate (SSCEC) /
Ship Sanitation Control Certificate (SSCC), One Month Extension
Certificate, Sailling Permit, Buku Kesehatan, International
27
Certificate of Vaccination or Prophylaxis, Cerificate of Medicine/
Sertifikat P3K kapal, Health Alert Card (HAC), Crew list, Cargo
list, Voyage of Memmo/List Port of Call, General Nil List.
2. Dari Pelabuhan yang Mempunyai Akses Dengan Wilayah Episenter
PHEIC
a. Pengelola alat angkut berkewajiban memberitahukan kepada setiap
orang yang datang ke Indonesia dan wajib menyiapkan semua
dokumen karantina kesehatan yang dipersyaratkan oleh Pemerintah
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengelola kapal laut dapat
memperoleh informasi tentang hal-hal yang dimaksud melalui
agen- agen/perusahaan pelayaran, Duta Besar Republik Indonesia
di luar negeri dan Organisasi Kesehatan Dunia.
b. Petugas Karantina kesehatan dalam melakukan tindakan
kekarantinaan terhadap kedatangan kapal yang berasal dari
pelabuhan yang memiliki akses dengan wilayah episenter PHEIC
menerapkan prosedur sebagai berikut :
1) Kapal berada dalam karantina (lepas jangkar di zona karantina).
2) Nakhoda kapal menyampaikan permohonan untuk memperoleh
suatu izin karantina atau memberitahukan suatu keadaan kapal
dengan suatu isyarat karantina:
a) Siang hari
Bendera Q (kuning) artinya kapal saya sehat atau saya
minta izin karantina
Bendera Q di atas panji pengganti ke satu: Kapal saya
tersangka
Bendera Q di atas bendera L kapal saya terjangkit.
b) Malam hari
Lampu merah di atas lampu putih dengan jarak dengan 2
meter yang tampak dari jarak 2 mil.
c. Nakhoda kapal yang berada dalam karantina dilarang menaikan
dan/atau menurunkan orang, barang, tanaman dan hewan sebelum
memperoleh surat izin karantina.
d. Izin Karantina diberikan oleh petugas karantina kesehatan setelah
dilakukan pemeriksaan dokumen Karantina Kesehatan (MDH,
SSCEC/SSCC, ICV, Sertifikat P3K Kapal, Buku Kesehatan Kapal,
Crew List, List Port of Call, General Nil List ) yang dibuktikan
28
dengan hasil pemeriksaan kesehatan awak kapal dan/atau
penumpang kapal, serta kondisi lingkungan di atas kapal dan
dinyatakan bebas faktor risiko.
e. Jika terdapat penumpang dan/atau awak kapal yang suspek, maka
orang tersebut dilakukan pengobatan dan tindakan isolasi. Kepada
Awak kapal dan/atau Penumpang lainnya yang sehat dilakukan
tindakan karantina. Selanjutnya kepada kapal tersebut dilakukan
tindakan disinseksi (hapus serangga) dan desinfeksi (hapus kuman
penyakit) dan kapal diberikan Certificate of pratique dengan
restrected pratique (izin terbatas karantina), setelah semuanya clear,
kemudian diberikan certificate of pratique dengan free pratique
(izin bebas karantina).
g. Lamanya tindakan karantina tergantung dari lamanya perjalanan,
mulai dari pelabuhan yang terakhir terjangkit ke pelabuhan
berikutnya dan mulai sakitnya kasus suspek.
Dokumen Kesehatan
30
Kapal/alat angkut yang akan dan atau setelah doking dan atau
terkait dalam pengajuan permohonan perpanjangan SSCEC dimana
dari hasil pemeriksaan tersebut ditemukan tanda-tanda kehidupan
vector dan atau factor resiko PHEIC, sedangkan KKP belum
mampu melakukan tindakan penyehatan (deratisasi, disinfeksi,
disinseksi, dekontaminasi, dan tindakan penyehatan lainnya).
Terhadap alat angkut/kapal transit disuatu pelabuhan yang
membawa muatan lanjutan yang tidak mungkin dibongkar atau
posisi kapal berada jauh dari pelabuhan dan kondisi cuaca buruk,
sehingga tidak dapat dilakukan pemeriksaan terkait dalam
pengajuan permohonan perpanjangan SSCEC/hasil pemeriksaan
lainnya.
4. SOP Buku Kesehatan Kapal (Health Book)
a. Penerbitan Buku Kesehatan Kapal
(1) Setiap kapal yang berbendera Indonesia atau kapal yang
melakukan pelayaran di wilayah Indonesia, harus
mempunyai Buku Kesehatan (Health Book) sebagai
informasi/koordinasi antar KKP.
(2) Apabila dalam pemeriksaan dokumen kapal ditemukan
kapal yang tidak atau belum mempunyai buku kesehatan
maupun lembaran buku kesehatan tersebut telah habis,
maka diharuskan membuat buku baru yang diterbitkan oleh
KKP setempat.
(3) Nahkoda melalui agen pelayaran mengajukan permohonan
tertulis untuk penerbitan buku kesehatan baru yang
ditujukan kepada Ka. KKP.
(4) Bagi kapal baru, penerbitan atau kapal berganti nama, Buku
Kesehatan harus didahului dengan pemeriksaan sanitasi
kapal sekaligus dengan penerbitan SSCEC/SSCC.
(5) Bagi kapal yang buku kesehatannya hilang, surat
permohonan perlu disertai dengan berita acara kehilangan
dari kepolisian setempat.
(6) Pada halaman pertama buku kesehatan kapal harus diisi
dengan lengkap identitas kapal (nama kapal, volume,
31
kebangsaan, milik/agen), tempat dan tanggal dikeluarkan,
tanda tangan dan nama jelas kepala KKP dan cap stempel.
(7) Pengisian buku kesehatan kapal tersebut dilakukan oleh
petugas PHC dan diperiksa oleh kabid/kasie karantina atau
coordinator wilker.
(8) Setelah diperiksa dan diregistrasi maka buku kesehatan
tersebut ditanda tangani oleh Kepala KKP, Kabid/Kasie
Karantina, dan Koordinator wilker.
(9) Biaya penerbitan buku kesehatan kapal baru, dipungut oleh
pemungut yang ditunjuk.
32
- SE International Travel Health (ITH)
- SE Kualitas air
- SE Kesling di TPM
- SE Vektor Nyamuk
b. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD)
- Simulasi SKD Penyakit di Pelabuhan
c. Jejaring dan Kemitraan
- Pertemuan Desiminasi Informasi
- Pertemuan Pengembangan Sistem Investigasi
- Rapat Koordinasi SKD Penyakit
- Rapat Evaluasi SKD Penyakit
d. Pendidikan dan Pelatihan SE (In House Training)
e. Bimbingan Teknis SE
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
33
Dari hasil kegiatan Praktek Kerja Lapangan dapat disimpulkan bahwa
menurut Permenkes no 356/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kantor Kesehatan Pelabuhan, Kantor Kesehatan Pelabuhan adalah unit
Pelaksana Teknis di lingkungan Departemen Kesehatan yang berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. KKP mempunyai tugas
melaksanakan pencegahan masuk dan keluarnya penyakit karantina dan
penyakit menular potensial wabah, kekarantinaan, pelayanan kesehatan
terbatas di wilayah kerja pelabuhan/bandara dan Lintas Batas, serta
pengendalian dampak kesehatan lingkungan. Kantor Kesehatan Pelabuhan
Kelas I Wilayah Kerja Tuban dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa
kegiatan yang masuk dalam bidang Pengendalian Resiko Lingkungan dan
Pengendalian Kekarantinaan. Dalam Pengendalian Resiko Lingkungan
terdapat 2 bidang kegiatan yang dilakukan oleh petugas meliputi :
1) Seksi Sanitasi dan Dampak Resiko Lingkungan meliputi :
Pengawasan penyediaan air bersih, Pengamanan makanan dan
minuman, Pengawasan pencemaran udara, air dan tanah,
Pengawasan Sanitasi (bangunan, TTU, alat angkut), Pembinaan dan
pengawasan pengelolaan pestisida
2) Seksi Pengendalian Vektor dan Binatang Penular Penyakit (PVBPP)
meliputi : Pengendalian tikus dan pinjal, Pengendalian Nyamuk,
Pengendalian Lalat dan Kecoa.
Sedangkan dalam bidang Pengendalian Kekarantinaan terdapat
beberapa kegiatan yang dilakukan oleh petugas Kantor Kesehatan
Pelabuhan Kelas I Wilayah Kerja Tuban yaitu :
1) Pada Saat Keberangkatan
i. Pada Pelabuhan Laut Sehat
a) Pengawasan orang : semua penumpang dan
awak kapal harus memiliki dokumen kesehatan
berupa International Certificate of Vaccination
or prophylaxis
b) Pengawasan barang : petugas melakukan
pengawasan Obat, Makanan, Kosnetika dan
Alat Kesehatan serta Barang Adiktif lainnya
34
(OMKABA) dan pemeriksaan dokumen
kesehatan OMKABA dan pemeriksaan fisik
c) Pengawasan Kapal Laut (Alat Angkut) : petugas
melakukan pemeriksaan dan penyehatan
makanan, air bersih dan lain-lain. Penerbitan
dokumen kapal.
ii. Pada pelabuhan laut mempunyai akses wilayah
episenter PHEIC
Terhadap orang, barang dan alat angkut: melakukan
penyelidikan epidemiologis terhadap pelaku perjalanan
2) Dalam Perjalanan
Jika kapal melalui selat membawa penderita PHEIC maka
unit karantina kesehatan setempat melakukan upaya
karantina kesehatan sesuai dengan prosedur
3) Pada saat kedatangan
a) Dari Negara/Wilayah/ Pelabuhan Sehat : Pencegahan
dilakukan terhadap orang, barang dan kapal yang
datang dari pelabuhan sehat dilakukan pemeriksaan
rutin kekarantinaan.
b) Dari pelabuhan yang mempunyai akses dengan wilayah
Episenter PHEIC : pengelola alat angkut wajib
memberitahukan kepada setiap orang yang datang ke
Indonesia wajib menyiapkan dokumen karantina
kesehatan yang di persyaratkan oleh pemerintah NKRI.
5.2 Saran
Dari Praktek Kerja Lapangan yang dilakukan di Kantor Kesehatan
Pelabuhan Wilayah Kerja Tuban, kami memberikan saran :
1. Untuk umpan Trapping tikus sebaiknya diberikan umpan seperti jagung
dan kelapa bakar.
2. Untuk SOP pengambilan sampel air bersih (kran) sebaiknya dengan
langkah sebagai berikut :
a. Melakukan ijin kepada instansi terkait
b. Petugas melakukan penggunaan APD (handscoon, masker)
c. Flambir mulut kran terlebih dahulu lalu biarkan air mengalir beberapa
saat dan matikan.
d. Menyiapkan botol sampel lalu flambir mulut botol sampel.
e. Nyalakan kran lalu flambir kemudian isi botol sampel sampai penuh
35
f. Lalu tuang air hingga tersisa ¾ botol sampel, kemudian flambir
g. Lalu tutup botol sampel
h. Beri etiket atau label
i. Masukkan kedalam cool box
j. Lalu kirim ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan
k. Selang waktu untuk pemeriksaaan bakteriologis minimal 1 jam dari
pengambilan harus sudah dilakukan pemeriksaan. Namun dapat
dipertahankan lebih lama lagi asal disimpan dalam lemari pendingin
kurang lebih 30 jam.
3. Untuk SOP pengambilan sampel air laut sebaiknya menggunakan botol
tenggelam secara langsung dalam pengambilan sampel air laut.
4. Untuk SOP pengambilan sampel Makanan dan Minuman sebaiknya
menggunakan plastik sampel.
5. Untuk pengiriman sampel secara mikrobiologis ke laboratorium sebaiknya
dalam selang waktu minimal 1 jam dari pengambilan harus sudah
dilakukan pemeriksaan. Namun dapat dipertahankan lebih lama lagi asal
disimpan dalam lemari pendingin kurang lebih 30 jam.
DAFTAR PUSTAKA
http://pkpss.bappenas.go.id/dokumen/uu/Uu%20Sektor/Pelayaran/PP
%2061%20tahun%202009.pdf diakses pada tanggal Kamis 13 April 2017
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 356 tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2348 tahun 2011 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 356/2008 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 431 tahun 2007 tentang
Pedoman Teknis Pengendalian Resiko Kesehatan Lingkungan di
Pelabuhan/Bandara/Pos Lintas Batas Dalam Rangka Karantina Kesehatan.
36
LAMPIRAN
38
Data Kunjungan Kapal di PT Semen Indonesia Tahun 2017
39
Sertifikat izin karantina
40
Buku Kesehatan (Health Book)
41
42
Ship Sanitation Control Exemption Certificate
43
Instrumen Pemeriksaan Kapal Dalam Rangka Penerbitan PHQC
44
JADWAL KEGIATAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL)
MAHASISWA SEMESTER VIII PROGRAM STUDI D-IV KESEHATAN LINGKUNGAN SURABAYA TA 2016/2017
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
NO URAIAN KEGIATAN JADWAL
MARET APRIL MEI
29 3` 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 27 28 1
Pembekalan Praktek Kerja
1. Lapangan
Pelaksanaan kegiatan
2. Praktek Kerja Lapangan
Penyusunan laporan Praktek
3. Kerja Lapangan
Pengumpulan laporan
4. Praktek Kerja Lapangan
Evaluasi kegiatan Praktek
5. Kerja Lapangan