Anda di halaman 1dari 26

2016

Potensi Chlorella Sp sebagai Agen Bioremediasi


Logam Berat Cd dan Pb di Perairan

Kelompok 6 :

1. Atira Elpariska Maya


2. Rini Apriani
3. Septia Purnamasari
4. Nur Anisa Anggraini
5. Gema Hari Maskur

UNIVERSITAS
SRIWIJAYA
4/7/2016
i|Page
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga pembuatan makalah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam pembuatan makalah ini adalah bioremediasi logam berat dengan
menggunakan mikroalga di lingkungan perairan.
Dalam penyusunan laporan praktek kerja lapangan ini penulis banyak
mendapatkan bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Penghargaan
yang terbesar penulis berikan kepada Ibu, Bapak, Farras serta teman teman
tercinta yang telah membantu penulis secara moril dan materil, serta dorongan
semangat dalam menyelesaikan laporan praktek kerja lapangan ini. Sebagai
penutup penulis berharap makalah ini kiranya dapat bermanfaat dan dapat
memberikan sumbangan pemikiran baru bagi ilmu pengetahuan.

Palembang, 21 April 2016

Kelompok 6

ii | P a g e
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii


DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................... 3
1.3. Tujuan ................................................................................................................. 3
1.4. Manfaat ............................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 4
2.1. Bioremediasi ............................................................................................................ 4
2.2. Chlorella sp......................................................................................................... 5
2.3. Tahapan Bioremediasi oleh Chlorella sp. ........................................................... 8
2.4. Bioremediasi oleh Alga Chlorella sp. ............................................................... 10
BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 21
3.1. Kesimpulan ........................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 22

iii | P a g e
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang terus membangun
pada sektor-sektor industri untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Pembangunan di sektor industri tidak hanya memberikan nilai tambah bagi
ekonomi negara, tetapi di sisi lain berpotensi bagi kerusakan lingkungan akibat
limbah yang dihasilkannya.
Limbah-limbah domestik maupun limbah industri yang di buang ke
lingkungan secara terus menerus tanpa dikelolah dengan baik dapat mencemari
lingkungan. Salah satu bahan pencemaran yang berbahaya bagi lingkungan yang
terdapat dalam limbah industri sekitar adalah logam berat. Logam berat berasal
dari industri-industri yang tidak mengatur dan mengolah limbahnya sebelum di
lepas ke lingkungan seperti limbah pertanian, emisi gas buang kendaraan
bermotor. Limbah yang mengandung logam berat jika masuk dalam rantai
makanan dapat membahayakan bagi kehidupan mahkluk hidup karena dapat
menyebabkan penyakit penyakit-penyakit degeratif.
Logam berat umumnya bersifat racun terhadap makhluk hidup walaupun
beberapa diantaranya diperlukan dalam jumlah kecil. Pencemaran logam berat
merupakan permasalahan yang sangat serius untuk ditangani, karena merugikan
lingkungan dan ekosistem secara umum. Logam berat sendiri sebenarnya
merupakan unsur esensial yang sangat dibutuhkan setiap makhluk hidup, namun
beberapa di antaranya (dalam kadar tertentu) bersifat racun. Di alam, unsur ini
biasanya terdapat dalam bentuk terlarut atau tersuspensi (terikat dengan zat padat)
serta terdapat sebagai bentuk ionik. Dampak dari pencemaran logam berat ini
sangat berbahaya bagi organisme perairan, manusia dan lingkungan.
Isu pencemaran logam berat di perairan meningkat sejalan dengan
pengembangan berbagai penelitian yang mulai diarahkan pada berbagai aplikasi
teknologi untuk menangani polusi lingkungan yang disebabkan oleh logam berat.
Kondisi perairan laut Indonesia sudah perlu mendapat perhatian serius karena
adanya indikasi peningkatan pencemaran logam berat. Penelitian yang dilakukan
pada tahun 2001, menunjukkan bahwa beberapa wilayah perairan di Indonesia

1|Page
telah tercemar oleh logam berat.Kontaminasi logam berat di lingkungan perairan
merupakan suatu permasalahan, karena akumulasinya sampai pada rantai
makanan dan keberadaannya di alam tidak mengalami transformasi (persistent),
sehingga menyimpan potensi keracunan yang laten (Notodarmojo, 2005).
Dalam upaya meminimalisir dampak pencemaran yang akan ditimbulkan,
sangat perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut terhadap limbah sebelum dibuang
ke lingkungan. Salah satu metode yang saait ini berkembang adalah bioremidiasi
yaitu dengan memanfaatkan mikroorganisme untuk mengurangi kandungan bahan
pencemar, baik zat berbahaya ataupun logam berat yang terdapat dalam limbah
tersebut.
Mikroalga umumnya mampu menjerap dan mengakumulasi logam berat
dalam tubuhnya.Pada konsentrasi tertentu logam berat dapat memacu
pertumbuhan beberapa jenis mikroalga, tetapi pada konsentrasi yang sama justru
dapat mengakibatkan toksisitas pada jenis mikroalga lainnya.Penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa ion Cu memberikan toksisitas yang signifikan
terhadap mikroalga, diikuti oleh Ni dan Pb (Nayaret al., 2004 dalam Nugraha,
2014). Hasil penelitian menunjukkan bahwabiosorpsi logam berat di perairan
dengan menggunakan mikroalga merupakan solusi alternatif dengan resiko yang
relatif lebih kecil, biaya yang lebih murah, dan biomassa yang dapat dimanfaatkan
untuk berbagai keperluan.
Beberapa mikroalga mempunyai kemampuan untuk menjadi agen remediasi
logam berat diantaranya adalah Chlorella sp yang dapat menyerap logam berat.
Chlorella sp juga memiliki kemampuan tumbuh pada lingkungan tercemar karena
Chlorella sp memiliki Phytohormondan polyamine untuk adaptasi pada ekosistem
air yang tercemar dengan logam berat. Kemampuan Chlorella sp dalam menyerap
logam berat ini menunjukkan kemampuan adaptasi dan kemampuan tumbuh di
lingkungan tercemar.
Atas dasar uraian tersebut di atas, maka perlu dilakukan pemulihan suatu
perairan yang terkontaminasi logam berat pada lokasi bekas timbunan limbah
padat industri agar perairan yang tercemar tersebut dapat digunakan kembali
untuk berbagai kegiatan secara aman. Salah satu pilihan untuk mengatasi masalah
kontaminasi oleh logam berat adalah bioremediasi menggunakan mikroalgae.

2|Page
Tindakan remediasi perlu dilakukan agar perairan yang tercemar dapat digunakan
kembali untuk berbagai kegiatan secara aman.

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Apa itu bioremediasi ?
1.2.2. Apa itu alga Chlorella sp?
1.2.3. Bagaimana Tahapan Proses Bioremediasi oleh Chlorella sp ?
1.2.4. Bagaimana Proses Bioremediasi oleh Alga Chlorella sp?

1.3. Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui apa itu bioremediasi
1.3.2. Untuk menjelaskan apa itu alga Chlorella sp
1.3.3. Untuk menjelaskan tahapan proses bioremediasi oleh Chlorella sp
1.3.4. Untuk menguraikan proses Chlorella sp dalam proses bioremediasi

1.4. Manfaat
1.4.1. Memberikan informasi tentang teknik bioremediasi dengan mikroalgae
dalam menangani kasus pencemaran logam berat di suatu wilayah perairan
1.4.2. Mengetahui potensi mikroalga yang bisa menjadi agen bioremediasi suatu
perairan.

3|Page
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Bioremediasi
Pengembangan teknik bioremediasi menjadi teknologi alternatif
pengendalian pencemaran sumber air dan tanah yang terkontaminasi secara in-
situ. Secara harafiah bio berarti kehidupan (organisme), remediasi berarti
perbaikan, sehingga bioremediasi berarti perbaikan lingkungan dengan
menggunakan organisme. Bioremediasi merupakan proses pembersihan
lingkungan dari bahan pencemar secara biologi dengan menggunakan organism
hidup. Berdasarkan organisme yang digunakan, maka bioremediasi terdiri dari
(mikro)bioremediasi, Fitoremediasi, mikoremediasi, danfitoremediasi. Mikroba
yang digunakan dalam proses pembersihan lingkungan disebut sebagai
bioremediator. Proses bioremediasi meliputi pemanfaatan mikrobia asli dari
daerah yang terkontaminasi dengan memberi nutrient bahan esensial yang
diperlukannya untuk tumbuh dan berkembang sehingga mampu
menghilangkan/mengurangi kontamin di daerah tersebut. Pada saat proses
bioremediasi berlangsung, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme
memodifikasi struktur polutan beracun menjadi tidak kompleks sehingga menjadi
metabolit yang tidak beracun dan berbahaya.
Fitoremediasi merupakan salah satu pemanfaatan bioremidiasi
menggunakan alga untuk menghilangkan polutan dari lingkungan atau
mengubahnya menjadi bentuk yang kurang beracun. Fitoremidiasi merupakan
pemanfaatan mikro maupun makroalga untuk menghilangkan atau
mentransformasi polutan, termasuk nutrient dan senobiotik dari limbah cair dan
CO2 udara. Mikroalga sangat adaptif dan mampu hidup secara autotrof, heterotrof
atau miksotrof. Pada lingkungan alami, alga berperanan sangat penting dalam
mengontrol konsentrasi logam di danau maupun laut. Hal ini berkaitan dengan
kemampuannya dalam mendegradasi atau mengakumulasi logam berat toksik dan
polutan organic seperti fenolik, hidrokarbon, pestisida, dan bipenil dari
lingkungan dan mengakumulasinya, sehingga konsentrasi dalam alga lebih tinggi
dari konsentrasi dipolutan yang ada di lingkungan. Pengambilan logam oleh
mikroalga dilakukan dalam 2 cara yaitu adsorpsi dan absorpsi. Adsorpsi
merupakan metabolism sel yang dilakukan secara bebas, secara fisik terjadi pada

4|Page
permukaan sel kemudian logam menuju sitoplasma (kemoadsorpsi).Absorpsi
merupakan metabolism sel yang tergantung pada pengambilan logam berat secara
intraseluler. Pb, Cu, Cd, Co, Hg,Zn, Mg, Ni dan Ti berikatan dengan polifosfat
alga dan berfungsi sebagai penyimpan dan detoksifikasi logam. Proses sekuitrasi
logam berat oleh mikroalga merupakan sumber multi fungsipolimer. Mikroalga
juga mampu menghilangkan nitrogen dari air melalui proses biosorpsi dan
menyimpannya sebagai biomassa. Ketika mikroalga mati, maka terdekomposisi
dan melepaskan ammonia atau ureum kebadan air dan dapat dimanfaatakan
sebagai sumber nitrogen lagi.

2.2. Chlorella sp.


2.2.1. Struktur Morfologi Chlorella sp.
Chlorella sp. adalah salah satu jenis mikroalga yang mengandung klorofil
serta pigmen lainnya untuk melakukan fotosintesis. Kata Chlorella berasal dari
bahasa latin yaitu “Chloros” yang berarti hijau dan “ella” yang berarti kecil.
Bentuk sel Chlorella bulat atau bulat telur, merupakan alga bersel tunggal
(uniseluler) dan kadang-kadang bergerombol. Dinding selnya keras terdiri dari
selulosa dan pektin. Sel ini memiliki protoplasma yang berbentuk cawan.
Chlorella dapat bergerak tetapi sangat lambat sehingga pengamatan seakan-akan
tidak bergerak. Chlorella bersifat kosmopolit yang dapat tumbuh dimana-mana,
kecuali pada tempat yang sangat kritis bagi kehidupan. Chlorella masih dapat
bertahan hidup pada suhu 400C. Kisara suhu 25-300C merupakan suhu yang
optimal untuk pertumbuhan (Alim dan Kurniastuty, 1995 dikutip Mazidah,
2014).

A B
Gambar 1. Struktur morfologi dan koloni Chlorella sp.

5|Page
Keterangan :
A : Struktur morfologi Chlorella sp., yang terdiri dari :
1. Dinding sel
2. Kloroplas
3. Inti
4. Inklusi
5. Sitoplasma
B : Koloni Chlorella sp.
Chlorella sp. adalah alga uniseluler yang berwarna hijau dan berukuran
mikroskopis, berbentuk bulat, tidak mempunyai flagella sehingga tidak dapat
bergerak aktif, dinding selnya terdiri dari selulosa dan pektin, tiap-tiap selnya
terdapat satu buah inti sel dan satu kloroplast. Chlorella sp. memiliki kemampuan
menyerap logam yang terlarut dalam air yang digunakan untuk membantu
metabolisme ganggang hijau tersebut (Kumar dan Singh, 1976 dikutip Mazidah,
2014).

2.2.2. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroalga Chlorella sp.


Pertumbuhan Chlorella sp. dalam kultur dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain medium, nutrien atau unsur hara, cahaya, temperatur, pH, dan salinitas.
Cahaya merupakan sumber energi untuk melakukan fotosintesis. Cahaya matahari
yang diperlukan oleh Chlorella sp. dapat digantikan dengan lampu TL atau
tungsten. Berdasarkan habitat hidupnya Chorella sp. dapat dibedakan menjadi
Chlorella air tawar dan Chlorella air laut. Chlorella air tawar dapat hidup dengan
kadar salinitas hingga 5 ppt, sementara Chlorella air laut dapat mentolerir salinitas
antara 33-4 ppt. Kultur Chlorella sp. diperlukan temperatur antara 25-350C.
Nutrisi yang diperlukan alga dalam jumlah besar adalah karbon, nitrogen,
fosfor, sulfur, natrium, magnesium, kalsium. Sedangkan unsur hara yang
dibutuhkan dalam jumlah relatif sedikit adalah besi, tembaga (Cu), mangan (Mn),
seng (Zn), silikon (Si), boron (B), molibdenum (Mo), vanadium (V) dan kobalt
(Co) (Chumadi dkk., 1992 dikutip Mazidah, 2014).

6|Page
2.2.3. Fase Pertumbuhan Mikroalga Clorella sp.
Pertumbuhan mikroalga secara umum dapat dibagi menjadi lima fase yang
meliputi fase lag (adaptasi atau istirahat), fase eksponensial, fase penurunan
kecepatan pertumbuhan (deklinasi), fase stasioner dan fase kematian. Fase lag
penambahan jumlah densitas mikroalga sangat rendah atau bahkan dapat
dikatakan belum ada penambahan densitas. Hal tersebut disebabkan karena sel-sel
mikroalga masih dalam proses adaptasi secara fisiologis terhadap media tumbuh
sehingga metabolisme untuk tumbuh menjadi lamban.
Menurut Fachrullah (2011) dikutip Mazidah (2014), fase eksponensial
terjadi penambahan kepadatan sel mikroalga (N) dalam waktu (t) dengan
kecepatan tumbuh (µ). Fase penurunan kecepatan tumbuh pembelahan sel mulai
melambat karena kondisi fisik dan kimia kultur mulai membatasi pertumbuhan.
Fase stasioner, faktor pembatas dan kecepatan pertumbuhan bersifat setimbang
karena jumlah sel yang membelah dan yang mati sama. fase kematian, kualitas
fisik dan kimia kultur berada pada titik dimana sel tidak mampu lagi mengalami
pembelahan.
Chlorella sp. mempunyai waktu generasi yang sangat cepat. Oleh karena itu
dalam waktu yang relatif singkat, perbanyakan sel akan terjadi secara cepat,
terutama jika tersedianya cahaya dan sumber energi yang cukup. Pola
pertumbuhan berdasarkan jumlah sel dapat dikelompokkan menjadi lima fase
yaitu fase tunda (lag phase), fase pertumbuhan logaritmik (log phase), fase
penurunan laju pertumbuhan, fase stasioner dan fase kematian. Kelima fase
tersebut dapat ditunjukkan dengan kurva jumlah sel vs waktu.

Gambar 2. Grafik pertumbuhan mikroalga

7|Page
2.3. Tahapan Bioremediasi oleh Chlorella sp.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Purnamawati dkk., 2015
terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan yaitu:

1. Sterilisasi Alat dan Media Kultur


Sterilisasi bertujuan menghilangkan atau meminimalkan keberadaan
mikroorganisme atau zat pengganggu pada alat dan media kultur yang akan
digunakan selama penelitian. Tahapan sterilisasi yang dilakukan merujuk pada
Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) sbb :
a) Semua peralatan non elektronik dicuci dengan menggunakan sabun
pencuci perabotan gelas, kemudian dibilas dengan air dingin yang telah
dididihkan pada suhu 100oC sebelumnya. Kemudian peralatan dibilas
dengan larutan HCl 4 N yang telah diencerkan 10% dan dibilas kembali
dengan air dingin hasil rebusan.Selanjutnya dibilas dengan larutan alkohol
70% dan terakhir dibilas dengan aquades hingga hilang bau alkoholnya.
Peralatan ditiriskan di atas meja yang telah disemprot alkohol sebelumnya.
b) Selang plastik aerator, gelas kultur, dan pengatur debit udara disterilkan
terlebih dahulu dengan direndam larutan kaporit 10-15 menit. Kemudian
dicuci dengan air dingin hasil rebusan dan ditiriskan seperti peralatan
gelas.
2. Penyiapan Media Kultur.
Air laut disterilisasi dengan merebus hingga mendidih selama kurang lebih
2 jam, didinginkan sampai temparatur ruang. Air laut steril 1 liter dimasukkan
dalam bejana kaca volume 3 liter kemudian ditambahkan pupuk Walne 0,5 ml
sebagai nutrisi bagi mikroalga. Bibit Chlorella sp dimasukkan ke dalam bejana
tersebut kurang lebih 10.000 sel/ml. Bibit tersebut diperoleh dari Laboratorium
Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara. Guna
memperoleh kepadatan awal tersebut digunakan rumus yang digunakan Kusrinah
(2001) :

V1N1 = V2N2

8|Page
Keterangan:
V1 = volume inokulum yang diinginkan
V2 = volume medium kultur
N1 = kepadatan stok (sel/ml)
N2 = kepadatan sel yang diinginkan

Medium kultur berada pada rentang pH optimum untuk produktivitas


perairan, yaitu 7,5 –8,5 (Basmi et al., 2004 dalam Prabowo, 2009). Salinitas
medium berada pada konsentrasi tinggi, yaitu 34 ppt untuk menciptakan kondisi
stress yang mampu mempercepat pertumbuhan mikroalga (Bosma dan Wijffels,
2003 dalam Prabowo, 2009). Sumber cahaya berasal dari cahaya lampu neon 36
watt dan temparatur kultur dapat berada pada rentang 27-280C. Delapan belas
bejana kultur disusun pada rak. Kemudian media kultur diukur kandungan logam
Pb dan Cd total dengan AAS demikian juga kandungan kedua logam tersebut
dalam sel Chlorella sp. Pada hari ke- 4, dalam kultur ditambahkan larutan logam
CdSO4 dengan konsentrasi 1 ; 3 ; 5 mg/l (ppm) masing-masing 3 kali ulangan.
Bejana kultur yang lain diisi dengan larutan logam Pb(NO3)2 dengan 3 konsentrasi
yang sama masing-masing 3 kali ulangan. Sebagai kontrol digunakan bejana
kultur yang dibiarkan tanpa campuran logam berat. Faktor eksternal : intensitas
cahaya, salinitas , pH dan suhu dipantau selalu dalam keadaan yang relatif konstan
setiap harinya.
Jumlah sel Chlorella sp. dihitung setiap harinya dengan rentang waktu 24
jam hingga 76 hari penelitian menggunakan Haemocytometer Neubauer Improved
(Isnansetyo dan Kurniastuty,1995) dengan 2 kali pengukuran untuk masing-
masing kultur. Jumlah sel yang diamati dan dihitung pada kotak bujur sangkar
yangmempunyai sisi 1 mm.Rumus yang digunakan :
Kepadatan = N x 104 sel/ml (N = jumlah Chlorella sp. yang diamati)

Pengamatan Penelitian
Parameter yang diamati meliputi :

9|Page
1. Kandungan logam berat Cd2+ dan Pb2+ dalam medium kultur hari ke-0 dan hari
ke-76.
2. Kandungan logam berat total Cd2+ dan Pb2+ dalam C.vulgaris hari ke-0 dan hari
ke-76.
Persentase penurunan konsentrasi logam berat Pb dan Cd dengan rumus :
a. Penurunan konsentrasi logam berat = Konsentrasi logam berat awal –
konsentrasi logam berat akhir
b. Prosentase penurunan konsentrasi = (Penurunan konsentrasi logam berat /
konsentrasi logam awal) x 100%

Faktor biokonsentrasi (Bioconcetration Factor /BCF) merupakan koefisien


untukmengelompokkan efisiensi akumulasi elementoksik dalam biota dan
mediumnya. Menurut Zayed et.al., 1998 dalam Sekabira et.al. (2011). Rumus
BCF :
BCF = Cb/Cw
Keterangan:
Cb : konsentrasi logam berat dalam biota
Cw : konsentrasi logam berat dalam medium
Nilai BCF < 1 : exluder; > 1 : akumulator logam; dan ≥ 1000 : akumulator logam
yang baik (good acumulator)

2.4. Bioremediasi oleh Alga Chlorella sp.


Pemanfaatan bioremidiasi menggunakan alga untuk menghilangkan polutan
dari lingkungan atau mengubahnya menjadi bentuk yang kurang beracun disebut
dengan Fitoremediasi. Fitoremidiasi merupakan pemanfaatan mikro maupun
makroalga untuk menghilangkan atau mentransformasi polutan, termasuk nutrien
dan senobiotik dari limbah cair dan CO2 udara (Shamsuddoha et al., 2006 dikutip
Soeprobowati, 2013). Mikroalga sangat adaptif dan mampu hidup secara autotrof,
heterotrof atau miksotrof. Pada lingkungan alami, alga berperan sangat penting
dalam mengontrol konsentrasi logam di danau maupun laut. Hal ini berkaitan
dengan kemampuannya dalam mendegradasi atau mengakumulasi logam berat
toksik dan polutan organik seperti fenolik, hidrokarbon, pestisida, dan bipenil dari

10 | P a g e
lingkungan dan mengakumulasinya, sehingga konsentrasi dalam alga lebih tinggi
daripada konsentrasi di polutan yang ada di lingkungan. Pengambilan logam oleh
mikroalga dilakukan dalam 2 cara yaitu adsorpsi dan absorpsi. Adsorpsi
merupakan metabolisme sel yang dilakukan secara bebas, secara fisik terjadi pada
permukaan sel kemudian logam menuju sitoplasma (kemoadsorpsi). Absorpsi
merupakan metabolisme sel yang tergantung pada pengambilan logam berat
secara intraseluler. Pb, Cu, Cd, Co, Hg, Zn, Mg, Ni dan Ti berikatan dengan
polifosfat alga dan berfungsi sebagai penyimpan dan detoksifikasi logam
(Dwivedi, 2012 dikutip Soeprobowati, 2013). Proses sekuitrasi logam berat oleh
mikroalga merupakan sumber multi fungsi polimer (Seufferheld dan Cuzi, 2010
dikutip Soeprobowati, 2013). Mikroalga juga mampu menghilangkan nitrogen
dari air melalui proses biosorpsi dan menyimpannya sebagai biomassa. Ketika
mikroalga mati, maka terdekomposisi dan melepaskan amonia atau ureum ke
badan air dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber nitrogen lagi (Woodward, et al.,
2009 dikutip Soeprobowati, 2013).
Alga yang biasa dijadikan sebagai bioremediasi adalah alga Chlorella sp.
Kemampuan sel Chlorella sp. dalam menurunkan kandungan logam berat sangat
dipengaruhi oleh faktor lingkungan baik biotik dan abiotik. Faktor lingkungan
biotik meliputi sifat karakteristik mikrobia dan kepadatan sel, sedangkan faktor
abiotik meliputi pH, kandungan nutrien, temparatur dan cahaya (Malick dan
Rai,1993 dikutip Purnamawati dkk., 2015).
Pb dan Cd merupakan logam berat yang dapat diturunkan kandungannya
oleh alga sel Chlorella sp. Dinding sel Chlorella sp. akan mengikat ion Pb .
Demikian pula yang terjadi pada kelompok dengan penambahan ion Cd. Imani
et.al. (2011) menyatakan bahwa faktor kunci remediasi logam adalah bahwa
logam bersifat non-biodegradable tetapi dapat melakukan transformasi melalui
proses sorpsi, metilasi, kompleksasi dan mengubah nilai valensinya. Saat ion
logam berat tersebar di sekitar sel, ion logam akan terikat pada elemen yang
terdapat pada dinding sel berdasarkan kemampuan daya affinitas kimia yang
dimiliki sel tersebut (Droste, 2007 Purnamawati dkk., 2015).

11 | P a g e
Tabel 1. Konsentrasi rata-rata ion logam Pb dan Cd dalam medium awal dan akhir
perlakuan serta presentase penurunan logam dalam medium

Huruf yang berbeda pada satu kolom menunjukkan perbedaan yang nyata
Sebelum ion logam sampai ke membran sel dan sitoplasma sel, ion logam
tersebut harus melalui dinding sel mikroalga yang mengandung berbagai macam
variasi polisakarida dan protein yang memiliki sejumlah sisi aktif yang mampu
berikatan dengan ion logam. Terjadi pertukaran ion monovalen dan divalen
seperti Na, Mg, dan Ca yang terdapat pada dinding sel digantikan oleh ion-ion
logam berat kemudian terbentuk formasi kompleks antara ion-ion logam berat
dengan kelompok fungsional seperti karbonil, amino,thiol, hidroksi, fosfat dan
hidroksi-karboksil.
Proses biosorpsi ini berlangsung cepat dan bolak balik dan terjadi baik pada
sel mati maupun pada sel hidup. Proses ini berlangsung efektif dengan kehadiran
pH tertentu dan kehadiran ion-ion lainnya dimana logam berat dapat menjadi
garam tak terlarut yang diendapkan (Tortora, 2001 ; Glick and Pasternak, 2001).
Maka dinding sel sering disebut sebagai bagian terpenting dari mekanisme
pertahanan sel karena dinding sel merupakan penghalang pertama terhadap
akumulasi logam berat yang bersifat toksik.
Pada penelitian Purnamawati dkk., 2015 ini ion-ion logam baik Pb maupun
Cd yang bervalensi 2 akan menggantikan ion divalen ataupun monovalen yang
terdapat pada dinding sel Chlorella sp. sehingga ion logam di luar sel tentu akan
berkurang. Di samping itu pH medium yang berkisar antara 7-8 masih
memungkinkan terjadinya biosorpsi ini meskipun mungkin masih ada sebagian

12 | P a g e
ion logam yang berikatan dengan ion lain sehingga menjadi garam yang
terendapkan.
Dalam penelitian ini penurunan konsentrasi logam belum mencapai ambang
baku mutu, yaitu 0, 1 mg/l untuk Cd dan 1 mg/l untuk Pb. Baik pada kultur
dengan penambahan 3 ppm dan 5 ppm Pb maupun penambahan ion Cd
konsentrasi logam di akhir penelitian masih di atas ambang batas yang diijinkan.
Hal ini mungkin karena konsentrasi ion logam yang ditambahkan sudah melebihi
ambang batas atau karena jumlah sel Chlorella sp. yang tidak mencukupi untuk
terjadinya biosorpsi sehingga konsentrasi logam di akhir penelitian masih cukup
tinggi. Kemungkinan yang lain karena lamanya perlakuan tanpa penambahan
nutrisi maupun sel Chlorella sp. Pengujian kandungan logam di akhir perlakuan
(76 hari) ketika populasi sel mengalami penurunan jumlah dan kualitas
menyebabkan berkurangnya daya adsorbsi serta akumulasi logam.

Prosentase penurunan konsentrasi logam dalam medium


Berdasarkan Tabel 1, prosentase penurunan konsentrasi logam oleh
Chlorella sp. semakin menurun dengan meningkatnya konsentrasi logam yang
dipaparkan dalam medium. Pada Gambar 1 ditunjukkan bahwa besarnya
penurunan konsentrasi logam Pb dari kelompok kontrol, 1 ppm, 3 ppm, 5 ppm
berturut-turut sebesar 70%, 80%, 62%, 52%, yang artinya menunjukkan semakin
tingginya konsentrasi logam yang ditambahkan persentase penyerapan ion logam
semakin rendah. Demikian juga pada kelompok perlakuan dengan penambahan
ion Cd, berturut-turut prosentase penyerapannya 67% untuk kelompok kontrol,
79% untuk kelompok 1 ppm, 56% untuk kelompok 3 ppm, dan 51% untuk
kelompok 5 ppm.

13 | P a g e
Gambar 1. Grafik Prosentase penurunan kandungan ion logam berat Pb dan Cd
pada medium oleh Chlorella sp. pada hari ke-76.

Hasil analisis ANOVA diketahui bahwa perbedaan konsentrasi


menunjukkan beda nyata dalam prosentase penurunan ion logam Pb dan Cd.
Medium dengan penambahan konsentrasi 1 ppm paling banyak penurunannya
dibanding medium dengan penambahan 3 ppm serta 5 ppm. Hal ini agak serupa
dengan penelitian yang dilakukan oleh Chen dan Pan (2005) yang menyatakan
bahwa konsentrasi ion Pb awal berpengaruh pada rata-rata adsorpsi logam
tersebut oleh Spirulina sp. Ditemukan bahwa biosorpsi ion Pb meningkat sampai
95% pada medium yang berisi larutan ion Pb konsentrasi awal di bawah 10 mg/l,
sedangkan pada medium yang berisi ion Pb konsentrasi di atas 10 mg/l rata-rata
biosorpsinya menurun. Pb terlarut dapat membentuk ikatan ligand organik dalam
tubuh fitoplankton. Pb dapat membentuk ikatan yang cukup kuat dengan ligand
organik yang mengandung N, O, S yaitu gugus-gugus rangkap yang terdapat
dalam protein, lemak dan karbohidrat dan berperan sebagai donor atom
(Darmono, 1995).
Pada kondisi pH tinggi, potensial redoks akan rendah sehingga logam-
logam akan lebih aktif membentuk kompleks dengan senyawa-senyawa organik
dan dapat membentuk kelat yang lebih mudah larut dalam air. Semakin lama
Chlorella sp. terpapar oleh logam maka prosentase penyerapan ion logam Ni2+
dan Cd2+ semakin tinggi. Setelah terpapar ion Cd2+ 5 mg/ml selama 7 hari ,
Chlorella sp. mampu menyerap 76% Cd2+ dari medium, 80% setelah 14 hari, 88%
setelah 21 hari dan 96% setelah 28 hari. Pada penelitian ini paparan ion logam

14 | P a g e
selam 76 hari didapatkan prosentase penurunan kelompok Pb 80%, 62%, 52%
dalam konsentrasi 1 ppm, 3 ppm, dan 5 ppm. Sedangkan kelompok Cd 1 ppm, 3
ppm, dan 5 ppm : 76%, 56%, 51%.
Tampak dalam penelitian ini besar prosentase penurunan logam Pb lebih
besar dibandingkan besarnya prosentase penurunan Cd. Besarnya penurunan
konsentrasi logam dalam penelitian tentang bioremoval selalu berbeda-beda
sesuai dengan metode yang digunakan dan kondisi lingkungan maupun mikroalga
yang dimanfaatkan. Namun sebagian besar penelitian menyebutkan bahwa
penurunan konsentrasi Pb sering kali lebih besar dibandingkan penurunan
konsentrasi Cd.
Seperti hasil penelitian Soeprobowati dan Haryati (2012) yang
menunjukkan besarnya prosentase penurunan Pb oleh Chlorella sp. 90% dengan
populasi kurang dari 300 x 102 individu/ml sedangkan prosentase penurunan Cd
62% dengan populasi 350 x 102 individu/ml. Kemungkinan karena daya toksik
ion Cd lebih kuat dibandingkan ion Pb sehingga menyebabkan kerusakan sisi
adsorbsi dinding sel karena ion Cd lebih besar, akibatnya ion Cd tidak dapat
teradsorbsi lebih banyak dibandingkan ion Pb. Gugus fungsi pada dinding sel
seperti karboksil, tiol dan beberapa enzim yang mengandung Zn dapat
berinteraksi dengan ion logam Cd melalui ikatan kovalen atau melalui pertukaran
ion. Gugus C=O dan S-H merupakan basa lunak yang akan terikat kuat oleh ion
logam Zn, sedangkan dalam setiap sel terdapat 260 jenis enzim yang
membutuhkan ion logam Zn yang dapat digantikan oleh ion logam Cd sehingga
dapat merusak kerja enzim dan mengganggu jaringan sel fitoplankton. (Liljas,
1972 dalam Purnamawati dkk., 2015).
Pada kadar 0,01-0,1 mg/l CdCl2 dapat mereduksi ATP, klorofil dan
konsumsi O2 oleh fitoplankton (Sanusi, 2006 dalam Purnamawati dkk., 2015) .
Semakin tingginya konsentrasi ion logam Pb dan Cd dalam medium berpengaruh
terhadap besarnya penurunan ion logam. Chlorella sp. beijerink mampu
menurunkan ion logam Pb lebih baik dibandingkan kemampuannya menurunkan
ion Cd.

15 | P a g e
Akumulasi logam dalam sel Chlorella sp.
Setelah terjadi proses biosorpsi (passive uptake), mekanisme berikutnya
adalah active uptake di mana sel Chlorella sp. memindahkan ion logam yang telah
terikat di dinding sel ke organel sel yang lebih dalam (bioakumulasi/absorpsi).
Mekanisme ini terjadi sejalan dengan konsumsi ion logam untuk pertumbuhan sel
dan akumulasi ion logam tersebut.

Tabel 2. Konsentrasi Rata-Rata Ion Logam Pb dan Cd Dalam Sel Chlorella sp.
Awal Dan Akhir Perlakuan Serta Nilai BCF

Huruf yang berbeda pada satu kolom menunjukkan perbedaan yang nyata

Berdasarkan Tabel 2, terjadi peningkatan konsentrasi ion logam Pb dan ion


Cd dalam sel Chlorella sp. dalam medium kultur di akhir penelitian Purnamawati
dkk., 2015. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dinyatakan bahwa terjadi
biokonsentrasi, yaitu peningkatan konsentrasi ion logam dalam biota yang
nilainya lebih tinggi dibandingkan konsentrasi ion logam dalam medium.
Apabila paparan bahan toksik berlangsung terus menerus sel akan
mengalami bioakumulasi. Fitoplankton dapat digunakan sebagai agen kelat bagi
logam berat yang terlarut dalam badan air. Beberapa senyawa organik dalam
tubuh fitoplankton, termasuk klorofil, mampu mengikat logam berat membentuk
senyawa kompleks melalui gugus-gugus yang reaktif terhadap logam berat seperti
sulfidril dan amina.
Ikatan kompleks tersebut menyebabkan logam berat menjadi lebih stabil dan
terakumulasi dalam sel fitoplankton. Namun kandungan senyawa organik yang

16 | P a g e
berperan sebagai ligand tidak sama pada setiap jenis fitoplankton tergantung
kondisi fisiologisnya. Melalui proses aktif Chlorella sp. dapat mensintesis protein
pengkelat logam. Fitokelatin disintesis dari turunan tripeptida (glutation) yang
tersusun dari glutamat, cystin dan glisin. Glutation ini ada dalam seluruh sel, jika
terjadi pencemaran logam Cd misalnya glutation akan membentuk fitokelatin-Cd
selanjutnya diteruskan ke vakuola (Haryoto dan Agustono, 2004).

Penyerapan logam Cd berkaitan dengan pH medium:


2 S-H + Cd2+ S-Cd-S + 2H+
S = permukaan absorben
Sumber : Dasta & Tabati, (1992) dalam Haryoto & Agustono (2004).
Akumulasi Cd meningkatkan konsentrasi ion H +, karena reaksi
kesetimbangan maka kenaikan pH medium menyebabkan reaksi bergeser ke
produksi ion H+ yang artinya makin banyak jumlah logam Cd terkomplekskan.
Proses akumulasi ion logam ini cenderung menetap dalam sel karena harga
konstanta laju pelepasan logam lebih kecil dibandingkan laju penyerapannya.
Proses penyerapan dan akumulasi bahan toksik dalam sel akan dipecah dan
diekskresikan, disimpan atau dimetabolisme oleh organisme tergantung
konsentrasi dan potensial kimia bahan tersebut. Bahan kimia yang hidrofilik
seperti Pb, Cd, Hg, Cu dan Co biasanya lebih mudah diekskresikan dibandingkan
logam yang bersifat lipofilik. Tetapi meskipun sifat logam tersebut hidrofilik
dapat terikat erat pada tempat-tempat tertentu dari tubuh dan terakumulasi.
Chlorella pyrenidosa lebih banyak mengakumulasi ion Cd2+ pada pH 7
dibandingkan pada pH 8. Pada pH basa ion logam secara spontan akan bereaksi
dengan ion hidroksida membentuk ikatan logam-hidroksida membentuk ikatan
logam hidroksida, sedangkan pada pH asam akan terjadi persaingan antara ion
logam dengan ion H+ untuk berikatan dengan dinding sel mikrobia. Sehingga
akumulasi logam dalam sel mikrobia pada pH netral lebih besar dibanding dengan
pH asam maupun basa.
Berdasarkan hal di atas maka Chlorella sp .mampu mengakumulasi ion
logam Pb dan Cd dengan konsentrasi yang bervariasi dalam jangka waktu yang
lebih lama dan bersifat menetap. Penambahan ion Pb 1 ppm, 3 ppm, dan 5 ppm ke

17 | P a g e
dalam medium, menunjukkan nilai biokonsentrasi yang semakin rendah dalam
Chlorella sp.
Demikian juga pada penambahan ion Cd terjadi akumulasi ion logam pada
Chlorella sp. yang nilainya semakin menurun seiring dengan peningkatan
konsentrasi ion logam yang ditambahkan. Kecuali pada kelompok kontrol Cd,
yang nilai biokonsentrasinya lebih rendah dibandingkan kelompok perlakuan.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Imani et.al. (2011) dalam Purnamawati
dkk., (2015) menyatakan bahwa peningkatan konsentrasi ion Pb, Cd dan Hg
menghambat pertumbuhan sel Dunaliella. Namun Dunaliella merupakan salah
satu alga yang cukup toleran dengan konsentrasi ion logam Pb, Cd dan Hg yang
tinggi hingga 40 mg/l. Dunaliella mampu mengabsorpsi Pb, Cd dan Hg 65%, 72%
dan 65% hingga 1 jam kontak. Setelah itu terjadi proses absorbsi yang konstan
sampai 40 jam pada setiap eksperimen (Faryal and Hameed, 2005; Faryal et.al.,
2006; Fomina et.al., 2005). Jumlah dan macam nutrien yang terdapat di
lingkungan mempengaruhi aktivitas mikrobia untuk mengatasi limbah logam
berat. Penambahan asam-asam organik dan logam valensi 2 dapat menghambat
pengikatan logam berat Ni2+ dan Cr6+ oleh sel Chlorella sp. dan Anabaena
doliolum (Mallick and Rai, 1993 dalam Purnamawati dkk., 2015).
Penambahan Fe-EDTA dan FeCl3 dan Mangan (0,2 mg/l) akan menghambat
akumulasi kadmium dalam sel Chlorella pyrenidosa (Hart dan Scaife, 1997 dalam
Purnamawati dkk., 2015). Jika bioakumulasi berlanjut maka dapat terjadi
biomagnifikasi yang melibatkan rantai makanan sebagai penghubungnya.
Biomagnifikasi merupakan kecenderungan peningkatan konsentrasi bahan
pencemar seiring dengan peningkatan level tropik pada rantai makanan. Sehingga
produsen mengakumulasi bahan toksik terendah dan konsumen terakhir
mengakumulasi paling banyak. Meskipun pada beberapa penelitian tidak
ditemukan biomagnifikasi pada rantai makanan di perairan laut.
Hal ini karena logam mudah dieliminasi dan tidak terakumulasi bahkan di
tingkat trofik di atas ikan biosorpsi logam menurun sesuai dengan peningkatan
ukuran tubuh organisme (Gray, 2002 dalam Purnamawati dkk., 2015 ). Tetapi
mengingat besarnya logam yang tereliminasi lebih sedikit dibandingkan yang

18 | P a g e
terakumulasi maka bioakumulasi ion logam dalam mikroalga, terutama Chlorella
sp. perlu mendapat perhatian.

Nilai BCF (Bioconcentration Factor)


BCF merupakan koefisien untuk mengelompokkan efisiensi akumulasi
elemen toksik dalam biota dan mediumnya. Berdasarkan rumus Zayed et.al.
(1998) dalam Purnamawati dkk., (2015) diketahui bahwa Chlorella sp. merupakan
akumulator logam Pb dan Cd karena nilai BCF > 1 (gambar 4.5). Berdasarkan uji
ANOVA nilai BCF kelompok kontrol dan kelompok perlakuan 1 ppm pada
medium Pb dan Cd tidak menunjukkan beda nyata meskipun nilai BCF kelompok
tersebut lebih tinggi dibanding kelompok perlakuan 3 ppm dan 5 ppm. Uji
ANOVA untuk kelompok perlakuan 3 ppm dan 5 ppm pada kedua jenis logam
juga menunjukkan tidak ada beda nyata.

Gambar 2. Grafik Nilai BCF Chlorella sp.

Perbedaan nilai BCF pada berbagai penelitian tergantung pada strain dan
kondisi strain seperti sumber strain, usia kultur, pH dan waktu terpapar (Inthorn et
al., 2002 dalam Purnamawati, 2015). Chlorella sp. dalam penelitian ini
merupakan kultur tunggal yang diperoleh dari BPAP Jepara yang kualitasnya
cukup baik dan sering digunakan sebagai obyek penelitian. Strain ini merupakan
strain yang sangat toleran dengan bahan pencemar bahkan dengan konsentrasi
bahan pencemar yang tinggi. Usia kultur memang cukup lama 76 hari, namun
ternyata Chlorella sp. masih mampu tumbuh dan menyerap ion logam Pb dan Cd
dengan kondisi nutrisi yang minim. Nilai pH medium di akhir penelitian yang ada

19 | P a g e
pada level 8 belum cukup maksimal menyerap logam. Dengan demikian Chlorella
sp. layak digunakan sebagai agen biomonitoring logam Pb dan Cd perairan laut.
Penggunaan Chlorella sp. hidup dalam proses remediasi perairan memang masih
perlu ditingkatkan mengingat masih banyak kelemahan dalam proses ini.
Penggunaan sel bebas ini cocok untuk kepentingan laboratorium tetapi untuk
penggunaan di lapangan kurang aplikatif. Selnya yang relatif kecil, kekuatan
mekanisnya yang rendah, tekanan hidostatik yang berlebihan mengurangi
kemampuan sel untuk melakukan remediasi. Maka sistem ini perlu ditingkatkan
mungkin dengan penambahan nutrisi dan sejumlah sel Chlorella sp. pada fase
stasioner. Pemanfaatan imobilisasi sel dengan menggunakan beberapa matriks
dapat juga menjadi solusi yang baik namun berbiaya relatif lebih mahal.
Imobilisasi sel dapat memuat lebih banyak biomassa, meminimalkan
penyumbatan, lebih tahan tekanan, tidak butuh perawatan dan nutrisi, dapat
digunakan berulang-ulang, bahkan kemungkinan mampu menurunkan konsentrasi
bahan pencemar lebih besar.

20 | P a g e
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Bioremediasi merupakan proses pembersihan lingkungan dari bahan
pencemar secara biologi dengan menggunakan organism hidup. Berdasarkan
organisme yang digunakan, maka bioremediasi terdiri dari (mikro)bioremediasi,
fikoremediasi, mikoremediasi, dan fitoremediasi. Salah satu pemanfaatan
bioremidiasi menggunakan alga untuk menghilangkan polutan dari lingkungan
atau mengubahnya menjadi bentuk yang kurang beracun (Fitoremediasi).
Pengambilan logam oleh mikroalga dilakukan dalam 2 cara yaitu adsorpsi dan
absorpsi. Chlorella sp. adalah salah satu jenis mikroalga yang mengandung
klorofil serta pigmen lainnya untuk melakukan fotosintesis.
Berdasarkan hal di atas maka Chlorella sp. mampu mengakumulasi ion
logam Pb dan Cd dengan konsentrasi yang bervariasi dalam jangka waktu yang
lebih lama dan bersifat menetap. Penambahan ion Pb 1 ppm, 3 ppm, dan 5 ppm
kedalam medium, menunjukkan nilai biokonsentrasi yang semakin rendah dalam
Chlorella sp. Demikian juga pada penambahan ion Cd terjadi akumulasi ion
logam pada Chlorella sp. yang nilainya semakin menurun seiring dengan
peningkatan konsentrasi ion logam yang ditambahkan. Kecuali pada kelompok
kontrol Cd, yang nilai biokonsentrasinya lebih rendah dibandingkan kelompok
perlakuan. Jadi, apabila paparan bahan toksik berupa logam berat berlangsung
terus menerus sel akan mengalami bioakumulasi(pengikatan logam berat
membentuk senyawa kompleks melalui senyawa organik yang berada di tubuh
fitoplankton). Faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan nilai BCF antar
logam berat adalah sumber strain, usia kultur, pH, dan lamanya waktu terpapar.

21 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Haryoto dan Agustono W. 2004. Kinetika Bioakumulasi Logam Berat Kadmium


oleh Fitoplankton Chlorella sp Lingkungan Perairan Laut. Jurnal
Penelitian Sains & Teknologi vol. 5 no.2 : 89-103.

Ivanciuc, T., O. Ivanciuc dan D. J. Klein. 2006. Modeling The Bioconcentration


Factors and Bioaccumulation Factors of Polychlorinated Biphenyls
with Posetic Quantitative Super Structure / Activity Relationship
(QSSAR). Molecular Diversity, 10 : 133-
145.http://dx.doi.org/10.1007/s11030-005-9003-3. Diakses 05 April
2016.

Kusrinah. 2001. Penurunan Konsentrasi Logam Berat Kadmium (Cd) Air Laut
Oleh Chlorella sp. Pada Skala Laboratorium. Skripsi. Jurusan
Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan alam.
Universitas Diponegoro. Semarang

Mazidah, Riftin. 2014. Pemanfaatan Mikroalga Chlorella sp. sebagai


Bioremediasi Logam Berat Timbal (Pb) dari Lumpur Lapindo
Sidoarjo. Skripsi. Malang : Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim.

Nugraha, Faishal Widiaputra. 2014. Bioremediasi Logam Berat dengan


Menggunakan Mikroalga di Lingkungan Perairan. Skripsi, Bandung:
ITB.

Notodarmojo, S. 2005. Pencemaran Tanah dan Air Tanah. Bandung: ITB.

Purnamawati, Florensia S., Tri R Soeprobowati., Munifatul I. 2015. Potensi


Chlorella vulgaris Beijerink dalam Remediasi Logam Berat Cd dan
Pb Skala Laboratorium. Jurnal Bioma. Vol 16 (2): 102-113

Prabowo, Danang A. 2009. Optimasi Pengembangan Media untuk Pertumbuhan


Chlorella sp Pada Skala Laboratorium. Skripsi. Program Studi Ilmu
dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB

Retnaningsih Soeprobowati,Tri Dan Hariyati, Riche. 2015. Laporan


Tahunan/Akhir Penelitian Fundamental.
Http://Mbio.Undip.Ac.Id/Wp-Content/Uploads/2015/05/Laporan-
Akhir-2013.Pdf. Diakses 05 April 2016.

Sanusi, H.S. 2006. Kimia Laut, Proses Fisik Kimia dan Interaksinya di
Lingkungan. Departemen Ilmu dan Kelautan. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. IPB. Bogor

22 | P a g e
Sekabira, K., H.O. Origa, T.A. Basamba, G. Mutumba, E. Kakudidi. 2011.
Apllication of Algae in Biomonitoring and Phytoextraxtion of Heavy
Metals Contamination in Urban Stream Water. Int. J.
Environ.Sci.Tech. 8(1): 115-128

Shamsuddoha ASM, Bulbul A, dan Huq SMI. 2006. Accumulation of arsenic in


green algae and its subsequent transfer to the soil-plant system.
Bangladesh J MedMicrobiology. 22(2):148-151.

Soeprobowati, T.R, and Hariyati, R. 2013a. Bioaccumulation of Pb, Cd, Cu, and
Crby Porphyridium cruentum (S.F. Gray) Nägeli. International R.
Journal of Marine Science 3(27): 212-218, doi:
10.5376/ijms.2013.03.0027. Diakses 05 April 2016.

Soeprobowati, T.R, and Hariyati, R. 2013b. Potensi Mikroalga sebagai Agen


Bioremedasi dan Aplikasinya dalam Penurunan Konsentrasi Logam
Berat pada Instalasi Pengolahan Air Limbah Industri. Laporan
Penelitian. Jakarta: Universitas Diponegoro.

Syahputra, Benny. 2012. Pemanfaatan Algae Chlorella Pyrenoidosa untuk


Menurunkan Tembaga (Cu) pada Industri Pelapisan Logam.Jurnal
Lingkungan Sultan Agung Vol 2 No.2.

23 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai