Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Hormon-hormon tiroid yang terdapat di sirkulasi adalah tiroksin (T4) dan


triiodotironin (T3), hanya bentuk bebasnya yang aktif (fT4 dan fT3). Hormon yang
lebih penting adalah fT3 karena lebih mempengaruhi metabolisme, dibentuk di liver,
ginjal dan otot dan di ubah menjadi fT4 oleh enzim deiodinase. Kebanyakan jaringan
termasuk jantung, otak dan otot memiliki reseptor spesifik fT3 yang dapat
mempengaruhi aktivitas metabolik dan seluler. Pada keadaan normal, kelenjar
hipofisis anterior memproduksi TSH sebagai umpan balik negatif yang dikendaikan
oleh konsentrasi fT31.

Disfungsi tiroid cukup sering ditemukan pada kehamilan. Prevalensi terjadinya


hipertiroidisme pada kehamilan di Amerika Serikat adalah 0,1 – 0,4 % dengan
etiologi yang tersering adalah penyakit Grave. Secara global, hipertiroidisme terjadi
pada 0,05 – 3 % dari seluruh kehamilan. Penyakit Grave termasuk dalam kelompok
penyakit autoimun yang angka kejadiannya berkisar 1 -2 per kehamilan. Hingga kini
belum ada data nasional mengenai gangguan tiroid pada kehamilan. Pengelolaan
penyakit Grave pada kehamilan membutuhkan pemantauan klinis dan laboratorium
yang cermat dengan harapan dapat menghindari komplikasi hipertiroid yang tidak
dapat diobati bai ibu dan janin. Di sisi lain, penggunaan antitiroid yang berlebihan
dapat berdampak hipotiroid pada janin2.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Hormon Tiroid pada Kehamilan


Pada kehamilan, terjadi beberapa perubahan fisiologis menyangkut fungsi
dan status tiroid, yaitu pada sekresi iodium, kadar TBG (thyroxine binding
globulin) dan akibat peningkatan hCG. Pada usia kehamilan awal, GFR
(glomeruar fitration rate) meningkat sehingga klirens iodium bertambah. Hal ini
akan mengurangi kadar iodium organik dal am darah. Kelenjar tiroid
mengompensasi kondisi tersebut dengan cara meningkatkan aktivitas TSH.
Konsekuensinya dapat terbentuk struma pada kehamilan2.
Pada janin, iodin disuplai melalui plasenta. Saat awal gestasi, janin
bergantung sepenuhnya pada hormon tiroid (tiroksin) ibu yang melewati pasenta
karena fungsi tiroid janin belum berfungsi sebelum 12 sampai 14 minggu
kehamilan. Tiroksin dari ibu terikat pada reseptor sel-sel otak janin, kemudian
diubah secara intraseluler menjadi fT4 yang merupakan proses penting bagi
perkembangan otak janin bahkan setelah produksi hormon tiroid janin, janin
masih bergantung pada hormon-hormon tiroid ibu, asalkan asupan iodin ibu
adekuat1.
Empat perubahan penting selama kehamilan1 :
a. Waktu paruh tiroksin yang terikat gobulin bertambah dari 15 menit menjadi
3 hari dan konsentrasinya menjadi tiga kali lipat saat usia gestasi 20 minggu
akibat glikosilasi estrogen.
b. Hormon hCG dan TSH memiliki reseptor dan subunit alpha yang sama.
Pada trimester pertama, sindrom kelebihan hormon bisa muncul, hCG
menstimulasi reseptor TSH dan memberi gambaran biomekanik hipertiroid.
Hal ini sering terjadi pada kehamilan multipel, penyakt trofoblastik dan

2
hiperemesis gravidarum, dimana konsentrasi hCG total dan subtipe tirotropik
meningkat.
c. Peningkatan laju glomerulus dan peningkatan uptake iodin ke dalam kelenjar
tiroid yang dikendalikan oleh peningkatan konsentrasi tiroksin total dapat
menyebabkan atau memperburuk keadaan defisiensi iodin.
d. Tiga hormon deiodinase mengontro metabolisme T4 menjadi fT3 yang lebih
aktif dan pemecahannya menjadi komponen inaktif. Konsentrasi deiodinase
III meningkat di plasenta dengan adanya kehamilan, melepaskan iodin jika
perlu untuk transpor ke janin dan jika mungkin berperan dalam penurunan
transfer tiroksin.

2. Hipertiroid dalam Kehamilan1


Penyebab tersering hipertiroid adalah penyakit Grave. Sama hanya seperti
penyakit autoimun lain, tingkat aktivitas penyakit Grave dapat berfluktuasi saat
trimester pertama dan membaik perlahan setelahnya dan dapat mengalami
eksaserbasi tidak lama setelah melahirkan. Walaupun jarang, pesalinan seksio
sesarea dan infeksi dapat memicu hipertiroid atau bahkan badai tiroid (thyroid
storm).
Kehamilan, begitu juga hipertiroid adalah kondisi peningkatan laju
metabolisme. Fakta ini menyulitkan mengenali tanda dan gejala tipikal
tirotoksikosis yang biasanya mudah dikenali pada pasien tidak hamil. Misalnya
gejala seperti amenorea, lemas, labilitas emosi, intoleransi terhadap panas, mual
dan muntah dapat terlihat pada wanita hamil dan juga pada penderita hipertiroid.
Begitu juga tanda-tanda seperti kulit terasa panas, takikardia, peningkatan
tekanan darah bahkan struma kecil tidak bersifat pasti. Ada menifestasi klinis
yang harus lebih diperhatikan seperti kenaikan berat badan yang rendah selama
kehamilan dengan nafsu makan baik, adanya tremor dan manuver Valsava tanpa
akselerasi laju jantung. Mengingat kebanyakan kasus disebabkan oleh penyakit
Grave, maka harus menemukan tanda oftalmopati Grave (tatapan melotot,

3
kelopak tertingga saat menutup mata, eksoftamos) dan bengkak tungkai bawah
(pretibial myxedema). Rendahnya spesifitas tanda dan gejala membuat tes
laboratorium merupakan alat diagnosis yang paling baik untuk penyakit tiroid
pada ibu hamil.
Mual dan muntah setelah kehamilan 20 minggu jarang ditemukan. Kondisi
muntah harus dibedakan dari kondisi lain yang juga dapat menyebabkan muntah
persisten, seperti hiperemesis gravidarum, gangguan gastrointestinal
(appendisitis, hepatitis, pankreatitis dan gangguan saluran empedu),
pielonephritis dan gangguan metabolik lain.
Pemeriksaan laboratorium mencakup kadar keton urin, BUN, kreatinin,
alanin aminotransferase, aspartat aminotransferase, elektrolit dan tirotropin
(termasuk tiroksin T4 bebas jika tirotropin rendah). Biasanya tirotropin tertekan
pada pasien-pasien hamil karena hCG bereaksi silang dengan tirotropin dan
menstimulasi kelenjar tiroid. Kondisi hipertiroid ini biasanya hilang spontan dan
tidak membutuhkan pengobatan. Kadar T4 dan tirotropin pada hiperemesis dapat
mirip dengan penyakit Grave, akan tetapi pasien hiperemasis tidak memiliki
gejala penyakit Grave ataupun antibodi tiroid. Jika kadar fT4 meningkat tanpa
tanda dan gejala penyakit Grave, pemeriksaan sebaiknya diulang setelah usia
kehamilan 20 minggu. Pemeriksaan USG sebaiknya dilakukan untuk mendeteksi
kehamilan mutipel atau mola hidatidosa.
Tirotoksikosis ibu hamil yang tidak diobati secara adekuat dapat
meningkatan risiko kelahiran prematur, Intra Uterine Growth Restriction, berat
badan lahir rendah, preeklamsia, gagal jantung kongestif dan Intra Uterine Fetal
Death. Pasien yang dicurigai menderita hipertiroid membutuhkan pengukuran
kadar TSH, T4, T3 dan antibodi reseptor tiroid. Interpretasi fungsi tiroid harus
memperhatikan hubungan dengan hormon hCG yang dapat menurunkan kadar
TSH dan meningkatkan kadar TBG selama kehamilan, kadar serum TSH di
bawah normal tidak bisa dijadikan interpretasi diagnostik hipertiroid dalam

4
kehamilan. Interpretasi terbaik adalah dengan kadar T3 karena kadar fT4 juga
meningkat pada separuh wanita hiperemesis gravidarum tanpa hipertiroid.
Hipertiroid subkinis (kadar TSH di bawah normal, kadar fT4 dan T4 dalam
batas normal dan tidak ada tanda-tanda hipertiroid) dapat ditemukan pada
hiperemesis gravidarum. Pengobatan kondisi ini tidak berhubungan dengan
perbaikan hasil kehamian dan dapat memberikan risiko paparan obat anti tiroid
yang tidak perlu terhadap janin.

3. Etiologi3
Penyebab yang paling umum terjadinya tirotoksikosis dalam kehamilan
adalah penyakit Graves. Proses autoimun pada organ spesifik ini biasanya
berhubungan dengan antibodi yang merangsang kelenjar tiroid. Antibodi yang
merangsang kelenjar tiroid ini (thyroid-stimulating antibody) selama kehamilan
akan menurun dan pada sebagian besar perempuan akan menyebabkan
terjadinya remisi kimia.

4. Hasil Akhir Kehamilan3


Keadaan bayi perinatal dari perempuan dengan tirotoksikosis sangat
bergantung pada tercapai tidaknya pengontrolan metabolik. Kelebihan tiroksin
dapat menyebabkan terjadinya keguguran spontan. Pada perempuan yang tidak
mendapat pengobatan, atau pada mereka yang tetap hipertiroid meskipun terapi
telah diberikan, akan meningkatkan risiko terjadinya preeklamsia, kegagalan
jantung dan keadaan perinatal yang buruk.

5. Efek pada Janin dan Neonatus3


Sebagian besar janin bisa dalam keadaan eutiroid dan sebagian kecil
lainnya hipertiroid atau hipotiroid. Kedua kondisi ini dapat terjadi seiring dengan
ada tidaknya goiter. Gambaran kinik yang mungkin dapat ditemukan pada bayi

5
baru lahir dari ibu yang terpapar tiroksin secara berlebihan adalah sebagai
berikut:
a. Terlihatnya gambaran goiter tirotoksikosis pada janin atau bayi baru lahir
akibat adanya transfer thyroid-stimulating antibody melalui plasenta. Janin
bisa dalam keadaan nonimmune hydrops atau bahkan meninggal.
b. Dapat terjadi goiter hipotiroid pada janin dari ibu yang mendapatkan
pengobatan golongan thiomide. Keadaan hipotiroid ini dapat diterapi dengan
pemberian tiroksin secara intra-amniotik.
c. Pada janin juga dapat terjadi hipotiroidism tanpa adanya goiter sebagai
akibat masuknya thyrotropin-receptor blocking antibodies ibu melalui
plasenta.

6. Terapi
Secara umum, terdapat beberapa modalitas pengobatan hipertiroid antara
lain pendekatan farmakologis, pembedahan dan iodin radioaktif, masing-masing
dengan risiko terhadap kehamilan. Pada kondisi hamil, pengobatan iodin
radioaktif secara langsung merupakan kontraindikasi karena meningkatkan risiko
abortus spontan kematian janin intra uterin, hipotiroid dan retardasi mental pada
neonatus1.

6
Kondisi/Pengobatan/ Dampak Fetus Neonatus
Prosedur Kehamilan
Hipertiroid yang tidak Keguguran, Hipertiroid Hipertiroid
mendapat pengbatan solusio plasenta, takikardia, transien primer
adekuat kelahiran pertumbuhan
preterm terhambat
Thioamide Hipertiroid Hipertiroid
Embriopati transien
Methimazole
Tindakan bedah Keguguran, Hipotiroid Hipotiroid
dengan suplementasi kelahiran transien
tiroksin preterm
Propanolol Atrofi lasenta, IUGR Hipoglikemia
kelahiran postpartum,
preterm bradikardia
Tabel 1. Risiko dan komplikasi terapi hipertiroid dalam kehamilan
Sumber : Garry D. Penyakit Tiroid pada Kehamilan. Tinjauan Pustaka. 2013 : 40 (7). p. 500-503. View 26
Desember 2018. Avaiable From
http://www.kalbemed.com/Portals/6/09_206/penyakit.tiroid.pada.kehamilan/pdf

Pada ibu hamil, PTU masih merupakan obat pilihan utama yang
direkomendasikan karena dianggap lebih baik karena lebih sedikit melewati
plasenta dibandingkan methimazole. Tetapi telah terbukti efektivitas kedua obat
dan waktu rata-rata yang diperlukan untuk normalisasi fungsi tiroid sebenarnya
sama (sekitar 2 bulan), begitu juga kemampuan melalui plasenta. Penggunaan
methimazole pada ibu hamil berhubungan dengan sindrom teratogenik
(embriopati metimazole) yang ditandai dengan atresia esofagus atau koanal,
anomali janin yang membutuhkan pembedahan mayor lebih sering berkaitan

7
dengan penggunaan methimazole, sebaliknya tidak ada data hubungan antara
anomali kongenital dengan penggunaan PTU selama kehamilan1.
Dosis awal obat PTU adalah 150 – 450 mg per hari (dibagi dalam 3 dosis),
sedangkan dosis metiazole 20 – 40 mg per hari (dibagi dalam 2 dosis). Perbaikan
klinis akan tampaksesudah beberapa minggu terapi, fungsi tiroid akan normal
dalam 3-7 mingggu. Perbaikan klinis yang dimaksud adalah kenaikan berat
badan dan berkurangnya takikardi, sehingga dosis obat anti tiroid dapat
diturunkan menjadi separuh. Kebanyakan pasien tidak membutuhkan pengobatan
anti tiroid lagi setelah kehamilan di atas 26 – 28 minggu2.
Obat-obat golongan beta bloker untuk mengurangi gejala akut hipertiroid
di nilai aman dan efektif pada usia gestasi anjut, pernah dilaporkan memberikan
efek buruk bagi janin bila diberikan pada awal atau pertengahan gestasi.
Propanolol pada kehamilan akhir dapat menyebabkan hipoglikemia pada
neonatus, apnea dan bradikardia yang biasanya bersifat transien dan tidak lebih
dari 48 jam. Propanolol sebaiknya dibatasi sesingkat mungkin dan dalam dosis
rendah (10 – 15 mg per hari)1.
Tiroidektomi subtotal dapat dilakukan saat kehamilan dan merupakan
pengobatan lini kedua penyakit Grave. Tiroidektomi sebaiknya dihindari pada
kehamilan trimester pertama dan ketiga karena efek teratogenik zat anestesi,
peningkatan risiko janin mati pada trimester pertama serta peningkatan risiko
persalinan preterm pada trimester ketiga. Paling optimal dilakukan pada akhir
trimester kedua meskipun tetap memiliki risiko persalinan preterm sebesar 4,5 –
5,5 %. Tindakan pembedahan harus didahului oleh pengobatan intensif dengan
golongan thionamide, iodida dan beta bloker untuk menurunkan kadar hormon
tiroid agar mengurangi risiko thyroid storm selama anestesi dan juga
mengoptimalkan kondisi operasi dengan penyusupan struma dan mengurangi
perdarahan1.
Indikasi pembedahan adalah dibutuhkannya obat anti tiroid dosis besar
(PTU > 450 mg atau methimazole > 300 mg), timbul efek samping serius

8
penggunaan obat anti tiroid, struma yang menimbulkan gejala disfagia atau
obstuksi jalan napas dan tidak daat memenuhi terapi medis (misalnya pada pasien
gangguan jiwa)1.

7. Pencegahan5
Suplementasi iodin sebelum dan selama kehamilan dapat membantu
mencegah angka kejadian hipertiroid pada ibu hamil. Peningkatan kadar hormon
tiroid seama kehamilan menyebabkan peningkatan kebutuhan iodin. Dengan
pemberian supementasi iodin pada ibu hamil baik sebelum dan saat hamil akan
membantu dalam menyediakan cadangan iodin. Hal ini menyebabkan ibu hamil
tidak akan mengalami kesulitan dalam adaptasi terhadap peningkatan kebutuhan
iodin untuk sintesis hormon tiroid. Kebutuhan iodin pada ibu hamil dianjurkan
minimal sebesar 250 ug per hari. Jumlah ini dapat didapatkan dengan
suplementasi iodin 150 ug dan sisanya didapatkan melalui makanan yang
mengandung yudium.

8. Prognosis6
Hipertiroid dalam kehamilan dapat menyebabkan terjadinya kelahiran
preterm sebeum usia kehamilan 37 minggu, yang akan menyebabkan mortaitas
dan morbiditas perinatal. Ibu hamil yang terdeteksi hipertiroid sebelum kehamian
memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan terdeteksi saat kehamilan.
Adapun bagi bayi, dapat terjadi kelahiran preterm, berat bayi lahir rendah bahkan
kematian janin dalam rahim.

9
BAB III

LAPORAN KASUS

Tanggal Pemeriksaan : 09 Desember 2018


Jam : 09.30 WITA
Ruangan : IGD Kebidanan RSUD Undata

I. IDENTITAS
Nama : Ny. NKS Nama suami : Tn. INA
Umur : 38 tahun Umur : 41 tahun
Alamat : Donggala Alamat : Donggala
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Petani
Agama : Hindu Agama : Hindu
Pendidikan : SD Pendidikan : SMP

II ANAMNESIS

A. Keluhan Utama :
Nyeri perut tembus belakang

B. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien GIVPIIAI masuk dengan keluhan nyeri perut tembus belakang
yang dirasakan sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga
mengeluh pusing, nyeri ulu hati, mual, merasa jantungnya berdebar-debar,
sering berkeringat walaupun tidak berada ditempat yang panas, sering
merasa lemas dan gemetar pada kedua tangan. Buang air besar dan buang
air kecil lancar.

10
C. Riwayat Penyakit Dahulu :

Hipertensi sejak tahun 2013 dan Hipertiroid sejak 2 tahun yang lalu dan telah
mendapatkan obat thyrozol dan propanolol tetapi pasien berhenti minum obat
selama masa kehamilan

D. Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada.

E. Riwayat obstetri dan ginekologi:


1. Status obstetri GIVPIIAI
2. Hamil pertama usia 25 tahun
3. Riwayat perkawinan
Menikah satu kali selama ± 14 tahun
4. Riwayat menstruasi
Pasien menarche usia 13 tahun. Siklus haid 28 hari, secara umum teratur
setiap bulan saat tidak hamil. Lama haid 5-7 hari, dengan 2-3 kali ganti
pembalut.
5. Riwayat kehamilan sebelumnya
a. Anak pertama lahir tahun 2006, lahir dibantu bidan, jenis kelamin
perempuan, BBL 3100 gram.
b. Anak kedua lahir tahun 2010, lahir dibantu bidan, jenis kelamin
perempuan, BBL 3000 gram.
c. Kehamilan ke tiga tahun 2013 abortus usia 16 minggu
6. Riwayat kehamilan sekarang
Pasien rutin memeriksakan kehamilannya ke bidan, tidak pernah ke
dokter spesialis kandungan dan belum pernah melakukan USG. HPHT
05 Mei 2018. Taksiran persalinan 28 Februari 2019.

11
III. PEMERIKSAAN FISIK

KU : Sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
BB : 57 Kg
TB : 155 cm
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Nadi : 120 kali/menit
Respirasi : 22 kali/menit
Suhu : 36,6 ºC
Kepala – Leher :
Mata tampak eksoftalmus, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterus

Status lokalis :

Inspeksi : tampak struma difus pada regio coli sinistra, warna sama dengan
sekitar, mengikuti gerakan menelan, tidak ada edema, tidak ada sikatrik

Palpasi : teraba massa soliter ukuran 2 x 3 cm, konsistensi padat kenyal,


permukaan rata, tidak ada nyeri tekan, suhu sama dengan sekitar

Thorax :

I : Pergerakan thoraks simetris


P : vocal premitus simetris
P : Sonor pada kedua lapang paru, pekak pada area jantung, batas jantung
dalam batas normal
A : Bunyi pernapasan vesicular, Bunyi jantung I/II Regular

Abdomen

I : Tampak cembung, tampak striae gravidarum, linea mediana


hiperpigmentasi

12
A : Peristaltik usus (kesan normal)
P : Timpani pada empat kuadran abdomen
P : Nyeri tekan abdomen tidak ada

Ekstremitas :

Akral hangat kedua ekstremitas, edema positif pada ekstremitas bawah

Pemeriksaan Ginekologi :

Leopold I : tinggi fundus uterus teraba di pertengahan antara proc.


Xypoideus dan umbilikus (22 cm)
Leopold II : punggung kiri
Leopod III : presentasi kepala
Leopold IV : belum masuk pintu atas panggul
Pergerakan janin aktif
Denyut jantung janin 152 kali/menit
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah lengkap :
WBC : 12,76 x 103/mm3
HGB : 11,4 gr/dL
HCT : 34,4 %
PLT : 290 x 103/mm3
RBC : 4,26 x 106/mm3
HbSAg : non reaktif
Anti HIV : non reaktif
Endokrinologi :
fT4 : 5,48 ng/dL
TSHs : < 0,005 ulU/mL
Fungsi hati dan ginjal :

13
SGOT : 41,0 U/l
SGPT : 14,6 U/l
Urea : 22,7 mg/dL
Kreatinin : 0,45 mg/dL
Urine
Protein : negatif
Sedimen :
Eritrosit : positif penuh
Lekosit : positif penuh
Epitel sel : positif

V. RESUME
Pasien GIVPIIAI masuk dengan keluhan nyeri perut tembus belakang yang
dirasakan sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluh pusing,
nyeri ulu hati, mual, merasa jantungnya berdebar-debar, sering berkeringat
walaupun tidak berada ditempat yang panas, sering merasa lemas dan gemetar
pada kedua tangan. Riwayat penyakit hipertensi sejak tahun 2013 dan hipertiroid
sejak 2 tahun yang lalu dan telah mendapatkan obat thyrozol dan propanolol
tetapi pasien berhenti minum obat selama masa kehamilan.

Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang,


kesadaran kompos mentis, dari tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah
150/90 mmHg, nadi 120 kali/menit, respirasi 22 kali/menit dan suhu tubuh 36,6
ºC. Mata tampak eksoftalmus, status lokalis leher didapatkan dari inspeksi
tampak struma difus pada regio coli sinistra, warna sama dengan sekitar,
mengikuti gerakan menelan, tidak ada edema, tidak ada sikatrik. Dari palpasi
didapatkan teraba massa soliter ukuran 2 x 3 cm, konsistensi padat kenyal,
permukaan rata, tidak ada nyeri tekan, suhu sama dengan sekitar. Didapatkan
edema positif pada ekstremitas bawah. Pemeriksaan ginekologi didapatkan

14
Leopold I tinggi fundus uterus teraba di pertengahan antara proc.
Xypoideus dan umbilikus, Leopold I : tinggi fundus uterus teraba di pertengahan
antara proc. Xypoideus dan umbilikus (22 cm), Leopold II : punggung kiri,
Leopod III : presentasi kepala, Leopold IV : belum masuk pintu atas panggul,
pergerakan janin aktif, denyut jantung janin 152 kali/menit.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan darah rutin WBC : 12,76 x
103/mm3, HB: 11,4 gr/dL, HCT : 34,4 %, PLT : 290 x 103/mm3, RBC : 4,26 x
106/mm3, HbSAg : non reaktif, Anti HIV : non reaktif, endokrinoogi : fT4 : 5,48
ng/dL dan TSHs : <0,005 ulU/mL, fungsi hati dan ginjal : SGOT : 41,0 U/l,
SGPT : 14,6 U/l, Urea : 22,7 mg/dL, Kreatinin : 0,45 mg/dL, urine Protein :
negatif, Sedimen Eritrosit : positif penuh, Lekosit : positif penuh dan Epitel sel :
positif

VI. DIAGNOSIS
GIVPIIAI dengan gravid 31 – 32 minggu + Hipertiroid + Hipertensi kronik

VII. PENATALAKSANAAN
Infus Ringer laktat 20 tetes/menit
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/iv
Inj. Ranitidin 1 ampu/8 jam/iv
Thyrozol 2 x 10 mg
Metildopa 2 x 500 mg

Follow Up Hari 1 (10 Desember 2018)

S : nyeri ulu hati, mual, pusing, BAB lancar, BAK lancar


O : Keadaan Umum : sakit sedang
Kesadraan kompos mentis
TD : 140/90 mmHg
N : 116 kali/menit
R : 22 kali/menit

15
S : 36,7 ºC
Mata eksoftamus
DJJ : 150 kali/menit
A : GIVPIIAI dengan gravid 31 – 32 minggu + Hipertiroid + Hipertensi kronik

P :
Infus Ringer laktat 20 tetes/menit
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/iv
Inj. Ranitidin 1 ampu/8 jam/iv
Thyrozol 2 x 10 mg
Metildopa 2 x 500 mg

Follow Up Hari 2 (11 Desember 2018)

S : nyeri ulu hati, pusing berkurang, BAB lancar, BAK lancar


O : Keadaan Umum : sakit sedang
Kesadraan kompos mentis
TD : 140/80 mmHg
N : 100 kali/menit
R : 20 kali/menit
S : 36,6 ºC
A : GIVPIIAI dengan gravid 31 – 32 minggu + Hipertiroid + Hipertensi kronik

P :
Infus Ringer laktat 20 tetes/menit
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/iv
Inj. Ranitidin 1 ampu/8 jam/iv
Thyrozol 2 x 10 mg
Metildopa 2 x 500 mg
Pro aff infus

16
Follow Up Hari 3 (11 Desember 2018)

S : nyeri ulu hati berkurang, BAB lancar, BAK lancar


O : Keadaan Umum : sakit sedang
Kesadraan kompos mentis
TD : 130/80 mmHg
N : 96 kali/menit
R : 20 kali/menit
S : 36,7 ºC
A : GIVPIIAI dengan gravid 31 – 32 minggu + Hipertiroid + Hipertensi kronik

P :
Thyrozol 2 x 10 mg
Metildopa 2 x 500 mg
Pasien boleh pulang (kontrol poliklinik kandungan), pasien dianjurkan untuk
rawat jalan dan kontrol TSH dan fT4 setiap 2 minggu untuk melihat efek
terapi obat anti tiroid dan menganjurkan kepada pasien untuk segera masuk
rumah sakit bila keluhan muncul kembali atau bila keluhan lebih memberat
dari sebelumnya.

BAB IV
PEMBAHASAN

17
Diagnosis Hipertiroid pada kehamilan dapat ditegakkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada kasus, pasien masuk dengan
keluhan nyeri perut tembus belakang yang dirasakan sejak 5 jam sebelum masuk
rumah sakit. Pasien juga mengeluh pusing, nyeri ulu hati, mual, merasa jantungnya
berdebar-debar, sering berkeringat walaupun tidak berada ditempat yang panas,
sering merasa lemas dan gemetar pada kedua tangan. Riwayat penyakit hipertensi
sejak tahun 2013 dan hipertiroid sejak 2 tahun yang lalu dan telah mendapatkan obat
PTU dan propanolol tetapi pasien berhenti minum obat selama masa kehamilan. Dari
anamnesis didapatkan pasien mengalami gejala peningkatan laju metabolisme berupa
jantung berdebar, berkeringat berlebihan, rasa lemas, dan tangan gemetar. Menurut
teori, pada kehamilan, begitu juga hipertiroid adalah kondisi peningkatan laju
metabolisme. Fakta ini menyulitkan mengenali tanda dan gejala tipikal tirotoksikosis
yang biasanya mudah dikenali pada pasien tidak hamil. Pasien hipertiroid mengalami
peningkatan laju metabolik basal, dimana terjadi peningkatan produksi panas
menyebabkan keringat berlebihan dan intoleransi panas. Meskipun nafsu makan dan
asupan makanan meningkat yang terjadi sebagai respon terhadap meningkatnya
kebutuhan metabolik, namun berat tubuh biasanya turun karena tubuh menggunakan
bahan bakar jauh lebih cepat. Terjadi pengurangan jumlah simpanan karbohidrat,
lemak dan protein. Berkurangnya protein otot menyebabkan tubuh terasa lemah.
Berbagai kelainan kardiovaskular dilaporkan berkaitan dengan hipertiroidisme,
disebabkan baik oleh efek langsung hormon tiroid maupun interaksinya dengan
katekolamin. Kecepatan denyut dan kekuatan kontraksi dapat meningkat sedemikian
besar sehingga individu mengalami palpitasi (jantung berdebar). 1,4

Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang,


kesadaran kompos mentis, dari tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah 150/90
mmHg dimana pasien sebelum kehamilan sudah mempunyai riwayat hipertensi sejak
tahun 2013, nadi 120 kali/menit, respirasi 22 kali/menit dan suhu tubuh 36,6 ºC.
Mata tampak eksoftalmus, status lokalis leher didapatkan dari inspeksi tampak struma

18
difus pada regio coli sinistra, warna sama dengan sekitar, mengikuti gerakan
menelan, tidak ada edema, tidak ada sikatrik. Dari palpasi didapatkan teraba massa
soliter ukuran 2 x 3 cm, konsistensi padat kenyal, permukaan rata, tidak ada nyeri
tekan, suhu sama dengan sekitar. Menurut teori, pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan palpitasi saat pemeriksaan tanda vital. mengingat kebanyakan kasus
disebabkan oleh penyakit Grave, maka harus menemukan tanda oftalmopati Grave
(tatapan melotot, kelopak tertingga saat menutup mata, eksoftamos) dan bengkak
tungkai bawah (pretibial myxedema). Selain itu, dapat ditemukan adanya struma pada
leher pasien. Rendahnya spesifitas tanda dan gejala membuat tes laboratorium
merupakan lalat diagnosis yang paling baik untuk penyakit tiroid pada ibu hamil.1,4

Pada pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan fungsi endokrinologi dan


didapatkan hasil kadar fT4 meningkat yaitu 5,48 ng/dL dimana nilai normal untuk
kadar fT4 berkisar 0,93 – 1,71ng/dL dan terjadi penurunan pada kadar TSH yaitu
<0,005 ulU/mL dimana nilai normal untuk kadar TSH pada trimester III berkisar 0,3-
3,0 ulU/mL. Tes diagnostik hipertiroidisme pada kehamilan adalah fT4 dan TSH.
Pada hipertiroidisme kahamilan, kadar fT4 meningkat, disertai kadar TSH yang
rendah. Namun pada kehamilan normal sekalipun, dapat juga ditemukan kadar TSH
yang rendah pada trimester pertama kehamilan. Konsentrasi TSH pada akhir trimester
I kehamilan dapat mencapai kadar 0,03 dengan demikian, kadar TSH yang rendah
saja tidak cukup untuk mendiagnosis hipertiroid pada kehamilan, sehingga selama
kehamilan lebih dianjurkan pemeriksaan kadar fT4. Biasanya tirotropin tertekan pada
pasien-pasien hamil karena hCG bereaksi silang dengan tirotropin dan menstimulasi
kelenjar tiroid. Kondisi hipertiroid ini biasanya hilang spontan dan tidak
membutuhkan pengobatan. Kadar T4 dan tirotropin pada hiperemesis dapat mirip
dengan penyakit Grave, akan tetapi pasien hiperemasis tidak memiliki gejala penyakit
Grave ataupun antibodi tiroid. Jika kadar fT4 meningkat tanpa tanda dan gejala
penyakit Grave, pemeriksaan sebaiknya diulang setelah usia kehamilan 20 minggu.

19
Pemeriksaan USG sebaiknya dilakukan untuk mendeteksi kehamilan mutipel atau
mola hidatidosa.1,2,5
Pengobatan hipertiroidisme pada kehamilan penting untuk menghindari
komplikasi ibu dan janin. Tujuan terapi hipertiroidisme pada kehamilan adalah
menormalkan fungsi tiroid dengan obat anti tiroid paling minimal. Pengobatan
ditargetkan agar kadar fT4 terdapat pada nilai batas normal. Untuk terapi hipertiroid
pada pasien ini, diberikan terapi oral Thyrozol 2 x 10 mg yang merupakan obat
golongan metimazol atau tiamazol. Obat anti tiroid yang efektif dan aman untuk
mengendalikan hipertiroid pada kehamilan adalah propiltiourasil dan metimazol.
Keduanya menekan sintesis hormon tiroid dengan cara menghambat organofikasi
iodium di dalam kelenjar tiroid. Pada trimester I lebih dianjurkan untuk menggunakan
PTU karena terdapat risiko kelainan kongenital yang pernah dilaporkan pada
penggunaan metimazole, setelah kehamilan 12 minggu metimazole dapat digunakan
bila dikhawatirkan terjadinya efek samping hepatotoksik dalam penggunaan PTU
pada ibu, dimana pada pemeriksaan fungsi hati pasien didapatkan kadar SGOT 41,0
U/l. Baik PTU maupun metimazole dapat melewati sawar plasenta, jika dalam dosis
besar dapat menyebabkan struma dan hipotiroidisme pada janin.2
Pada kasus, pasien diperbolehkan untuk pulang setelah dirawat selama 3 hari
di rumah sakit serta dianjurkan untuk rawat jalan dan kontrol TSH dan fT4 setiap 2
minggu untuk melihat efek terapi obat anti tiroid dan setiap 4 minggu bila target
eutiroid telah tercapai. Menganjurkan kepada pasien untuk segera masuk rumah sakit
bila keluhan muncul kembali atau bila keluhan lebih memberat dari sebelumnya.
Hipertiroid dalam kehamilan dapat menyebabkan terjadinya kelahiran preterm
sebeum usia kehamilan 37 minggu, yang akan menyebabkan mortalitas dan
morbiditas perinatal. Prognosis bagi ibu pada kasus ini cenderung baik karena
hipertiroid telah terdeteksi sebelum kehamilan sehingga sudah dapat diprediksikan
kondisi terburuk yang dapat terjadi pada ibu. Ibu hamil yang terdeteksi hipertiroid
sebelum kehamilan memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan terdeteksi saat

20
kehamilan. Adapun bagi bayi, dapat terjadi kelahiran preterm, berat bayi lahir rendah
bahkan kematian janin dalam rahim.5

DAFTAR PUSTAKA

21
1. Garry D. Penyakit Tiroid pada Kehamilan. Jurnal CDK. 2013;40(7):500-503.
Avaiable From http://www.kalbemed.com/Portals/6/09_206/penyakit.tiroid.
pada.kehamilan/pdf
2. Prawono LA, Soebijanto N. Pengelolaan Penyakit Graves pada Kehamilan.
Jurnal CDK. 2016;43(6):435-437. Available From http://www.cdkjourna.com/
index.php/CDK/article/donwload/pdf
3. Sukarya WS. Kehamilan dan Gangguan Endokrin. Dalam : Saifudin AB,
Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka; 2016. p. 847-849.
4. Sherwood, L. Fisiologi Manusia : Dari Se ke Sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC;
2014. p. 762.
5. Green AS, Abaovich M, Alexander A, Azizi F, Mestman J, Negro R, et al.
Guideines of the American Thyroid Association for the Diagnosis and
Management of Thyroid Disease During Pregnancy and Postpartum. Pregnancy
and Fetal Development. 2011;21(10):1096-1097. Available From http://www.
ncbi.nlm.nih.gov/pmc/srticle/PMC3472679/
6. Begum F, Thyroid Dysfunction and Pregnancy Outcome. Journal of Dental and
Medical Sciences. Sep 2016;15(9):9. Avaiable From http://www.iosrjournal.
org/thyroid.dysfunction.../pdf

22

Anda mungkin juga menyukai