PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
hiperemesis gravidarum, dimana konsentrasi hCG total dan subtipe tirotropik
meningkat.
c. Peningkatan laju glomerulus dan peningkatan uptake iodin ke dalam kelenjar
tiroid yang dikendalikan oleh peningkatan konsentrasi tiroksin total dapat
menyebabkan atau memperburuk keadaan defisiensi iodin.
d. Tiga hormon deiodinase mengontro metabolisme T4 menjadi fT3 yang lebih
aktif dan pemecahannya menjadi komponen inaktif. Konsentrasi deiodinase
III meningkat di plasenta dengan adanya kehamilan, melepaskan iodin jika
perlu untuk transpor ke janin dan jika mungkin berperan dalam penurunan
transfer tiroksin.
3
kelopak tertingga saat menutup mata, eksoftamos) dan bengkak tungkai bawah
(pretibial myxedema). Rendahnya spesifitas tanda dan gejala membuat tes
laboratorium merupakan alat diagnosis yang paling baik untuk penyakit tiroid
pada ibu hamil.
Mual dan muntah setelah kehamilan 20 minggu jarang ditemukan. Kondisi
muntah harus dibedakan dari kondisi lain yang juga dapat menyebabkan muntah
persisten, seperti hiperemesis gravidarum, gangguan gastrointestinal
(appendisitis, hepatitis, pankreatitis dan gangguan saluran empedu),
pielonephritis dan gangguan metabolik lain.
Pemeriksaan laboratorium mencakup kadar keton urin, BUN, kreatinin,
alanin aminotransferase, aspartat aminotransferase, elektrolit dan tirotropin
(termasuk tiroksin T4 bebas jika tirotropin rendah). Biasanya tirotropin tertekan
pada pasien-pasien hamil karena hCG bereaksi silang dengan tirotropin dan
menstimulasi kelenjar tiroid. Kondisi hipertiroid ini biasanya hilang spontan dan
tidak membutuhkan pengobatan. Kadar T4 dan tirotropin pada hiperemesis dapat
mirip dengan penyakit Grave, akan tetapi pasien hiperemasis tidak memiliki
gejala penyakit Grave ataupun antibodi tiroid. Jika kadar fT4 meningkat tanpa
tanda dan gejala penyakit Grave, pemeriksaan sebaiknya diulang setelah usia
kehamilan 20 minggu. Pemeriksaan USG sebaiknya dilakukan untuk mendeteksi
kehamilan mutipel atau mola hidatidosa.
Tirotoksikosis ibu hamil yang tidak diobati secara adekuat dapat
meningkatan risiko kelahiran prematur, Intra Uterine Growth Restriction, berat
badan lahir rendah, preeklamsia, gagal jantung kongestif dan Intra Uterine Fetal
Death. Pasien yang dicurigai menderita hipertiroid membutuhkan pengukuran
kadar TSH, T4, T3 dan antibodi reseptor tiroid. Interpretasi fungsi tiroid harus
memperhatikan hubungan dengan hormon hCG yang dapat menurunkan kadar
TSH dan meningkatkan kadar TBG selama kehamilan, kadar serum TSH di
bawah normal tidak bisa dijadikan interpretasi diagnostik hipertiroid dalam
4
kehamilan. Interpretasi terbaik adalah dengan kadar T3 karena kadar fT4 juga
meningkat pada separuh wanita hiperemesis gravidarum tanpa hipertiroid.
Hipertiroid subkinis (kadar TSH di bawah normal, kadar fT4 dan T4 dalam
batas normal dan tidak ada tanda-tanda hipertiroid) dapat ditemukan pada
hiperemesis gravidarum. Pengobatan kondisi ini tidak berhubungan dengan
perbaikan hasil kehamian dan dapat memberikan risiko paparan obat anti tiroid
yang tidak perlu terhadap janin.
3. Etiologi3
Penyebab yang paling umum terjadinya tirotoksikosis dalam kehamilan
adalah penyakit Graves. Proses autoimun pada organ spesifik ini biasanya
berhubungan dengan antibodi yang merangsang kelenjar tiroid. Antibodi yang
merangsang kelenjar tiroid ini (thyroid-stimulating antibody) selama kehamilan
akan menurun dan pada sebagian besar perempuan akan menyebabkan
terjadinya remisi kimia.
5
baru lahir dari ibu yang terpapar tiroksin secara berlebihan adalah sebagai
berikut:
a. Terlihatnya gambaran goiter tirotoksikosis pada janin atau bayi baru lahir
akibat adanya transfer thyroid-stimulating antibody melalui plasenta. Janin
bisa dalam keadaan nonimmune hydrops atau bahkan meninggal.
b. Dapat terjadi goiter hipotiroid pada janin dari ibu yang mendapatkan
pengobatan golongan thiomide. Keadaan hipotiroid ini dapat diterapi dengan
pemberian tiroksin secara intra-amniotik.
c. Pada janin juga dapat terjadi hipotiroidism tanpa adanya goiter sebagai
akibat masuknya thyrotropin-receptor blocking antibodies ibu melalui
plasenta.
6. Terapi
Secara umum, terdapat beberapa modalitas pengobatan hipertiroid antara
lain pendekatan farmakologis, pembedahan dan iodin radioaktif, masing-masing
dengan risiko terhadap kehamilan. Pada kondisi hamil, pengobatan iodin
radioaktif secara langsung merupakan kontraindikasi karena meningkatkan risiko
abortus spontan kematian janin intra uterin, hipotiroid dan retardasi mental pada
neonatus1.
6
Kondisi/Pengobatan/ Dampak Fetus Neonatus
Prosedur Kehamilan
Hipertiroid yang tidak Keguguran, Hipertiroid Hipertiroid
mendapat pengbatan solusio plasenta, takikardia, transien primer
adekuat kelahiran pertumbuhan
preterm terhambat
Thioamide Hipertiroid Hipertiroid
Embriopati transien
Methimazole
Tindakan bedah Keguguran, Hipotiroid Hipotiroid
dengan suplementasi kelahiran transien
tiroksin preterm
Propanolol Atrofi lasenta, IUGR Hipoglikemia
kelahiran postpartum,
preterm bradikardia
Tabel 1. Risiko dan komplikasi terapi hipertiroid dalam kehamilan
Sumber : Garry D. Penyakit Tiroid pada Kehamilan. Tinjauan Pustaka. 2013 : 40 (7). p. 500-503. View 26
Desember 2018. Avaiable From
http://www.kalbemed.com/Portals/6/09_206/penyakit.tiroid.pada.kehamilan/pdf
Pada ibu hamil, PTU masih merupakan obat pilihan utama yang
direkomendasikan karena dianggap lebih baik karena lebih sedikit melewati
plasenta dibandingkan methimazole. Tetapi telah terbukti efektivitas kedua obat
dan waktu rata-rata yang diperlukan untuk normalisasi fungsi tiroid sebenarnya
sama (sekitar 2 bulan), begitu juga kemampuan melalui plasenta. Penggunaan
methimazole pada ibu hamil berhubungan dengan sindrom teratogenik
(embriopati metimazole) yang ditandai dengan atresia esofagus atau koanal,
anomali janin yang membutuhkan pembedahan mayor lebih sering berkaitan
7
dengan penggunaan methimazole, sebaliknya tidak ada data hubungan antara
anomali kongenital dengan penggunaan PTU selama kehamilan1.
Dosis awal obat PTU adalah 150 – 450 mg per hari (dibagi dalam 3 dosis),
sedangkan dosis metiazole 20 – 40 mg per hari (dibagi dalam 2 dosis). Perbaikan
klinis akan tampaksesudah beberapa minggu terapi, fungsi tiroid akan normal
dalam 3-7 mingggu. Perbaikan klinis yang dimaksud adalah kenaikan berat
badan dan berkurangnya takikardi, sehingga dosis obat anti tiroid dapat
diturunkan menjadi separuh. Kebanyakan pasien tidak membutuhkan pengobatan
anti tiroid lagi setelah kehamilan di atas 26 – 28 minggu2.
Obat-obat golongan beta bloker untuk mengurangi gejala akut hipertiroid
di nilai aman dan efektif pada usia gestasi anjut, pernah dilaporkan memberikan
efek buruk bagi janin bila diberikan pada awal atau pertengahan gestasi.
Propanolol pada kehamilan akhir dapat menyebabkan hipoglikemia pada
neonatus, apnea dan bradikardia yang biasanya bersifat transien dan tidak lebih
dari 48 jam. Propanolol sebaiknya dibatasi sesingkat mungkin dan dalam dosis
rendah (10 – 15 mg per hari)1.
Tiroidektomi subtotal dapat dilakukan saat kehamilan dan merupakan
pengobatan lini kedua penyakit Grave. Tiroidektomi sebaiknya dihindari pada
kehamilan trimester pertama dan ketiga karena efek teratogenik zat anestesi,
peningkatan risiko janin mati pada trimester pertama serta peningkatan risiko
persalinan preterm pada trimester ketiga. Paling optimal dilakukan pada akhir
trimester kedua meskipun tetap memiliki risiko persalinan preterm sebesar 4,5 –
5,5 %. Tindakan pembedahan harus didahului oleh pengobatan intensif dengan
golongan thionamide, iodida dan beta bloker untuk menurunkan kadar hormon
tiroid agar mengurangi risiko thyroid storm selama anestesi dan juga
mengoptimalkan kondisi operasi dengan penyusupan struma dan mengurangi
perdarahan1.
Indikasi pembedahan adalah dibutuhkannya obat anti tiroid dosis besar
(PTU > 450 mg atau methimazole > 300 mg), timbul efek samping serius
8
penggunaan obat anti tiroid, struma yang menimbulkan gejala disfagia atau
obstuksi jalan napas dan tidak daat memenuhi terapi medis (misalnya pada pasien
gangguan jiwa)1.
7. Pencegahan5
Suplementasi iodin sebelum dan selama kehamilan dapat membantu
mencegah angka kejadian hipertiroid pada ibu hamil. Peningkatan kadar hormon
tiroid seama kehamilan menyebabkan peningkatan kebutuhan iodin. Dengan
pemberian supementasi iodin pada ibu hamil baik sebelum dan saat hamil akan
membantu dalam menyediakan cadangan iodin. Hal ini menyebabkan ibu hamil
tidak akan mengalami kesulitan dalam adaptasi terhadap peningkatan kebutuhan
iodin untuk sintesis hormon tiroid. Kebutuhan iodin pada ibu hamil dianjurkan
minimal sebesar 250 ug per hari. Jumlah ini dapat didapatkan dengan
suplementasi iodin 150 ug dan sisanya didapatkan melalui makanan yang
mengandung yudium.
8. Prognosis6
Hipertiroid dalam kehamilan dapat menyebabkan terjadinya kelahiran
preterm sebeum usia kehamilan 37 minggu, yang akan menyebabkan mortaitas
dan morbiditas perinatal. Ibu hamil yang terdeteksi hipertiroid sebelum kehamian
memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan terdeteksi saat kehamilan.
Adapun bagi bayi, dapat terjadi kelahiran preterm, berat bayi lahir rendah bahkan
kematian janin dalam rahim.
9
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Ny. NKS Nama suami : Tn. INA
Umur : 38 tahun Umur : 41 tahun
Alamat : Donggala Alamat : Donggala
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Petani
Agama : Hindu Agama : Hindu
Pendidikan : SD Pendidikan : SMP
II ANAMNESIS
A. Keluhan Utama :
Nyeri perut tembus belakang
10
C. Riwayat Penyakit Dahulu :
Hipertensi sejak tahun 2013 dan Hipertiroid sejak 2 tahun yang lalu dan telah
mendapatkan obat thyrozol dan propanolol tetapi pasien berhenti minum obat
selama masa kehamilan
11
III. PEMERIKSAAN FISIK
KU : Sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
BB : 57 Kg
TB : 155 cm
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Nadi : 120 kali/menit
Respirasi : 22 kali/menit
Suhu : 36,6 ºC
Kepala – Leher :
Mata tampak eksoftalmus, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterus
Status lokalis :
Inspeksi : tampak struma difus pada regio coli sinistra, warna sama dengan
sekitar, mengikuti gerakan menelan, tidak ada edema, tidak ada sikatrik
Thorax :
Abdomen
12
A : Peristaltik usus (kesan normal)
P : Timpani pada empat kuadran abdomen
P : Nyeri tekan abdomen tidak ada
Ekstremitas :
Pemeriksaan Ginekologi :
Darah lengkap :
WBC : 12,76 x 103/mm3
HGB : 11,4 gr/dL
HCT : 34,4 %
PLT : 290 x 103/mm3
RBC : 4,26 x 106/mm3
HbSAg : non reaktif
Anti HIV : non reaktif
Endokrinologi :
fT4 : 5,48 ng/dL
TSHs : < 0,005 ulU/mL
Fungsi hati dan ginjal :
13
SGOT : 41,0 U/l
SGPT : 14,6 U/l
Urea : 22,7 mg/dL
Kreatinin : 0,45 mg/dL
Urine
Protein : negatif
Sedimen :
Eritrosit : positif penuh
Lekosit : positif penuh
Epitel sel : positif
V. RESUME
Pasien GIVPIIAI masuk dengan keluhan nyeri perut tembus belakang yang
dirasakan sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluh pusing,
nyeri ulu hati, mual, merasa jantungnya berdebar-debar, sering berkeringat
walaupun tidak berada ditempat yang panas, sering merasa lemas dan gemetar
pada kedua tangan. Riwayat penyakit hipertensi sejak tahun 2013 dan hipertiroid
sejak 2 tahun yang lalu dan telah mendapatkan obat thyrozol dan propanolol
tetapi pasien berhenti minum obat selama masa kehamilan.
14
Leopold I tinggi fundus uterus teraba di pertengahan antara proc.
Xypoideus dan umbilikus, Leopold I : tinggi fundus uterus teraba di pertengahan
antara proc. Xypoideus dan umbilikus (22 cm), Leopold II : punggung kiri,
Leopod III : presentasi kepala, Leopold IV : belum masuk pintu atas panggul,
pergerakan janin aktif, denyut jantung janin 152 kali/menit.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan darah rutin WBC : 12,76 x
103/mm3, HB: 11,4 gr/dL, HCT : 34,4 %, PLT : 290 x 103/mm3, RBC : 4,26 x
106/mm3, HbSAg : non reaktif, Anti HIV : non reaktif, endokrinoogi : fT4 : 5,48
ng/dL dan TSHs : <0,005 ulU/mL, fungsi hati dan ginjal : SGOT : 41,0 U/l,
SGPT : 14,6 U/l, Urea : 22,7 mg/dL, Kreatinin : 0,45 mg/dL, urine Protein :
negatif, Sedimen Eritrosit : positif penuh, Lekosit : positif penuh dan Epitel sel :
positif
VI. DIAGNOSIS
GIVPIIAI dengan gravid 31 – 32 minggu + Hipertiroid + Hipertensi kronik
VII. PENATALAKSANAAN
Infus Ringer laktat 20 tetes/menit
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/iv
Inj. Ranitidin 1 ampu/8 jam/iv
Thyrozol 2 x 10 mg
Metildopa 2 x 500 mg
15
S : 36,7 ºC
Mata eksoftamus
DJJ : 150 kali/menit
A : GIVPIIAI dengan gravid 31 – 32 minggu + Hipertiroid + Hipertensi kronik
P :
Infus Ringer laktat 20 tetes/menit
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/iv
Inj. Ranitidin 1 ampu/8 jam/iv
Thyrozol 2 x 10 mg
Metildopa 2 x 500 mg
P :
Infus Ringer laktat 20 tetes/menit
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/iv
Inj. Ranitidin 1 ampu/8 jam/iv
Thyrozol 2 x 10 mg
Metildopa 2 x 500 mg
Pro aff infus
16
Follow Up Hari 3 (11 Desember 2018)
P :
Thyrozol 2 x 10 mg
Metildopa 2 x 500 mg
Pasien boleh pulang (kontrol poliklinik kandungan), pasien dianjurkan untuk
rawat jalan dan kontrol TSH dan fT4 setiap 2 minggu untuk melihat efek
terapi obat anti tiroid dan menganjurkan kepada pasien untuk segera masuk
rumah sakit bila keluhan muncul kembali atau bila keluhan lebih memberat
dari sebelumnya.
BAB IV
PEMBAHASAN
17
Diagnosis Hipertiroid pada kehamilan dapat ditegakkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada kasus, pasien masuk dengan
keluhan nyeri perut tembus belakang yang dirasakan sejak 5 jam sebelum masuk
rumah sakit. Pasien juga mengeluh pusing, nyeri ulu hati, mual, merasa jantungnya
berdebar-debar, sering berkeringat walaupun tidak berada ditempat yang panas,
sering merasa lemas dan gemetar pada kedua tangan. Riwayat penyakit hipertensi
sejak tahun 2013 dan hipertiroid sejak 2 tahun yang lalu dan telah mendapatkan obat
PTU dan propanolol tetapi pasien berhenti minum obat selama masa kehamilan. Dari
anamnesis didapatkan pasien mengalami gejala peningkatan laju metabolisme berupa
jantung berdebar, berkeringat berlebihan, rasa lemas, dan tangan gemetar. Menurut
teori, pada kehamilan, begitu juga hipertiroid adalah kondisi peningkatan laju
metabolisme. Fakta ini menyulitkan mengenali tanda dan gejala tipikal tirotoksikosis
yang biasanya mudah dikenali pada pasien tidak hamil. Pasien hipertiroid mengalami
peningkatan laju metabolik basal, dimana terjadi peningkatan produksi panas
menyebabkan keringat berlebihan dan intoleransi panas. Meskipun nafsu makan dan
asupan makanan meningkat yang terjadi sebagai respon terhadap meningkatnya
kebutuhan metabolik, namun berat tubuh biasanya turun karena tubuh menggunakan
bahan bakar jauh lebih cepat. Terjadi pengurangan jumlah simpanan karbohidrat,
lemak dan protein. Berkurangnya protein otot menyebabkan tubuh terasa lemah.
Berbagai kelainan kardiovaskular dilaporkan berkaitan dengan hipertiroidisme,
disebabkan baik oleh efek langsung hormon tiroid maupun interaksinya dengan
katekolamin. Kecepatan denyut dan kekuatan kontraksi dapat meningkat sedemikian
besar sehingga individu mengalami palpitasi (jantung berdebar). 1,4
18
difus pada regio coli sinistra, warna sama dengan sekitar, mengikuti gerakan
menelan, tidak ada edema, tidak ada sikatrik. Dari palpasi didapatkan teraba massa
soliter ukuran 2 x 3 cm, konsistensi padat kenyal, permukaan rata, tidak ada nyeri
tekan, suhu sama dengan sekitar. Menurut teori, pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan palpitasi saat pemeriksaan tanda vital. mengingat kebanyakan kasus
disebabkan oleh penyakit Grave, maka harus menemukan tanda oftalmopati Grave
(tatapan melotot, kelopak tertingga saat menutup mata, eksoftamos) dan bengkak
tungkai bawah (pretibial myxedema). Selain itu, dapat ditemukan adanya struma pada
leher pasien. Rendahnya spesifitas tanda dan gejala membuat tes laboratorium
merupakan lalat diagnosis yang paling baik untuk penyakit tiroid pada ibu hamil.1,4
19
Pemeriksaan USG sebaiknya dilakukan untuk mendeteksi kehamilan mutipel atau
mola hidatidosa.1,2,5
Pengobatan hipertiroidisme pada kehamilan penting untuk menghindari
komplikasi ibu dan janin. Tujuan terapi hipertiroidisme pada kehamilan adalah
menormalkan fungsi tiroid dengan obat anti tiroid paling minimal. Pengobatan
ditargetkan agar kadar fT4 terdapat pada nilai batas normal. Untuk terapi hipertiroid
pada pasien ini, diberikan terapi oral Thyrozol 2 x 10 mg yang merupakan obat
golongan metimazol atau tiamazol. Obat anti tiroid yang efektif dan aman untuk
mengendalikan hipertiroid pada kehamilan adalah propiltiourasil dan metimazol.
Keduanya menekan sintesis hormon tiroid dengan cara menghambat organofikasi
iodium di dalam kelenjar tiroid. Pada trimester I lebih dianjurkan untuk menggunakan
PTU karena terdapat risiko kelainan kongenital yang pernah dilaporkan pada
penggunaan metimazole, setelah kehamilan 12 minggu metimazole dapat digunakan
bila dikhawatirkan terjadinya efek samping hepatotoksik dalam penggunaan PTU
pada ibu, dimana pada pemeriksaan fungsi hati pasien didapatkan kadar SGOT 41,0
U/l. Baik PTU maupun metimazole dapat melewati sawar plasenta, jika dalam dosis
besar dapat menyebabkan struma dan hipotiroidisme pada janin.2
Pada kasus, pasien diperbolehkan untuk pulang setelah dirawat selama 3 hari
di rumah sakit serta dianjurkan untuk rawat jalan dan kontrol TSH dan fT4 setiap 2
minggu untuk melihat efek terapi obat anti tiroid dan setiap 4 minggu bila target
eutiroid telah tercapai. Menganjurkan kepada pasien untuk segera masuk rumah sakit
bila keluhan muncul kembali atau bila keluhan lebih memberat dari sebelumnya.
Hipertiroid dalam kehamilan dapat menyebabkan terjadinya kelahiran preterm
sebeum usia kehamilan 37 minggu, yang akan menyebabkan mortalitas dan
morbiditas perinatal. Prognosis bagi ibu pada kasus ini cenderung baik karena
hipertiroid telah terdeteksi sebelum kehamilan sehingga sudah dapat diprediksikan
kondisi terburuk yang dapat terjadi pada ibu. Ibu hamil yang terdeteksi hipertiroid
sebelum kehamilan memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan terdeteksi saat
20
kehamilan. Adapun bagi bayi, dapat terjadi kelahiran preterm, berat bayi lahir rendah
bahkan kematian janin dalam rahim.5
DAFTAR PUSTAKA
21
1. Garry D. Penyakit Tiroid pada Kehamilan. Jurnal CDK. 2013;40(7):500-503.
Avaiable From http://www.kalbemed.com/Portals/6/09_206/penyakit.tiroid.
pada.kehamilan/pdf
2. Prawono LA, Soebijanto N. Pengelolaan Penyakit Graves pada Kehamilan.
Jurnal CDK. 2016;43(6):435-437. Available From http://www.cdkjourna.com/
index.php/CDK/article/donwload/pdf
3. Sukarya WS. Kehamilan dan Gangguan Endokrin. Dalam : Saifudin AB,
Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka; 2016. p. 847-849.
4. Sherwood, L. Fisiologi Manusia : Dari Se ke Sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC;
2014. p. 762.
5. Green AS, Abaovich M, Alexander A, Azizi F, Mestman J, Negro R, et al.
Guideines of the American Thyroid Association for the Diagnosis and
Management of Thyroid Disease During Pregnancy and Postpartum. Pregnancy
and Fetal Development. 2011;21(10):1096-1097. Available From http://www.
ncbi.nlm.nih.gov/pmc/srticle/PMC3472679/
6. Begum F, Thyroid Dysfunction and Pregnancy Outcome. Journal of Dental and
Medical Sciences. Sep 2016;15(9):9. Avaiable From http://www.iosrjournal.
org/thyroid.dysfunction.../pdf
22