PENDAHULUAN
hingga sedang mungkin tidak menimbulkan gejala objektif, namun dapat berlanjut ke
keadaan anemia berat dengan gejala-gejala keletihan, takipnea, napas pendek saat
Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh penderita.
Secara epidemiologi, prevalens tertinggi ditemukan pada akhir masa bayi dan
awal masa kanak-kanak diantaranya karena terdapat defisiensi besi saat kehamilan
dan percepatan tumbuh masa kanak-kanak yang disertai rendahnya asupan besi dari
makanan, atau karena penggunaan susu formula dengan kadar besi kurang. Selain itu
ADB juga banyak ditemukan pada masa remaja akibat percepatan tumbuh, asupan
besi yang tidak adekuat dan diperberat oleh kehilangan darah akibat menstruasi pada
remaja puteri. Data SKRT tahun 2007 menunjukkan prevalens ADB. Angka kejadian
anemia defisiensi besi (ADB) pada anak balita di Indonesia sekitar 40-45%. Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan prevalens ADB pada
bayi 0-6 bulan, bayi 6-12 bulan, dan anak balita berturut-turut sebesar 61,3%, 64,8%
dan 48,1%.2
1
Dampak negatif yang diakibatkan oleh ADB pada anak balita berupa gangguan
risiko infeksi. 2
2
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas Penderita
Umur : 1 tahun
Alamat : Lemoa
B. Identitas Keluarga
Umur : 46 tahun
Pekerjaan : Petani
Umur : 45 tahun
Pekerjaan : IRT
C. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Muntah
3
2. Riwayat Penyakit Sekarang
sejak sore tadi frekuensi 3 kali, isi cairan dan sisa makanan, warna kuning.
parasetamol, namun lebih tinggi pada malam hari, tidak kejang. Tidak ada
batuk dan sesak, tidak ada mual, riwayat perdarahan tidak ada. Pasien kurang
makan, namun kuat minum. Buang air kecil lancar, kuning, biasa. BAB encer
Tidak ada
Ibu pasien mengatakan tidak ada dari keluarganya yang mengeluh keluhan
dengan berat badan lahir 2500 gram, panjang badan lahir 40 cm, kurang
bulan. Selama hamil ibu pasien sehat dan rutin untuk memeriksakan
Kesan gizi sampai saat ini kurang. Menurut keluarga pasien (ibu pasien)
pola makan pasien sehari – hari dirumah yaitu pasien diberi bubur beras
merah 3 kali sehari dengan kombinasi sayur berupa kentang dan wortel.
4
Keluarga pasien termasuk golongan sosioekonomi lemah, ayah bekerja
sebagai petani dan tingkat pendidikan sampai SMA. Ibu sebagai ibu rumah
6. Status Imunisasi:
Belum 5 6 7 8 9 Tidak
Imunisasi 1 2 3 4
Pernah Tahu
BCG √
HEP B √
POLIO √ √
HPV √
CAMPAK √
PCV √ √ √
INFLUENZA √
MMR √
TIFOID √
HEP A √
VARISELLA √
LAIN LAIN √
5
D. Pemeriksaan Fisik
2. Tanda Vital:
RR : 26 x /menit
Suhu : 37,0 oC
SpO2 : 99%
3. Status Generalis
Kepala
- Bentuk : Mesocephal
- Ukuran : Normocephal
- Muka: Simetris
- Mata : mata cekung, anemis (+) konjungtivitis (-) ikterik (-) bitot spot
Bibir :
Mulut :
6
- Gigi : Caries (-)
Thorax :
- Bentuk : Simetris
- Tasbeh : (-)
Jantung :
Paru :
- PK : sonor / sonor
7
Abdomen :
- PR :
- PK : timpani
Kekuatan : 5555
Tonus : normal
4. Status Gizi
BB : 6,7 kg
PB : 71 cm
8
Lingkar kepala : 45,5 cm
LLA : 12 cm
LD : 47 cm
LP : 45 cm
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah rutin
Darah
04/12/2017 Nilai Rujukan
Rutin
9
MCH 14,4 pg 26,0 - 34,0 pg
2. GDS 04/12/2017
SGOT : 39
SGPT : 36
kronik
10
F. Diagnosis Kerja
FOLLOW UP PASIEN
Tgl S Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan IVFD Asering 500
04/12/ 3 kali, isi cairan dan sisa makanan, warna Cefotaxim 350
Jam warna kuning, frekuensi lebih dari 5 kali. Oralit ½ gelas tiap
BAK : baik
11
HR: 123 x/menit, RR: 26 x/menit, T : 37
°C
BB : 6,7 kg
Wajah : simetris
(-).
meningkat
Kulit : kering
12
ekstremitas pucat (+)
sedang)
05/12/ S Demam (+) kejang (-) sesak (-) batuk (-) IVFD Asering 500 ml
2017 Mual (-) Muntah (+) frek > 7 kali tadi Ceftriaxone 550 mg/24
malam jam/iv
Hari BAB: >10 kali encer, lender (+) warna Oralit ½ gelas tiap
Paracetamol drops
O HR: 150 x/menit, RR: 28 x/menit, T : 3x0,8 cc
37,6 °C Periksa Apusan Darah
BB : 6,7 kg Tepi
Wajah : simetris
13
Mulut : Stomatitis (-) angular chelitis (-)
(-).
meningkat
Kulit : kering
06 / 12/ S Demam (-) kejang (-) sesak (-) batuk (-) IVFD Asering 500
BAB encer: >10 kali sejak pagi, ampas (+) Ceftriaxone 550 mg/24
14
Nafsu makan membaik BAB encer
Domperidon drops
°C Paracetamol drops
BB : 6,7 kg 3x0,8 cc
(-).
meningkat
15
Kulit : kering
Essensial
Leukositosis
07/12/ S Demam (-) kejang (-) sesak (-) batuk (-) IVFD Asering 500
BAB encer: >3 kali sejak pagi, ampas (+) Ceftriaxone 550 mg/24
16
BB : 6,7 kg
Wajah : simetris
(-).
normal
Kulit : baik
A
Diare Akut + Anemia Defisiensi Besi +
17
Leukositosis
08/12/ S Demam (-) kejang (-) sesak (-) batuk (-) Aff infuse
Domperidon stop
O HR: 120 x/menit, RR: 26 x/menit, T : Paracetamol stop
36,5 °C
BB : 6,7 kg
Wajah : simetris
(-).
18
nampak, ictus cordis teraba di ICS 5 linea
normal
Kulit : baik
Leukositosis
DISKUSI
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil dari anamnesis, tanda dan gejala klinis
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang dapat
disimpulkan bahwa pasien ini menderita Anemia, yaitu Anemia Defisiensi Besi.
Dapat dilihat dari anamnesis bahwa usia pasien 1 tahun dengan berat 6,7 kg, setelah
pasien termasuk gizi kurang. Pasien biasanya hanya makan bubur beras merah
19
dengan campuran wortel dan kentang yang dihaluskan, serta masih minum ASI. Hal
ini bisa menjadi penyebab pasien mengalami penurunan asupan zat besi karena tidak
adanya asupan dari protein hewani, sedangkan beras merah merupakan sumber zat
besi non heme, dimana zat besi non heme lebih sulit diabsorbsi oleh tubuh dibanding
zat besi heme yang umumnya berasal dari sumber makanan hewani. Dan akibat
kurangnya gizi yang pasien konsumsi sehingga daya tahan tubuh pasien menurun dan
lebih mudah terkena risiko infeksi (pasien mengalami demam, muntah dan diare).
Pada masa menyusui sebagian besar kebutuhan zat gizi bayi didapat dari air susu
ibu (ASI), karenanya konsumsi kalori dan zat gizi bayi selama menyusui sangat
dipengaruhi kualitas dan kuantitas ASI yang dikonsumsi bayi. Sehingga harus
diperhatikan bagaimana kualitas ASI ibu, juga berdasar asupannya, apakah memang
kadar zat besi yang terkandung dalam ASInya sedikit atau tidak, karena pasien masih
minum ASI namun terjadi penurunan eritrosit yang disebabkan oleh defisiensi besi.
masa pertumbuhan sehingga kebutuhan akan zat besi meningkat. Namun intake zat
besi dari makanan sangat kurang sehingga produksi eritrosit kurang. Pasien juga
memiliki riwayat lahir kurang bulan (prematur), sehingga total besi tubuh lebih
rendah dibandingkan bayi cukup bulan, meskipun proporsi besi terhadap berat badan
yang lahir cukup bulan, karenanya jika makanannya tidak disuplementasi zat besi,
mereka lebih cepat menderita deplesi besi daripada bayi lahir cukup bulan
20
Pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien dengan konjungtiva dan ekstremitas
pucat. Tanda-tanda ini disebabkan akibat kurangnya eritrosit pada pasien sehingga
pasien terlihat lemas. Kemudian hal ini dibuktikan dengan adanya pemeriksaan
Dari hasil darah rutin tersebut, didapatkan tanda-tanda dari anemia defisiensi besi,
3. Ratio MCV /RBC >13 (53,6/3,6 = 14,8) dan RDW index (MCV/RBC
21
Kemudian hasil laboratorium selanjutnya pada apusan darah tepi, yaitu
(+), ovalosit (+). Hasil pemeriksaan ini menunjukkan tanda-tanda anemia defisiensi
besi.
Criteria ini harus dipenuhi paling sedikit criteria nomor 1,3 dan 4. Tes yang
paling efisien untuk mengukur cadangan besi yaitu ferritin serum. Namun pada
pasien ini tidak dapat dilakukan pemeriksaan yang lengkap seperti yang dijelaskan di
atas. Dalam kasus ini bila sarana terbatas, diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan :
- Tanpa organomegali
Criteria di atas dapat dipenuhi 3 dari 4 kriteria, sehinggan pasien ini dapat
22
Selama dalam perawatan, pasien tidak langsung diberi tatalaksana berupa
suplementasi besi, karena dalam kasus ini pasien mengalami diare dan muntah,
sehingga suplementasi diberikan setelah kondisi diare dan muntah telah teratasi
gangguan pencernan. Suplemen besi juga dapat menimbulkan efek samping berupa
infeksi.
Keluarga pasien perlu untuk diedukasi tentang kebutuhan pasien akan zat besi
mengkonsumsi daging merah dan hati sapi. Namun dalam hal ini kondisi pasien tetap
selepas masa perawatan. Keluarga juga perlu diedukasi tentang kebutuhan gizi anak
elemental yang dipakai adalah 4-6 mg/kgBB/hari. Garam ferrous mengandung besi
sebanyak 20%, sehingga harus disesuaikan dengan berat badan pasien. Kemudian
selama dalam pengobatan, harus dikoreksi kadar Fe dalam darah untuk menilai
keefektivan terapi. Respon terapi dengan menilai kenaikan kadar Hb/Ht setelah satu
bulan, yaitu kenaikan kadar Hb sebesar 2 g/dl atau lebih. Bila respon terapi
23
Adapun diagnosis pasien ini adalah anemia defisiensi besi disertai status gizi
buruk dan diketahui dapat menyebabkan penurunan sistem imun yang akan
berdampak pasien rentan terkena infeksi, dimana infeksi yang dimaksud pada kasus
24
BAB III
PEMBAHASAN
A. Definisi
menderita anemia, dan lebih dari setengahnya merupakan anemia defisiensi besi.
protein hewani yang rendah dan infestasi parasit yang merupakan masalah
endemic. Saat itu di Indonesia anemia defisiensi besi masih merupakan salah satu
penyimpanan dan pengangkutan oksigen, zat besi juga terdapat dalam beberapa
dan proses katabolisme yang dalam bekerjanya membutuhkan ion besi. Dengan
Anemia ini juga merupakan kelainan hematologi yang paling sering terjadi
pada bayi dan anak. Hampir selalu terjadi sekunder terhadap penyakit yang
25
mendasarinya, sehingga koreksi terhadap penyakit dasarnya menjadi bagian
Banyaknya Fe yang diabsorbsi dari makanan sekira 10% setiap hari, sehingga
untuk nutrisi yang optimal diperlukan diet yang mengandung Fe sebanyak 8-10
mg Fe per hari.
Fe yang berasal dari susu ibu diabsorbsi secara lebih efisien daripada yang
berasal dari susu sapi sehingga bayi yang mendapat ASI lebih sedikit
jumlah yang diharapkan, oleh karena itu diet bayi harus mengandung makanan
B. Epidemiologi
Prevalens ADB tinggi pada bayi, hal yang sama juga dijumpai pada anak usia
sekolah dan anak praremaja. Angka kejadian ADB pada anak usia sekolah (5-8
tahun) di kota sekitar 5,5%, anak praremaja 2,6& dan gadis remaja yang hamil
26%. Di Amerika Serikat sekitar 6% anak berusia 1-2 tahun diketahui kekurangan
kekurangan besi dan 2% menderita anemia, sedangkan pada anak laki-laki sekitar
26
Prevalens ADB lebih tinggi pada anak kulit hitam dibading kulit putih.
Keadaan ini mungkin berhubungan dengan status sosial ekonomi anak kulit hitam
Prevalens anemia defisiensi besi (ADB) pada anak balita di Indonesia sekitar
prevalens ADB pada bayi 0-6 bulan, bayi 6-12 bulan, dan anak balita berturut-
turut sebesar 61,3%, 64,8% dan 48,1%.8 Penelitian kohort terhadap 211 bayi
berusia 0 bulan selama 6 bulan dan 12 bulan didapatkan insidens ADB sebesar
40,8% dan 47,4%.9 Pada usia balita, prevalens tertinggi DB umumnya terjadi
pada tahun kedua kehidupan akibat rendahnya asupan besi melalui diet dan
tinggi pada usia bayi, terutama pada bayi prematur (sekitar 25-85%) dan bayi
C. Etiologi
Terjadinya ADB sangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi besi, diit yang
mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang.
Pertumbuhan
27
Pada periode pertumbuhan cepat yaitu pada umur 1 tahun pertama dan
ini insiden ADB meningkat. Pada bayi umur 1 tahun, berat badannya
Menstruasi
Penyebab kurang besi yang sering terjadi pada anak perempuan adalah
bulan pertama. Hal ini disebabkan besi yang terkandung di dalam ASI
formula.
28
Diperkirakan sekitar 40% besi dalam ASI diabsorpsi bayi, sedangkan
Malabsorpsi besi
Keadaan ini sering dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa
lebih cepat melalui bagian atas usus halus, tempat utama penyerapan
3. Perdarahan
29
halus bagian proksimal dan menghisap darah dari pembuluh darah submukosa
usus.
4. Transfuse feto-maternal
Kebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi ibu akan menyebabkan ADB
5. Hemoglobinuria
Keadaan ini biasanya dijumpai pada anak yang memakai katup jantung
Pada anak yang banyak diambil darah vena untuk pemeriksaan laboratorium
Penyakit ini jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan paru yang
hebat dan berulang serta adanya infiltrate paru yang hilang timbul. Keadaan
ini dapat menyebabkan kadar Hb menurun drastic hingga 1,5-3 g/dl dalam 24
jam.
Pada atlit yang berolahraga berat seperti olah raga lintas alam, sekitar 40%
remaja perempuan dan 17% remaja laki-laki kadar feritin serumnya < 10
ug/dl. Perdarahan saluran cerna yang tidak tampak sebagai akibat iskemia
yang hilang timbul pada usus selama latihan berta terjadi pada 50% pelari.
30
D. Fisiologi Zat Besi dalam Darah
dengan baik pada dewasa, sedangkan pada anak diperkirakan mengalami yang
sama seperti pada orang dewasa. Zat besi bersama dengan protein (globin) dan
Selain itu besi juga terdapat dalam beberapa enzim yang berperan dalam
tingkat selular.
Jumlah sat besi yang diserap oleh tubuh dipengaruhi oleh jumlah besi dalam
makanan, bioavailabilitas besi dalam makanan dan penyerapan oleh mukosa usus.
Di dalam tubuh orang dewasa mengandung zat besi sekitar 55 mg/kgBB atau
sekitar 4 gram. Lebih kurang 67% zat besi tersebut dalam bentuk hemoglobin,
30% sebagai cadangan dalam bentuk feritin atau hemosiderin dan 3% dalam
bentuk mioglobin. Hanya sekitar 0,07% sebagai transferin dan 0,2% sebagai
enzim. Bayi baru lahir dalam tubuhnya mengandung besi sekitar 0,5 gram. Ada 2
cara penyerapan besi dalam usus, yang pertama adalah penyerapan dalam bentuk
non heme (sekitar 90% berasal dari makanan), yaitu besinya harus diubah dulu
menjadi bentuk yang diserap, sedangkan bentuk yang kedua adalah bentuk heme
31
(sekitar 10% berasal dari makanan) besinya dapat langsung diserap tanpa
memperhatikan cadangan besi dalam tubuh, asam lambung ataupun zat makanan
yang dikonsumsi.
membentuk kompleks transferin besi yang kemudian akan masuk ke dalam sel
mukosa. Di dalam sel mukosa, besi akan dilepaskan dan apotransferinnya kembali
membentuk feritin, sedangkan besi yang tidak diikat oleh apoferitin akan masuk
serum.
Penyerapan besi oleh tubuh berlangsung melalui mukosa usus halus, terutama
dalam bentuk senyawa besi non heme berupa kompleks senyawa besi inorganik
(feri/Fe" ) yang oleh pengaruh asam lambung, vitamin C, dan asam amino
mengalami reduksi menjadi bentuk fero (Fe".). Bcntuk fero ini kemudian
diabsorpsi oleh sel mukosa usus dan didalam sel usus, bentuk fero ini mengalami
setelah melalui reduksi menjadi bentuk fero dan di dalam plasma ion fero
globulin membentuk transferin. Absorpsi besi non heme akan meningkat pada
32
penderita ADB. Transferin berfungsi untuk mengangkut besi dan selanjutnya
didistribusikan ke dalam jaringan hati, limpa dan sumsum tulang serta jaringan
sedangkan besi akan masuk ke dalam plasnla dan mtengikuti siklus seperti di atas
Asam askorbat, daging, ikan dan unggas akan meningkatkan penyerapan besi non
heme. Jenis makanan yang mengandung asam tanat (terdapat dalam teh dan kopi),
kalsium, fitat, beras, kuning telur, polifenol, oksalat, fosfat, clan obat-obatan
(antasid, tetrasiklin dan kolestiramin) akan mengurangi penyerapan zat besi. Besi
heme didalam lalnbung dipisahkan dari proteinnya oleh asam lambung dan enzim
proteosa. Kemudian besi heme mengalami oksidasi menjadi hemin yang akan
masuk ke dalam sel mukosa usus secara utuh, kemudian akan dipecah oleh enzim
hemeoksigenase menjadi ion feri bebas dan porfirin. Selanjutnya ion feri bebas ini
33
Di dalam tubuh cadangan besi ada 2 bentuk, yang pertama ferritin yang
bersifat mudah larut, tersebar di sel parenkim dan makrofag, terbanyak di hati.
Bentuk kedua adalah hemosiderin yang tidak mudah larut, lebih stabil tetapi lebih
hati dan makrofag di limpa dan sumsum tulang. Cadangan besi ini akan berfungsi
dari makanan tidak mencukupi, maka terjadi mobilisasi besi dan cadangan besi
E. Patofisiologi
diperlukan oleh berbagai enzim sebagai faktor penggiat. Zat besi yang terdapat
menunjukkan gejala yang khas (asymptomatik) sehingga anemia pada balita sukar
simpanan zat besi (feritin) dan bertambahnya absorbsi zat besi yang digambarkan
dengan meningkatnya kapasitas pengikatan besi. Pada tahap yang lebih lanjut
berkurangnya jumlah protoporpirin yang diubah menjadi heme, dan akan diikuti
dengan menurunnya kadar feritin serum. Akhirnya terjadi anemia dengan cirinya
34
Bila sebagian dari feritin jaringan meninggalkan sel akan mengakibatkan
keadaan simpanan zat besi dalam jaringan. Dengan demikian kadar feritin serum
yang rendah akan menunjukkan orang tersebut dalam keadaan anemia gizi bila
kadar feritin serumnya <12 ng/ml. Hal yang perlu diperhatikan adalah bila kadar
feritin serum normal tidak selalu menunjukkan status besi dalam keadaan normal.
Karena status besi yang berkurang lebih dahulu baru diikuti dengan kadar feritin.
Diagnosis anemia zat gizi ditentukan dengan tes skrining dengan cara mengukur
kadar Hb, hematokrit (Ht), volume sel darah merah (MCV), konsentrasi Hb dalam
F. Diagnosis4
sekolah buruk, dan dapat terjadi hambatan pertumbuhan dan perkembangan. Anak
usia kurang dari 12 bulan dengan anemia terutama defi siensi besi kadar
hemoglobinnya bisa normal, dengan nilai prediktif positif 10-40%.6 Oleh karena
itu diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik teliti untuk mendeteksi dan
mungkin. Tubuh bayi baru lahir mengambil dan menyimpan kembali besi
Oleh karena itu, pada bayi cukup bulan kekurangan zat besi dari asupan gizi
jarang menyebabkan anemia sampai setelah enam bulan. Pada bayi prematur,
35
kekurangan zat besi dapat terjadi setelah berat dua kali lipat berat lahir. Penyakit
harus dipertimbangkan pada anak laki-laki. Defi siensi piruvat kinase bersifat
fisik penting dilakukan (Tabel 1), temuan yang menunjukan anemia kronis
termasuk pucat (biasanya tidak terlihat sampai tingkat hemoglobin kurang dari 7
eritrosit, MCV menjadi salah satu standar klasifikasi anemia menjadi mikrositik,
36
normositik, dan makrositik. Pemeriksaan darah perifer adalah prosedur tunggal
paling berguna sebagai evaluasi awal. Pertama-tama harus diperiksa distribusi dan
pewarnaan sel. Tanda sediaan yang tidak baik adalah hilangnya warna pucat di
sel dan lebih besar dari eritrosit yang normal. Sediaan yang tidak baik tidak boleh
Terdapatnya stippling basofi lik dan sel inklusi juga perlu diperhatikan.
jumlah leukosit, dan trombosit Morfologi eritrosit pada apusan darah tepi dapat
dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya kelainan sumsum tulang yang berkaitan
37
Cara lain untuk menentukan adanya ADB adalah dengan trial pemberian
preparat besi. Penentuan ini penting untuk mengetahui adanya ADB subklinis
Prosedur ini sangat mudah, praktis, sensitive dan ekonomis terutama pada
anak yang berisiko tinggi menderita ADB. Bila pemberian preparat besi dosis
G. Diagnosis Banding
anemia hipokrom mikrositik lain. Keadaan yang sering memberi gambaran klinis
da laboratorium yang hampir sama dengan ADB adalah thalassemia minor dan
H. Penatalaksanaan
38
Pemberian peroral lebih aman, murah dan sama efektifnya dengan pemberian
secara parenteral.
Garam ferrous diabsorpsi sekitar 3 kali lebih baik dibandingkan garam feri.
Preparat yang tersedia berupa garam ferrous glukonat, fumarat dan suksinat. Yang
sering dipakai adalah ferrous sulfat karena harganya lebih murah. Ferrous
glukonat, ferrous fumarat dan ferrous suksinat diabsorpsi sama baiknya. Untuk
Untuk mendapatkan respons pengobatan dosis besi yang dipakai adalah 4-6
elemental yang ada dalam garam ferrous. Garam ferrous sulfat mengandung besi
elemental sebanyak 20%. Dosis obat yang terlalu besar akan menimbulkan efek
samping pada saluran pencernaan dan tidak memberikan efek penyembuhan yang
lebih cepat. Absorpsi besi yang terbaik adalah pada saat lambung kosong, diantara
dua waktu makan, akan tetapi dapat menimbulkan efek samping pada saluran
cerna. Untuk mengatasi hal tersebut pemberiam besi dapat dilakukan pada saat
makan atau segera setelah makan meskipun akan mengurangi absorpsi obat
sekitar 40-50%. Obat diberikan dalam 2-3 dosis sehari. Preparat besi ini harus
39
BAB IV
PENUTUP
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya
besi yang diperlukan untuk sintesis hemoglobin. Anemia ini merupakan bentuk
anemia yang paling sering ditemukan di dunia, terutama di Negara yang sedang
berkembang.
Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh penderita.
Oleh karena itu, pada penanganan anemia defisiensi besi, pasien maupun keluarga
pasien harus diedukasi tentang kebutuhan zat gizi yang harus diterima oleh penderita
40
DAFTAR PUSTAKA
2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Rekomendasi IDAI Suplemen Zat Besi, 2011.
FK Unand.
41