Anda di halaman 1dari 1

Nama : Sesy Yulida Pertiwi Jenis Karya : CERPEN

Asal Sekolah : SMA Negeri 12 Palembang

Ayah Aku Menunggumu


Karya : Sesy Yulida Pertiwi

Aku berdiri di area pemberhentian kereta api sembari memegang selembar kertas yang
hampir lusuh dengan tinta berwarna hitam pekat yang mulai memudar.
Sudah teritung 125 hari dari kejadian dimana ayah menyuruhku menunggu kedatangannya di
stasiun ini. Sampai hari ke 125 ini pun aku tetap setia menunggu di area pemberhentian kereta
api masih dengan harapan yang sama, menunggu ayah kembali dan merentangkan kedua
tangannya untuk menyambut pelukanku.
Aku menghiraukan banyak pasang mata yang menatap heran ke arahku, mungkin karena
setiap hari selama 125 hari ini aku terus ke stasiun ini dan berdiri disini. Suara bising roda kereta
yang terbuat dari besi dan rel kereta yang saling bergesekan membuat lengkap penantiaanku.
Aku menoleh ke arah kereta yang berheenti dan terdapat banyak orang yang turun dari sana,
mereka disambut dengan senyuman dan pelukkan hangat para kerbatnya. Sungguh, tangisku
hampir pecah jika saj aku tidak mengingat ucapan ayah yang berkta bahwa aku harus tumbuh
menjadi gadis yang tangguh, dan tidak mudah menanggis karena sesuatu.
Aku beralih ke kertas lusuh dengan angka 10 dibagian sudut kertas yang sedang aku
geenggam. Kembali teringat saat dimana aku menelpon ayah melalui telepon umum, aku
menceritakan bahwa ulangan matematika ku mendapat nilai 10, nilai yang sempurna. Suara ayah
di seberang sana bisa terdengar olehku dan bisa dipastikan bahwa ayah sangat bahagia
mendengar berita bahwa aku adalah salah satu dari segelintir orang di sekolahku yang mendapat
nilai sempurna. Ayah bertanya kepada ku apa hadiah yang ingin aku minta kepada ayah atas
prestasiku, tapi aku bilang bahwa aku hanya ingin ayah pulang.
Ayah mengabulkan permintaanku dan berjanji akan segera pulang jika pekerjaan ayah disana
sudah selesai.
Aku terus menunggu hari dimana ayah mengabariku dan bilang bahwa ia akan pulang.
Hingga tiba saatnya, ayah menghubungi ku melalui telepon tetangga. Aku sangat bahagia
terlebih lagi ketika ayah bilang bahwa ia akan sampai di Jakarta sekitar 4 jam lagi.
Setelah aku menutup sambungan telepon, aku segera keluar rumah dengan baju sekolah putih
merah yang masih melekat di tubuhku, dan tidak lupa kerta ulangan yang aku janikan akan
kubawa ke stasiun agar ayah bisa melihatnya setelh ia turun dari kereta.
Aku segera memasuki stasiun dan berlari ke tempat pemberhentian kereta. Senyumku terus
mengembang menyadari bahwa ayah akan segera berada di hadapan ku dalam hitungna 120
menit dari sekarang.
Senyumku masih terus terukir walau sudah jauh terlambat dari waktu yang sudah ayah
janjikan. Senyumku memudar ketika mendengar pemberitahuan bahwa kereta yang ayahku
tumpangi mengalami kecelakaan. Jantungku seperti berhenti berdetak selama beberapa saat,
berita itu berhasil memporak-porandakan suasana hatiku. Aku hanya mematung di tempat,
mencerna kalimat demi kalimat yang berasal dari pengeras suara yang ada di setiap sudut
stasiun. Berita itu bohong, ayahku pasti baik-baik saja, ayahku akan segera pulang. Aku terus
meyakini diriku sendiri bahwa semua yang aku dengar dan lihat ini hanyalah alam bawa sadarku.
Aku tetap yakin bahwa suatu hari nanti, ayahku akan kembali melihat hasil ujian dengna nilai
sempurnaku dan memlukku erat.

Anda mungkin juga menyukai