Meylan Olli
Meylan Olli
Dokter Pembimbing:
dr. Harinto, Sp.B
Disusun Oleh:
Meylan Fitryani
030.14.122
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
Laporan Kasus dengan judul “Tumor coli”. Laporan kasus ini diajukan dalam
rangka melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum
Daerah Budhi Asih periode 16 Februari 2019 – 26 April 2019 dan juga bertujuan
untuk menambah wawasan bagi penulis serta pembaca mengenai Tumor Coli.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih atas
segala bantuan dan arahan yang telah diberikan selama penyusunan laporan kasus
ini serta selama penulis belajar dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah di Rumah
Sakit Umum Daerah Budhi Asih, kepada dr. Harinto, Sp.B, selaku pembimbing
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih.
Penulis berharap referat ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan
pembaca. Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun dari
pembimbing serta pembaca sehingga referat ini dapat menjadi lebih baik dan
berguna bagi semua pihak yang membacanya.
Penulis
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama Pasien : Nn. A
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 23 Tahun
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 28-01-1996
Alamat : Jalan Otista 2 RT 07/09 Bidara
Cina, jati Negara, Jakarta timur
Agama : Islam
Pekerjaan : Belum Bekerja
Status Pernikahan : Belum Menikah
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 19 Maret 2019
Ruang Perawatan : Cempaka Barat/707
Nomor RM : 756624
2
C. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan Ibu pasien pada
hari kamis, tanggal 21 Maret 2018 pukul 07.00 WIB di Ruang Perawatan
707 – Cempaka Barat Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih.
Keluhan Utama Benjolann pada leher (dibawah telinga)
sebela kanan, sejak 3 bulan yang lalu
Keluhan Tambahan Rewel (-), Lemas (-), Sesak (-), merah (+)
Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat
(Mechanism of Injury) (IGD) Rumah Sakit Umum Daerah Budhi
Asih pada pukul 12.41 dengan keluhan
terdapat benjolan sejak 3 bulan yang lalu,
benjolan teraba pada daerah bagiam
bawah telinga pasien sebelah kanan,
benjolan dirasakan semakin lama semakin
membesar, ukuran benjolan pada leher
kanan pasien kurang lebih 3x4 cm, dengan
batas tegas, immobile serta sedikit
kemerahan pada daerah banjolan, selain
benjolan yang membesar pasien juga
merasakan nyeri pada benjolan dan pasien
juga merasakan demam setiap pada
malam hari kurang lebih sejak 1 bulan
yang lalu. Kemudian untuk nafsu makan
pasien baik, serta BAB dan BAK pasien
dalam batas normal. Pasien kemudian
dilarikan Rumah Sakit Umum Daerah
Budhi Asih atas permintaan keluarga
dengan alasan penggunaan BPJS.
Riwayat Penyakit Dahulu Pasien tidak pernah mengalami hal serupa
sebelumnya. Riwayat asma (-), kejang (-)
3
demam (-).Riwayat Operasi (-). Riwayat
alergi ATS (Anti Tetanus Serum) dengan
reaksi alergi berupa gatal - gatal seluruh
tubuh(-)
Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada penyakit yang relevan.
Riwayat Pengobatan Tidak ada
Riwayat Imunisasi Imunisasi dasar maupun ulangan pada
pasien lengkap sesuai dengan usia.
Riwayat Kebiasaan Sehari – hari pasien berada di rumah
bersama ibunya. Pasien merupakan anak
yang aktif.
D. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum Kesadaran : Compos mentis
Kesan sakit : Tampak sakit sedang
Berat badan :
Panjang badan :
Tanda Vital Tekanan darah : 110/70
Nadi : 118x/menit, kuat angkat,
reguler
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36,7oC
SpO2 : 99%
Status Generalis Kepala Normosefali; rambut hitam,
tidak mudah rontok,
distribusi merata; UUB telah
menutup; tidak terdapat
jejas.
Mata Pupil isokor 2.5mm/2.5mm,
refleks cahaya langsung dan
4
tidak langsung +/+,
konjungtiva anemis -/-,
sklera ikterik -/-
Telinga Normotia +/+, hiperemis -/-,
nyeri tekan -/-, nyeri tarik -/-
Hidung Deformitas (-), deviasi
septum (-), sekret (+)
bening, pernapasan cuping
hidung (-)
Tenggorokan Arkus faring simetris, uvula
ditengah, tonsil T1/T1.
Mulut Mukosa bibir tampak
anemis. (-), sianosis (-),
lidah kotor (-)
Leher Terdapat benjolan pada
leher kanan pasien , dengan
diperkirakan ukuran 3x cm,
batas tegas, immobile, dan
sedikit hiperemis.
Thorax Inspeksi: bentuk dada
normal, gerak dinding dada
statis dan dinamis simetris,
retraksi (-), pulsasi ictus
cordis (-).
Palpasi: pernapasan simetris,
ictus cordis teraba pada
intercostalis IV linea
midclavicularis sinistra,
thrill tidak teraba.
Perkusi: tidak dilakukan
5
Auskultasi: suara napas
vesikuler +/+, ronki -/-,
wheezing -/-, bunyi jantung
I dan II reguler, gallop (-),
murmur (-)
Abdomen Inspeksi: simetris, cembung.
Auskultasi: bising usus 3-
4x/menit.
Palpasi: tidak dilakukan
Perkusi: tidak dilakukan
Ekstremitas Ekstremitas Atas: CRT < 2
detik +/+, akral hangat +/+
Ekstremitas Bawah: CRT <
2 detik +/+, akral hangat +/+
Status Lokalis Regio Colli Benjolan pada leher kanan
Anterior (+) batas tegas (+),
immobile (+) hiperemis (+),
edema (+), perdarahan aktif
(-), nyeri tekan (+)
Regio Brachialis DBN
Dextra et Sinistra
Regio Thorax DBN
Regio Abdomen DBN
(Regio
Epigastrika,
Regio
Hipokondrium
Sinistra)
6
E. Pemeriksaan Penunjang (26 Desember 2018)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12 g/dL 10,8 – 15,6
Leukosit 9,9 x10^3/uL 4,5 – 13,5
Eritrosit 4,2 x10^6/uL 3,8 – 5,2
Hematokrit 34 % 35 - 47
Trombosit 348 x10^3/uL 154 – 442
MCV 81,2 fL 80 – 100
MCH 28,5 Pg 26 – 34
MCHC 35,1 g/dL 32 – 36
RDW 11,5 % <14
KIMIA KLINIK
Glukosa Darah Sewaktu 101 mg/dl 60 - 100
ELEKTROLIT
Natrium 146 mmol/L 135 – 155
Kalium 4,1 mmol/L 3,6 – 5,5
Klorida 100 mmol/L 98 – 109
FAAL HEMOSTASIS
Protrombin Time (PT)
Kontrol 14,30 detik
Pasien 15,8 detik 12 – 17
Masa Tromboplastin (APTT)
Kontrol 33,5 detik
Pasien 27,2 detik 20 – 40
IMUNOSEROLOGI
Anti-HIV
Screening/Rapid Test Non Reaktif Non Reaktif
Hepatitis
HBsAg Kualitatif Non Reaktif Non Reaktif
7
F. Diagnosis Kerja
Tumor coli dextra
G. Tatalaksana
1. Pre-operative
Rawat inap – pro CITO Exterpasi
Puasa 6 jam pre-operative
IVFD
Cefixime 2x200mg
Ketorolac 2x1
Ranitidine 2x1
H. Prognosis
Ad Vitam : bonam
Ad Functionam : bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
8
I. Follow up
19/03/19 20/03/19
S S
terdapat benjolan sejak 3 bulan yang lalu, terdapat benjolan sejak 3 bulan yang lalu,
benjolan teraba pada daerah bagiam benjolan teraba pada daerah bagiam bawah
bawah telinga pasien sebelah kanan, telinga pasien sebelah kanan, nyeri (-),
kadang terasa nyeri, demam sejak 1 bulan
yang lalu
O O
KU: CM KU: CM
TD: 100/70mmHg, N: 800x/m, RR: TD: 110/70mmHg, N: 85x/m, RR: 20x/m,
18x/m, S: 36.7oC S: 36.5oC
Status generalis: Dalam batas normal Status generalis: Dalam batas normal
Status lokalis: Benjolan pada leher kanan, Status lokalis: Benjolan pada leher kanan,
nyeri kadang dirasakan nyeri kadang dirasakan
A A
Tumor colli dextra Tumor colli dextra
P P
- Cefixime 2x200mg Rencana operasi hari ini
- Ketorolac 2x1
- Ranitidine 2x1
21/03/19 (Hari rawat ke-1) 22/03/19 (Hari rawat ke-2)
S S
Sedikit nyeri pada luka bekas operasi (+), Nyeri luka operasi (+), mual dan muntah –
flatus (+) mual (-), muntah (-), demam (- BAK dan BAB dbn
), demam
O O
KU: CM KU: CM, TSS
TD: 110/70mmHg, N: 88x/m, RR: 20x/m, TD: 120/70mmHg, N: 80x/m, RR: 20x/m,
S: 36.7oC S: 36.4oC
9
Status lokalis: perban (+), perembesan (-), Status generalis: Dalam batas normal
kemerahan (-) Status lokalis: perban (+), perembesan (-),
kemerahan (-)
A A
Tumor colli dextra Tumor colli dextra
P P
- GV - Cefixime 2x200mg
- BLPL - Ketorolac 2x1
- Cefixime 2x200mg - Ranitidine 2x1
- Ketorolac 2x1
- Ranitidine 2x1
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi
Leher adalah bagian tubuh yang terletak diantara inferior mandibula dan
linea nuchae superior (diatas), dan incsura jugularis dan tepi
superior clavicula (dibawah). Jaringan leher dibungkus oleh 3 fasia, fasia
colli superfisialis membungkus m.sternokleidomastoideus dan berlanjut ke garis
tengah di leher untuk bertemu dengan fasia sisi lain. Fasia colli media
membungkus otot pretrakeal dan bertemu pula dengan fasia sisi lain di garis
tengah yang juga merupakan pertemuan dengan fasia colli superfisialis. Ke dorsal
fasia colli media membungkus a.carotis communis, v.jugularis interna dan
n.vagus menjadi satu. Fasia colli profunda membungkus m.prevertebralis dan
bertemu ke lateral dengan fasia colli lateral.
Sekitar 75 buah kelenjar limfa terdapat pada setiap sisi leher, dan
kebanyakan berada pada rangkaian jugularis interna dan spinalis asesorius.
Rangkaian jugularis interna dibagi dalam kelompok superior, media dan inferior.
Kelompok kelenjar limfe yang lain adalah submental, submandibula, servikalis
superfisial, retrofaring, paratrakeal, spinal asesorius, skalenus anterior, dan
supraklavikula.
11
Letak kelenjar limfa leher menurut Sloan Kattering Memorial Cancer Center
Classiffication dibagi dalam lima daerah (region) penyebaran kelompok
kelenjar, yaitu:
I : Kelenjar yang terletak di segitiga submental dan submandibula.
II : Kelenjar yang terletak di 1/3 (sepertiga) atas dan termasuk
kelenjar limfa jugularis superior, kelenjar digastrik, dan kelenjar
servikal posterior superior.
III : Kelenjar limfa jugularis di antara bifurkasio karotis dan
persilangan m. omohioid dengan m. sternokleidomastoid dan batas
posterior m. sternokleidomastoid.
IV : Grup kelenjar di daerah jugularis inferior dan supraklavikula.
V : Kelenjar yang berada di segitiga posterior servikal
Region I
a. Kelenjar limfa submental
Terletak pada segitiga submental di antara platisma dan m. omohioid di dalam
jaringan lunak. Pembuluh aferen menerima aliran limfa yang berasal dari
dagu, bibir bawah bagian tengah, pipi, gusi, dasar mulut bagian depan, dan 1/3
(sepertiga) bagian bawah lidah. Sedangkan pembuluh darah eferen
mengalirkan limfa ke kelenjar limfa submandibula sisi homolateral atau
12
kontra lateral, kadang-kadang dapat langsung ke rangkaian kelenjar limfa
jugularis interna.
b. Kelenjar limfa submandibula
Terletak di sekitar kelenjar liur submandibula dan di dalam kelenjar ludah nya
sendiri. Pembuluh aferen menerima aliran limfa yang berasal dari kelenjar liur
submandibula, bibir atas, bagian lateral bibir bawah, rongga hidung, bagian
anterior rongga mulut, bagian medial kelopak mata, palatum mole, dan 2/3
(duapertiga) depan lidah. Pembuluh eferen mengalirkan limfa ke kelenjar
limfa jugularis interna superior.
Region II
a. Kelenjar limfa jugularis superior
Kelenjar limfa jugularis superior menerima aliran limfa yang berasal dari
daerah palatum mole, tonsil, bagian posterior lidah, dasar lidah, sinus
piriformis, dan supraglotik laring. Juga menerima aliran limfa yang berasal
dari kelenjar limfa retrofaring, spinalis asesorius, parotis, servikalis
superfisial, dan kelenjar submandibula.
b. Kelenjar limfa retrofaring
Kelenjar limfa retrofaring terletak diantara faring dan fasia prevertebrata,
mulai dari dasar tengkorak sampai ke perbatasan leher dan toraks. Pembuluh
aferen menerima aliran limfa dari nasofaring, hipofaring, telinga tengah, dan
tuba eustachius. Sedangkan pembuluh eferen mengalirkan limfa ke kelenjar
limfa jugularis interna dan kelenjar limfa spinal asesorius bagian superior.
Region III
a. Kelenjar limfa jugularis media
Kelenjar limfa jugularis media menerima aliran limfa yang berasal langsung
dari subglotik laring, sinus piriformis bagian inferior, dan daerah krikoid
posterior. Juga menerima aliran limfa yang berasal dari kelenjar limfa
jugularis interna superior dan kelenjar retrofaring bagian bawah.
13
b. Kelenjar limfa paratrakea
Kelenjar limfa paratrakea menerima aliran limfa yang berasal dari laring
bagian bawah, hipofaring, esophagus bagian servikal, trakea bagian atas, dan
tiroid. Pembuluh eferen mengalirkan limfa ke kelenjar limfa jugularis interna
inferior atau kelenjar mediastinum superior.
Region IV
Kelenjar limfa jugularis inferior.
Kelenjar limfa jugularis inferior menerima aliran limfa yang berasal langsung
dari glandula tiroid, trakea, esofagus bagian servikal. Juga menerima aliran
limfa yang berasal dari kelenjar limfa jugularis interna superior dan media,
dan kelenjar limfa paratrakea.
Region V
a. Kelenjar limfa servikal superfisial
Terletak di sepanjang vena jugularis eksterna, menerima aliran limfa yang
berasal dari kulit muka, sekitar kelenjar parotis, daerah retroaurikula, kelenjar
parotis, dan kelenjar limfa oksipital. Pembuluh eferen mengalirkan limfa ke
kelenjar limfa jugularis interna superior.
b. Kelenjar limfa spinal asesorius
Terletak di sepanjang saraf spinal asesoris, menerima aliran limfa yang berasal
dari kulit kepala bagian parietal dan bagian belakang leher.
Pembuluh darah arteri pada leher antara lain a.carotis communis
(dilindungi oleh vagina carotica bersama dengan v.jugularis interna dan n.vagus,
setinggi cornu superior cartilago thyroidea bercabang menjadi a.carotis interna
dan a.carotis externa), a.subclavia (bercabang menjadi a.vertebralis dan
a.mammaria interna). Pembuluh darah vena antara lain v.jugularis externa dan
v.jugularis interna. Vasa lymphatica meliputi nnll.cervicalis superficialis (berjalan
sepanjang v.jugularis externa) dan nnll.cervicalis profundi (berjalan sepanjang
v.jugularis interna). Inervasi oleh plexus cervicalis, n.facialis, n.glossopharyngeus,
dan n.vagus.
14
Sistem aliran limfe leher penting untuk dipelajari karena hampir semua
bentuk radang atau keganasan kepala dan leher akan terlihat dan bermanifestasi ke
kelenjar limfe leher.
Vaskularisasi di Leher
15
Gambar 4. Vaskularisasi Arteri Leher
Aliran darah balik dari kepala dan leher dialirkan melalui sistem jugularis
(anterior, eksterna, interna, posterior) dan beberapa plexus venosus (pterygoid,
orbital, vertebral, perilaryngeal, esophageal). Dari semua aliran darah balik ini v.
jugularis internalah yang paling penting. Pleksus brakialis terdiri dari dua sistem
yang terpisah, yaitu bagian interna yang terdapat antara duramater dan tulang, dan
bagian exsterna yang mengelilingi lengkung vertebrae terletak di dalam otot-otot
leher dan punggung.
16
Gambar 6. Vaskularisasi Vena Leher
2. Tumor Colli
Definisi
Tumor colli adalah setiap massa baik kongenital maupun didapat yang
timbul di segitiga anterior atau posterior leher diantara klavikula pada bagian
inferior dan mandibula serta dasar tengkorak pada bagian superior. Pada 50%
kasus benjolan pada leher berasal dari tiroid, 40% benjolan pada leher disebabkan
oleh keganasan, 10%berasal dari peradangan atau kelainan kongenital.
Patologi
Pembengkakan pada leher dapat dibagi kedalam 3 golongan:
a. Kelainan kongenital : kista dan fistel leher lateral dan median, seperti
hygroma colli cysticum, kista dermoid.
17
b. Inflamasi atau peradangan : limfadenitis sekunder karena acne faciei,
kelainan gigi dan tonsilitis atau proses infamasi yang lebih spesifik
(tuberculosis, tuberculosis atipik, penyakit garukan kuku, actinomikosis,
toksoplasmosis). Disamping itu di leher dijumpai pembesaran kelenjar
limfe pada penyakit infeksi umum seperti rubella dan mononukleosis
infeksiosa.
c. Neoplasma : Lipoma, limfangioma, hemangioma dan paraganglioma
caroticum yang jarang terdapat (terutama carotid body; tumor glomus
caroticum) yang berasal dari paraganglion caroticum yang terletak di
bifurcatio carotis,merupakan tumor benigna. Selanjutnya tumor benigna
dari kutub bawah glandula parotidea, glandula submandibularis dan
kelenjar tiroid. Tumor maligna dapat terjadi primer di dalam kelenjar limfe
(limfoma maligna), glandula parotidea, glandula submandibularis,
glandula tiroidea atau lebih jarang timbul dari pembuluh darah, saraf, otot,
jaringan ikat, lemak dan tulang. Tumor maligna sekunder di leher pada
umumnya adalah metastasis kelenjar limfe suatu tumor epitelial primer
disuatu tempat didaerah kepala dan leher. Jika metastasis kelenjar leher
hanya terdapat didaerah suprac1avikula kemungkinan lebuh besar bahwa
tumor primemya terdapat ditempat lain di dalam tubuh.
1. Benjolan di lateral
a. Aneurisma subc1avia
b. Iga servikal
c. Tumor badan karotis
d. Tumor c1avikularis congenital
e. Neurofibroma
f. Hygroma kistik
g. Kista branchiogenik
18
h. Tumor otot
i. Tumor strnomastoideus
j. Kantung faringeal
k. Kelenjar ludah-inflamasi, tunor. Sindroma sjorgen
l. Lipoma subcutan, dan subfascia
m. Kista sebasea
n. Laringokel
19
peradangan dan keganasan tiroid misalnya adenitis/limfadenitis virusibakteri,
limfadenopati dan kanker tiroid. Pada usia diatas 40 tahun, dianggap sebagai suatu
keganasan meliputi limfadenopati metastatik, limfadenopati primer, neoplasma
primer tiroid.
Definisi
Higroma merupakan Moist Tumor dan anomaly dari system limpatik yang
ditandai dari single atau multiple kista pada soft tissue. Kebanyakan (sekitar 75
%) higroma kistik terdapat di daerah leher. Kelainan ini antara lain juga dapat
ditemukan di aksila, mediastinum dan region inguinalis.
20
Prevalensi
Belum banyak data yang menjelaskan,akan tetapi higroma kistik
dapat terjadi antara 1,7:10000 atau sekitar 0,83% kehamilan. Higroma
kistik ini dapat terjadi kira-kira 1% pada janin mulai dari usia kehamilan
9 minggu sampai 16 minggu. Kejadian padda bayi sekitar 50-65% dan
pada anak usia 2 tahun sekitar 80-90%.
Etiologi
Anyaman pembuluh limfe yang pertama kali terbentuk di sekitar
pembuluh vena mengalami dilatasi dan bergabung membentuk jala yang di daerah
tertentu akan berkembang menjadi sakus limfatikus. Pada embrio usia 2 bulan,
pembentukan sakus primitive telah sempurna. Bila hubungan saluran kea rah
sentral tidak terbentuk maka timbullah penimbunan cairan yang akhirnya
membentuk kista berisi cairan. Hal ini paling sering terjadi di daerah leher
(higroma kistik koli). Kelainan ini dapat meluas ke segala arah seperti ke jaringan
sublingualis di mulut. Higroma kistik dapat terjadi akibat beberapa factor antara
lain:
1. Infeksi
Dapat disebabkan oleh infeksi karena virus selama masa kehamilan dan
penyalahgunaan zat, obat-obatan dan alkohol. Infeksi pavovirus
merupakan yang paling sering terjadi. Ketika virus menginfeksi ibu, maka
21
virus akan masuk ke dalam tubuh dan menyerang ke plasenta dan dapat
menyebabkan higroma pada janin.
2. Faktor genetik
B. Limfadenitis TB
Bakteria dapat masuk melalui makan ke rongga mulut dan melalui tonsil
mencapai kelenjar limf di leher, sering tanpa tanda tbc paru. Kelenjar yang sakit
akan membengkak, dan mungkin sedikit nyeri. Mungkin secara berangsur
kelenjar didekatnya satu demi satu terkena radang yang khas dan dingin ini.
Disamping itu dapat terjadi juga perilimfadenitis sehingga beberapa kelenjar
melekat satu sama lain membentuk suatu massa. Bila mengenai kulit dapat
meradang, merah, bengkak, mungkin sedikit nyeri. Kulit akhirnya menipis dan
jebol, mengeluarkan bahan seperti keju. Tukak yang terbentuk berwarna pucat
dengan tepi membiru, disertai sekret yang jernih. Tukak kronik itu dapat sembuh
dan meninggalkan jaringan parut yang tipis atau berbinti-bintil. Suatu saat tukak
meradang lagi dan mengeluarkan bahan seperti keju lagi, demikian berulang-
ulang, kulit seperti ini disebut skrofuloderma.
22
Gambar 8. Limfadenitis TB
1. OTOT – TORTIKOLIS
Terjadi karena trauma persalinan pada kepala letak sungsang. Bila
dilakukan traksi pada kepala untuk melahirkan anak dapat terjadi cedera m.
sternokleidomastoideus yang menimbulkan hematome sehingga terjadi
pemendekan otot akibat fibrosis. Dapat juga terjadi akibat tumor pada
m.sternokleidomastoideus. Gambaran klinik dapat dijumpai kepala yang miring
karena m. steronokleidomastoideus memendek, dan teraba seperti tali yang kaku.
Bila dibiarkan maka akan menjadi asimetris, tulang belakang akan scoliosis untuk
mengimbangi miringnya vertebra secara servikalis, dan tengkorak pun akan
asimetris.
23
2. VASKULAR – HEMANGIOMA
Definisi
Hemangioma adalah proliferasi dari pembuluh darah yang tidak normal dan dapat
terjadi pada setiap jaringan pembuluh darah. Hemangioma merupakan tumor
vaskular jinak terlazim pada bayi dan anak. Meskipun tidak menutup
kemungkinan dapat terjadi pada orang tua, contohnya adalah cherry hemangioma
atau angioma senilis yang biasanya jinak, kecil, red-purple papule pada kulit
orangtua.
Etiologi
Penyebab hemangioma sampai saat ini masih belum jelas. Angiogenesis
sepertinya memiliki peranan dalam kelebihan pembuluh darah. Cytokines, seperti
basic fibroblast growth factor (bFGF) dan vascular endothelial growth factor
24
(VEGF), mempunyai peranan dalam proses angiogenesis. Peningkatan faktor-
faktor pembentukan angiogenesis seperti penurunan kadar angiogenesis inhibitors
misalnya gamma-interferon, tumor necrosis faktor–beta, dan transforming growth
faktor–beta berperan dalam etiologi terjadinya hemangioma.
Patofisiologi
Meskipun mekanisme yang jelas mengenai kontrol dari pertumbuhan dan involusi
hemangioma tidak begitu dimengerti, pengetahuan mengenai pertumbuhan dari
pembuluh darah yang normal dan proses angiogenesis dapat dijadikan petunjuk
Vaskulogenesis menunjukkan suatu proses dimana prekursor sel endotel
meningkatkan pembentukan pembuluh darah, mengingat angiogenesis
berhubungan dengan perkembangan dari pembuluh darah baru yang ada dalam
sistem vaskular tubuh. Selama fase proliferasi, hemangioma mengubah kepadatan
dari sel-sel endotel dari kapiler-kapiler kecil. Sel marker dari angiogenesis,
termasuk proliferasi dari antigen inti sel, collagenase tipe IV, basic fibroblastic
growth factor, vascular endothelial growth factor, urokinase, dan E-selectin, dapat
dikenali oleh analisis imunokimiawi.
Klasifikasi
Pada dasarnya hemangioma dibagi menjadi dua yaitu hemangioma kapiler dan
hemangioma kavernosum. Hemangioma kapiler (superfisial hemangioma) terjadi
pada kulit bagian atas sedangkan hemangioma kavernosum terjadi pada kulit yang
lebih dalam, biasanya pada bagian dermis dan subkutis. Pada beberapa kasus
kedua jenis hemangioma ini dapat terjadi bersamaan atau disebut hemangioma
campuran.
Manifestasi klinik
Gambaran klinik dari hemangioma adalah heterogen, gambaran yang ditunjukkan
tergantung kedalaman, lokasi, dan derajat dari evolusi. Pada bayi baru lahir,
25
hemangioma dimulai dengan makula pucat dengan teleangiektasis. Sejalan
dengan perkembangan proliferasi tumor gambarannya menjadi merah menyala,
mulai menonjol, dan noncompressible plaque. Hemangioma yang terletak didalam
kulit biasanya lunak, massa yang terasa hangat dengan warna kebiruan. Sering
kali, hemangioma bisa berada di superfisial dan didalam kulit. Hemangiomas
memiliki diameter beberapa millimeter sampai beberapa sentimeter. Hemangioma
bersifat solid, tapi sekitar 20% mempunyai pengaruh pada bayi dengan lesi yang
multiple.
Bayi perempuan mempunyai risiko tiga kali lebih besar untuk menderita
hemangioma dibanding bayi laki-laki, dan insidensi meningkat pada bayi
premature. Kurang lebih 55% hemangioma ditemukan pada saat lahir, dan
perkembangannya pada saat minggu pertama kehidupan. Dulunya, hemangioma
menunjukkan fase proliferasi awal, involusinya lambat, dan kebanyakan terjadi
resolusi yang komplit. Jarang sekali hemangioma menunjukkan pertumbuhan
tumor pada saat lahir. Walaupun perjalanan penyakit dari hemangioma sudah
diketahui, sangat sulit untuk memprediksi durasi dari pertumbuhan dan fase
involusi untuk setiap individu. Superfisial hemangioma biasanya mencapai ukuran
yang maksimal sekitar 6-8 bulan, tapi hemangioma yang lebih dalam mungkin
berproliferasi untuk 12-14 bulan. Pada beberapa kasus dapat mencapai 2 tahun.
Onset dari involusi lebih susah untuk diprediksi tapi biasanya digambarkan dari
perubahan warna dari merah menyala ke ungu atau keabu-abuan. Kira-kira 20-
40% dari pasien mempunyai sisa perubahan dari kulit, hemangioma pada ujung
hidung, bibir, dan daerah parotis biasanya involusinya lambat dan sangat besar,
hemangioma superficial pada muka sering meninggalkan noda berupa sikatriks.
Gambaran klinis umum ialah adanya bercak merah yang timbul sejak lahir atau
beberapa saat setelah lahir, pertumbuhannya relatif cepat dalam beberapa minggu
atau beberapa bulan; warnanya merah terang bila jenis strawberry atau biru bila
jenis kavernosa. Bila besar maksimum sudah tercapai, biasanya pada umur 9-12
bulan,warnanya menjadi merah gelap.
Diagnosis
26
Secara klinis diagnosis hemangioma tidak sukar, terutama jika gambaran lesinya
khas, tapi pada beberapa kasus diagnosis hemangioma dapat menjadi susah untuk
ditegakkan, terutama pada hemangioma yang letaknya lebih dalam.
Diagnosis hemangioma selain dengan gejala klinis, juga dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan penunjang lain. Penggunaan teknik pencitraan membantu dalam
membedakan kelainan pembuluh darah dari beberapa proses neoplasma yang
agresif. Ultrasonografi dengan Doppler merupakan cara yang efektif, karena tidak
bersifat invasive dan dapat menunjukkan gambaran aliran darah yang tinggi yang
merupakan karakteristik dari hemangioma, demikian dapat membedakan antara
hemangioma dengan tumor solid.
Pada penggunaan X-ray, hemangioma jenis kapiler, X-ray jarang digunakan
karena tidak dapat menggambarkan massa yang lunak sedangkan pada
hemangioma yang kavernosum biasanya dapat terlihat karena terdapat area
kalsifikasi. Kalsifikasi ini terjadi karena pembekuan pada cavitas cavernosum
(phleboliths). Isotop scan pada hemangioma kapiler dapat menunjukkan
peningkatan konsistensi dengan peningkatan suplai darah, tapi cara ini jarang
digunakan. Angiografi menunjukkan baik tidaknya pembuluh darah juga untuk
mengetahui pembesaran hemangioma karena neo-vaskularisasi. Magnetic
Resonance Imaging (MRI) menunjukkan karakteristik internal dari suatu
hemangioma dan lebih jelas membedakan dari otot-otot yang ada disekitarnya.
Komplikasi
1. Perdarahan
Komplikasi ini paling sering terjadi dibandingkan dengan komplikasi lainnya.
Penyebabnya ialah trauma dari luar atau ruptur spontan dinding pembuluh
darah karena tipisnya kulit di atas permukaan hemangioma, sedangkan
pembuluh darah di bawahnya terus tumbuh.
2. Ulkus
27
Ulkus menimbulkan rasa nyeri dan meningkatkan risiko infeksi, perdarahan,
dan sikatriks. Ulkus merupakan hasil dari nekrosis. Ulkus dapat juga terjadi
akibat rupture
3. Trombositopenia
Jarang terjadi, biasanya pada hemangioma yang berukuran besar. Dahulu
dikira bahwa trombositopenia disebabkan oleh limpa yang hiperaktif.
Ternyata kemudian bahwa dalam jaringan hemangioma terdapat pengumpulan
trombosit yang mengalami sekuesterisasi.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding ialah terhadap tumor kulit lainnya, yaitu limfangioma,
higroma, lipoma, dan neurofibroma.
Penanganan
Ada 2 cara pengobatan :
1. Cara konservatif
Pada perjalanan alamiahnya lesi hemangioma akan mengalami pembesaran
dalam bulan-bulan pertama, kemudian mencapai besar maksimum dan
sesudah itu terjadi regresi spontan sekitar umur 12 bulan, lesi terus
mengadakan regresi sampai umur 5 tahun.
2. Cara aktif
2.1 Indikasi Pembedahan:
1. Terdapat tanda-tanda pertumbuhan yang terlalu cepat, misalnya dalam
beberapa minggu lesi menjadi 3-4 kali lebih besar.
2. Hemangioma raksasa dengan trombositopenia.
3. Tidak ada regresi spontan, misalnya tidak terjadi pengecilan sesudah 6-
7tahun.
Lesi yang terletak pada wajah, leher, tangan atau vulva yang tumbuh
cepat, mungkin memerlukan eksisi local untuk mengendalikannya.
28
2.2. Radiasi
Pengobatan radiasi pada tahun-tahun terakhir ini sudah banyak ditinggalkan
karena :
1. Penyinaran berakibat kurang baik pada anak-anak yang pertumbuhan
tulangnya masih sangat aktif.
2. Komplikasi berupa keganasan yang terjadi pada jangka waktu lama.
3. Menimbulkan fibrosis pada kulit yang masih sehat yang akan
menyulitkan bila diperlukan suatu tindakan.
Walaupun radiasi digunakan secara luas dalam masa lampau untuk mengobati
hemangioma, pada saat ini jarang digunakan karena komplikasi jangka lama
terapi radiasi, serta fakta bahwa kebanyakan hemangioma kapiler akan
beregresi.
2.3. Kortikosteroid
Kriteria pengobatan dengan kortikosteroid ialah :
1. Apabila melibatkan salah satu struktur yang vital.
2. Tumbuh dengan cepat dan mengadakan destruksi kosmetik.
3. Secara mekanik mengadakan obstruksi salah satu orifisium.
4. Adanya banyak perdarahan dengan atau tanpa trombositopenia.
5. Menyebabkan dekompensasio kardiovaskular.
Kortikosteroid yang dipakai ialah antara lain prednison yang mengakibatkan
hemangioma mengadakan regresi, yaitu untuk bentuk strawberry,
kavernosum, dan campuran. Dosisnya per oral 20-30 mg perhari selama 2-3
minggu dan perlahan-lahan diturunkan, lama pengobatan sampai 3 bulan.
Terapi dengan kortikosteroid dalam dosis besar kadang-kadang akan
menimbulkan regresi pada lesi yang tumbuh cepat.
29
Akan tetapi cara ini sering tidak disukai karena rasa nyeri dan menimbulkan
sikatriks.
2.5 Elektrokoagulasi
Cara ini dipakai untuk spider angioma untuk desikasi sentral arterinya, juga
untuk hemangioma senilis dan granuloma piogenik.
Prognosis
Pada umumnya prognosis bergantung pada letak tumor, komplikasi serta
penanganan yang baik.
Patofisiologi
Duktus yang menandai jaringan bakal tiroid akan bermigrasi dari foramen
sekum di pangkal lidah ke daerah di ventral laring dan mengalami obliterasi.
Obliterasi yang tidak lengkap akan membentuk kista. Kista terletak di garis
tengah, di cranial atau kaudal dari os. Hyoid. Bila terletak di bagian depan tulang
rawan dari os. Hyoid mungkin tergeser sedikit ke paramedian. Jika di tarik kearah
kaudal, umumnya teraba atau terlihat sisa duktus berupa tali halus di subkutis.
Gejala Klinik
Keluhan yang sering terjadi adalah adanya benjolan di garis tengah leher,
dapat di atas atau di bawah tulang hioid. Benjolan membesar dan tidak
menimbulkan rasa tertekan di tempat timbulnya kista. Konsistensi massa teraba
kistik, berbatas tegas, bulat, mudah digerakkan, tidak nyeri, warna sama dengan
kulit sekitarnya dan bergerak saat menelan atau menjulurkan lidah. Diameter kista
berkisar antara 2-4 cm, kadang-kadang lebih besar. Bila terinfeksi, benjolan akan
30
terasa nyeri. Pasien mengeluh nyeri saat menelan dan kulit di atasnya berwarna
merah.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinik; yang harus dipikirkan
pada setiap benjolan di garis tengah leher dilakukan foto Rontgen.
Tatalaksana
Kelainan ini ditangani dengan ekstripasi seluruh kista dan duktus.
Biasanya os hyoid harus dibelah dulu karena duktus sering menembus os. Hyoid.
Kista harus diekstripasi dengan seluruh sisa duktus sampai ke foramen sekum.
Jika ada sisa duktus tertinggal, akan terbentuk fistel di luka operasi setelah
beberapa waktu.
2. KISTA DERMOID
Kista ini merupakan kelainan bawaan yang timbul di daerah fusi
embrional kulit. Di daerah leher juga dapat ditemukan kista dermoid seperti di
daerah kepala. Kista ini umumnya kecil saja, dan biasanya terdapat di sekitar garis
tengah. Kista teraba kenyal, berisi cairan seperti minyak, dan mungkin
mengandung unsur adneksa kulit seperti rambut. Kista ini bebas dari kulit di
atasnya.
Tatalaksana
Penanganan daripada kista dermoid ini berupa ekstirpasi.
31
disebut pungtata. Isi kista adalah bubur eksudat berwarna putih abu-abu yang
berbau asam.
Tatalaksana
Penanganan dari kista ini berupa eksisi. Patut diingat bahwa bila sebagian
dinding kista tertinggal pada eksisi, kista akan kambuh. Bila kista menjadi abses
karena infeksi sekunder, dilakukan incise dan penyinaran.
4. LIPOMA
Lipoma adalah tumor jinak jaringan lemak yang berada di bawah kulit
yang tumbuh lambat, berbentuk lobul masa lunak yang dilapisi oleh pseudokapsul
tipis berupa jaringan fibrosa.
Etiologi
Penyebab lipoma belum diketahui dengan pasti, akan tetapi ada kecenderungan
lipoma dapat diturunkan. Beberapa jenis lipoma dapat terjadi akibat trauma
tumpul. Orang yang gemuk tidak meningkatkan kemungkinan terjadinya lipoma.
Gejala Klinis
Lipoma bersifat lunak pada perabaan, dapat digerakkan, dan tidak nyeri.
Pertumbuhannya sangat lambat dan jarang sekali menjadi ganas. Lipoma
kebanyakan berukuran kecil, namun dapat tumbuh hingga mencapai lebih dari
diameter 6 cm.
32
Suatu lipoma sangat jarang berubah menjadi suatu keganasan, misalnya
suatu liposarkoma. Liposarkoma praktis tidak pernah timbul dari suatu lipoma.
Pemeriksaan Fisik
Diagnosis lipoma bisa ditegakkan dari anamnesa dan gambaran klinis atau dari
fine needle biopsy
Penatalaksanaan
Pada dasarnya lipoma tidak perlu dilakukan tindakan apapun, kecuali bila
berkembang menjadi nyeri dan mengganggu pergerakan. Biasanya seseorang
menjalani operasi bedah untuk alasan kosmetik.
1. Konservatif
Mesoterapi
Mesoterapi adalah terapi dengan injeksi NSAIDS, enzim dan hormon.
Namun sekarang yang sering digunakan adalah lecithin (phosphatidylcholine
isoproterenol) yang mempunyai efek lipolitik.
2. Operatif
Simple surgical excision
Insisi dilakukan pada kulit hingga ke pseudokapsul lipoma, kemudian masa
direseksi. Setelah pendarahan dihentikan, dijahit dengan absorbable suture
setelah itu luka ditutup (pressure dressing) selama 24 jam untuk mencegah
terjadinya hematoma atau seroma
33
Insisi selebar ¼ diameter lipoma dilakukan dan bagian tepi lipoma ditekan
supaya massa tersebut keluar. Kemudian dilakukan diseksi dan kuret
Liposuction
Teknik yang bagus untuk angiolipoma, adiposis dolorosa dan sindroma
Madelung. Kebaikan teknik ini adalah berkurangnya masa operasi dan insisi
lebih kecil.
Teknik Operasi
Adenoma tiroid merupakan neoplasma jinak yang berasal dari epitel folikel
kelenjar tiroid. Tumor tiroid jinak apabila pada makroskopisnya tampak single
nodul, solid, berkapsul, dengan perbedaan warna dengan jaringan normal
sekitarnya. Ciri adenoma tiroid mikroskopisnya tampak proliferasi folikel seperti
folikel normal tiroid, berisi koloid, dilapisi sel epitel kubis, mempunyai kapsul
34
dan adanya tanda kompresi jaringan normal diluar tubuh. Tidak ada tanda
anaplasia
Diameter adenoma tiroid folikuler rata-rata 3 cm, dapat lebih kecil atau
lebih besar hingga mencapai diameter 10 cm. Karakteristik adenoma tiroid
biasanya soliter, bundar, dan lesi dibungkus kapsul yang memisahkannya dari
jaringan parenkim disekitarnya. Berwarna abu-abu keputihan sampai merah
kecoklatan, bergantung struktur sel adenoma dan kandungan koloidnya.
Gejala Klinis
Berdasarkan gejala dari fungsi kelenjar tiroid, adenoma tiroid dibagi menjadi dua:
35
Tatalaksana
Hampir seluruh pasien dengan adenoma tiroid hanya memerlukan
observasi. Akan tetapi, beberapa pasien memilih untuk dilakukan pembedahan.
Pengawasan yang teratur dilakukan untuk memantau perkembangan ukuran nodul
dan gejala. Bila nodul bertambah besar dilakukan pemeriksaan USG ulang atau
biopsi aspirasi jarum.
36
DAFTAR PUSTAKA
1. George, Adam L,. Boise R Lawrence, And Hilder A. Peter. 2010. Boiese
Buku Ajar Penyakit THT. Alih bahasa oleh Caroline Wijaya, Jakarta :
EGC.
2. Sabiston, David C. Textbook of Surgery. Elseveir. Philadelphia. 2012
3. Sjamsuhidajat. R, Wim De Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah ed. 2.
Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.
4. Sjamsuhidajat. R, Wim De Jong. 2014. Buku Ajar Ilmu Bedah ed. 3.
Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.
5. Schwartz. Principle of Surgery. 9ed. Mc-Graw Hill. US. 2010
6. Soepardi, Efiaty Arsyad dkk, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher edisi 5. 2006. FK UI
37