Anda di halaman 1dari 10

PERANAN KOMISARIS INDEPENDEN DALAM

MEWUJUDKAN TATA KELOLA


PERUSAHAAN YANG BAIK (GOOD
CORPORATE GOVERNANCE) PADA
PERSEROAN TERBATAS

BAB I
PENDAHULUAN

Saat ini pemerintah Indonesia mengharuskan penerapant Tata Kelola


Perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) pada perusahaan-perusahaan,
terutama perusahaan yang telah go public yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia
(BEI) dalam rangka perbaikan dan peningkatan ekonomi. Dengan Good Corporate
Governance (GCG) diharapkan dapat meningkatkan keberhasilan usaha dan
akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka
panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan
peraturan perundangan dan nilai-nilai etika yang berlaku. Menurut Susiana dan
Arleen Herawaty (2007), elemen-elemen yang terkandung dalam pengukuran
mekanisme corporate governance adalah:
1. Persentase saham yang dimiliki oleh institusi
2. Persentase saham yang dimiliki oleh manajemen
3. Keberadaan komite audit dalam perusahaan
4. Keberadaan komisaris independen dalam perusahaan
Hal ini didukung dengan adanya Peraturan Bapepam No. I-A tentang Ketentuan
Umum Pencatatan Efek bersifat ekuitas di bursa huruf C-1, dimana dalam rangka
penyelenggaraan pengelolaan yang baik (good corporate governance). Perusahaan
tercatat wajib memiliki:

1
1. Komisaris independen yang jumlahnya secara proporsional sebanding dengan
jumlah saham yang dimiliki oleh bukan Pemegang Saham Pengendali dengan
ketentuan jumlah Komisaris Independen sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh
persen) dari jumlah seluruh komisaris.
2. Komite Audit.
3. Sekretaris perusahaan.
Oleh karena itu, dalam mengelola perusahaan menurut kaedah-kaedah umum GCG,
peran Komisaris Independen sangat diperlukan. Komisaris Independen dapat
berfungsi untuk mengawasi jalannya perusahaan dengan memastikan bahwa
perusahaan tersebut telah melakukan praktek-praktek transparansi, disclosure,
kemandirian, akuntabilitas dan praktek keadilan menurut ketentuan yang berlaku di
suatu sitem perekonomian (negara) (Adityawan Chandra, 2006).
Komisaris Independen yang capable dan efektif di perusahaan publik merupakan
salah satu pendorong implementasi Good Corporate Governance (GCG) (Effendi,
2008). Sebelum diberlakukan ketentuan tentang komisaris independen, tidak ada
pihak yang bertanggungjawab yang mewakili pemegang saham minoritas dalam
forum Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) maupun rapat Direksi (Board of
Directors) & komisaris (Board of Commissioner) perusahaan publik (Effendi, 2008).
Oleh karena itu, makalah ini membahas tentang peranan komisaris independen dalam
pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG).

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance)


Menurut Griffin (2002) pengertian corporate governance adalah : “The
roles of shareholders, directors and other managers in corporate decision making”
(Susiana dan Arleen Herawaty, 2007). Pengertian GCG menurut Bank Dunia
(World Bank) adalah kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib
dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja
secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang
berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara
keseluruhan. Lembaga Corporate Governance di Malaysia yaitu Finance
Committee on Corporate Governance (FCCG) mendifinisikan corporate
governance sebagai proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan
mengelola bisnis dan aktivitas perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan
bisnis dan akuntabilitas perusahaan (Effendi, 2008).
Berdasarkan Pasal 1 Surat Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-
MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang penerapan GCG pada BUMN,
disebutkan bahwa Corporate governance adalah suatu proses dan struktur yang
digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan
akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka
panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya,
berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika. Secara singkat GCG
dapat diartikan sebagai seperangkat sistem yang mengatur dan mengendalikan
perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) bagi stakeholders
9Effendi, 2008).
Menurut FCGI dalam publikasi yang pertamanya mempergunakan
definisi Cadbury Committee, Good Corporate Governance yaitu: “seperangkat
peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus

3
(pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para
pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak
dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan.” Disamping itu FCGI juga menjelaskan, bahwa
tujuan dari Corporate Governance adalah “untuk menciptakan nilai tambah bagi
semua pihak yang berkepentingan (stakeholders).” Secara lebih rinci, terminologi
Corporate Governance dapat dipergunakan untuk menjelaskan peranan dan
perilaku dari Dewan Direksi, Dewan Komisaris, pengurus (pengelola)
perusahaan, dan para pemegang saham.
Prinsip-prinsip GCG sesuai pasal 3 Surat Keputusan Menteri BUMN
No. 117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang penerapan GCG pada
BUMN sebagai berikut :
1. Transparansi (transparency) : keterbukaan dalam melaksanakan proses
pengambilan keputusan dan mengemukakan informasi materil yang relevan
mengenai perusahaan.
2. Pengungkapan (disclosure) : penyajian informasi kepada stakeholders, baik
diminta maupun tidak diminta, mengenai hal-hal yang berkenaan dengan
kinerja operasional, keuangan, dan resiko usaha perusahaan.
3. Kemandirian (independence) : suatu keadaan dimana perusahaan dikelola
secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari
pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
4. Akuntabilitas (accountability) : kejelasan fungsi, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban Manajemen perusa-haan sehingga pengelolaan
perusahaan terlaksana secara efektif dan ekonomis.
5. Pertanggungjawaban (responsibility) : kesesuaian dalam pengelolaan
perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

4
6. Kewajaran (fairness) : keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak
stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

B. Peranan Dewan Komisaris Independen

Dewan Komisaris memegang peranan yang sangat penting dalam


perusahaan, terutama dalam pelaksanaan Good Corporate Governance. Menurut
Egon Zehnder, Dewan Komisaris – merupakan inti dari Corporate Governance –
yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi
manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya
akuntabilitas. Pada intinya, Dewan Komisaris merupakan suatu mekanisme
mengawasi dan mekanisme untuk memberikan petunjuk dan arahan pada
pengelola perusahaan. Mengingat manajemen yang bertanggungjawab untuk
meningkatkan efisiensi dan daya saing perusahaan – sedangkan Dewan Komisaris
bertanggungjawab untuk mengawasi manajemen – maka Dewan Komisaris
merupakan pusat ketahanan dan kesuksesan perusahaan (Egon Zehnder
International dalam FCGI, 2006).
Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT), yaitu Pasal 97
UUPT, Komisaris bertugas mengawasi kebijaksanaan Direksi dalam menjalankan
perusahaan serta memberikan nasihat kepada Direksi. Lebih lanjut Pasal 98
UUPT menegaskan, bahwa Komisaris wajib dengan itikad baik dan penuh
tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan perseroan.
Disamping itu UUPT juga menetapkan, bahwa orang yang dapat
diangkat sebagai anggota Dewan Komisaris adalah orang perseorangan yang
mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit, atau
orang yang pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan
keuangan negara dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya sebagai
anggota Dewan Komisaris.

5
Pada prinsipnya, komisaris bertanggung jawab dan berwenang untuk
mengawasi kebijakan dan tindakan direksi, dan memberikan nasehat kepada
direksi jika diperlukan. Untuk membantu komisaris dalam menjalankan tugasnya,
berdasarkan prosedur yang ditetapkan sendiri, maka seorang komisaris dapat
meminta nasehat dari pihak ketiga dan atau membentuk komite khusus. Setiap
anggota komisaris harus berwatak amanah dan mempunyai pengalaman dan
kecakapan yang diperlukan untuk menjalankan tugasnya (Effendi, 2008).
Keberadaan Komisaris Independen telah diatur Bursa Efek Indonesia
melalui peraturan BEI tanggal 1 Juli 2000 mengenai beberapa kriteria tentang
Komisaris Independen adalah sebagai berikut:
1. Komisaris Independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan pemegang
saham mayoritas atau pemegang saham pengendali (controlling shareholders)
Perusahaan Tercatat yang bersangkutan;
2. Komisaris Independen tidak memiliki hubungan dengan direktur dan/atau
komisaris lainnya Perusahaan Tercatat yang bersangkutan;
3. Komisaris Independen tidak memiliki kedudukan rangkap pada perusahaan
lainnya yang terafiliasi dengan Perusahaan Tercatat yang bersangkutan;
4. Komisaris Independen harus mengerti peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal;
5. Komisaris Independen diusulkan dan dipilih oleh pemegang saham minoritas
yang bukan merupakan pemegang saham pengendali (bukan controlling
shareholders) dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Beberapa persyaratan bagi komisaris independen antara lain melarang
adanya hubungan terafiliasi baik dengan pemegang saham pengendali, direktur
atau komisaris lainnya, bekerja rangkap dengan perusahaan terafiliasi dan
memahami peraturan per-undang- undangan di bidang Pasar Modal. Hal ini
menunjukkan bahwa eksistensi komisaris independen dapat menjadi
penyeimbang dalam pengawasan perusahaan publik (Effendi, 2008). Komite
Nasional Good Corporate Governance (KNGCG) juga telah mengeluarkan

6
pedoman tentang komisaris independen yang ada di perusahaan publik. Selain itu,
Indonesian Society of Independent Commissioner (ISICOM) atau Paguyuban
Komisaris Independen Indonesia beberapa waktu yang lalu juga telah
meluncurkan Pedoman Komisaris Independen dan diharapkan dapat menjadi
acuan bagi para Komisaris Independen di BUMN maupun perusahaan publik
(Effendi, 2008).

C. Implementasi Keberadaan Dewan Komisaris Independen Di Indonesia

Berdasarkan informasi pihak otoritas Bursa sampai dengan awal tahun


2008 dari 272 perusahaan tercatat, ternyata baru 86% (240 emiten) yang telah
memiliki komisaris independen dan sisanya masih terdapat 32 (14%) emiten
belum memiliki komisaris Independen . Bank Indonesia (BI) telah melakukan uji
coba penerapan GCG pada periode September 2007 terhadap 101 bank di
Indonesia (termasuk kantor cabang bank asing) ternyata hasilnya hanya 30,7%
yang memenuhi ketentuan lima pasal utama. Salah satu penyebab belum
terpenuhinya GCG, adalah sebanyak 53,5% bank ternyata belum memiliki
komisaris independen (Effendi, 2008).
Menurut pengamatan Muhammad Arief Effendi, dalam praktek di
berbagai perusahaan di Indonesia, ternyata terdapat kecenderungan komisaris
seringkali melakukan intervensi kepada direksi dalam menjalankan tugasnya. Di
pihak lain biasanya kedudukan direksi terlalu kuat, bahkan terdapat beberapa
direksi perusahaan publik yang enggan membagi wewenang, serta tidak
memberikan informasi yang cukup kepada komisaris, terutama komisaris
independen.
Keaktifan Dewan Komisaris juga tergantung dari lingkungan yang
diciptakan oleh perusahaan yang bersangkutan. Di Indonesia, seringkali anggota
Dewan Komisaris tidak menjalankan tugasnya sebagai pengawas Dewan Direksi
sehingga Dewan Komisaris dianggap tidak bermanfaat dan keberadaannya hanya

7
dianggap sebagai beban tambahan bagi peruasahaan. Kepemilikan saham yang
terpusat dalam satu kelompok atau satu keluarga, dapat menjadi salah satu
penyebab lemahnya posisi Dewan Komisaris, karena pengangkatan posisi
anggota Dewan Komisaris diberikan sebagai rasa penghargaan semata maupun
berdasarkan hubungan keluarga atau kenalan dekat. Di Indonesia, mantan pejabat
pemerintahan ataupun yang masih aktif, biasanya diangkat sebagai anggota
Dewan Komisaris suatu perusahaan dengan tujuan agar mempunyai akses ke
instansi pemerintah yang bersangkutan. Dalam hal ini integritas dan kemampuan
Dewan Komisaris seringkali menjadi kurang penting. Pada gilirannya
independensi Dewan Komisaris menjadi sangat diragukan karena hubungan
khususnya dengan pemegang saham mayoritas ataupun hubungannya dengan
Dewan Direksi ditambah kurangnya integritas serta kemampuan Dewan
Komisaris (Herwidayatmo, 2000 dalam FCGI).
Seperti diketahui, masalah independensi (independency) dan kapabilitas
(capability) komisaris independen merupakan hal yang sifatnya sangat
fundamental. Oleh karena itu persyaratan untuk dapat diangkat sebagai komisaris
independen seharusnya sangat ketat, antara lain memiliki integritas dan
kompetensi yang memadai.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Keberadaan Dewan Komisaris Independen yang sesuai peraturan yang


berlaku pada perusahaan dapat membantu meningkatkan kinerja direksi dan
manajemen yang akan berakibat pada peningkatan kualitas kebijakan-kebijakan
yang dihasilkan. Dewan Komisaris Independen itu sendiri merupakan elemen
penting dalam penerapan Good Corporate Governance (GCG) sehingga dapat
sebagai value added bagi perusahaan di mata para share holder dan stake holder
sehingga orang-orang yang berada pada Dewan Komisaris Independen haruslah
orang yang berkompetensi dan bertanggungjawab.
Tetapi penerapan Dewan Komisaris Independen pada Perusahaan-
perusahaan di Indonesia belum maksimal. Kalaupun ada, fungsinya terbatas dan
ke-independenan-nya masih dipertanyakan karena masih adanya praktik Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
B. Saran
 Pihak otoritas bursa dan Bapepam-LK agar memonitor dan mengawasi secara
periodik kinerja komisaris independen di perusahaan publik.
 Seharusnya pihak otoritas bursa dan BI memberikan sanksi yang tegas kepada
perusahaan / bank yang belum mengangkat komisaris independen sesuai
ketentuan yang berlaku. Hal ini penting, agar perusahaan publik termasuk
perbankan tidak hanya memenuhi kepentingan pihak pemegang saham
mayoritas saja.
 Eksistensi komisaris independen di perusahaan publik termasuk perbankan
seharusnya bukan hanya sekedar pelengkap saja, tetapi diharapkan sebagai
wujud implementasi GCG. Mengingat pentingnya peran komisaris
independen dalam mewujudkan GCG.

9
DAFTAR PUSTAKA

http://businessenvironment.wordpress.com/2006/10/18/perlunya-komisaris-
independen-dalam-mewujudkan-good-coporate-governance-di-korporasi/;

http://businessenvironment.wordpress.com/2006/10/18/prinsip-prinsip-dalam-
merancang-kebijakan-good-governance-dalam-suatu-organisasi/;

http://businessenvironment.wordpress.com/2007/04/30/membangun-tatakelola-
perusahaan-menurut-prinsip-prinsip-gcg/;

http://www.cic-fcgi.org/news/files/FCGI_Booklet_II.pdf;

http://www.indomedia.com/bpost/042006/15/opini/opini1.htm;

http://info.stieperbanas.ac.id/pdf/AUEP/AUEP09.pdf?
PHPSESSID=fc514b92d6d893e2bdbbba3f887778c8;

http://www.kpk.go.id/modules/news/article.php?storyid=2474;

http://muhariefeffendi.wordpress.com/2008/06/06/komisaris-independen-bukan-
sekadar-pelengkap/;

http://www.reindo.co.id/reinfokus/edisi24/peranan.htm;

http://64.203.71.11/kompas-cetak/0404/15/ekonomi/970822.htm.

10

Anda mungkin juga menyukai