Perusahaan
Perusahaan
BAB I
PENDAHULUAN
1
1. Komisaris independen yang jumlahnya secara proporsional sebanding dengan
jumlah saham yang dimiliki oleh bukan Pemegang Saham Pengendali dengan
ketentuan jumlah Komisaris Independen sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh
persen) dari jumlah seluruh komisaris.
2. Komite Audit.
3. Sekretaris perusahaan.
Oleh karena itu, dalam mengelola perusahaan menurut kaedah-kaedah umum GCG,
peran Komisaris Independen sangat diperlukan. Komisaris Independen dapat
berfungsi untuk mengawasi jalannya perusahaan dengan memastikan bahwa
perusahaan tersebut telah melakukan praktek-praktek transparansi, disclosure,
kemandirian, akuntabilitas dan praktek keadilan menurut ketentuan yang berlaku di
suatu sitem perekonomian (negara) (Adityawan Chandra, 2006).
Komisaris Independen yang capable dan efektif di perusahaan publik merupakan
salah satu pendorong implementasi Good Corporate Governance (GCG) (Effendi,
2008). Sebelum diberlakukan ketentuan tentang komisaris independen, tidak ada
pihak yang bertanggungjawab yang mewakili pemegang saham minoritas dalam
forum Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) maupun rapat Direksi (Board of
Directors) & komisaris (Board of Commissioner) perusahaan publik (Effendi, 2008).
Oleh karena itu, makalah ini membahas tentang peranan komisaris independen dalam
pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG).
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
(pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para
pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak
dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan.” Disamping itu FCGI juga menjelaskan, bahwa
tujuan dari Corporate Governance adalah “untuk menciptakan nilai tambah bagi
semua pihak yang berkepentingan (stakeholders).” Secara lebih rinci, terminologi
Corporate Governance dapat dipergunakan untuk menjelaskan peranan dan
perilaku dari Dewan Direksi, Dewan Komisaris, pengurus (pengelola)
perusahaan, dan para pemegang saham.
Prinsip-prinsip GCG sesuai pasal 3 Surat Keputusan Menteri BUMN
No. 117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang penerapan GCG pada
BUMN sebagai berikut :
1. Transparansi (transparency) : keterbukaan dalam melaksanakan proses
pengambilan keputusan dan mengemukakan informasi materil yang relevan
mengenai perusahaan.
2. Pengungkapan (disclosure) : penyajian informasi kepada stakeholders, baik
diminta maupun tidak diminta, mengenai hal-hal yang berkenaan dengan
kinerja operasional, keuangan, dan resiko usaha perusahaan.
3. Kemandirian (independence) : suatu keadaan dimana perusahaan dikelola
secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari
pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
4. Akuntabilitas (accountability) : kejelasan fungsi, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban Manajemen perusa-haan sehingga pengelolaan
perusahaan terlaksana secara efektif dan ekonomis.
5. Pertanggungjawaban (responsibility) : kesesuaian dalam pengelolaan
perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
4
6. Kewajaran (fairness) : keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak
stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
5
Pada prinsipnya, komisaris bertanggung jawab dan berwenang untuk
mengawasi kebijakan dan tindakan direksi, dan memberikan nasehat kepada
direksi jika diperlukan. Untuk membantu komisaris dalam menjalankan tugasnya,
berdasarkan prosedur yang ditetapkan sendiri, maka seorang komisaris dapat
meminta nasehat dari pihak ketiga dan atau membentuk komite khusus. Setiap
anggota komisaris harus berwatak amanah dan mempunyai pengalaman dan
kecakapan yang diperlukan untuk menjalankan tugasnya (Effendi, 2008).
Keberadaan Komisaris Independen telah diatur Bursa Efek Indonesia
melalui peraturan BEI tanggal 1 Juli 2000 mengenai beberapa kriteria tentang
Komisaris Independen adalah sebagai berikut:
1. Komisaris Independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan pemegang
saham mayoritas atau pemegang saham pengendali (controlling shareholders)
Perusahaan Tercatat yang bersangkutan;
2. Komisaris Independen tidak memiliki hubungan dengan direktur dan/atau
komisaris lainnya Perusahaan Tercatat yang bersangkutan;
3. Komisaris Independen tidak memiliki kedudukan rangkap pada perusahaan
lainnya yang terafiliasi dengan Perusahaan Tercatat yang bersangkutan;
4. Komisaris Independen harus mengerti peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal;
5. Komisaris Independen diusulkan dan dipilih oleh pemegang saham minoritas
yang bukan merupakan pemegang saham pengendali (bukan controlling
shareholders) dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Beberapa persyaratan bagi komisaris independen antara lain melarang
adanya hubungan terafiliasi baik dengan pemegang saham pengendali, direktur
atau komisaris lainnya, bekerja rangkap dengan perusahaan terafiliasi dan
memahami peraturan per-undang- undangan di bidang Pasar Modal. Hal ini
menunjukkan bahwa eksistensi komisaris independen dapat menjadi
penyeimbang dalam pengawasan perusahaan publik (Effendi, 2008). Komite
Nasional Good Corporate Governance (KNGCG) juga telah mengeluarkan
6
pedoman tentang komisaris independen yang ada di perusahaan publik. Selain itu,
Indonesian Society of Independent Commissioner (ISICOM) atau Paguyuban
Komisaris Independen Indonesia beberapa waktu yang lalu juga telah
meluncurkan Pedoman Komisaris Independen dan diharapkan dapat menjadi
acuan bagi para Komisaris Independen di BUMN maupun perusahaan publik
(Effendi, 2008).
7
dianggap sebagai beban tambahan bagi peruasahaan. Kepemilikan saham yang
terpusat dalam satu kelompok atau satu keluarga, dapat menjadi salah satu
penyebab lemahnya posisi Dewan Komisaris, karena pengangkatan posisi
anggota Dewan Komisaris diberikan sebagai rasa penghargaan semata maupun
berdasarkan hubungan keluarga atau kenalan dekat. Di Indonesia, mantan pejabat
pemerintahan ataupun yang masih aktif, biasanya diangkat sebagai anggota
Dewan Komisaris suatu perusahaan dengan tujuan agar mempunyai akses ke
instansi pemerintah yang bersangkutan. Dalam hal ini integritas dan kemampuan
Dewan Komisaris seringkali menjadi kurang penting. Pada gilirannya
independensi Dewan Komisaris menjadi sangat diragukan karena hubungan
khususnya dengan pemegang saham mayoritas ataupun hubungannya dengan
Dewan Direksi ditambah kurangnya integritas serta kemampuan Dewan
Komisaris (Herwidayatmo, 2000 dalam FCGI).
Seperti diketahui, masalah independensi (independency) dan kapabilitas
(capability) komisaris independen merupakan hal yang sifatnya sangat
fundamental. Oleh karena itu persyaratan untuk dapat diangkat sebagai komisaris
independen seharusnya sangat ketat, antara lain memiliki integritas dan
kompetensi yang memadai.
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
9
DAFTAR PUSTAKA
http://businessenvironment.wordpress.com/2006/10/18/perlunya-komisaris-
independen-dalam-mewujudkan-good-coporate-governance-di-korporasi/;
http://businessenvironment.wordpress.com/2006/10/18/prinsip-prinsip-dalam-
merancang-kebijakan-good-governance-dalam-suatu-organisasi/;
http://businessenvironment.wordpress.com/2007/04/30/membangun-tatakelola-
perusahaan-menurut-prinsip-prinsip-gcg/;
http://www.cic-fcgi.org/news/files/FCGI_Booklet_II.pdf;
http://www.indomedia.com/bpost/042006/15/opini/opini1.htm;
http://info.stieperbanas.ac.id/pdf/AUEP/AUEP09.pdf?
PHPSESSID=fc514b92d6d893e2bdbbba3f887778c8;
http://www.kpk.go.id/modules/news/article.php?storyid=2474;
http://muhariefeffendi.wordpress.com/2008/06/06/komisaris-independen-bukan-
sekadar-pelengkap/;
http://www.reindo.co.id/reinfokus/edisi24/peranan.htm;
http://64.203.71.11/kompas-cetak/0404/15/ekonomi/970822.htm.
10