Anda di halaman 1dari 41

PROPOSAL

SEMINAR EVIDENCE BASED NURSING

PENGARUH HYPNOSIS FIVE FINGERS TERHADAP TINGKAT KECEMASAN

PASIEN PRE KATETERISASI JANTUNG


ANGGREK
RS PERTAMINA BALIKPAPAN

Disusun oleh :
1. Deyri Riyanda
2. Arida
3. Rhani
4. Nolivia
5. Yathe
6. Yuni
7. Desty
8. Ditya

PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


PERTAMEDIKA JAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kecemasan (ansietas) adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, berkaitan
dengan tidak pasti dan tidak berdaya. Kecemasan (ansietas) berbeda dengan rasa takut,
yang merupakan penilaian intelektual terhadap bahaya. kecemasan (anisietas) adalah
respon emosional terhadap penilaian tersebut (Stuart, 2006). Menurut Kliat dkk (2011)
Kecemasan (ansietas) adalah suatu perasaan was-was seakan sesuatu yang buruk akan
terjadi dan merasa tidak nyaman seakan ada ancaman yang disertai gejalagejala fisik
seperti jantung berdebar-debar, keringat dingin dan tangan gemetar.

Penyakit kardiovaskuler adalah penyakit yang disebabkan gangguan fungsi jantung dan
pembuluh darah. Ada banyak macam penyakit kardiovaskuler, namun yang paling
umum adalah penyakit jantung koroner dan gagal jantung dikarenakan sistem
kardiovaskuler mencakup jantung, sirkulasi, atau peredaran darah yang merupakan
bagian tubuh yang sangat penting karena merupakan pengatur dan yang menyalurkan
oksigen serta nutrisi ke seluruh tubuh (Ruhyanudin, 2007, hlm. 1). Menurut World
Health Organization (WHO) pada tahun 2013, angka kematian akibat penyakit jantung
dan pembuluh darah sebanyak 17,3 juta orang tiap tahun dan diperkirakan akan
meningkat hingga mencapai angka 23,6 juta jiwa pada tahun 2030.

Penyakit kardiovaskuler terutama penyakit jantung koroner memerlukan diagnosa awal,


untuk menegakkan diagnosa tersebut diperlukan pemeriksaan diagnostik salah satunya
adalah kateterisasi jantung. Kateterisasi jantung merupakan prosedur diagnostik invasif
dimana satu atau lebih kateter dimasukkan kedalam jantung dan pembuluh darah
tertentu untuk mengukur tekanan dalam berbagai kamar jantung dan untuk menentukan
saturasi oksigen dalam darah. (Smeltzer & Bare, 2013, hlm. 743).
Kateterisasi jantung merupakan prosedur pemeriksaan diagnostik dan penentu tindakan
yang akan dijalani, namun prosedur tersebut juga dapat menjadi stressor jika pasien
tidak mencoba untuk rileks sehingga menimbulkan efek negatif pada masalah psikologi
salah satunya timbul kecemasan (Yamin, 2014).

Upaya yang harus dilakukan oleh seorang perawat agar kecemasan ini dapat diatasi
dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain terapi farmakologi dan non
farmakologi. Menurut Aronson & Ward (2010) terapi farmakologi seperti obat anti
cemas (anxiolytic) dapat membantu menurunkan cemas tetapi memeliki efek
ketergantungan, tindakan keperawatan terapi non farmakologi yang dilakukan
sebelumnya untuk mengurangi kecemasan yaitu terapi alternatif dan komplementer.
Terapi alternatif adalah jenis terapi modalitas yang diberikan sebagai pengganti praktek
pengobatan kedokteran konvensional sedangkan terapi komplementer adalah sejenis
terapi modalitas yang dikombinasikan dengan pengobatan kedokteran konvensional
(Nurgiwiati, 2015, hlm.1). Jenis terapi alternatif atau modalitas yang didalamnya
terdapat teknik hypnosis five fingers untuk mengurangi kecemasan pada kondisi phobia.
Hypnosis five fingers merupakan seni komunikasi verbal yang mengunakan variasi
dengan menggunakan lima jari sebagai tehnik yang bertujuan untuk menghilangkan
kecemasan. Hipnoterapi dapat mengontrol kondisi pasien dengan cara menciptakan
suatu gambaran nyata dari objek yang ditakutkan dan pasien tetap dalam kondisi rileks
dan pada akhirnya rasa takut atau cemas hilang (Nurgiwiati, hlm.45-46).

Di ruang Anggrek Rumah Sakit Pertamina Balikpapan berdasarkan hasil survey


sepanjang dari bulan Januari s/d April 2019 didapatkan sebanyak 80% dari 50 orang
pasien dengan kasus kardio vaskuler terutama pada arteri koronaria menjalani
kateterisasi jantung dan seluruhnya mengalami kecemasan pre kateterisasi.

Mengingat kondisi dan permasalahan di atas, kami bermaksud mengadakan suatu


kegiatan dengan tema “Tekhnis Hypnosis Five Fingers Untuk Menurunkan Tingkat
Kecemasan Pasien Pre Kateterisasi Jantung Di Rumah Sakit Pertamina Balikpapan”
kepada para staff fungsional keperawatan di Rumah Sakit Pertamina Balikpapan.
B. TUJUAN
1. Tujuan umum
Setelah mengikuti kegiatan EBN selama 80 menit, diharapkan staff fungsional
keperawatan mengerti dan memahami Tekhnis Hypnosis Five Fingers Untuk
Menurunkan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Kateterisasi Jantung dan dapat
diterapkan bagi pasien di Rumah Sakit Pertamina Balikpapan

2. Tujuan khusus
Setelah mengikuti kegiatan EBN, diharapkan staff fungsional keperawatan mampu :
1) Memahami penurunan fungsi sistim kardiovaskuler.
2) Memahami masalah yang terjadi pada sistim kardio vaskuler terutama pada
kasus terjadinya penyumbatan arteri koronaria.
3) Memahami perawatan pasien yang mengalami gangguan sistim kardiovaskuler
terutama pada arteri koronaria melalui terapi farmakologis dan non
farmakologis.
4) Mendemonstrasikan Tekhnis Hypnosis Five Fingers Untuk Menurunkan
Tingkat Kecemasan Pasien Pre Kateterisasi Jantung.
C. Manfaat

1) Manfaat bagi pelayanan keperawatan


Evidence Based Nursing ini diharapkan bermanfaat bagi pemberi asuhan
keperawatan dalam meningkatkan mutu pelayanan dalam bidang keperawatan
khususnya dalam Menurunkan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Kateterisasi
Jantung.
2) Manfaat bagi ilmu keperawatan
Evidence Based Nursing ini diharapkan sebagai upaya pengembangan program
dan terapi non farmakologis dalam rangka Menurunkan Tingkat Kecemasan
Pasien Pre Kateterisasi Jantung.
BAB II
ANALISA JURNAL

A. Analisa PICO

Unsur PICO Analisis


Problem 1. Pasien pre catheterisasi jantung
2. Pasien yang mengalami tingkat kecemasan
Intervensi Pemberian terapi hipnotis 5 jari
Comparison Pemberian informasi dan edukasi tentang prosedur catheterisasi
jantung
Out come Terapi hipnotis 5 jari efektif terhadap penurunan tingkat kecemasan
yang dialami oleh pasien pre catheterisasi jantung

B. Pernyataan Klinis
Apakah penerapan Hipnotis 5 jari dapat menangani masalah penurunan tingkat
kecemasan pada pasien pre catheterisasi jantung di ruang Anggrek Rumah Sakit
Pertamina Balikpapan
C. Sumber Penelusuran dan Kata Kunci
Pencarian jurnal data based dalam EBN ini menggunakan engine jurnal yaitu:
1. http://www.google.co.id
2. http://scholar.google.co.id
D. Proses penulusuran jurnal dijabarkan pada table berikut ini:
Kata Kunci Sumber penelusuran
http://google.co.id http://scholar.google.co.id

1. Precatheterisasi Diperoleh 10 artikel lalu Diperoleh 6 artikel lalu


jantung dilakukan filter dengan dilakukan filter dengan
2. Kecemasan rentang waktu tahun 2016 rentang waktu tahun 2015
3. Tekhnik 5 jari s/d 2019 kemudian s/d 2018 kemudian
diperoleh 2 artikel yang diperoleh 3 artikel yang
relevan dengan topik EBN relevan dengan topik EBN

Berdasarkan hasil penelusuran tersebut dipilih 3 jurnal yang relevan dengan penerapan
EBN. Kemudian diambil 1 (satu) jurnal yang dijadikan rujukan utama dalam penerapan
EBN sebagai berikut:
Jurnal Utama
1. Pengaruh Hypnosis Five Fingers Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pre
Kateterisasi Jantung Di SMC RS Telogorejo Semarang (Felicia, 2018)

Rancangan penelitian ini menggunakan one grup pre-test post-test dengan pre
eksperimental design. Jumlah sampel pada penelitian ini sebesar 20 responden
dengan teknik pengambilan sampel menggunakan accidental sampling. Uji statistik
yang digunakan adalah uji Wilcoxon.

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang akan dilakukan kateterisasi jantung
pada bulan April 2018. Berdasarkan data pada tahun 2017 dalam satu tahun di ruang
THC SMC RS Telogorejo sebanyak 975 pasien PCI maupun PAC sehingga ratarata
dalam satu bulan adalah 80 responden.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang mengalami
penurunan kecemasan, dari hasil penelitian didapatkan sebelum dilakukan terapi
hypnosis five fingers responden sebagaian besar mengalami kecemasan sedang
sebesar 90% dan setelah dilakukan terapi sebagian besar mengalami kecemasan
ringan sebesar 90%.

Jurnal Pendukung
1. Pengaruh Hipnosis 5 Jari Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Sirkumsisi Di
Tempat Praktik Mandiri Mulyorejo Sukun Malang (Teofilus, 2016)
Penelitian yang di gunakan pre experimental design dengan one-group pretest-
posttest design.

Sampel penelitian semua pasien sirkumsisi yang memenuhi kriteria inklusi penelitian dalam
kurun waktu tertentu sesuai penentuan peneliti dengan teknik “konsekutif sampling”

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan Pre test sebelum hipnosis 5 jari didapatkan
6 responden yang bersedia, (83%) 5 responden memiliki kecemasan ringan dan
(17%) 1 responden memiliki kecemasan sedang. Post test Sesudah hipnosis 5 jari
terhadap (83%) 5 responden berubah jadi tidak ada kecemasan dan (17%) 1
responden yang menunjukkan adanya pengaruh hipnosis 5 jari terhadap tingkat
kecemasan pasien sirkumsisi di tempat praktik mandiri Mulyorejo Sukun
Malangdengan nilai p 0.043 < 0.05.

2. Pengaruh Tekhnik 5 Jari Terhadap Tingkat Ansietas Klien Gangguan Fisik Yang
Dirawat Di RSU Kendal ( Kamilatur, 2017)

Penelitian ini menggunakan Quasy Experiment One Group Design Pretest-Postest

Jumlah sampel yang memenuhi kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah 64
responden dengan metode accidental sampling yang terbagi menjadi 2 kelompok
yaitu kelompok klien yang pertama kali dirawat dan kelompok klien yang sudah
pernah dirawat.

Hasil Uji statistik dengan Uji Mann Whitney didapatkan p value pada kedua
kelompok 0,02 (p< 0,05) dengan penurunan ansietas pada kelompok klien yang
pertama kali dirawat sebesar (62,5%) dan pada kelompok klien yang sudah pernah
dirawat mengalami penurunan ansietas sebesar (22,5%), hasil penelitian menunjukan
ada pengaruh teknik 5 jari terhadap tingkat ansietas pada kelompok klien yang
pertama kali dirawat dan yang sudah pernah dirawat. Hasil penelitian ini
direkomendasikan pada klien ansietas yang sedang dirawat di Rumah sakit.
BAB III
TINJAUAN TEORI

A. Percutaneous Coronary Angiography (PCA)


1. Pengertian
Angiografi koroner adalah tindakan memasukkan kateter melalui arteri
femoralis (Judkins) atau arteri brachialis (Sones) yang didorong sampai ke
aorta assendens dan diarahkan ke arteri koronaria yang dituju dengan bantuan
fluoroskopi (Woods, Froelicher, Motzer & Bridges, 2005). Diagnostik invasif
kardiovaskuler adalah suatu tindakan pemeriksaan diagnosik untuk
menentukan diagnosa secara invasif pada kelainan jantung dan pembuluh
darah. Dikatakan invasif, karena tindakan ini memasukkan selang/tube kecil
(kateter) ke dalam jantung, melalui pembuluh darah baik vena atau arteri. Oleh
karena itu biasa disebut juga pemeriksaan kateterisasi jantung (Rokhaeni,
Purnamasari & Rahayoe, 2001).

Kateterisasi jantung adalah suatu pemeriksaan jantung dengan memasukkan


kateter ke dalam sistem kardiovaskular untuk memeriksa keadaan anatomi dan
fungsi jantung. Angiografi koroner atau penyuntikan bahan kontras ke dalam
arteri koronaria merupakan tindakan yang paling sering digunakan untuk
menentukan lokasi, luas dan keparahan sumbatan dalam arteri koronaria (Price
& Wilson 2005). Price dan Wilson (2005) menyebutkan bahwa angiografi
koroner dapat memberikan informasi tentang lokasi lesi atau sumbatan pada
koroner, derajat obstruksi, adanya sirkulasi kolateral, luasnya gangguan
jaringan pada area distal koroner yang tersumbat dan jenis morfologi lesi. 12

2. Macam Kateterisasi Jantung


Menurut Rokhaeni, Purnamasari & Rahayoe (2001) pemeriksaan kateterisasi
jantung terbagi atas:
a. Kateterisasi jantung kanan (untuk kelainan pada jantung kanan), misalnya
Stenosis Pulmonal.
b. Kateterisasi jantung kiri(untuk kelainan pada jantung kiri), misalnya
penyakit jantung koroner, koartasio aorta.
c. Kateterisasi jantung kanan dan kiri (untuk kelainan jantung kanan dan kiri),
misalnya Tetralogi Of Fallot, transposisi arteri besar.
Lebih lanjut Rokhaeni, Purnamasari & Rahayoe (2001) menyebutkan bahwa
pemeriksaan kateterisasi menurut pada intinya terbagi atas 2 tindakan yaitu
angiogram dan penyadapan.
a. Angiogram/angiography
Yaitu memasukkan media/zat kontras ke dalam suatu rongga (ruang
jantung/pembuluh darah), untuk meyakinkan suatu anatomi/aliran darah,
kemudian merekam/mendokumentasikannya ke dalam film/CD/video
sebagai data.
b. Penyadapan
Yaitu tindakan menyadap/merekam/mendokumentasikan tekanan,
kandungan oksigen, sistem listrik jantung, tanpa menggunakanmedia
kontras.

3. Indikasi dan Kontra IndikasiKateterisasi Jantung dan Angiografi


Koroner
Indikasi kateterisasi jantung secara umum menurut Rokhaeni, Purnamasari &
Rahayoe (2001) dilakukan untuk beberapa kondisi yaitu
a. Penyakit jantung koroner yang jelas/didiagnosis.
b. Sakit dada (angina pektoris) yang belum jelas penyebabnya.
c. Angina pektoris yang tidak stabil/bertambah.
d. Infark miokard yang tidak berespon dengan obat-obatan.
e. Gagal jantung kongestif.
f. Gambaran EKG abnormal (injuri, iskemik, infark), usia 50 tahun ke atas,
asimtomatik.
g. Treadmill test positif.
h. Evaluasi bypass koroner.
i. Abnormal irama (bradi/takhikardia).
j. Kelainan katub jantung.
k. Kelainan jantung bawaan.
l. Kelainan pembuluh perifer.

Adapun kontra indikasi dalam pemeriksaan kateterisasi jantung menurut


Rokhaeni, Purnamasari & Rahayoe (2001) tidak ada yang mutlak, hanya
bergantung pada kondisi saat itu, yaitu ibu hamil dengan usia kehamilan
kurang dari 3 bulan, infeksi, gagal jantung yang tidak terkontrol dan alergi
berat terhadap zat kontras (mungkin menjadi mutlak).

4. Komplikasi
Berdasarkan Turkish Society of Cardiology (2007), komplikasi yang
ditemukan dibagi menjadi komplikasi mayor dan komplikasi minor.
a. Komplikasi mayor/utama Komplikasi utama meliputi reoklusi akut,
miokard infark baru, pendarahan hebat di selangkangan kaki, tamponade
jantung akibat pecah atau robeknya dinding arteri koroner atau jantung
ruang dan kematian.
b. Komplikasi minor Komplikasi minor PCA antara lain oklusi cabang
pembuluh koroner, ventrikel/atrium aritmia, bradikardi, hipotensi,
perdarahan, arteri trombus, emboli koroner. Komplikasi minor lain
adalahkehilangan darah yang parah dan membutuhkan transfusi, iskemia
pada ekstremitas tempat penusukan femoral sheath, penurunan fungsi 14
ginjal karena media kontras, emboli sistemik dan hematoma di
selangkangan, hematoma retroperitoneal, pseudoaneurisma, fistula AV.

Komplikasi yang timbul pasca angiografi koroner melalui arteri arteri femoral
dipengaruhi oleh strategi untuk mengurangi komplikasi vaskuler yang terkait
dengan kateterisasi jantung melalui identifikasi faktor risiko yang terkait dan
pelaksanaan strategi pengurangan risiko. Antara ahli jantung dan perawat
memainkan peran penting dalam pengenalan dini dan pengelolaan komplikasi
ini. Mengidentifikasi faktor-faktor risiko individu pasien merupakan aspek
penting dari perawatan selama kateterisasi jantung. Hal-hal yang dapat
meningkatkan risiko untuk pengembangan komplikasi vaskular pasca
kateterisasi jantung yaitu usia (yakni usia lebih dari 70 tahun), jenis kelamin
perempuan, sangat kurus atau gemuk tidak sehat, adanya penyakit pembuluh
darah perifer, hipertensi (PA-PSRS, 2007).

5. Teknik Anestesi
Umumnya tindakan kateterisasi menggunakan anestesi lokal, karena kita perlu
kerja sama dengan pasien saat tindakan berlangsung, tetapi pada bayi atau anak
yang tidak stabil/biru dan berpotensi terjadi kegawatan biasanya digunakan
anestesi umum (Rokhaeni, Purnamasari & Rahayoe, 2001).
6. Teknik Memasukkan Kateter
Rokhaeni, Purnamasari dan Rahayoe (2001) menyebutkan bahwa teknik
memasukkan kateter PCA ada 2 cara yaitu
a. Perkutan atau percutaneous, seperti teknik memasang infus.
b. Cutdown atau vena seksi, yaitu membuat sayatan pada otot dan mencari
pembuluh darah kemudian melokalisasinya dan membuat tusukan pada
pembuluh darah tersebut untuk memasukkan kateter.
Teknik yang sering digunakan adalah cara perkutan karena komplikasi dari
teknik ini sangat kecil dan mudah untuk mengerjakannya.

7. Persiapan Pasien Pre Tindakan


Rokhaeni, Purnamasari dan Rahayoe (2001) menyebutkan bahwa persiapan
terencana yang dilakukan pada pasien sebelum dilakukan PCA adalah
persiapan fisik, administrasi dan mental.
a. Persiapan fisik
1) Puasa (makanan) kurang lebih 4-6 jam sebelum tindakan.
2) Bebaskan area penusukan (cukur rambut pada area tersebut).
3) Obat-obatan dilanjutkan sesuai instruksi dokter.
4) Hasil pemeriksaan penunjang dibawakan: laboratorium (Hb, CT, BT,
Ureum, Kreatinin, HbSAg, AIDS), test treadmill, X-ray,
Echokardiogram, EKG lengkap.
5) Nilai tanda-tanda vital saat itu.
6) Test Allen (untuk kateterisasi melalui arteri radialis).
7) Cek sirkulasi darah perifer (arteri femoralis, poplitea, dorsalis pedis)
untuk kateterisasi melalaui arteri femoralis.
b. Persiapan Administrasi
1) Surat ijin tindakan/inform concent.
2) Surat pernyataan pembayaran (keuangan).
c. Persiapan Mental
Pemberian pendidikan kesehatan tentang prosedur kateterisasi jantung (apa,
bagaimana, tujuan, manfaat, komplikasi dan prosedur kerja).

8. Perawatan Pasien Pasca Tindakan


Perawatan pasien pasca tindakan angiografi koroner menurut Rokhaeni,
Purnamasari & Rahayoe (2001) adalah
a. Observasi keluhan pasien.
b. Observasi tanda-tanda vital setiap 15 menit selama 1 jam dan 30 menit
selama 2 jam sampai stabil.
c. Observasi perdarahan dengan melakukan tindakan:
1) Mengevaluasi area bekas tusukan femoral sheath.
2) Gunakan penekanan dengan bantal pasir.
3) Immobilisasi ekstremitas pada daerah tusukan selama 8-12 jam post
tindakan.
4) Libatkan keluarga/pasien untuk mengamati daerah tusukan, mungkin
terjadi perdarahan.
d. Observasi tanda-tanda dan efek samping zat kontras yaitu
1) Observasi tanda-tanda alergi kontras seperti gatal-gatal, menggigil, mual
dan muntah.
2) Observasi tanda hipotensi dan perubahan tanda vital.
3) Pemberian cairan/volume peroral/parenteral.
4) Ukur cairan yang masuk dan keluar.
e. Observasi tanda-tanda infeksi meliputi:
1) Observasi daerah luka dari sesuatu yang tidak aseptik/septik.
2) Selalu menjaga kesterilan area penusukan.
3) Observasi adanya perubahan warna, suhu pada luka tusukan.
f. Observasi tanda-tanda gangguan sirkulasi ke perifer.
1) Palpasi arteri poplitea, dorsalis pedis, pada sisi arteri yang kita lakukan
penusukan seiap 15 menit (1 jam), 30 menit (2 jam) antara kanan dan kiri
dibandingkan.
2) Bila terjadi gangguan(nadi lemah/tak teraba), beritahu dokter biasanya
diberikan obat antikoagulan bolus atau bisa dilanjutkan dengan pemberian
terus menerus(kontinyu).
3) Observasi kehangatan daerah ekstremitas kanan dan kiri kemudian
dibandingkan.

B. Penekanan Mekanikal Menggunakan Bantal Pasir Pasca Angiografi


Koroner
Bantal pasir pada pasien pasca angiografi koroner mempunyai tujuan membantu
mengurangi komplikasi yang timbul akibat pencabutan femoral sheath. Penelitian
tentang penggunaan bantal pasir sebagai penekan mekanik salah satunya
dilakukan oleh Yilmaz, Gurgun dan Dramali (2007) yang bertujuan untuk
mengevaluasi efek menempatkan karung pasir di situs akses femoralis setelah
prosedur invasif jantung dan mengubah posisi pasien di tempat tidur pada tingkat
komplikasi pembuluh darah dan beratnya nyeri punggung yang berkaitan dengan
masa istirahat setelah prosedur yang menghasilkan angka kejadian komplikasi
vaskular tidak berbeda nyata pada kelompok dengan penerapan karung pasir bila
dibandingkan dengan kelompok tanpa penerapan karung pasir. Sakit punggung
dilaporkan lebih sering pada pasien yang posisinya tidak berubah dan yang kepala
tempat tidur tidak dibesarkan sehingga kesimpulan yang diperoleh adalah karung
pasir tidak efektif dalam mengurangi kejadian komplikasi vaskular setelah
prosedur sedangkan untuk meningkatkan kenyamanan dan untuk mengurangi
nyeri punggung pasien, posisi pasien harus diubah dan kepala tempat tidur
tersebut harus ditinggikan sekitar 30 atau 45 derajat dari posisi semula.

C. Keluhan Ketidaknyamanan Akibat Penggunaan Bantal Pasir Pasca


Angiografi Koroner
1. Ketidaknyamanan
Pasien pasca PCA akan mengalami kondisi ketidaknyamanan atau gangguan
rasa nyaman akibat immobilisasi di tempat tidur antara 6-8 jam. Hal ini akan
bertambah rasa ketidaknyamanan dengan adanya 18 penekanan bantal pasir
pada area penusukan femoral sheath. Ketidaknyamanan adalah hal yang
bertolak belakang dengan kenyamanan. Kenyamanan adalah konsep sentral
tentang kiat keperawatan. Perawat memberi asuhan keperawatan kepada pasien
di berbagai keadaan dan situasi, yang memberikan intervensi untuk
meningkatkan kenyamanan. Konsep kenyamanan memiliki subjektivitas yang
sama dengan nyeri. Setiap individu memiliki karakteristik fisik, logis, sosial,
spiritual psikologis, dan kebudayaan yang mempengaruhi cara mereka
menginterpretasikan dan merasakan nyeri (Potter & Perry, 2005).

Kolbaca (1992) dalam Potter & Perry (2005) mendefinisikan kenyamanan


dengan cara yang konsisten pada pengalaman subjektif pasien. Kolbaca
mendefinisikan kenyamanan sebagai suatu keadaan telah terpenuhi kebutuhan
dasar manusia. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan ketentraman (suatu
kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan
telah terpenuhi) dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi
masalah atau nyeri). Suatu cara pandang yang holistik tentang kenyamanan
membantu dalam upaya mengidentifikasi empat konteks yaitu fisik, sosial,
psikospiritual dan lingkungan (Perry & Potter, 2005). Ketidaknyamanan fisik,
berhubungan dengan sensasi tubuh. Ketidaknyamanan sosial, berhubungan
dengan hubungan interpersonal, keluarga dan sosial. Ketidaknyamanan
psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri,
meliputi harga diri, seksualitas dan makna kehidupan. Sedangkan
ketidaknyamanan lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman
eksternal manusia: cahaya, bunyi, temperatur, warna dan unsur-unsur alamiah.
19 Penilaian tentang konteks kenyamanan memberikan seorang perawat
rentang pilihan yang lebih luas dalam mencari tindakan untuk mengatasi nyeri.
Jacox, Carr, Payne, dkk, (1994) dalam Potter & Perry (2005) mengatakan
pendekatan klinis rutin terhadap pengkajian dan penatalaksanaan nyeri dapat
menggunakan metode ABCDE. “A” yaitu: Ask atau tanyakan nyeri secara
teratur atau assess/kaji nyeri secara sistematis. “B” yaitu believe atau percaya
apa yang dilaporkan pasien dan keluarga serta apa yang mereka lakukan untuk
menghilangkan nyeri tersebut. “C” yaitu choose atau pilih cara pengontrolan
nyeri yang cocok untuk pasien, keluarga dan kondisi. “D” yaitu deliver/berikan
intervensi secara terjadwal, logis dan terkondisi. “E” yaitu empower/
mendayagunakan pasien dan keluarga mereka serta enable/mampukan mereka
mengontrol pengobatan sejauh mana mereka dapat lakukan.

2. Ketidaknyamanan Akibat Penggunaan Bantal Pasir Pasca Angiografi


Koroner
Ketidaknyamanan yang muncul saat dilakukan penekanan mekanik dan
pasien dianjurkan immobilisasi selama 6 jam yang akan dibahas peneliti yaitu
nyeri (nyeri pada lipatan paha, nyeri punggung dan nyeri pinggang), kaki
kebas/baal dan kaki kesemutan.
a. Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Smeltzer &
Bare, 2008). Menurut International Assosiation for Study of Pain (IASP)
dalam Potter dan Perry (2005) nyeri adalah sensori subjektif dan emosional
yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan
aktual maupun potensial atau menggambarkan kondisi terjadinya
kerusakan. Struktur spesifik dalam sistem saraf terlibat dalam mengubah
stimulus menjadi sensasi nyeri. Sistem yang terlibat dalam transmisi dan
persepsi nyeri disebut 20 sebagai sistem nosiseptif. Sensitivitas dari
komponen sistem nosiseptif dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor dan
berbeda di antara individu. Tidak semua orang yang terpajan terhadap
stimulus yang sama mengalami intensitas nyeri yang sama. Nyeri yang
mungkin muncul saat dilakukan penekanan menggunakan bantal pasir
pada pasien pasca PCA antara lain nyeri lipatan paha tempat penusukan
femoral sheath, nyeri pinggang, dan nyeri punggung akibat immobilisasi.
Keluhan tersebut diakibatkan immobilisasi pasien saat dilakukan
penekanan bantal pasir. Ketika orang sadar mempunyai kontrol otot
volunter dan persepsi tekanan. Sehingga mereka biasa merasakan posisi
yang nyaman ketika berbaring. Karena rentang gerak, sensasi dan sirkulasi
pada orang sadar berada dalam batas normal, mereka mengubah posisi
mereka merasakan ketegangan otot dan penurunan sirkulasi (Potter &
Perry, 2005). Apabila terjadi penurunan sirkulasi pada area distal akibat
penekanan bantal pasir inilah yang berpotensi menimbulkan keluhan nyeri.
Tetapi nyeri yang timbul tersebut dijabarkan secara umum oleh penulis
pada penelitian ini.

Proses fisiologi timbulnya nyeri pada pasien pasca angiografi koroner yaitu
stimulus yang dalam hal ini adalah bantal pasir sebagai penekan
mekanikakan menyebabkan pelepasan substansi kimia seperti histamin,
bradikinin, dan kalium. Substansi tersebut menyebabkan nosiseptor
bereaksi, apabila nosiseptor mencapai ambang nyeri, maka akan timbul
impuls saraf yang akan dibawa oleh serabut saraf perifer. Serabut saraf
perifer yang akan membawa impuls saraf ada dua jenis, yaitu serabut A-
delta dan serabut C. Impuls saraf akan dibawa sepanjang serabut saraf
sampai ke kornu dorsalis medulla spinalis. Impuls saraf tersebut akan
menyebabkan kornu dorsalis melepaskan neuro transmiter (substansi P).
Substansi P ini menyebabkan transmisi 21 sinapsis dari saraf perifer ke
saraf traktus spinotalamus. Hal ini memungkinkan impuls saraf
ditransmisikan lebih jauh ke dalam sistem saraf pusat. Setelah impuls saraf
sampai di otak, otak mengolah impuls saraf kemudian akan timbul respon
reflek protektif. Respon protektif yang muncul sebagai cara untuk
menghindari atau mengurangi rasa nyeri yang timbul (Smeltzer & Bare,
2008).

Menurut Perry & Potter (2005) nyeri dapat diklasifikasikan berdasarkan


sumbernya, berdasarkan penyebab, berdasarkan lama durasi dan
berdasarkan lokasi penyerbarannya.
1) Berdasarkan sumbernya yaitu nyeri superfisial, nyeri dalam dan nyeri
organ dalam.
a) Cutaneous/superfisial yaitu nyeri yang mengenai kulit/jaringan subkutan
biasanya bersifat burning. Contoh : terkena ujung pisau/gunting.
b) Somatic/nyeri dalam yaitu nyeri yang muncul dari pembuluh darah,
tendon saraf dan lebih lama dari superfisial.
c) Visceral/organ dalam yaitu stimulasi reseptor nyeri dalam rongga
abdomen, kranium dan thorak.
2) Berdasarkan penyebab dibagi menjadi nyeri fisik dan nyeri psikogenik.
a) Nyeri fisik, bisa terjadi karena stimulus fisik misalnya karena radang
tulang, otot dan reumatik lainnya, nyeri otot, kuku/ pemendekan otot
(kram), sakit bahu dan tulang punggung, salah posisi saat kerja/aktivitas
dan tidur, cedera olah raga, kelainan bentuk kaki, pasca patah tulang,
amputasi tulang dan osteoporosis.
b) Nyeri Psycogenic yaitu terjadi karena sebab yang kurang
jelas/susah/diidentifikasi bersumber dari emosi/psikis dan 22 biasanya
tidak disadari. Contoh: orang yang marah tiba-tiba merasa nyeri pada
dadanya.
3) Berdasarkan Lokasi/Letak:
a) Radiating Pain adalah nyeri menyebar dari sumber nyeri menyebar ke
jaringan didekatnya.
b) Referred Pain adalah nyeri dirasakan pada bagian tubuh tertentu yang
diperkirakan berasal dari jaringan penyebab.
c) Intractable Pain yaitu nyeri yang sangat susah dihilangkan. Contoh:
nyeri kanker maligna.
d) Phanthom Pain yaitu nyeri dirasakan pada bagian tubuh yang
hilang/bagian tubuh yang lumpuh injuri medula spinalis. Contoh:
bagian tubuh yang diamputasi.
4) Berdasarkan lama atau durasinya dibagi menjadi nyeri akut dan kronis s

Nyeri yang timbul bisa dilihat bedasarkan tingkatannya. Ada beberapa


tingkatan nyeri/tipe nyeri menurut para ahli yaitu
1) Skala keterangan nyeri
Menurut Perry dan Potter (2005) skala nyeri berdasarkan keterangannya
terdiri dari 0-10 yaitu skala 10 artinya sangat dan tidak dapat dikontrol oleh
pasien. Nyeri skala 7, 8, 9 artinya sangat nyeri tapi masih dapat dikontrol
oleh pasien dengan aktivitas yang biasa dilakukan. Skala 6 artinya nyeri
seperti terbakar atau ditusuktusuk. Skala 5 artinya nyeri seperti tertekan
atau bergerak. Skala 3 23 artinya nyeri seperti kram atau kaku. Skala 3
yaitu nyeri seperti perih atau mules. Skala 2 yaitu nyeri seperti melilit atau
terpukul. Skala 1 yaitu nyeri seperti terbakar, tersetrum atau nyut-nyutan,
dan skala 0 yaitu tidak ada nyeri.
2) Skala nyeri berdasarkan tipe nyeri
Menurut Perry dan Potter (2005) skala nyeri berdasarkan tipe nyeri terdiri
dari 1-10. Nyeri skala 10 yaitu tipe nyeri sangat berat yaitu pasien sudah
tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul. Nyeri skala 7-9 yaitu tipe
nyeri berat secara objektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti perintah
tapi masih respon terhadap tindakan dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak
dapat diatasi dengan alih posisi napas panjang/dalam dan distraksi. Nyeri
skala 4-6 yaitu tipe nyeri sedang, secara objektif pasien mendesis, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti
perintah dengan baik. Skala nyeri 1-3 yaitu tipe nyeri ringan, secara
objektif pasien berkomunikasi dengan baik.
Adapun skala nyeri menurut Smeltzer & Bare (2008) adalah skala
intensitas nyeri deskriptif, skala intensitas nyeri numerik (Numeric Rating
Scale) dan skala analog visual (Visual Analog Scale)

Menurut Perry dan Potter (2005) nyeri yang terjadi akan menyebabkan
seseorang memberikan respon berupa respon fisiologis, respon psikologis,
respon tingkah laku berupa pernyataan verbal, respon ekpresi wajah,
gerakan tubuh dan respon kontak dengan orang lain.
1) Respon Fisiologis berupa stimulasi saraf simpatis dan parasimpatis.
Stimulasi saraf simpati meliputi dilatasi saluran bronkhial dan
peningkatan respiratory rate, peningkatan heart rate, peningkatan nilai
gula darah, diaporesis, peningkatan kekuatan otot, dilatasi pupil,
penurunan motilitas saluran cerna. Adapun stimulus parasimpatik
berupa muka pucat, otot mengeras, penurunan heart rate, napas cepat
dan irreguler, nausea dan vomitus, kelelahan dan keletihan.
2) Respon psikologis berupa bahaya atau merusak, komplikasi seperti
infeksi, penyakit yang berulang, penyakit baru, penyakit yang fatal,
kehilangan mobilitas, menjadi tua dan sembuh.
3) Respon lingkah laku respon tingkah laku berupa pernyataan verbal,
respon ekpresi wajah, gerakan tubuh dan respon kontak dengan orang
lain. Respon pernyataan verbal meliputi mengaduh, menangis, sesak
napas, mendengkur. Respon ekspresi wajah meliputi meringis,
menggeletukkan gigi, menggigit bibir. Respon gerakan tubuh meliputi
gelisah, immobilisasi, ketegangan otot, peningkatan gerakan jari dan
tangan dan respon interaksi sosial berupa menghindari percakapan,
menghindari kontak sosial, penurunan rentang perhatian.
b. Kaki Kesemutan
Kesemutan adalah perasaan pegal dan nyeri yang menusuk-nusuk.
Kesemutan sering terjadi pada ujung jari kaki maupun ujung jari tangan,
juga pada salah satu sisi tubuh. Penyebabnya karena tertindihnya saraf di
suatu daerah atau organ tubuh sehingga ujung saraf menjadi lumpuh
(Wijayakusuma, 1999). Rasa kesemutan bisa terjadi di seluruh tubuh,
hanya di salah satu sisi tubuh atau bagian tertentu dan bisa berlanjut
sebagai rasa tebal. Penyebabnya adalah jika terjadi di seluruh tubuh bisa
disebabkan gangguan liver, ginjal anemia dan sistem kekebalan tubuh, jika
kesemutan dirasakan di salah satu sisi tubuh bisa disebabkan jepitan saraf
di sebelah atas tempat yang kesemutan, DM (daerah kaki)(Wratsonggo &
Sulistyo, 2006).

Berikut ini yang terjadi pada kondisi normal. Ketika tekanan yang
berlebihan dialami oleh salah satu bagian kaki atau lengan, ada beberapa
hal yang terjadi. Arteri bisa tertekan, sehingga arteri tidak bisa memasok
jaringan-jaringan dan saraf dengan oksigen dan glukosa yang dibutuhkan
agar dapat berfungsi dengan baik. Saluran saraf juga bisa tersumbat,
menghalangi transmisi normal impulsimpuls elektrokimia ke otak. Dalam
situasi ini, sebagian saraf berhenti mengirimkan sinyal sementara sebagian
lain mengirimkan sinyal secara berlebihan. Sinyal-sinyal tersebut
dikirimkan ke otak, yang setiba di sana ditafsirkan sebagai rasa terbakar,
rasa ditusuktusuk, rasa digigit semut. Semua rasa tadi yang membuat kita
ingin menggerakkan kaki atau tangan. Menguncang-guncang kaki bisa
menghilangkan tekanan dan sel-sel saraf mulai mengirimkan sinyal secara
normal. Rasa ditusuk-tusuk bisa bertambah sampai sel-sel saraf yang
terpengaruh pulih kembali. Itu sebabnya sakit sekali ketika 26 kita
mencoba ”membangunkan“ kaki yang kesemutan (Leyner & Goldberg,
2006).

c. Kaki Kebas/Baal
Baal merupakan keadaan dimana permukaan tubuh tidak mampu
merasakan rangsangan dari luar tubuh, misalnya cubitan, sentuhan,
tusukan. Keadaan ini dapat terjadi di kaki, tangan, atau jari-jari dan bersifat
sementara. Rangsang nyeri menyebabkan impuls saraf sensorik akan
dikirim ke otak. Penderita baal terjadi kerusakan pada saraf sensorinya
yang mengakibatkan tidak berfungsinya saraf sensorik, sehingga
permukaan tubuh tidak bisa meraskan sakit akibat dicubit. Baal dapat
terjadi karena kurangnya aliran darah pada bagian tubuh tertentu. Tidak
lancarnya aliran darah dapat disebabkan karena menyempitnya pembuluh
darah (Wijayakusuma, 1999). Kaki yang mati rasa, kadang-kadang
menandakan adanya penyakit arteri perifer (Peripheral Artery Desease atau
PAD) juga disebut penyakit vaskular perifer (Peripheral Vascular
Deseaseatau PVD) (Liebmann-Smith & Egan, 2008). Sensasi kaki
kesemutan dapat diukur dengan melakukan cubitan. Pengukuran keluhan
kaki kebas juga dapat dilakukan dengan menggunakan test sensasi
menggunakan monofilamen.
3. Hal-Hal yang Berkaitan dengan Munculnya KetidaknyamananAkibat
Penggunaan Bantal Pasir Pasca Angiografi Koroner
a. Usia
Usia adalah variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada
anak dan lansia. Perbedaan perkembangan, yang ditemukan diantara usia
kelompok ini dapat mempengaruhi bagaimana lansia dan anak bereaksi
terhadap nyeri (Potter & Perry, 2005).
b. IMT / BMI
Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) didefinisikan
sebagai bobot badan dalam kilogram dibagi dengan luas permukaan tubuh
yang diukur dalam meter. Berdasarkan National Institute of Health (NIH)
dikutip dari Howard & Prince (2006) pembagian kategori berat badan
individu berdasarkan IMT dibagi menjadi lima. IMT < 18,5 dianggap
kekurangan bobot badan. IMT 18,5 hingga 24,9 dianggap memiliki bobot
normal. IMT 25 hingga 29,9 dianggap kelebihan bobot badan. IMT 30 ke
atas digolongkan sebagai gemuk dan IMT 40 ke atas digolongkan sebagai
sangat gemuk. Komplikasi pembuluh darah akan meningkat pada pasien
dengan berat badan lebih dari normal, Ammann, et al., (2003) dalam
Woods, et al., (2005) mengatakan pasien obesitas bisa mengalami
kehilangan darah lebih dari 500 ml tanpa teridentifikasi oleh perawat
sekitar akibat hematom.
c. Jenis Kelamin
Giil (1990) dalam Potter & Perry (2005) mengatakan secara umum, pria
dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam berespon terhadap nyeri.
Diragukan apakah jenis kelamin merupakan suatu faktor dalam
pengekspresian nyeri. Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis
kelamin, misalnya menganggap bahwa anak laki-laki tidak boleh
menangis, sedangkan perempuan boleh menangis pada situasi yang sama
(mengalami ketidaknyamanan nyeri).
d. Bantal pasir
Adalah sebuah alat berbentuk seperti bantal berbahan kain kedap air dan
halus permukaannya yang diisi pasir karena sifat pasir yang padat dan tidak
keras. Tujuan mengganti penekan manual untuk 28 mencegah hematom
atau perdarahan pada pasien pasca PCA karena ditempatkan di area bekas
tusukan arteri femoralis. Beratnya bervariasi tergantung IMT pasien yang
dilakukan PCA. Bantal pasir sebagai penekan mekanik pengganti penekan
manual ini bila terlalu berat atau terlalu lama dapat menimbulkan keluhan
ketidaknyamanan pada pasien (Potter & Perry, 2005). Berat bantal pasir
yang direkomendasikan dalam Standar Operasional Prosedur (SPO) (2005)
pasien pasca PCA di RSUP Dr. Kariadi Semarang 2,5 kg. Ross,
Branderburg & Dinsmore (1987) juga merekomendasikan berat bantal
pasir yang digunakan seberat 5 pon atau 2,5 kg.

B. Kecemasan
1. Pengertian Kecemasan
Pada dasarnya, kecemasan merupakan hal wajar yang pernah dialami oleh
setiap manusia. Kecemasan sudah dianggap sebagai bagian dari kehidupan
sehari-hari. Kecemasan adalah suatu perasaan yang sifatnya umum, dimana
seseorang merasa ketakutan atau kehilangan kepercayaan diri yang tidak jelas
asal maupun wujudnya (Sutardjo Wiramihardja, 2005:66).
Kecemasan adalah sesuatu yang menimpa hampir setiap orang pada waktu
tertentu dalam kehidupannya. Kecemasan merupakan reaksi normal terhadap
situasi yang sangat menekan kehidupan seseorang. Kecemasan bisa muncul
sendiri atau bergabung dengan gejala-gejala lain dari berbagai gangguan
emosi (Savitri Ramaiah, 2003:10).

Menurut Kaplan, Sadock, dan Grebb (Fitri Fauziah & Julianti Widuri,
2007:73) kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang
mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai
perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang belum pernah
dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup. Kecemasan
adalah reaksi yang dapat dialami siapapun. Namun cemas yang berlebihan,
apalagi yang sudah menjadi gangguan akan menghambat fungsi seseorang
dalam kehidupannya.

Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental


yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan 11
mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak
menentu tersebut pada umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan
menimbulkan atau disertai perubahan fisiologis dan psikologis (Kholil Lur
Rochman, 2010:104).

Namora Lumongga Lubis (2009:14) menjelaskan bahwa kecemasan adalah


tanggapan dari sebuah ancaman nyata ataupun khayal. Individu mengalami
kecemasan karena adanya ketidakpastian dimasa mendatang. Kecemasan
dialami ketika berfikir tentang sesuatu tidak menyenangkan yang akan terjadi.
Sedangkan Siti Sundari (2004:62) memahami kecemasan sebagai suatu
keadaan yang menggoncangkan karena adanya ancaman terhadap kesehatan.
Nevid Jeffrey S, Rathus Spencer A, & Greene Beverly (2005:163)
memberikan pengertian tentang kecemasan sebagai suatu keadaan emosional
yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan tegang yang tidak
menyenangkan, dan kekhawatiran bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi.

Kecemasan adalah rasa khawatir , takut yang tidak jelas sebabnya.


Kecemasan juga merupakan kekuatan yang besar dalam menggerakkan
tingkah laku, baik tingkah laku yang menyimpang ataupun yang terganggu.
Keduaduanya merupakan pernyataan, penampilan, penjelmaan dari
pertahanan terhadap kecemasan tersebut (Singgih D. Gunarsa, 2008:27).

Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa pendapat diatas bahwa


kecemasan adalah rasa takut atau khawatir pada situasi tertentu yang sangat
mengancam yang dapat menyebabkan kegelisahan karena adanya 12
ketidakpastian dimasa mendatang serta ketakutan bahwa sesuatu yang buruk
akan terjadi.

2. Gejala-gejala Kecemasan
Kecemasan adalah suatu keadaan yang menggoncangkan karena adanya
ancaman terhadap kesehatan. Individu-individu yang tergolong normal
kadang kala mengalami kecemasan yang menampak, sehingga dapat
disaksikan pada penampilan yang berupa gejala-gejala fisik maupun mental.
Gejala tersebut lebih jelas pada individu yang mengalami gangguan mental.
Lebih jelas lagi bagi individu yang mengidap penyakit mental yang parah.

Gejala-gejala yang bersifat fisik diantaranya adalah : jari tangan dingin, detak
jantung makin cepat, berkeringat dingin, kepala pusing, nafsu makan
berkurang, tidur tidak nyenyak, dada sesak.Gejala yang bersifat mental adalah
: ketakutan merasa akan ditimpa bahaya, tidak dapat memusatkan perhatian,
tidak tenteram, ingin lari dari kenyataan (Siti Sundari, 2004:62).
Kecemasan juga memiliki karakteristik berupa munculnya perasaan takut dan
kehati-hatian atau kewaspadaan yang tidak jelas dantidak menyenangkan.
Gejala-gejala kecemasan yang muncul dapat berbeda pada masing-masing
orang. Kaplan, Sadock, & Grebb (Fitri Fauziah & Julianti Widury, 2007:74)
menyebutkan bahwa takut dan cemas merupakan dua emosi yang berfungsi
sebagai tanda akan adanya suatu bahaya. Rasa takut muncul jika terdapat
ancaman yang jelas atau nyata, berasal dari lingkungan, dan tidak
menimbulkan konflik bagi individu. Sedangkan kecemasan muncul jika
bahaya berasal dari dalam diri, tidak jelas, atau menyebabkan konflik bagi
individu.

Kecemasan berasal dari perasaan tidak sadar yang berada didalam


kepribadian sendiri, dan tidak berhubungan dengan objek yang nyata atau
keadaan yang benar-benar ada. Kholil Lur Rochman, (2010:103)
mengemukakan beberapa gejala-gejala dari kecemasan antara lain :
a. Ada saja hal-hal yang sangat mencemaskan hati, hampir setiap kejadian
menimbulkan rasa takut dan cemas. Kecemasan tersebut merupakan
bentuk ketidakberanian terhadap hal-hal yang tidak jelas.
b. Adanya emosi-emosi yang kuat dan sangat tidak stabil. Suka marah dan
sering dalam keadaan exited (heboh) yang memuncak, sangat irritable,
akan tetapi sering juga dihinggapi depresi.
c. Diikuti oleh bermacam-macam fantasi, delusi, ilusi, dan delusion of
persecution (delusi yang dikejar-kejar).
d. Sering merasa mual dan muntah-muntah, badan terasa sangat lelah, banyak
berkeringat, gemetar, dan seringkali menderita diare.
e. Muncul ketegangan dan ketakutan yang kronis yang menyebabkan tekanan
jantung menjadi sangat cepat atau tekanan darah tinggi.
Nevid Jeffrey S, Spencer A, & Greene Beverly (2005:164)
mengklasifikasikan gejala-gejala kecemasan dalam tiga jenis gejala,
diantaranya yaitu :
a. Gejala fisik dari kecemasan yaitu : kegelisahan, anggota tubuh bergetar,
banyak berkeringat, sulit bernafas, jantung berdetak kencang, merasa
lemas, panas dingin, mudah marah atau tersinggung.
b. Gejala behavioral dari kecemasan yaitu : berperilaku menghindar,
terguncang, melekat dan dependen
c. Gejala kognitif dari kecemasan yaitu : khawatir tentang sesuatu, perasaan
terganggu akan ketakutan terhadap sesuatu yang terjadi dimasa depan,
keyakinan bahwa sesuatu yang menakutkan akan segera terjadi, ketakutan
akan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah, pikiran terasa bercampur
aduk atau kebingungan, sulit berkonsentrasi.

3. Faktor-faktor Penyebab Kecemasan


Kecemasan sering kali berkembang selama jangka waktu dan sebagian besar
tergantunga pada seluruh pengalaman hidup seseorang. Peristiwaperistiwa
atau situasi khusus dapat mempercepat munculnya serangan kecemasan.
Menurut Savitri Ramaiah (2003:11) ada beberapa faktor yang menunujukkan
reaksi kecemasan, diantaranya yaitu :
a. Lingkungan
Lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara berfikir
individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan karena
adanya pengalaman yang tidak menyenangkan pada individu dengan
keluarga, sahabat, ataupun dengan rekan kerja. Sehingga individu tersebut
merasa tidak aman terhadap lingkungannya.
b. Emosi yang ditekan
Kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu menemukan jalan
keluar untuk perasaannya sendiri dalam hubungan personal ini, terutama
15 jika dirinya menekan rasa marah atau frustasi dalam jangka waktu yang
sangat lama.
c. Sebab-sebab fisik
Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat menyebabkan
timbulnya kecemasan. Hal ini terlihat dalam kondisi seperti misalnya
kehamilan, semasa remaja dan sewaktu pulih dari suatu penyakit. Selama
ditimpa kondisi-kondisi ini, perubahan-perubahan perasaan lazim
muncul, dan ini dapat menyebabkan timbulnya kecemasan. Zakiah
Daradjat (Kholil Lur Rochman, 2010:167) mengemukakan beberapa
penyebab dari kecemasan yaitu :
a. Rasa cemas yang timbul akibat melihat adanya bahaya yang
mengancam dirinya. Kecemasan ini lebih dekat dengan rasa takut,
karena sumbernya terlihat jelas didalam pikiran
b. Cemas karena merasa berdosa atau bersalah, karena melakukan hal-hal
yang berlawanan dengan keyakinan atau hati nurani. Kecemasan ini
sering pula menyertai gejala-gejala gangguan mental, yang kadang-
kadang terlihat dalam bentuk yang umum.
c. Kecemasan yang berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa bentuk.
Kecemasan ini disebabkan oleh hal yang tidak jelas dan tidak
berhubungan dengan apapun yang terkadang disertai dengan perasaan
takut yang mempengaruhi keseluruhan kepribadian penderitanya.
Kecemasan hadir karena adanya suatu emosi yang berlebihan. Selain itu,
keduanya mampu hadir karena lingkungan yang menyertainya, baik 16
lingkungan keluarga, sekolah, maupun penyebabnya. Musfir Az-Zahrani
(2005:511) menyebutkan faktor yang memepengaruhi adanya kecemasan
yaitu
a. Lingkungan keluarga Keadaan rumah dengan kondisi yang penuh
dengan pertengkaran atau penuh dengan kesalahpahaman serta adanya
ketidakpedulian orangtua terhadap anak-anaknya, dapat menyebabkan
ketidaknyamanan serta kecemasan pada anak saat berada didalam
rumah
b. Lingkungan Sosial Lingkungan sosial adalah salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi kecemasan individu. Jika individu tersebut berada
pada lingkungan yang tidak baik, dan individu tersebut menimbulkan
suatu perilaku yang buruk, maka akan menimbulkan adanya berbagai
penilaian buruk dimata masyarakat. Sehingga dapat menyebabkan
munculnya kecemasan. Kecemasan timbul karena adanya ancaman atau
bahaya yang tidak nyata dan sewaktu-waktu terjadi pada diri individu
serta adanya penolakan dari masyarakat menyebabkan kecemasan
berada di lingkungan yang baru dihadapi (Patotisuro Lumban Gaol,
2004: 24). Sedangkan Page (Elina Raharisti Rufaidah, 2009: 31)
menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan
adalah:
a. Faktor fisik Kelemahan fisik dapat melemahkan kondisi mental
individu sehingga memudahkan timbulnya kecemasan.
b. Trauma atau konflik
Munculnya gejala kecemasan sangat bergantung pada kondisi
individu, dalam arti bahwa pengalaman-pengalaman emosional atau
konflik mental yang terjadi pada individu akan memudahkan
timbulnya gejala-gejala kecemasan.
c. Lingkungan awal yang tidak baik.
Lingkungan adalah faktor-faktor utama yang dapat mempengaruhi
kecemasan individu, jika faktor tersebut kurang baik maka akan
menghalangi pembentukan kepribadian sehingga muncul gejala-gejala
kecemasan.

4. Jenis-jenis Kecemasan
Kecemasan merupakan suatu perubahan suasana hati, perubahan didalam
dirinya sendiri yang timbul dari dalam tanpa adanya rangsangan dari luar.
Mustamir Pedak (2009:30) membagi kecemasan menjadi tiga jenis
kecemasan yaitu :
a. Kecemasan Rasional Merupakan suatu ketakutan akibat adanya objek yang
memang mengancam, misalnya ketika menunggu hasil ujian.Ketakutan ini
dianggap sebagai suatu unsur pokok normal dari mekanisme pertahanan
dasariah kita.
b. Kecemasan Irrasional Yang berarti bahwa mereka mengalami emosi ini
dibawah keadaankeadaan spesifik yang biasanya tidak dipandang
mengancam.
c. Kecemasan Fundamental Kecemasan fundamental merupakan suatu
pertanyaan tentang siapa dirinya, untuk apa hidupnya, dan akan kemanakah
kelak hidupnya berlanjut. Kecemasan ini disebut sebagai kecemasan
eksistensial yang mempunyai peran fundamental bagi kehidupan manusia.

Sedangkan Kartono Kartini (2006: 45) membagi kecemasan menjadi dua


jenis kecemasan, yaitu :
a. Kecemasan Ringan
Kecemasan ringan dibagi menjadi dua kategori yaitu ringan sebentar dan
ringan lama.Kecemasan ini sangat bermanfaat bagi perkembangan
kepribadian seseorang, karenakecemasan ini dapat menjadi suatu
tantangan bagi seorang individu untuk mengatasinya.Kecemasan ringan
yang muncul sebentar adalah suatu kecemasan yang wajar terjadi
padaindividu akibat situasi-situasi yang mengancam dan individu tersebut
tidak dapat mengatasinya, sehingga timbul kecemasan. Kecemasan ini
akan bermanfaat bagi individu untuk lebihberhati-hati dalam menghadapi
situasi-situasi yang sama di kemudian hari.Kecemasan ringan yang lama
adalah kecemasan yang dapat diatasi tetapi karena individu tersebut tidak
segera mengatasi penyebab munculnya kecemasan, maka kecemasan
tersebutakan mengendap lama dalam diri individu.
b. Kecemasan Berat Kecemasan berat adalah kecemasan yang terlalu
berat dan berakar secara mendalam dalam diriseseorang. Apabila
seseorang mengalami kecemasan 19 semacam ini maka biasanya ia
tidakdapat mengatasinya. Kecemasan ini mempunyai akibat menghambat
atau merugikanperkembangan kepribadian seseorang. Kecemasan ini
dibagi menjadi dua yaitu kecemasanberat yang sebentar dan
lama.Kecemasan yang berat tetapi munculnya sebentar dapat
menimbulkan traumatis padaindividu jika menghadapi situasi yang sama
dengan situasi penyebab munculnya kecemasan.Sedangakan kecemasan
yang berat tetapi munculnya lama akan merusak kepribadian individu.
Halini akan berlangsung terus menerus bertahun-tahun dan dapat meruak
proses kognisiindividu. Kecemasan yang berat dan lama akan
menimbulkan berbagai macam penyakitseperti darah tinggi, tachycardia
(percepatan darah), excited (heboh, gempar).

5. Gangguan Kecemasan
Gangguan kecemasan merupakan suatu gangguan yang memiliki ciri
kecemasan atau ketakutan yang tidak realistik, juga irrasional, dan tidak dapat
secara intensif ditampilkan dalam cara-cara yang jelas. Fitri Fauziah &
Julianty Widuri (2007:77) membagi gangguan kecemasan dalam beberapa
jenis, yaitu :
a. Fobia Spesifik Yaitu suatu ketakutan yang tidak diinginkan karena
kehadiran atau antisipasi terhadap obyek atau situasi yang spesifik.
b. Fobia Sosial Merupakan suatu ketakutan yang tidak rasional dan menetap,
biasanya berhubungan dengan kehadiran orang lain. Individu menghindari
situasi dimana dirinya dievaluasi atau dikritik, yang membuatnya merasa
terhina 20 atau dipermalukan, dan menunjukkan tanda-tanda kecemasan atau
menampilkan perilaku lain yang memalukan.
c. Gangguan Panik Gangguan panik memiliki karakteristik terjadinya
serangan panik yang spontan dan tidak terduga. Beberapa simtom yang dapat
muncul pada gangguan panik antara lain ; sulit bernafas, jantung berdetak
kencang, mual, rasa sakit didada, berkeringat dingin, dan gemetar. Hal lain
yang penting dalam diagnosa gangguan panik adalah bahwa individu merasa
setiap serangan panik merupakan pertanda datangnya kematian atau
kecacatan.
d. Gangguan Cemas Menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder)
Generalized Anxiety Disorder (GAD) adalah kekhawatiran yang berlebihan
dan bersifat pervasif, disertai dengan berbagai simtom somatik, yang
menyebabkan gangguan signifikan dalam kehidupan sosial atau pekerjaan
pada penderita, atau menimbulkan stres yang nyata. Sedangkan Sutardjo
Wiramihardja (2005:71) membagi gangguan kecemasan yang terdiri dari :
a. Panic Disorder Panic Disorder ditandai dengan munculnya satu atau dua
serangan panik yang tidak diharapkan, yang tidak dipicu oleh hal-hal yang
bagi orang lain bukan merupakan masalah luar biasa. Ada beberapa
simtom yang menandakan kondisi panik tersebut, yaitu nafas yang pendek,
palpilasi (mulut yang kering) atau justru kerongkongan tidak bisa menelan,
ketakutan akan mati, atau bahkan takut gila.
b. Agrophobia
Yaitu suatu ketakutan berada dalam suatu tempat atau situasi dimana ia
merasa bahwa ia tidak dapat atau sukar menjadi baik secara fisik maupun
psikologis untuk melepaskan diri. Orang-orang yang memiliki agrophobia
takut pada kerumunan dan tempat-tempat ramai.

6. Dampak Kecemasan
Rasa takut dan cemas dapat menetap bahkan meningkat meskipun situasi
yang betul-betul mengancam tidak ada, dan ketika emosi-emosi ini tumbuh
berlebihan dibandingkan dengan bahaya yang sesungguhnya, emosi ini
menjadi tidak adaptif. Kecemasan yang berlebihan dapat mempunyai dampak
yang merugikan pada pikiran serta tubuh bahkan dapat menimbulkan
penyakitpenyakit fisik (Cutler, 2004:304).

Yustinus Semiun (2006:321) membagi beberapa dampak dari kecemasan


kedalam beberapa simtom, antara lain :
a. Simtom suasana hati
Individu yang mengalami kecemasan memiliki perasaan akan adanya
hukuman dan bencana yang mengancam dari suatu sumber tertentu yang
tidak diketahui. Orang yang mengalami kecemasan tidak bisa tidur, dan
dengan demikian dapat menyebabkan sifat mudah marah.
b. Simtom kognitif
Kecemasan dapat menyebabkan kekhawatiran dan keprihatinan pada
individu mengenai hal-hal yang tidak menyenangkan yang mungkin
terjadi. Individu tersebut tidak memperhatikan masalah-masalah real yang
22 ada, sehingga individu sering tidak bekerja atau belajar secara efektif,
dan akhirnya dia akan menjadi lebih merasa cemas.
c. Simtom motor
Orang-orang yang mengalami kecemasan sering merasa tidak tenang,
gugup, kegiatan motor menjadi tanpa arti dan tujuan, misalnya jari-jari
kaki mengetuk-ngetuk, dan sangat kaget terhadap suara yang terjadi
secara tiba-tiba. Simtom motor merupakan gambaran rangsangan kognitif
yang tinggi pada individu dan merupakan usaha untuk melindungi dirinya
dari apa saja yang dirasanya mengancam.

Kecemasan akan dirasakan oleh semua orang, terutama jika ada tekanan
perasaan ataupun tekanan jiwa. Menurut Savitri Ramaiah (2005:9)
kecemasan biasanya dapat menyebabkan dua akibat, yaitu :
a. Kepanikan yang amat sangat dan karena itu gagal berfungsi secara
normal atau menyesuaikan diri pada situasi.
b. Gagal mengetahui terlebih dahulu bahayanya dan mengambil tindakan
pencegahan yang mencukupi.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan
adalah rasa takut atau khawatir pada situasi yang sangat mengancam
karena adanya ketidakpastian dimasa mendatang serta ketakutan bahwa
sesuatu yang buruk akan terjadi. Kecemasan tersebut ditandai dengan
adanya beberapa gejala yang muncul seperti kegelisahan, ketakutan
terhadap sesuatu yang terjadi dimasa depan, merasa tidak tenteram, sulit
untuk berkonsentrasi, dan merasa tidak mampu untuk mengatasi masalah.
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah, kecemasan
timbul karena individu melihat adanya bahaya yang mengancam dirinya,
kecemasan juga terjadi karena individu merasa berdosa atau bersalah
karena melakukan hal-hal yang berlawanan dengan keyakinan atau hati
nurani.

Dari beberapa gejala, faktor, dan definisi diatas, kecemasan ini termasuk
dalam jenis kecemasan rasional, karena kecemasan rasional merupakan
suatu ketakutan akibat adanya objek yang memang mengancam. Adanya
berbagai macam kecemasan yang dialami individu dapat menyebabkan
adanya gangguan-gangguan kecemasan seperti gangguan kecemasan
spesifik yaitu suatu ketakutan yang tidak diinginkan karena kehadiran
atau antisipasi terhadap objek atau situasi yang spesifik. Sehingga dapat
menyebabkan adanya dampak dari kecemasan yang berupa simtom
kognitif, yaitu kecemasan dapat menyebabkan kekhawatiran dan
keprihatinan pada individu mengenai hal-hal yang tidak menyenangkan
yang mungkin terjadi. Individu tersebut tidak memperhatikan masalah-
masalah real yang ada, sehingga individu sering tidak bekerja atau belajar
secara efektif, dan akhirnya dia akan menjadi lebih merasa cemas.

C. Tekhnik Relaksasi Hipnotis 5 Jari


A. Pengertian

Relaksasi adalah satu teknik dalam terapi perilaku untuk mengurangi


ketegangan dan kecemasan. Relaksasi merupakan suatu terapi relaksasi
yang diberikan kepada pasien dengan menegangkan otot-otot tertentu dan
kemudian relaksasi (Smeltzer and Bare, 2002).Teknik ini dapat digunakan
oleh pasien tanpa bantuan terapis dan mereka dapat menggunakannya
untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan yang dialami sehari-hari di
rumah.

Hipnotis adalah salah satu cabang magic yang digunakan untuk bermain
dengan alam bawah sadar manusia. Setelah seseorang memasuki alam
bawah sadarnya, kita bisa menanamkan sugesti tertentu dalam pikiran
mereka, dan membuat mereka melakukan hal-hal yang kita perintahkan.
Hipnotis lima jari adalah intervensi keperawatan untuk mengurangi
kecemasan dengan cara membantu klien untuk menghipnotis dirinya
sendiri dengan membayangkan kejadian-kejadian menyenangkan dalam
hidupnya.

B. Tujuan

 Tujuan dari teknik relaksasi ada dua, yaitu :

1. Tujuan pokok relaksasi adalah membantu orang menjadi rileks, dan


dengan demikian dapat memperbaiki berbagai aspek kesehatan fisik.

2. Membantu individu untuk dapat mengontrol diri dan memfokuskan


perhatian sehingga ia dapat mengambil respon yang tepat saat berada
dalam situasi yang menegangkan.

 Tujuan hipnosis lima jari yaitu:

untuk membantu mengurangi kecemasan

C. Manfaat

Ada beberapa manfaat dari penggunaan teknik relaksasi, menurut


Welker,dkk,dalam Karyono,1994; penggunaan teknik relaksasi memiliki
beberapa manfaat sebagai berikut:

1. Memberikan ketenangan batin bagi individu

2. Mengurangi rasa cemas, khawatir dan gelisah

3. Mengurangi tekanan dan ketegangan jiwa

4. Mengurangi tekanan darah, detak jantung jadi lebih rendah dan tidur
menjadi nyenyak

5. Memberikan ketahanan yang lebih kuat terhadap penyakit

6. Kesehatan mental dan daya ingat menjadi lebih baik


7. Meningkatkan daya berfikir logis, kreativitas dan rasa optimis atau
keyakinan

8. Meningkatkan kemampuan untuk menjalin hubungan dengan orang lain

9. Bermanfaat untuk penderita neurosis ringan, insomnia, perasaan lelah


dan tidak enak badan

10. Mengurangi hiperaktif pada anak-anak, dapat mengontrol gagap,


mengurangi merokok, mengurangi phobia, dan mengurangi rasa sakit
sewaktu gangguan pada saat menstruasi serta dapat menurunkan tekanan
darah pada penderita hipertensi ringan.

D. Persiapan Teknik Relaksasi

Persiapan-persiapan yang perlu dilakukan sebelum menerapkan teknik


relaksasi antara lain:

1. Lingkungan Fisik

 Kondisi Ruangan

Ruang yang digunakan untuk latihan relaksasi harus tenang, segar,


nyaman, dan cukup penerangan sehingga memudahkan konseli untuk
berkonsentrasi.

 Kursi

Dalam relaksasi perlu digunakan kursi yang dapat memudahkan


individu untuk menggerakkan otot dengan konsentrasi penuh; seperti
menggunakan kursi malas, sofa, kursi yang ada sandarannya atau
mungkin dapat dilakukan dengan berbaring di tempat tidur

 Pakaian

Saat latihan relaksasi sebaiknya digunakan pakaian yang longgar dan


hal-hal yang mengganggu jalannya relaksasi (kacamata, jam tangan,
gelang, sepatu, ikat pingga) dilepas dulu.
2. Lingkungan yang ada dalam Diri Konseli

Individu harus mengetahui bahwa:

 Latihan relaksasi merupakan suatu ketrampilan yang perlu dipelajari


dalam waktu yang relatif lama dan individu harus disiplin serta teratur
dalam melaksanakannya

 Selama frase permulaan latihan relaksasi dapat dilakukan paling


sedikit 30 menit setiap hari, selama frase tengah dan lanjut dapat
dilakukan selama 15-20 menit, dua atau tiga kali dalam seminggu.
Jumlah sesion tergabtung pada keadaan individu dan stress yang
dialaminya

 Ketika latihan relaksasi kita harus mengamati bahwa bermacam-


macam kelompok otot secara sistematis tegang dan rileks

 Dalam melakukan latihan relaksasi individu harus dapat membedakan


perasaan tegang dan rileks pada otot-ototnya

 Setelah suatu kelompok otot rileks penuh, bila individu mengalami


ketidakenakan ketidakenakan, sebaiknya kelompok otot tersebut tidak
digerakkan meskipun individu mungkin merasa bebas bergerak
posisinya

 Saat relaksasi mungkin individu mengalami perasaan yang tidak


umum, misalnya gatal pada jari-jari, sensasi yang mengambang di
udara, perasaan berat pada bagian-bagian badan, kontraksi otot yang
tiba-tiba dan sebagainya, maka tidak perlu takut; karena sensasi ini
merupakan petunjuk adanya relaksasi. Akan tetapi jika perasaan
tersebut masih mengganggu proses relaksasi maka dapat diatasi
dengan membuka mata, bernafas sedikit dalam dan pelan-pelan,
mengkontraksikan seluruh badan kecuali relaksasi dapat diulangi lagi.

 Waktu relaksasi individu tidak perlu takut kehilangan kontrol karena


ia tetap berada dalam kontrol yang dasar
 Kemampuan untuk rileks dapat bervariasi dari hari ke hari

 Relaksasi akan lebih efektif apabila dilakukan sebagai metode kontrol


diri

E. Indikasi Hipnotis Lima Jari

1. Klien dengan kecemasan ringan-sedang

2. Klien dengan nyeri ringan-sedang

F. Langkah-langkah Hipnotis Lima Jari

1. Fase orientasi

a. Ucapkan Salam Terapeutik

b. Buka pembicaraan dengan topik umum

c. Evaluasi/validasi pertemuan sebelumnya

d. Jelaskan tujuan interaksi

e. Tetapkan kontrak topik/ waktu dan tempat

2. Fase Kerja

a. Ciptakan lingkungan yang nyaman

b. Bantu klien untuk mendapatkan posisi istirahat yang nyaman duduk


atau berbaring

c. Latih klien untuk menyentuh keempat jadi dengan ibu jari tangan

d. Minta klien untuk tarik nafas dalam sebanyak 2-3 kali

e. Minta klien untuk menutup mata agar rileks

f. Dengan diiringi musik (jika klien mau)/ pandu klien untuk


menghipnosisi dirinya sendiri dengan arahan berikut ini:

 Telunjuk: membayangkan ketika sehat, sesehat-sehatnya


 Jari tengah: bayangkan ketika kita bersama dengan orang-orang
yang kita sayangi.

 Jari manis: bayangkan ketika kita mendapat pujian.

 Jari kelingking: membayangkan tempat yang pernah dikunjungi


yang paling membekas.

g. Minta klien untuk membuka mata secara perlahan

h. Minta klien untuk tarik nafas dalam 2-3 kali

3. Fase Terminasi

a. Evaluasi perasaan klien

b. Ealuasi objektif

c. Terapkan rencana tindak lanjut klien

d. Kontrak topik/ waktu dan tempat untuk pertemuan berikutnya

e. Salam penutup
BAB IV

ANALISA SWOT

Tekhnik Hipnotis 5 jari pada pasien precatheterisasi jantung yang mengalami kecemasan di RS
Pertamina Balikpapan. Adapun pendekatan analisis situasi pada program inovasi ini
menggunaan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threats) sebagai berikut:
A. Strength (Kekuatan)
Kekuatan dalam program inovasi yang akan dilaksanakan di RS Pertamina Balikpapan
antara lain
1. Klinis
a. RS Pertamina Balikpapan mendukung kegiatan EBN
b. RS Pertamina Balikpapan memberikan kesempatan bagi mahasiswa Ners
STIKes Pertamedika untuk melakukan pemaparan terhadap ilmu-ilmu yang
dapat diterapkan di Rumah Sakit.
c. RS Pertamina Balikpapan sudah memiliki laboratorium catheterisasi jantung
d. Jumlah perawat di ruang perawatan Anggrek terdiri dari 17 perawat yang
dilatarbelakangi pendidikan D3 Keperawatan dan S1 Keperawatan Ners.

2. Intervensi
a. Perawat di ruangan melibatkan pasien dan keluarga dalam proses pemberian
asuhan keperawatan demi tercapainya intervensi pada pasien pre catheterisasi
jantung
b. Tekhnik hipnotis 5 jari merupakan teraphy non farmakologik
c. Tekhnik hipnotis 5 jari mudah dilakukan secara mandiri.

B. Weakness (Kelemahan)
1. Klinis
a. Mobilitas perawat yang tinggi
b. Keterbatasan waktu
c. Hasil tidak dapat di evaluasi secara mandiri
2. Intervensi
Pasien kurang memahami tentang definisi, prosedur serta manfaat dari
Tekhnik hipnotis 5 jari
C. Opportunities (Peluang)
1. Klinis
a. Belum pernah dilaksanakan Tekhnis hipnotis 5 jari di RS Pertamina Balikpapan
b. Pasien tidak mengetahui manfaat dari hipnotis 5 jari
c. Mahasiswa Ners STIKes Pertamedika diberi kesempatan untuk menerangkan
EBN tentang Buerger Allen Exercise di RS Pertamina Balikpapan
d. Adanya pasien dengan Diabetes Mellitus di RS Pertamina Balikpapan

2. Intervensi
a. Pasien dapat diminta control rutin untuk mengetahui efektifitas dari Buerger
Allen exercisedan terkait diabetes mellitus yang diidapnya.

A. Threats (Ancaman)
1. Klinis
a. Pasien menolak untuk dilakukannya terapi hipnotis 5 jari
b. Keluarga menolak karena tidak mengerti tentang prosedur yang akan dilakukan
2. Intervensi
a. Adanya pemberian terapi farmakologi
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari hasil seminar EBN yaitu:

Tingkat kecemasan pasien sebelum diberikan hypnosis five fingers sebagian besar
mengalami kecemasan sedang dengan nilai skala 5, setelah dilakukan hypnosis five fingers
sebagian besar kecemasan menurun menjadi ringan dengan hasil skala 3. Presentase
kecemasan sedang sebelum intervensi dengan nilai 90% dan presentase kecemasan ringan
setelah intervensi dengan nilai 90%

B. Saran
Terapi hipnotis 5 jari dapat diterapkan dan diaplikasikan pada pasien precatheterisasi
jantung di Rumah Sakit Pertamina Balikpapan sebagai salah satu pilihan terapi modalitas
untuk menurunkan tingkat kecemasan. Selain itu, dapat juga dapat menjadi salah satu
unggulan layanan keperawatan dalam meningkatkan mutu layanan pada pre catheterisasi
jantung.

Anda mungkin juga menyukai