Anda di halaman 1dari 15

SUKU KAILI SULAWESI TENGAH

PENDAHULUAN
Negara Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang berasal dari
berbagai macam sukubangsa. Negara kepulauan terbesar di dunia yang
terdiri dari 17.508 pulau, oleh karena itu iadisebut juga sebagai Nusantara
(Kepulauan Antara). Dari Sabang sampai Merauke, Indonesiaterdiri dari
berbagai suku, bahasa dan agama yang berbeda. Indonesia memiliki
sekitar 300kelompok etnis/suku bangsa, tiap etnis memiliki warisan budaya
yang berkembang selamaberabad-abad, yang dipengaruhi oleh
kebudayaan India, Arab, Cina, Eropa, dan termasukkebudayaan sendiri
yaitu Melayu.Salah satu dari 300 kelompok etnis tersebut ada sebuah suku
yang bernama suku Kaili yangberada di Sulawesi Tengah. Suku bangsa
Kaili merupakan penduduk mayoritas di propinsiSulawesi Tengah, di
samping suku-suku bangsa besar lainnya seperti Dampelas, Kulawi,
danPamona. Orang Kaili dan Dampelas menganut agama Islam,
sedangkan orang Kulawi danPamona merupakan penganut agama Kristen.
Selain itu secara keseluruhan masih ada suku-suku bangsa lainnya yang
tidak begitu besar jumlahnya, yaitu Balaesang, Tomini, Lore, Mori,Bungku,
Buol Toli-toli, dan lain-lain.Dengan mengetahui dan sedikit mempelajari
suku Kaili serta kebudayaan masyarakat sukuKaili ini, kita dapat
mengetahui tentang kondisi dan situasi masyarakat suku Kaili. Selain
itupula dengan mempelajari kebudayaan suku Kaili ini kita dapat
menentukan strategi danmetode dakwah apa yang akan kita sampaikan
pada mereka jika suatu saat nanti kitadiperkenankan bertemu dan
berhadapan dengan mereka.
PEMBAHASAN

1. Sejarah Suku Kaili


Suku Kaili adalah salah satu suku bangsa yang mendiami lembah Palu.
Atau bisa disebut juga sebagai suku asli lembah Palu. Kawasan Lembah
Palu dan sekitarnya beberapa abadyang lampau merupakan dataran air
sungai Palu, dan merupakan suatu wilayah yang menjadiciri khas
kebudayaan dan pemerintahan. Adapun lembah Palu ( saat ini dikenal
dengankecamatan Palu Timur dan Palu Barat, kelurahan Tondo, Petobo,
dan kecamtan Marawola)adalah merupakan bagian dari kerajaan Palu
yang dahulu masuk dalam lingkungan kerajaanGowa. Ada sejumlah versi
mengenai asal-
usul nama suku “Kaili” ini. Secara kebahasaan, kata kaili
berasal dari nama pohon. Pohon kaili ini tumbuh subur di tepi sungai Palu
dan teluk Palu.Pada zaman dulu, tepi pantai Teluk Palu letaknya menjorok
kurang lebih 34 km dari letakpantai sekarang, yaitu di Kampung Bangga.
Sebagai buktinya, di daerah Bobo sampai keBangga banyak ditemukan
karang dan rerumputan pantai/laut. Bahkan di sana ada sebuahsumur
yang airnya pasang pada saat air di laut sedang pasang demikian juga
akan surut padasaat air laut surut.Berdasarkan cerita daerah setempat, di
dekat kampung Bangga tumbuh menjulang pohonkaili yang sering
dijadikan panduan bagi para pelaut dalam menentukan arah
menujupelabuhan Banggai.
2. Deskripsi Lokasi
Suku Kaili adalah suku bangsa di Indonesia yang secara turun-temurun
tersebar mendiamisebagian besar dari Provinsi Sulawesi Tengah,
khususnya wilayah Kabupaten Donggala,

Kabupaten Sigi, dan Kota Palu, di seluruh daerah di lembah antara


Gunung Gawalise,Gunung Nokilalaki, Kulawi, dan Gunung Raranggonau.
Mereka juga menghuni wilayah pantaitimur Sulawesi Tengah, meliputi
Kabupaten Parigi-Moutong, Kabupaten Tojo-Una Una danKabupaten Poso.
Masyarakat suku Kaili mendiami kampung/desa di Teluk Tomini
yaituTinombo, Moutong, Parigi, Sausu, Ampana, Tojo dan Una Una,
sedang di Kabupaten Posomereka mendiami daerah Mapane, Uekuli dan
pesisir Pantai Poso.
3. Unsur Kebudayaan

a. Bahasa
Suku Kaili mengenal lebih dari 20 bahasa yang masih hidup dan
dipergunakan dalampercakapan sehari-hari. Namun, suku Kaili tetap
memilki lingua franca ( bahasa pemersatu),
mereka menyebutnya sebagai bahasa “Ledo” yang artinya “Tidak”.
Bahasa Ledo ini dapatdigunakan untuk berkomunikasi dengan bahasa-
bahasa Kaili lainnya. Bahasa Ledo yang asli(belum dipengaruhi bahasa
para pendatang) masih ditemukan di sekitar Raranggonau danTompu.
Sementara, bahasa Ledo yang dipakai di daerah kota Palu, Biromaru,
dan sekitarnyasudah terasimilasi dan terkontaminasi dengan beberapa
bahasa para pendatang terutamabahasa Bugis dan bahasa
Melayu.Bahasa-bahasa yang masih dipergunakan dalam percakapan
sehari-hari, yaitu bahasa Tara(Talise, Lasoani, Kavatuna dan Parigi),
bahasa Rai (Tavaili sampai ke Tompe), bahasa Doi(Pantoloan dan
Kayumalue); bahasa Unde (Ganti, Banawa, Loli, Dalaka, Limboro, Tovale
danKabonga), bahasa Ado (Sibalaya, Sibovi, Pandere) bahasa Edo
(Pakuli, Tuva), bahasa Ija
(Bora, Vatunonju), bahasa Da’a (Jono’oge), bahasa Moma (Kulavi), dan
bahasa Bare’e
(Tojo,
Unauna dan Poso). Semua kata dasar bahasa tersebut berarti “tidak”.

b. Sistem Teknologi
- Sistem Teknologi Transportasi dan KomunikasiDi abad sekaliber dan se-
modern saat ini, ada beberapa suku Kaili yang masih sangattertinggal
dengan akses teknologi modern karena kehidupan masyarakat yang
terasing danterisolasi dari peradaban modern. Disamping kondisi desa
penduduk Kaili denganperbukitannya yang terjal dan sulitnya medan,
transportasi untuk sampai ke desa ini terbilangsulit didapat. Untuk
mencapai desa ini hanya bisa dengan menggunakan sepeda motor
(ojek)dari kota Palu (Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan) yang jaraknya
kurang lebih 80 km,ditambah berjalan kaki sejauh 10 km menapaki bukit
terjal.Suku Kaili yang hidup dipedalaman atau dikawasan hutan mereka
tidak memilki aksesteknologi selayaknya suku Kaili yang tinggal di daerah
pinggir kota. Akan tetapi mereka masihtetap memilki alat tradisional berupa
gerobak yang mereka simpan dibawah tempat tidurmereka.-
Peralatan upacaraSuku Kaili memiliki beberapa upacara adat tertentu,
diantaranya adalah upacara adatpengobatan untuk ibu yang sedang hamil
(Novero). Peralatan upacara yang harusdipersiapkan adalah: Suampela,
sebuah tempat penyimpanan sesajian yang dibuat dari kayubertiang tiga.
Pada bagian atas dibuat sebuah anyaman dari ranting bambu atau kayu
tempatsesajian itu disimpan. Kulili, yaitu kayu yang dibuat berbentuk
parang dan diberi warna belanghitam putih. Ose ragi, yaitu beras yang
sudah diberi warna-warni. Pekaolu nuvayo, yaitutempat berlindungnya
bayangan. Tujuan pembuatannya dalah sebagai tempat roh berlindungbila
mendapat gangguan makhlus halus. Toge, adalah peralatan upacara yang
berbentuktombak dan kuda berkepala dua yang dibuat dari janur. Tuvu
mbuli. Mbara-mbara ( barangperhiasan/ pakaian adat). Mbara-mbara terdiri
dari: vuya (sarung), baju dan bulava (emas).Dula pulangga, (dulang
berkaki), alat ini digunakan sebagai tempat menyimpan mbara-
mbara.Banja mpangana (mayang pinang). Serta daun dan bunga yang
wangi seperti : bunga Mbalu,
daun pandan, Tamadi dan Tulasi.Upacara adat kematian (molumu) ialah
masa menyemayamkan jenazah, di mana mayatdisimpan dalam peti kayu
yang tertutup rapi. Adapun perlengkapan selama upacara molumuialah:
peti mayat (lumu); kipas (vara); dekorasi, semacam janur yang dibuat
dari daun pandandan bunga kemboja, yang dijadikan penghias lumu (peti
mayat) serta mayang pinang dandaun-daun kelapa. Perlengkapan lainnya
ialah : ula-ula, jajaka, gimba (gendang), pekabalu(kain pengikat kepala),
kepala manusia, dan payung.Upacara Naik Ayunan (Nosaviraka Ritora)
yang dilakukan untuk seorang bayi agar terhindardari gangguan makhluk
halus dan dari kakak-kakaknya yang masih nakal. Upacara iniberlangsung
dalam rumah, dan diperlengkapi dengan bahan-bahan upacara antara lain
4macam makanan dari beras ketan, masing-masing disimpan di bawah
ayunan, tengah rumah,satu baki untuk bagian dukun dan satu baki lagi
untuk pangolo nu ngana kodi (bagian
untukbayi). Ada pula vati dalam keluarga pada masyarakat Kaili yang meng
adakan upacara Nompesuvukingana (mengunjungi anak) yaitu suatu
upacara di mana dari pihak nenek perempuan dariayah sang bayi
mengadakan kunjungan kepada bayi dengan satu upacara tertentu
pula.Upacara ini bertujuan agar anak tidak berpenyakit mata (nageri), suka
menangis (marenge),dan berwatak jorok (matontoru). Peralatan yang
digunakan adalah sejumlah bahan makanandan keperluan dapur, seperti
makanan dan sayur masing-masing satu belanga, kayu api,sagu, beras,
pisang satu sisir, dan daun pisang 7 lembar. Alat-alat dapur antara lain
tavolo(alat peniup api yang dibuat dari bambu), supi (penjepit arang api),
sendok nasi, dan sayurmasing-masing satu buah.Upacara selamatan
kandungan pada masa hamil pertama (Nolama Tai) denganmenggunakan
peralatan upacara berupa mantale njaka (upacara sesajian) dari
sejumlahbahan makanan dan bahan-bahan perlengkapan adat lainnya.
Materi-materi yangdipersiapkan di sini ialah punti jaka (pisang rebus),
koluku nikou (kelapa parut), marisa nete(lombok kecil), hati kerbau yang
sudah dibakar (sate), nasi masak, dan darah kambing/ayamyang
disembelih. Benda-benda adat lainnya ialah sabala mesa (1 lembar sarung
tenunanzaman dulu), samata doke (satu mata tombak), somata tinggora
(satu mata tombak yangberakit), tatalu suraya ada (tiga piring adat), tatalu
tubu (tiga buah mangkok), sang dula (satudulang tempat penyimpanan
barang-barang tersebut di atas).Upacara Masa Kanak-kanak pada Suku
Kaili (Nosuna / khitan). Upacara ini sudah menjadiadat dan tradisi di
kalangan masyarakat Kaili sejak masuknya Islam hingga dewasa ini,
secaraturun temurun. Upacara nosuna (khitan) dilaksanakan pada anak
laki-laki dan perempuan.Namun pada bahagian ini hanya diuraikan khusus
pada upacara nosuna bagi anak laki-lakiyang dilakukan menjelang anak
berumur sekitar 7 sampai 8 tahun, yaitu pada anak-anak yangbelum
memasuki puber atau balig (nabalego).- Alat MusikPeralatan musik
tradisional suku Kaili terbuat dari bahan alam. Salah satu peralatan musik
suku Kaili adalah “Kakula”. Namun jauh sebelum alat musik ini masuk,
daerah ini sudah
mengenal alat musik yang terbuat dari kayu yang pipih dengan panjang
kira-kira 60 cm dantebal 2 cm serta lebar 5 sampai 6 cm disesuaikan
dengan nada. Alat musik tersebut jugasering mereka katakan sebagai
gamba-gamba. Gamba-gamba kayu adalah salah satu bentukembrio atau
awal dari musik kakula karena nada yang ada pada musik kakula yang
terbuatdari tembaga/kuningan persis dengan nada yang ada pada gamba-
gamba atau Musik KakulaKayu.Dan alat musik lainnya seperti Lalove
(serunai), nggeso-nggeso (rebab berdawai dua), gimba(gendang), gamba-
gamba (gamelan datar/kecil), goo(gong), dan suli (suling).
c. Sistem Mata Pencaharian
Suku Kaili penduduk asli Sulawesi Tengah adalah sebagai penduduk
agraris. Suku Kaili

memilki mata pencaharian sebagai petani, yang bercocok tanam di sawah,


diladang danmenanam kelapa. Disamping itu masyarakat suku Kaili yang
tinggal didataran tinggi
mereka juga mengambil hasil bumi dihutan seperti rotan,damar dan kemiri,
dan beternak. Sedangmasyarakat suku Kaili yang dipesisir pantai
disamping bertani dan berkebun, mereka jugahidup sebagai nelayan dan
berdagang antar pulau ke kalimantan.Makanan asli suku Kaili pada
umumnya adalah nasi, karena sebagian besar tanah datarandilembah
Palu, Parigi sampai ke Poso merupakan daerah persawahan. Kadang pada
musimpaceklik masyarakat menanam jagung, sehingga sering juga mereka
memakan nasi dariberas jagung (campuran beras dan jagung
giling). Alat pertanian suku Kaili diantaranya : pajeko (bajak), salaga (sisir),
pomanggi,pandoli(linggis), Taono(parang); alat penangkap ikan
diantaranya: panambe, meka, rompo, jala dan tagau.
d. Sistem Kemasyarakatan
Orang Kaili pada masa lalu mengenal beberapa lapisan sosial, seperti
golongan raja danturunannya (madika), golongan bangsawan (to guru
nukapa), golongan orang kebanyakan (todea), golongan budak (batua).
Selain itu mereka juga memandang tinggi golongan sosialberdasarkan
keberanian (katamang galaia), keahlian (kavalia), kekayaan
(kasugia),kedudukan (kadudua) dan usia (tetua).Pola perkampungan suku
bangsa Kaili terdapat tiga pola pemukiman adat, yakni Ngapa
(polapermukiman mengelompokan padat), Boya (pengelompokan
komunitas kecil menyebar), danSampoa (tempat berlabuhan). Dalam
sistem kekerabatan suku Kaili bersifat bilineaal, artinyaketurunan baik dari
pihak laki-laki maupun perempuan. Ciri khas menandai jati diri
suatumasyarakat adalah kepemilikan tradisional, seperti upacara adat
sebagai ekspresipengungkapan jati diri. Upacara ditentukan oleh jati sesuai
status sosial dan atau warisanyang pernah diterima dari orang tua atau
nenek moyangnya. Upacara nobou yakni upacaratolak bala atau upacara
penyembuhan terhadap berbagai jenis penyakit biasanya upacara
inidilakukan pada kalangan raja dan bangsawan. Wujud kebudayaan
masyarakat tercermin puladalam peralatan tradisional khususnya yang
berhubungan peralatan rumah tangga.Hubungan kekerabatan masyarakat
suku Kaili sangat nampak kerjasama pada kegiatan-kegiatan pesta adat,
kematian, perkawinan dan kegiatan bertani yang disebut
SINTUVU(kebersamaan/gotong royong) serta mengembangkan suatu nilai
yang dapat menunjukkankesetiakawanan atau solidaritas dengan
sesamanya, yaitu nilai gotong royong (nolunu). Nilaihidup ini merupakan
realisasi kebersamaan mereka dalam menghadapi suatu kerja,
yangmanifestasinya dapat terlihat dalam segala aktivitas hidup sehari-hari,
seperti bantu-membantu dalam suatu pekerjaan besar yang membutuhkan
banyak tenaga kerja, memberipertolongan kepada keluarga yang sedang
dirundung musibah, serta kegiatan-kegiatanlainnya yang akan lebih cepat
terselesaikan jika dikerjakan bersama-sama.Dalam masyarakat
dikembangkan adab sopan santun dalam hubungan kekerabatan,misalnya
bagaimana harus bersikap, berkata-kata dan bertindak terhadap orangtua
ataumereka yang lebih tua usianya dalam kehidupan sehari-hari. Pada
umumnya mereka yangtergolong muda harus bersikap sopan dan hormat
kepada golongan yang lebih tua usianya,serta mereka yang berasal dari
golongan yang lebih tinggi status sosial dan kedudukannyadalam
masyarakatnya. Sebaliknya golongan tua harus dapat bersikap hati-hati
dalammemberikan contoh yang baik untuk diteladani oleh para generasi
muda.Demikian pula masyarakat Suku Kaili mengembangkan sopan
santun dalam tata carapergaulan yang menentukan bagaimana orang
seharusnya bersikap terhadap sesamanyadalam kehidupan
bermasyarakat. Adat sangat membatasi dan mengatur pergaulan muda-
mudi. Mereka tidak dibenarkan bertemu berduaan tanpa didampingi oleh
orang tua, karenaitu perkawinan diatur oleh orang tua dari kedua belah
pihak yang bersangkutan. Jika adat inidilanggar, maka yang melanggar
akan dikenai denda adat (nigivu) dengan memberikan

sejumlah hewan tergantung dari besar kecilnya pelanggaran yang


dilakukan.Seiring berjalannya masa, dalam kehidupan masyarakat
Sulawesi Tengah saat ini telahdikenal sistem kepemimpinan formal, dan
informal. Kepemimpinan formal dalam desa didaerah Sulawesi Tengah
dikepalai oleh seorang kepala desa. Kepala desa ini dalammenjalankan
tugas-tugasnya dibantu oleh sekretaris desa, kepala urusan-urusan dan
kepaladusun. Kemudian kepemimpinan secara informal diketuai oleh
kepala adat dan anggota adatlainnya (tokoh-tokoh adat), pemuka-pemuka
agama (para ulama, imam dan pembantu-pembantunya), dan organisisasi
sosial kemasyarakatan seperti organisasi pemuda,organisasi wanita, dan
sebagainya.
e. Sistem Pengetahuan
Suku Kaili banyak mendiami tempat-tempat dan daerah-daerah yang
berbeda dikawasanSulawesi Tengah, diantara sekian banyak masyarakat
suku Kaili terdapat sebuah rumpun
masyarakat suku Kaili yang dikenal dengan suku Kaili Da’a yang
berbahasa Da’a di Jono’oge
Sulawesi Tengah.Hingga di abad teknologi muktahir yang berkembang
pesat di kota-kota dimana kita tinggal,Orang Kaili Da
’a ini tidak pernah mengadopsi satu bagian pun dari kemajuan teknologi itu.
Anak-anak mereka bertumbuh apa adanya dengan pengetahuan yang
minim yang tak lebihdari miskinnya peradaban kebudayaan Kaili. Kesulitan
akses ini yang menjadikan merekatetap terasing dan nyaris terisolasi dari
peradaban modern.Pertengahan Juni 2008, PESAT mengirimkan dua
orang tenaga pengajarnya untuk
membangun generasi baru Suku Kaili Da’a, membangun sekolah darurat
dan mengajarkan
pendidikan di sana. Penghujung Agustus 2008, sekolah perdana di suku
terasing ini punmeluncur, dan antusias anak-anak Awalnya sekolah
diadakan di Bantaya, istilah untuk balai pertemuan adat bagi Suku kaili,
kiniSedikitnya ada 50 anak usia sekolah berbaris rapih penuh semangat
setiap pagi memasukidua
ruang kelas di “sekolah baru” mereka yang ala kadarnya, yang dinding dan
lantainya
terbuat dari papan dan beratap rumbia. Satu bangunan sekolah yang
berdiri agak miring ditengah sabana di tanah datar di punggung bukit hasil
gorong-royong masyarakat Kaili. (tulisanFeature_Radio
PESAT) Adapun Pendidikan moral masyarakat suku Kaili secara umum dit
anamkan di dalamlingkungan keluarga secara ketat. Yang paling berperan
dalam masalah pendidikan anak-anak adalah ibu. Oleh sebab itu anak-
anak, baik laki-laki maupun perempuan, lebih dekathubungannya kepada
ibu daripada ayah mereka.
f. Sistem Kesenian
Salah satu kerajinan masyarakat suku Kaili adalah menenun sarung. Ini
merupakan kegiatanpara wanita didaerah Wani,Tavaili, Palu, Tipo dan
Donggala. Sarung tenun ini dalam bahasaKaili disebut Buya Sabe tetapi
oleh masyarakat umum sekarang dikenal dengan SarungDonggala. Jenis
Buya Sabe inipun mempunyai nama-nama tersendiri berdasarkan
motiftenunannya, seperti Bomba, Subi atau Kumbaja. Demikian juga
sebutan warna sarungDonggala didasarkan pada warna alam,seperti
warna Sesempalola / kembang terong (ungu),Lei-Kangaro/merah betet
(merah-jingga), Lei-pompanga (merah ludah sirih).Didaerah Kulawi masih
ditemukan adanya pembuatan bahan pakaian yang diproses dari kulitkayu
yang disebut Katevu. Pakaian dari kulit Kayu Katevu ini sebagian besar
dipakai olehpara wanita dalam bentuk rok dan baju adat.Sastra lisan dalam
bentuk cerita rakyat tidak lain merupakan pencerminan atas kondisi
suatumasyarakat yang didalamnya terkandung nilai kehidupan, petuah
kehidupan serta berupanasehat dari yang tua kepada yang muda serta
perlunya manusia untuk menjagakeseimbangan lingkungan dimana
mereka tinggal.
g. Religi
Sebagian besar dari mereka sudah memeluk agama Islam terutama yang menetap
di daerahpantai, sedangkan mereka yang tinggal di daerah pedalaman menganut
agama Kristen ataukepercayaan nenek moyang. Mayoritas penduduknya beragama
Islam.Di samping penduduk asli suku Kaili, di Sulawesi Tengah juga terdapat suku
bangsapendatang, seperti orang Bugis dari selatan serta orang Gorontalo dan
Minahasa dari sebelahutara.Hubungan dengan suku-suku bangsa yang berasal dari
Sulawesi Selatan membawapengaruh pula dalam hal agama, dalam hal ini agama
Islam yang menjadi agama mayoritaspenduduk Sulawesi Selatan. Bukti sejarah
menyatakan bahwa masuknya agama Islam keSulawesi Tengah berasal dari daerah
Minangkabau melalui Makassar, yang dibawa olehseorang mubalig pada saat
sedang berdagang. Diperkirakan masuknya agama Islam keSulawesi Tengah
pada abad XVII, yang mana saat itu penduduk setempat masih
memelukkepercayaan nenek moyang yaitu animisme dan dinamisme.Namun,
kepercayaan animisme dan dinamise serta kepercayaan-kepercayaan lainnya
sepertikepercayaan terhadap orang yang memiliki ilmu hitam dan dapat membunuh
musuhnyadengan kekuatan roh jahatnya, percaya akan adanya makhluk-makhluk
halus yang mendiamidan menguasai tempat-tempat tertentu, dan mereka
dianggap sebagai dewa penguasa (pue)tempat-tempat tersebut,
mempercayai adanya benda-benda sakti, seperti tana sanggamu(tanah
segenggam) yang diyakini sebagai salah satu benda sakti, tidak serta merta
langsunghilang begitu saja. Penduduk yang bermukim di daerah pedalaman, atau
mereka yangtermasuk kelompok terasing di Sulawesi Tengah, seperti suku
bangsa Tolare, Wana, Seasea,dan Daya masih memegang kepercayaan-
kepercayaan tersebut.Dengan masuknya agama Islam sebagai agama mayoritas
serta agama-agama lain (terutamaKristen), kepercayaan-kepercayaan nenek
moyang tersebut belum hilang sama sekali,bahkan tumbuh dan berkembang
bercampur dengan agama dalam bentuk sinkretisme. Halini dapat disaksikan dalam
penyelenggaraan upacara-upacara adat yang sudah merupakanperpaduan antara
sistem kepercayaan lama dan agama. Meskipun demikian upacara-upacara
yang dianggap kurang sesuai dengan agama berangsur-angsur hilang dalam
bentukaslinya, tinggal sisa-sisanya yang dikembangkan dalam simbol-
simbol tertentu. Keadaanseperti ini terutama berlaku dalam suku-suku bangsa
yang sudah memeluk salah satuagama.h. PemerintahanPemerintahan pada
masa dahulu, sudah dikenal adanya struktur organisasi pemerintahan didalam suatu
Kerajaan (KAGAUA) dikenal adanya MAGAU (Raja), MADIKA MALOLO
(RajaMuda). Didalam penyelenggaraan pemerintahan Magau dibantu oleh LIBU NU
MARADIKA(Dewan Pemerintahan Kerajaan) yang terdiri dari: MADIKA MATUA
(Ketua DewanKerajaan/Perdana Menteri) bersama PUNGGAWA (Pengawas
Pelaksana Adat/ UrusanDalam Negeri), GALARA (Hakim Adat), PABICARA (Juru
Bicara), TADULAKO (UrusanKeamanan/ Panglima Perang) dan SABANDARA
(Bendahara dan Urusan Pelabuhan).Disamping dewan Libu nu Maradika, juga ada
LIBU NTO DEYA (Dewan PermusyawaratanRakyat) yang merupakan perwakilan
Rakyat berbentuk KOTA PITUNGGOTA (Dewan ygMewakili Tujuh Penjuru Wilayah)
atau KOTA PATANGGOTA (Dewan yg Mewakili EmpatPenjuru Wilayah). Bentuk
Kota Pitunggota atau Kota Patanggota berdasarkan luasnyawilayah kerajaan yang
memiliki banyaknya perwakilan Soki (kampung)dari beberapa penjuru.Ketua Kota
Pitunggota atau Kota Patanggota disebut BALIGAU.Strata sosial masyarakat
Kaili dahulu mengenal adanya beberapa tingkatan yaituMADIKA/MARADIKA,
(golongan keturunan raja atau bangsawan),TOTUA NUNGATA
(golongan keturunan tokoh-tokoh masyarakat), TO DEA (golongan
masyarakat biasa), danBATUA (golongan hamba/budak).Pada zaman sebelum
penjajahan Belanda, daerah Tanah Kaili mempunyai beberapa raja-raja yang
masing2 menguasai daerah kekuasaanya, seperti Banawa, Palu, Tavaili,
Parigi, Sigidan Kulavi. Raja-raja tersebut mempunyai pertalian kekeluargaan serta
tali perkawinan antarasatu dengan lainnya, dengan maksud untuk mencegah
pertempuran antara satu denganlainnya serta mempererat kekerabatan.Pada
saat Belanda masuk kedaerah Tanah Kaili, Belanda mencoba mengadu domba
antararaja yang satu dengan raja lainnya agar mempermudah Belanda menguasai
seluruh daerahkerajaan di Tanah kaili. Tetapi sebagian besar daripada raja-raja
tersebut melakukanperlawanan terhadap tentara Belanda, mereka bertempur dan
tidak bersedia dijajah Belanda.Tetapi dengan kelicikan Belanda setelah mendapat
bala bantuan dari Jawa akhirnyabeberapa raja berhasil ditaklukan, bahkan ada
diantaranya yang ditangkap dan ditawan olehBelanda kemudian dibuang ke Pulau
Jawa.Beberapa alat senjata perang yang digunakan oleh suku Kaili diantaranya :
Guma (sejenisparang), Pasatimpo (sejenis keris), Toko (tombak), Kanjai
(tombak trisula), Kaliavo (perisai).
4. Nilai- nilai Budaya
Sebagaimana suku-suku lainnya diwilayah persada Nusantara, Suku Kaili juga
mempunyaiadat istiadat sebagai bagian kekayaan budaya didalam kehidupan sosial,
memiliki Hukum Adat sebagai aturan dan norma yang harus
dipatuhi, dan mempunyai aturan sanksi dalamhukum adat serta kearifan
lokal yang melingkupi kehidupan penduduk suku Kaili.Salah satu nilai
kehidupan yang berbunyi nilinggu mpo taboyo merupakan manifestasikeakraban
hubungan kekerabatan. Pada hakikatnya nilai ini dapat diartikan sebagai suatusikap
hidup yang tidak menginginkan adanya jarak atau perbedaan yang dalam
antarasesama kerabat, dalam hal ini perbedaan kaya dan miskin. Biasanya
mereka yang tergolongmampu atau berkecukupan dalam hidup selalu menolong
kerabatnya agar dapat hidup lebihlayak.Terdapat pula nilai yang dapat menunjukkan
kesetiakawanan atau solidaritas dengansesamanya, yaitu nilai gotong royong
(nolunu). Nilai hidup ini merupakan realisasikebersamaan mereka dalam
menghadapi suatu kerja, yang manifestasinya dapat terlihatdalam segala aktivitas
hidup sehari-hari, seperti bantu-membantu dalam suatu pekerjaanbesar yang
membutuhkan banyak tenaga kerja, memberi pertolongan kepada keluarga
yangsedang dirundung musibah, serta kegiatan-kegiatan lainnya yang akan
lebih cepatterselesaikan jika dikerjakan bersama-sama.
5. Kesimpulan
Suku Kaili adalah suku bangsa di Indonesia yang secara turun-temurun
tersebar mendiamisebagian besar dari Provinsi Sulawesi Tengah, Suku Kaili
mengenal lebih dari dua puluhbahasa yang masih hidup dan dipergunakan dalam
percakapan sehari-hari. Uniknya, diantara kampung yang hanya berjarak 2 km kita
bisa menemukan bahasa yg berbeda satudengan lainnya.Mata pencaharian utama
masyarakat Kili adalah bercocok tanam disawah,diladang danmenanam kelapa.
Disamping itu masyarakat suku Kaili yang tinggal didataran tinggi
mereka juga mengambil hasil bumi dihutan seperti rotan,damar dan kemiri,
dan beternak. Sedangmasyarakat suku Kaili yang dipesisir pantai disamping
bertani dan berkebun, mereka jugahidup sebagai nelayan dan berdagang antar
pulau ke kalimantan. Makanan asli suku Kailipada umumnya adalah nasi, karena
sebagian besar tanah dataran dilembah Palu, Parigisampai ke Poso merupakan
daerah persawahan.

Sebagaimana suku-suku lainnya diwilayah persada Nusantara, Suku Kaili


juga mempunyaiadat istiadat sebagai bagian kekayaan budaya di dalam
kehidupan sosial, memiliki Hukum Adat sebagai aturan dan norma yang harus
dipatuhi, serta mempunyai aturan sanksi dalamhukum adat. Hubungan
kekerabatan masyarakat suku Kaili sangat nampak kerjasama padakegiatan-
kegiatan pesta adat, kematian, perkawinan dan kegiatan bertani yang
disebutSINTUVU (kebersamaan/gotong royong).DAFTAR
PUSTAKAhttp://nagaya.net16.net

Situs Nagaya Powered by Mambo Generated:6 April,
2011,02: http://melayuonline.com/ind/culture/dig/1891/noverohttp://hiburan.k
ompasiana.com/buku/2010/04/12/buku-orang-kaili-gelisan-kata-pengantar-
dari-penulis/http://www.anneahira.com/suku-kaili-
7441.htmhttp://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Kailihttp://isramrasal.wordpress.c
om/2009/10/23/mengenal-lebih-dekat-upacara persemayaman- jenazah-
suku-kaili-di-sulawesi-tengah/http://3snanaru.multiply.com/journal/item/9
Justus M. van der Kroef (1951). “The Term Indonesia: Its Origin and
Usage”. Journal of the
American Oriental SocietyKristanto, Budi. 2002. Suku Bangsa Kaili Dari Sejarah
Hingga Budayanya. BKSNT Manado.Koran

Sulteng.blogspot.com/2009/12/kenalkan-kalkula-alat-musik-etnik-
suku.html

Anda mungkin juga menyukai