Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KELOMPOK

TUTORIAL MODUL I
ILMU PENYAKIT MULUT
“ LUKA DAN TONJOLAN DI RONGGA MULUT”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK XI

- FILDAYANI AMIR J 011 181 031


- MUH ZUL FAHRUL AMIN J 011 181 032
- ANDI NUR MUJAHIDAH J 011 181 033
- SRI BULAN J 011 181 331
- SATRIA ARYANTO SURONO PUTRA HW J 011 181 332
- REGITA MAHARANI J 011 181 333
- EGITA APRILIA SUKARNO J 011 181 522
- IVENA MARELLA FAUSTIN J 011 181 523
- FANNY AYU ELFIRA J 011 181 524
- A. ZHAFAR FADHAL ASRYAF P.M J 011 181 351
- IZZATUL HURRIYAH SYAHRAN J 011 181 342

PENDIDIKAN KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019

i
KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena
dengan taufiq dan hidayahnya makalah ini dapat diselesaikan walaupun masih
kurang dari kesempurnaan. Sholawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan
kepada baginda Nabi besar Muhammd SAW yang telah membawa ummat Islam
seluruhnya dari dunia kebodohan menuju dunia keilmuan yang penuh dengan
pendidikan.
Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada teman-teman dan orang-
orang yang terlibat dalam pembuatan makalah ini, semoga Allah SWT.membalas
kebaikannya dengan balasan yang lebih banyak. Amin.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan oleh karena
itu kami mengharap kritik dan saran dari Dosen pembimbing dan segenap teman-
teman demi kesempurnaan makalah ini.
Terlepas dari kekurangan-kekurangan makalah ini, kami berharap semoga
makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan menjadikan amal saleh bagi kami.
Amin yarobbal alamin.

Makassar, 23 Agustus 2019

PENULIS
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................... i


Daftar Isi ............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
1.3 Tujuan .......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Torus Dan Stomatitis Apthosa Rekuren (SAR) ......................... 3
2.2 Etiologi Torus Dan Stomatitis Apthosa Rekuren (SAR) ............................ 3
2.3 Gambaran Klinis Torus Dan Stomatitis Apthosa Rekuren (SAR) .............. 4
2.4 Etiopatogenesis Torus Dan Stomatitis Apthosa Rekuren (SAR) ................ 5
2.5 Tata Laksana Penyebuhan Torus Dan Stomatitis Apthosa Rekuren (SAR) 5
2.6 Diagnosa Banding Torus Dan Stomatitis Apthosa Rekuren (SAR) ........... 6
2.7 Jenis-Jenis Lesi ......................................................................................... 11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ............................................................................................... 14
3.2 Saran .......................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 15
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit gigi dan mulut masih menjadi perhatian diseluruh dunia termasuk
Indonesia. Penyakit mulut yang paling sering terjadi adalah Stomatitis Aphtosa
Rekuren atau yang biasa dikenal dengan sariawan bagi masyarakat awam SAR
merupakan salah satu penyakit mulut dengan prevalensi terbesar yaitu 25 %
sedangkan untuk SAR dominan pada ras tau etnis tertentu dan lebih sering terjadi
pada wanita dibandingkan pria.
SAR adalah kondisi umum yang ditandai dengan adanya ulkus berbentuk
bulat dan terasa nyeri dan sering kambuh pada mukosa mulut. SAR memiliki 3
tipe menurut berdasarkan ukurannya, jumlah dan durasi lesi yaitu SAR minor,
mayor dan herpetiform. SAR minor merupakan tipe SAR yang paling sering,
dijumpai 70-85% dari seluruh kasus. Mereka terjadi di dasar mulut, lidah lateral
dan ventral, mukosa bukal, dan faring; <8 mm (biasanya 2 hingga 3 mm); dan
sembuh dalam 10 hari tanpa jaringan parut. Factor factor penyebaba SAR belum
diketahui dengan jelas, namun memiliki beberapa factor yang dapat merangsang
terjadinya SAR, seperti factor kehamilan, hormone, trauma, dan kekurangan
vitamin atau gizi.
Penyakit mulut yang banyak memiliki prevalesi yang cukup banyak adalah
Torus Palatinus. Torus palatinus memiliki prevalensi sekitar 3-5% penduduk
dunia. Torus palatinus ini umumnya lebih sering terjadi pada wanita dan rasa tau
etnis tertentu seperti daerah Asia.
Torus palatinus adalah suatu Penonjolan tulang (eksostosis) atau pertumbuhan
benigna jaringan tulang yang keluar dari permukaan tulang. Secara khas keadaan
ini ditandai dengan tertutupnya tonjolan tersebut oleh kartilago pada daerah
midline rahang atas. Factor penyebab dari torus palatinus juga belum diketahui
secara pasti, namun torus palatinus memiliki factor gentik yang sangat kuat untuk
diturunkan kepada keturunannya, selain itu juga pemasangan gigitiruan juga dapat
menyebabkan pertumbuhan dari torus palatinus.
1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :


1. Apa yang dimaksud dengan torus dan Stomatitis Apthosa Rekuren (SAR) ?
2. Apa etiologi dari torus dan Stomatitis Apthosa Rekuren (SAR) ?
3. Bagaimana gambaran klinis dari dari torus dan Stomatitis Apthosa Rekuren
(SAR) ?
4. Bagaimana etiopatogenesis dari dari torus dan Stomatitis Apthosa Rekuren
(SAR) ?
5. Bagaimana tata laksana penyebuhan dari dari torus dan Stomatitis Apthosa
Rekuren (SAR) ?
6. Apa saja diagnosa banding Bagaimana gambaran klinis dari dari torus dan
Stomatitis Apthosa Rekuren (SAR) ?
7. Apa saja jenis-jenis lesi ?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :


1. Apa yang dimaksud dengan torus dan Stomatitis Apthosa Rekuren (SAR) ?
2. Apa etiologi dari torus dan Stomatitis Apthosa Rekuren (SAR) ?
3. Bagaimana gambaran klinis dari dari torus dan Stomatitis Apthosa Rekuren
(SAR) ?
4. Bagaimana etiopatogenesis dari dari torus dan Stomatitis Apthosa Rekuren
(SAR) ?
5. Bagaimana tata laksana penyebuhan dari dari torus dan Stomatitis Apthosa
Rekuren (SAR) ?
6. Apa saja diagnosa banding Bagaimana gambaran klinis dari dari torus dan
Stomatitis Apthosa Rekuren (SAR) ?
7. Apa saja jenis-jenis lesi ?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Torus dan Stomatitis Apthosa Rekuren (SAR)

Torus palatina merupakan suatu eksostosis jinak pada palatum durum


sepanjang sutura palatal yang melibatkan prosesus maksila dan palatina,
pertumbuhannya sangat lambat dan dianggap sebagai gambaran anatomi normal.
Torus palatina adalah tulang cancellous yang ditutupi oleh tulang kompak dan
dilapisi dengan lapisan tipis mukoperiousteum, dapat meluas anteroposterior
mencapai ujung papila insisivus dan tepi posterior palatum durum.1
Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) yang dikenal dengan istilah apthae atau
cancer sores, merupakan suatu lesi ulserasi yang terjadi secara kambuhan pada
mukosa mulut tanpa adanya tanda-tanda suatu penyakit lainnya . Gejala awal SAR
bisa dirasakan penderita sebagai rasa sakit dan ditandai dengan adanya ulser
tunggal atau multiple yang terjadi secara kambuhan pada mukosa mulut,
berbentuk bulat atau oval, batas jelas, dengan pusat nekrotik berwarna kuning-
keabuan dan tepi berwarna kemerahan. 2

2.2 Etiologi Torus dan Stomatitis Apthosa Rekuren (SAR)

Pembengkakan nodular pada eksostosis tulang terdiri atas tulang lamela


norma, walaupun lesi yang lebih besar mempunyai inti sentral dari tulang
konselus. Penyebab eksostosis ini tidak diketahui tetapi pewarisan dengan pola
autosomal dominan telah diuraikan pada beberapa individu. 3
Di eropa barat dan Amerika utara, Stomatitis Apthosa Rekuren merupakan
gangguan mukosa yang paling sering terlihat, mengenai 15-20% populasi.
Walaupun banyak teori etiologi telh diusulkan untuk SAR, tidak ada faktor
tunggal yang teridentifikasi. Defisiensi hermatinik disertai kekurangan kadar zat
besi, asam folat atau vitamin B12 ditemukan pada sebagian kecil pasien SAR dan
koreksinya bisa membuat gejala hilang. Faktor predisposisi yang lain termasuk
stress psikologis, hipersesitif terhadap makanan.3
2.3 Gambaran Klinis Torus dan Stomatitis Apthosa Rekuren (SAR)

Eksostosis tulang Nampak sebagai pembengkakan yang dapat dilihat dengan


mukosa normal diatasnya. Apabila terjadi pada garis tengah palatum durum
disebut “torus palatinus” dan jika terjadi bilateral dilingual region premolar
mandibula, disebut “torus mandibularis”. Eksostosis multiple mungkin terjadi
pada tulang alveolar bukal pada madibula atau maksila. Seringkali, pasien
menemukan eksostosis tulang pada usia agak tua, barangkali sesudah trauma yang
menarik perhatian, dan meskipun telah ada bertahun-tahun.3
Secara klinis, RAS dikelompokkan menjadi 3 subkelompok: minor, mayor
dan herpetiform. Ketiga subtype tersebut memberikan tanda klinis yang sama,
yakni ulser yang sakit berbentuk bulat atau oval dan teratur dengan batas erimatus
yang kambuhan. Kebanyakan pasien dengan RAS mengalami bentuk minor, yang
mempunyai karakteristik ulser tunggal atau beberapa yang umumnya berdiameter
5 mm atau kurang. RAS minor mengenai bagian nonkeratinisasi di dalam mulut,
seperti mukosa labial, mukosa bukal, atau lantai dasar mulut. Mukosa yang
terkeratinisasi biasanya tidak terkena, oleh karena itu, RAS minor tidak
melibatkan palatum durumatau gingiva cekat. Ulser RAS minor biasanya sembuh
dalam 10-14 hari tanpa membentuk jringan parut, apabila dijaga kebersihannya.
Stomatitis Aptosa kambuhan mayor terjadi pada 10% pasien RAS, dan seperti
terlihat dari namanya, tanda klinis lebih parah daripada bentuk minor. Ulser
biasanya berdiameter 1-3 cm, tunggal atau dua atau tiga sekaligus dan berakhir
sekitar 4-6 minggu. Berbagai bagian mulut bisa terkena, termasuk daerah yang
berkeratin. Pemeriksaan klinis menunjukkan jaringan parut pada mukosa di
daerah yang sebelumnya terkena lesi karena keparahan dan durasi RAS mayor
yang lama. RAS herpetiformis, juga dikenal sebagai ulserasi herpetiformis (HU),
berupa ulser yang mirip dengan RAS minor, tertapi jumlah ulser meningkat dan
sering kali terlihat sebanyak 50 lesi terpisah. Istilah herpetiform digunakan karena
presentasi klinis dari RAS herpetiformis mirip dengan gingivostomatitis, tetapi
dewasa ini belum ditemukan keterlibatan anggota kelompok virus herpes pada
perkembangan dua bentuk RAS ini.3
2.4 Etiopatogenesis Torus dan Stomatitis Apthosa Rekuren (SAR)

Torus palatina merupakan suatu kelaianan eksostosis yang terjadi di rongga


mulut. Eksostosis merupakan suatu penenonjolan tulang. Torus mandibular
merupakan penonjolan tulang yang terjadi akibat pertumbuhan tulang kearah luar
yang terjadi di tengah-tengah palatum. Etiologi dari torus mandibular masih
belum jelas tetapi beberapa penelitian mengatakan bahwa genetic merupakan
faktor dominan yang menyebabkan terjadinya torus. Namun, ada beberapa
penelitu juga mengatakan bahwa torus ini selain bdisebabkan oleh gen, faktor dari
luar seperti fungsi pengunyahan (dikaitkan juga dengan diet atau makanan)
dimana pola pengunyahan atau fungsi pengunyahan yang tidak berkembang dapat
mempengaruhi terjadinya torus.4
Perubahan kadar estrogen berperan dalam siklus menstruasi. Pada fase luteal,
terjadi penurunan kadar progesterone dalam siklus menstruasi. Kadar estrogen dan
progesteron turun drastis pada sekitar hari ke-28 ketika terjadi menstruasi. Fase
luteal terjadi dalam waktu dekat menjelang menstruasi atau 14 hari setelah ovulasi
dimana siklus menstruasi biasanya terjadi selama 28 hari 16. Croley dan Miers
meneliti bahwa pengaruh estrogen merangsang maturasi lengkap sel epitel
mukosa mulut. Hasil penelitian Soetiarto dkk. menunjukkan bahwa rendahnya
kadar progesteron dari normal beresiko tinggi terjadinya SAR. Kadar progesteron
yang rendah menyebabkan efek self limiting process berkurang,
polimorphonuclear leucocytesmenurun, permeabilitas vaskuler menurun sehingga
mudah terbentuknya SAR yang muncul secara periodik sesuai siklus menstruasi.5
Jadi, penurunan kadar progesteron menyebabkan ketidakseimbangan hormone
menyebabkan fungsi antiinflamasi dan kemotaksis menurun sehingga dapat
memicu terjadinya RAS.6

2.5 Tata Laksana Penyembuhan Torus dan Stomatitis Apthosa Rekuren

Torus memerlukan perawatan setidaknya agar tidak membesar yang


mempengaruhi fungsional, penempatan gigitiruan dan mencegah terjadinya
permukaan ulser traumatik.Torus palatina akan mengganggu perawatan prostetik
dalam penempatan gigi posterior ketika implan dan penatalaksanaan bedah torus
tidak dilakukan. Kesehatan sistemik, keuangan, dan keinginan individu
mengeliminasi pilihan implan pada beberapa pasien torus palatina.3 Pengambilan
torus tidak selalu dibutuhkan. Beberapa alasan yang diindikasikan melakukan
pengambilan torus, misalnya gangguan bicara, membatasi pergerakan mastikasi,
sensitivitas pada lapisan tipis mukosa, inflamasi traumatik, ulser pada daerah
traumatik, retensi makanan, alasan estetik, gigitiruan yang tidak stabil, pasien
dengan ketakutan kanker, kebutuhan perawatan prostetik, dan sumber tulang
autogenous kortikal untuk grafts.Pengaturan tradisional torus palatina ketika akan
dibuatkan gigitiruan melibatkan penatalaksanaan bedah torus atau pembuatan
“window” pada gigitiruan untuk mengatasi torus. Penatalaksanaan bedah
direkomendasikan ketika satu atau lebih kondisi ini terpenuhi, yaitu
mempengaruhi pembuatan gigitiruan, mempengaruhi fungsi oral, iritasi atau
patologi mukosa jaringan, ketidakmampuan pasien mengatur kebersihan mulut,
adanya kemungkinan keganasan atau trauma psikologis. Selain itu,
penatalaksanaan bedah torus mampu mengakibatkan komplikasi berupa perforasi
nasal, oronasal atau antral fistula, nekrosis jaringan palatal, dan hematoma.4
Tata laksana SAR berupa identifikasi dan koreksi faktor-faktor predisposisi.
Pada umumnya pasien SAR tidak memerlukan terapi karena sifat penyakitnya
yang ringan. Beberapa orang melakukan perawatan dengan menjaga kebersihan
rongga mulut, menggunakan pasta gigi tanpa sodium lauryl sulfate yang bersifat
iritatif, mencegah trauma lokal serta terapi paliatif untuk mengatasi rasa sakit.
Terapi SAR memiliki tujuan menghilangkan rasa sakit sehingga memungkinkan
asupan makanan yang adekuat, mengurangi infeksi sekunder, memicu
penyembuhan ulkus sehingga mengurangi durasi dan mencegah rekurensi. 7,8

2.6 Diagnosa Banding Torus dan Stomatitis Apthosa Rekuren (SAR)

Diagnosa Banding Torus Palatina dengan Kista Nasopalatina9,10


Penyakit Tanda dan Gejala Klinis
 Pembengkakan nodular yang liat
Torus Palatina
dengan mukosa normal di atasnya.8
 eksostosis jinak pada palatum durum
sekitar sutura palatal yang
melibatkan prosesus palatina dan
maksila.
 Dianggap sebagai lesi non terapi

 Lesi radiolusen berbentuk bulat, oval


atau hati dengan batas jelas yang
berlokasi pada garis tengah anterior
maksila9
 Terasa sensasi rasa terbakar yang
dapat timbul pada daerah anterior
maksila, nasal bridge dan mata.
dapat juga berupa rasa gatal,
Kista Nasopalatina
pembengkakan pada bibir atau
palatum, rasa asin akibat drainase
cairan kista yang bocor dan rasa
nyeri akibat tekanan pada struktur
sekitarnya, tidak jarang juga
meninmbulkan deformitas wajah
akibat pertumbuhan dan ekspansi
kista intraoral
Penyakit Gejala dan Tanda Klinis
 Terdapat tiga bentuk klinis yang
dapat dikenali, yaitu1,2,3 :
a. RAS Minor, berupa ulkus bulat,
kecil dan nyeri, berdiameter 3-6 mm,
tertutup oleh membrane berwarna
putih kekuningan, dan tepi
kemerahan, tidak meninggalkan
bekas luka atau jaringan parut dan
terjadi 7-14 hari.
b. RAS Mayor, berupa ulkus yang
dalam dan nyeri, berdiameter 1-2
cm, terjadi atau dapat bertahan
selama 3-6 minggu, dan tidak jarang
meninggalkan bekas luka atau
Recurrent Aphthous Stomatitis jaringan parut
c. Herpetiformis, berupa ulserasi kecil,
dangkal dan nyeri, berdiameter 1-
2mm, memiliki kecendrungan untuk
bergabung menjadi satu untuk
membentuk ulkus yang lebih besar
dengan tepi yang tidak teratur,
bertahan selama satu atau dua
minggu dan sembuh tanpa
meninggalkan bekas luka
 Recurrent Aphtous Stomatitis pada
tahap awal umumnya sakit, dapat
sembuh sendiri dalam waktu 10-14
hari tanpa pengobatan dan dapat
kambuh kembali.4
 Ulser yang terjadi umumnya
Behćet Disease
berbentuk bulat atau oval dengan
diameter 2 hingga 8 mm, dasar ulser
dangkal dan berwarna putih,
dikelilingi daerah eritema serta
ditemukan pada daerah yang tidak
berkeratin dalam rongga mulut
seperti lateral lidah, mukosa bukal
dan labial5
 Lesi yang muncul umumnya
berjumlah enam atau lebih
 Lokasi lesi paling sering ditemukan
pada palatum lunak dan orofaring
 Ulserasi pada BD biasanya lebih
sakit dan meluas, tunggal atau
berkelompok, terjadi perubahan
yang cepat dari bentuk ulser yang
datar dan kecil membentuk ulser
yang lebih luas dan dalam. Ulser
dapat muncul pada lidah, gusi,
mukosa bukal, palatum, tonsil serta
faring
 Ulser pada alat kelamin muncul
lebih dulu dibandingkan lesi di
rongga mulut. Ulser-ulser tersebut
terdapat pada penis dan skrotum,
terkadang dapat bertahan hingga
sebulan, hilang timbul selama
duabelas tahun, serta memiliki
gambaran yang mirip dengan ulser
rongga mulut.
 Gejala prodromal demam, seperti flu
Herpes Simpleks sebelum timbulnya stomatitis, rasa
menebal pada bibir atas, adanya
pemicu berupa kelelahan fisik, serta
berdasarkan gambaran klinis
yangkhas,yaitu adanya lesi vesikula
2 mm di atas bibir yang disebabkan
oleh terjadinya replikasilokalfusi sel
ke sel.6
 Adanya krusta kering merah di atas
bibir dan adanya lesi-lesi intraoral
khususnya pada daerah
nonkeratinisasi, yaitu rugae palatine
 Peradangan pada palatogingiva
Diagnosa Banding Recurrent Aphtosa Stomatitis, Behćet Disease, Herpes Simplex

 Merupakan penyakit rekuren7


 Gejala prodromal seperti demam,
sakit kepala, dan malaise
 Lesinya dapat persisten, cyclical
(acute dan self-limiting) dan
rekuren. Lesi yang rekuren dan
cyclical terutama terjadi pada
Herpes Associated-Erythema HAEM. Bibir merupakan tempat
Multiform utama munculnya lesi dari infeksi
HSV pada HAEM
 Lesi oral biasanya muncul sebagai
makula merah pada bibir dan
mukosa bukal, nekrosis epitel, bula
dan ulserasi dengan batas ireguler,
serta biasanya terlihat adanya
inflammatory halo

2.7 Jenis-Jenis Lesi 18-20

a. Lesi primer merupakan lesi yang biasanya tidak merusak kulit. Pembagian
lesi primer antara lain:
 Makula, perubahan warna dalam kulit yang ukuran dan bentuknya
bervariasi. Adapun contoh dari makula yaitu; Eritema Multiformis
merupakan lesi yang belum diketahui penyebabnya secara pasti namun
diyakini bahwa hipersensitifitas terhadap suatu antigen potensial. Eritoma
Multiformis dapat mengenai daerah mukosa oral, okular dan genital.
Diagnosis untuk penegakan diagnosa dapat dilihat dari krusta pada regio
merah bibir dan terjadinya lesi target yang merupakan tanda klinis yang
khas. Diagonosis banding pada penyakit ini yaitu gingivostomatitis
herpetik primer.
 Papula,ditemukannya elevasi yang dapat diraba yang beridameter 1-5 mm
dengan permukaan yang bervariasi yaitu bulat, tajam pun datar. Contoh
penyakitnya yaitu
 Nodul yaitu suatu massa yang menonjol dan memiliki perluasan ke bawah
yang berukuran sekitar 1 cm. Contoh penyakitnya yaitu fibroma.
 Plaque/plak merupakan massa menonjol dengan permukaan yang halus,
kasar maupun pecah-pecah dan memiliki ukuran lebih besar daripada
papula. Salah satu contoh penyakit pada plak adalah leukoplakia.
Tampakan klinis penyakit ini dimulai dari bercak putih datar, lesi yang
mirip kutil dan bercak kulit yang menebal.
 Vesikula/vesicle merupakan suatu penonjolan bening yang berisi cairan
berupa darah, limfe atau serum. Vesikel umumnya memiliki ukuran
kurang dari 1 cm. Contoh penyakitnya adalah lesi hipertik
 Bula memiliki ciri yang sama dengan vesikel hanya saja ukuran yang lebih
besar. Contoh penyakitnya adalah pempigus. Pempigus merupakan
penyakit bulosa dan manifestasi dari penyakit autoimun. Tampakan klinis
dari penyakit ini yaitu, lesi bula pada mukosa, kemudian pecah menjadi
ulser dan terus membesar, dangkal dan tak teratur .
 Pustula atau yang dikenal sebagai jerawat merupakan benjolan yang
bening dan transparan dan berisi cairan berupa pus atau purulen atau
nanah. Contoh penyakitnya adalah acne vulgaris
b. Lesi sekunder merupakan lesi yang terjadi setelah mengalami lesi primer.
lesi sekunder dapat menyebabkan kerusakan pada kulit
 Ulserasi kerusakan pada mukosa mulut yang disebabkan oleh permukaan
yang tajam dalam rongga mulut. Selain itu, ulserasi juga terjadi akibat dari
pipi tergigit. Penyebab ulserasi belum diketahui secara pasti namun bisa
disebabkan oleh oleh iritasi kimia. Salah satu contoh penyakitnya yaitu
Neutropania siklik. Penyakit ini merupakan reduksi neutrofil yang absolut
dalam darah. Penyakit ini ditandai oleh terjadinya demam, malaise,
limfedenopati servikal, infeksi dan ulser oral.
 Erosi merupakan kerusakan atau hilangnya epitel yang dangkal diatas
lapisan basal. Contoh penyakitnya adalah erosive licen planus. Penyakit ini
merupakan penyakit mukokutan yang prevelen. Belum diketahui penyebab
terjadinya, penyakit ini diperantarai imunologi yang mirip dengan
hipersensitif terhadap antigen yang tidak dikenal. Tanda klinisnya berupa
bercak putih atau tria yang dapat mengenai bagian mulut.
 Fisura, kerusakan jaringan kulit atau mukosa yang membentuk celah,
memanjang dan dalam yang sering di sertai dengan rasa sakit. Contohnya
Angular Chelitis, peradangan reaksi disudut mulut yang menyebar dalam
bentuk celah, kulit tampak terkikis dengan disertai rasa sakit. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kandidiasi, trauma pada rongga
mulut, status gizi anak-anak, manifestasi penyakit sistemik dan infeksi
virus.
 Pseudomembran merupakan lapisan tipis berwarna putih keabu-abuan
yang timbul di daerah mukosa hidung, mulut hingga tenggorokan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Torus palatina adalah tulang cancellous yang ditutupi oleh tulang kompak dan
dilapisi dengan lapisan tipis mukoperiousteum, dapat meluas anteroposterior
mencapai ujung papila insisivus dan tepi posterior palatum durum. Penyebab
eksostosis ini tidak diketahui tetapi pewarisan dengan pola autosomal dominan
telah diuraikan pada beberapa individu. Eksostosis tulang Nampak sebagai
pembengkakan yang dapat dilihat dengan mukosa normal diatasnya. Apabila
terjadi pada garis tengah palatum durum disebut “torus palatinus” dan jika terjadi
bilateral dilingual region premolar mandibula, disebut “torus mandibularis”.
Eksostosis multiple mungkin terjadi pada tulang alveolar bukal pada madibula
atau maksila. Seringkali, pasien menemukan eksostosis tulang pada usia agak tua,
barangkali sesudah trauma yang menarik perhatian, dan meskipun telah ada
bertahun-tahun.
Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) yang dikenal dengan istilah apthae atau
cancer sores, merupakan suatu lesi ulserasi yang terjadi secara kambuhan pada
mukosa mulut tanpa adanya tanda-tanda suatu penyakit lainnya . Tidak ada faktor
tunggal yang teridentifikasi. Defisiensi hermatinik disertai kekurangan kadar zat
besi, asam folat atau vitamin B12 ditemukan pada sebagian kecil pasien SAR dan
koreksinya bisa membuat gejala hilang. Secara klinis, RAS dikelompokkan
menjadi 3 subkelompok: minor, mayor dan herpetiform. Ketiga subtype tersebut
memberikan tanda klinis yang sama, yakni ulser yang sakit berbentuk bulat atau
oval dan teratur dengan batas erimatus yang kambuhan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Idham, Thalib Bahruddin. Pembuatan gigitiruan sebagian lepasan dengan


penyulit torus palatine. pp. 1
2. Annisa S, Sri H, Ayu MP. Prevalensi dan Distribusi Penderita SAR di Klinik
Penyakit Mulut RSGM FKG Universitas Jember pada Tahun 2014.
Universitas Jember : Jember ; 2014. P 171.
3. Lewis Michel A.O., Jordan Richard C.K. Penyakit Mulut Diagnosis & Terapi.
2nd ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2017. Pp.18,132
4. Bouchet J, Descroix V, Guyon A, Herve G, Lescaille G. Palatal torus:
etiology, clinical aspect, and therapeuticstrategy. J. Oral Med Oral Surg.
Vol.25(18); 2019. p. 4
5. Antawi A, Bakar A, Khairiati, Marlisa S, Nova MM. Stomatitis apthosa
rekuren (SAR) minor multiple premenstruasi. Odonto Dental Journal. Vol.1
(2); 2014. hal. 61
6. Alwadris TT, Auerkari EI, Baziad A, Rahardjo TWB, Utami S. Effect of
blood estrogen and progesterone on severity of minorRAS. Journal of
Physics; 2018. p. 3
7. Field EA, Allan RB. Review Article : Oral Ulceration – Aetiopathogenesis,
clinical Diagnosis and Management in the Gastrointestinal clinic. Aliment
Pharmacol Ther. 2003. 18 : 949-62
8. Natah SS, Konttinen YT, Enattah NS, Ashammakhi N, Sharkey KA,
HayrinenImmonen R. Recurrent Aphthous Ulcers Today : A Review of the
Growing Knowledge. Int J Oral Maxillofac Surg. 2004; 33 : 221-34
9. Idham, Thalib Bahruddin. Pembuatan gigitiruan sebagian lepasan dengan
penyulit torus palatine. pp. 1-2
10. Abby Chandra Anton, Chusnu Romdhoni Achmad. Torus Nasopalatinus
(Laporan Kasus). Jurnal THT – KL. Agustus 2016; 9(2): p.56
11. Laskaris G. Atlas Penyakit Mulut. 2nd ed. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2013. p. 158-9
12. Lewis Michael O, Jordan Richard. Penyakit Mulut : Diagnosis dan Terapi.
2th ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2015. pp. 18-9, 132
13. Glick Michael DMD, Feagans William M. Burket’s Oral Medicine. 12th ed.
India : BC Decker Inc; 2015. pp. 74-5
14. Widyastutik Otik, Permadi Anggi. Faktor yang berhubungan dengan
stomatitis aftosa rekuren (SAR) pada mahasiswa pontianak. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Khatulistiwa. 2017; 4(3) p. 219
15. Sari Liza Meutia, S Titiek. Manifestasi behçet disease yang parah dan
komplikasi perawatannya dalam rongga mulut (laporan kasus). Indonesian
Journal of Dentistry. 2008; 15 (2): 116
16. Marlina Erni, Soedi Bagus. Penatalaksanaan infeksi herpes simpleks oral
rekuren. Dentofasial Jurnal. Februari 2013;12(1):30-1.
17. Hidayat Lukman Hakim. Herpes associated-erythema multiforme (haem) in
young adult. Odonto Dental Journal. Desember 2018; 5(2): p. 153
18. Lewis, MAO et al. Penyakit Mulut Diagnosis dan Terapi. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2nd ed. Jakarta:2017. pp. 16, 21, 32, 48, 58, 74, 88
19. Limbara, EN et al. Eritema multiform mayor pada anak diduga disebabkan
oleh parasetamol herbal. Ilmu kesehatan kulit dan kelamin.
20. Fajriani. Management of angula cheilitis in children. Journal of
Dentomaxillofacial. 2017; 2(1). p 1-2

Anda mungkin juga menyukai