Anda di halaman 1dari 63

PENGARUH BULLYING TERHADAP PRESTASI

BELAJAR SISWA KELAS XII-MIPA10 SMA NEGERI 1


GARUT

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir di SMA Negeri 1 Garut

Oleh :

ELMIRAZ TAKBIRANI

NIS. 1516.10.338

XII MIPA 10

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1 GARUT

Jalan Merdeka No. 91 Telp. (0262) 233782 Tarogong Kidul Garut

2017/2018
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : PENGARUH BULLYING TERHADAP


PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS XII-
MIPA10 SMA NEGERI 1 GARUT

NAMA SISWA : ELMIRAZ TAKBIRANI

NOMOR INDUK : 1516.10.338

Menyetujui,

Penanggung Jawab Program, Guru Pembimbing,

Ade Syaefulrohman, S.Pd. Agus Somantri, M.Pd.


NIP. 19620720 198503 1 011 NIP. 196408011990031014

Mengetahui
Kepala SMA Negeri 1 Garut,

Drs. H. Achdiat Kusdani, M.Pd.


NIP. 19600227 198403 1 004
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrahim

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT

yang melimpahkan rahmat dan hidayat-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan karya tulis ini.

Karya tulis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi

tugas akhir belajar di SMA Negeri 1 Garut.

Selama proses penyusunan laporan ini penulis telah banyak

mendapat bantuan yang tidak sedikit dari berbagai pihak, untuk itu

dalam kesempatan yang baik ini penulis ingin menyampaikan ucapan

terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. H. Achdiat Kusdani, M.Pd. sebagai kepala sekolah

SMA Negeri 1 Garut.

2. Bapak Ade Syaefulrohman, S.Pd. sebagai penanggung jawab

program karya tulis.

3. Bapak Agus Somantri, M.Pd. sebagai guru pembimbing yang

telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan

bimibingan kepada penulis dalam penyusunan karya tulis ini.

4. Staf Guru dan Tata Usaha SMA Negeri 1 Garut yang telah

menjadikan inspirasi bagi penulis selama duduk di bangku

SMA.

i
5. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang senantiasa memberi

bimbingan dan do’a yang tidak ternilai harganya.

6. Bapak Darpan, M.Pd. sebagai wali kelas yang senantiasa

memberi nasihat dan sebagai inspirasi penulis dalam

penyusunan karya tulis ini.

7. Daryono, M.Pd. selaku pemberi nasihat, dukungan, dan

bimbingan dalam penyusunan karya tulis ini.

8. Saudara Reyvi Khoerunnisa yang bersedia membantu penulis

dalam penyusunan karya tulis ini.

9. Sahabat sejawat dan seperjuangan, Putri VS, Andini C,

Salsabila SR, Maya Rachmayani, Karina RH, Melania JD,

Hinka NM, Regina MM, Nur Annisa, Sania Fauziyah, Nandwi

NA sebagai sumber inspirasi, motivasi, dan apapun itu yang

akan terkenang oleh penulis.

10. Seluruh keluarga FROST 91 yang senantiasa membantu,

memberi inspirasi, saran, dukungan, serta memberi warna

dalam kehidupan SMA. Kalian luar biasa.

Akhirnya kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu

persatu, penulis ucapkan terima kasih atas bantuan yang telah

diberikan.

Penulis berharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi semua

pihak.

ii
Garut, Desember 2017

Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................... i

DAFTAR ISI ...................................................................................... iv

ABSTRAK ........................................................................................ vi

BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1

1.2. Rumusan dan Pembatasan Masalah .................................... 2

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian.............................................. 3

1.4. Manfaat Penelitian ................................................................ 3

1.5. Metode Penelitian ................................................................. 4

1.6. Sistematika Penulisan........................................................... 4

BAB II KAJIAN TEORI ..................................................................... 7

2.1. Pengertian Dongeng ............................................................. 7

2.2. Empati Anak ......................................................................... 9

2.3. Kecerdasan Intelektual (IQ) ................................................ 16

2.4. Peranan Orang Tua dalam Membacakan Dongeng ........... 18

BAB III PEMBAHASAN ................................................................. 24

3.1. Pengaruh Yang Akan Didapatkan ketika Anak Dibacakan

Dongeng ....................................................................................... 24

iv
3.2. Manfaat dongeng terhadap empati anak ............................ 33

3.3. Manfaat dongeng terhadap kecerdasan (intrelektual) anak 37

3.4. Mendongeng bagi orangtua kepada anak yang baik dan

benar 43

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ............................................. 50

4.1. Kesimpulan ......................................................................... 50

4.2. Saran .................................................................................. 51

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 53

v
ABSTRAK

Dongeng merupakan cerita pengantar anak yang pada umumnya


bertujuan untuk memberikan hiburan serta nilai pendidikan. Dongeng
pada dasarnya cerita yang disajikan untuk anak-anak berumur 0-12
tahun. Dongeng memiliki manfaat yang yang cukup banyak, terutama
dalam empati dan kecerdasan. Empati dan kecerdasan anak dapat
ditingkatkan dengan membacakan dongeng. Sebagai pendongeng
(orangtua) perlu diperhatikan dalam metode mendongeng dan
pemilihan jenis dongeng yang akan dibacakan kepada anak yang
disesuaikan dengan umur anak agar dongeng dapat dipahami oleh
anak dengan baik dan benar.

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Empati dan kecerdasan merupakan hal penting dalam

tubuh kembang anak. Oleh karena itu seorang anak

membutuhkan nutrisi dan teladan dari orang tua. Sebagai

orang tua, kecerdasan dan empati anak perlu dibentuk sejak

kecil. Tidak sulit untuk membentuknya. Banyak cara untuk

membentuk empati dan kecerdasan anak. Dongeng salah

satunya. Dengan dongeng anak, anak bisa merasa tenang dan

nyaman dalam menjelajahi cakrawala imajinasinya. Sementara

itu sebagai pendongeng (khususnya orang tua) dituntut untuk

senantiasa bisa memiliki wawasan yang kreatif, edukatif dan

imajinatif, sehingga sajian dongeng bisa menjadi sebuah media

edukasi sekaligus media hiburan yang bermanfaat bagi

anaknya. Dongeng mampu merangsang kepekaan anak pada

usia 0-12 tahun terhadap berbagai situas sosial. Mereka akan

belajar untuk lebih berempati pada lingkungan sekitarnya.

Dongeng mampu merangsang kecerdasan anak melalui

beragam stimulan. Stimulasi akan lebih baik jika dilakukan

dengan merangsang indera pendengaran dibandingkan visual.

1
Stimulasi visual seperti melalui televisi, majalah, dan koran

memang akan merangsang kepandaian visual, namun tidak

akan merangsang kepekaan perasaan dan empati anak.

Dengan pendengaran, dan cerita-cerita yang mendidik, anak

akan lebih mudah menyerap nilai-nilai positif dan berempati

dengan orang lain.

Penulis karya tulis akan menerangkan tentang MANFAAT

DONGENG TERHADAP EMPATI DAN KECERDASAN ANAK

1.2. Rumusan dan Pembatasan Masalah

Adapun rumusan dan pembatasan masalah yang akan

penulis utarakan dalam pembahasan di dalam karya tulis ilmiah

ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah pengaruh yang akan didapatkan ketika anak

dibacakan dongeng?

2. Apakah dongeng dapat mempengaruhi rasa empati anak?

3. Apakah dongeng dapat mempengaruhi kecerdasan

intelektual (IQ) anak?

4. Bagaimana cara mendongeng bagi orangtua kepada anak

yang baik dan benar?

2
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

Dalam penyusunan karya tulis ini, tentulah penulis

mempunyai maksud dan tujuan. Adapun diadakannya

pembuatan karya tulis ini dimaksudkan untuk beberapa hal

berikut, diantaranya :

 Untuk mengetahui pengaruh yang akan didapatkan ketika

anak dibacakan dogeng

 Untuk mengetahui pengaruh dongeng terhadap

kecerdasan anak

 Untuk mengetahui pengaruh dongeng terhadap empati

anak

 Untuk mengetahui cara mendongeng yang baik dan benar

bagi orangtua kepada anak

1.4. Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat yang di dapatkan dalam penyusunan

karya tulis ini, diantaranya :

 Penulis

Dalam penyusunan karya tulis ini, diharapkan dapat

memberikan manfaat bagi penulis yakni lebih memahami

makna dan manfaat dari dongeng, serta manfaatnya terhadap

kecerdasan dan empati anak, juga melatih wawasan,

3
kemampuan, dan pengetahuan, serta menambah keterampilan

penulis dalam menyusun karya tulis ini.

 Pembaca

Penulis berharap karya tulis ini dapat memberikan

informasi kepada orang tua bahwa dongeng bermanfaat bagi

kecerdasan dan empati anak, serta mengajak orang tua yang

memiliki anak usia dini untuk membiasakan membacakan

dongeng kepada anaknya, serta menyadarkan para orang tua

akan pentingnya membacakan dongeng kepada anak.

1.5. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ini

adalah dengan menggunakan metode deskriptif dengan cara

studi pustaka dengan membaca, memahami, menganalisa dan

menyusun dari buku-buku tulisan, jurnal-jurnal penelitian, dan

pemikiran para tokoh yang meneliti hal-hal yang berhubungan

dengan pembahasan yang sedang di bahas dalam karya tulis

ini.

1.6. Sistematika Penulisan

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

4
ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

1.2 Rumusan dan Pembatasan Masalah

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.4 Manfaat Penelitian

1.5 Metode Penelitian

1.6 Sistematika penulisan

BAB II KAJIAN TEORI

2.1 Pengertian Dongeng

2.2 Kecerdasan anak

2.3 Empati anak

2.4 Peranan orang tua dalam membacakan Dongeng

BAB III PEMBAHASAN

3.1. Pengaruh yang akan didapatkan ketika anak dibacakan

dongeng

3.2. Manfaat dongeng terhadap empati anak

3.3. Manfaat dongeng terhadap kecerdasan anak

3.4. Mendongeng bagi orangtua kepada anak yang baik

dan benar

5
BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran-saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

6
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1. Pengertian Dongeng

Dongeng merupakan cerita yang tidak benar-benar terjadi

(terutama tentang kejadian zaman dulu yang aneh-aneh),

perkataan (berita dan sebagainya) yang bukan-bukan atau

tidak benar (Arti ata dongeng – Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI)

Sedangkan pengertian dongeng menurut para ahli :

1. Pengertian Dongeng James Danandjaja

Menurut (James Danandjaja, 2007: 83) dongeng adalah

cerita pendek yang disampaikan secara lisan, dimana

dongeng adalah cerita prosa rakyat yang dianggap tidak benar

benar terjadi.

2. Pengertian Dongeng Menurut Kamisa

Menurut (Kamisa, 1997: 144) secara umum dongeng

adalah cerita yang dituturkan atau dituliskan yang bersifat

hiburan dan biasanya tidak benar-benar terjadi dalam

kehidupan. Dongeng merupakan suatu bentuk karya sastra

yang ceritanya tidak benar-benar tejadi/fiktif yang bersifat

7
menghibur dan terdapat ajaran moral yang terkandung dalam

cerita dongeng tersebut.

3. Pengertian Dongeng Menurut Nurgiantoro

Menurut (Nurgiantoro, 2005:198) dongeng adalah cerita

yang tidak benar-benar terjadi dan dalam banyak hal sering

tidak masuk akal. Pendapat lain mengenai dongeng adalah

cerita yang tidak benar-benar terjadi, terutama tentang kejadian

zaman dulu yang aneh-aneh. ( KBBI, 2007 : 274). Senada

dengan Lezin dalam bukunya bibliocollège Charles Perrault

yang mengatakan bahwa “Le conte est un court récit

d’aventures imaginaires mettant en scène des situations et des

personnages surnaturels” Arti dari pengertian

dongeng tersebut adalah cerita pendek tentang petualangan

khayal dengan situasi dan tokoh-tokoh yang luar biasa dan

gaib.

4. Pengertian Dongeng Menurut Agus Triyanto (2007: 46)

Menurut Agus Triyanto (2007: 46) dongeng adalah cerita

fantasi sederhana yang tidak benar-benar terjadi berfungsi

untuk menyampaikan ajaran moral (mendidik) dan juga

menghibur. Jadi, dongeng merupakan salah satu bentuk karya

sastra yang ceritanya tidak benar-benar terjadi/fiktif.

8
2.2. Empati Anak
Empati merupakan suatu proses yang terjadi ketika

seseorang dapat merasakan perasaan orang lain dan

menangkap arti perasaan tersebut, lalu dikomunikasikan

dengan kepekaan yang sedemikian rupa sehingga menunjukan

bahwa orang tersebut sungguh-sungguh mengerti perasaan

orang lain (bullmer).

Setiap orang mempunyai kemampuan yang berbeda-beda

dalam berempati. Reaksi empati terhadap orang lain seringkali

berdasarkan pada pengalaman masa lalu. Seseorang biasanya

akan merespon pengalaman orang lain secara lebih empatik

apabila ia mempunyai pengalaman yang mirip dengan orang

tersebut (Staub, 1978). Kemampuan berempati juga

dipengaruhi oleh kemampuan sosial kognitif yaitu keterampilan

memproses semua informasi yang ada dalam proses sosial.

Ciri sifat empati dalam diri seseorang akan menentukan

perilakunya dalam merespon suatu situasi. Beberapa

penelitian Eisenberg dan Strayer (dalam Pandiangan, 2005)

membuktikan bahwa empati memiliki peranan yang besar

dalam menggerakkan perilaku positif kepada orang lain.

Empati pada dasarnya telah ada dalam diri anak, tetapi jika

tidak diasah maka kemampuan ini akan hilang (Faridah, 2005).

Oleh karena itu, empati sangat baik jika ditanamkan sejak dini.

Dengan empati yang terasah, diharapkan anak mampu

9
merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain dan belajar

bahwa tidak setiap keinginannya dapat terpenuhi.

Hoffman (dalam Borba, 2008) mengemukakan bahwa

perkembangan empati anak-anak terbagi dalam tahapan yang

dijelaskan sebagai berikut:

 Tahap 1 : Empati Umum (bulan-bulan pertama kelahiran)

Pada tahap awal anak belum dapat membedakan dengan

tegas antara dirinya dan lingkungannya, sehingga anak

tidak dapat memahami penderitaan orang lain karena

menganggap bahwa penderitaan itu sebagai bagian dari

dirinya.

 Tahap 2 : Empati Egosentris (mulai usia 1 tahun) Semakin

bertambah umur, reaksi seorang anak kepada anak lain

yang sedang menderita perlahan-lahan mulai berubah.

Anak sekarang memahami ketidaknyamanan sebagai

bukan bagian dari dirinya.

 Tahap 3 : Empati Emosional (usia 2 – 6 tahun) Pada saat

usia dua atau tiga tahun, seorang anak mulai

mengembangkan kemampuan memerankan orang lain.

Anak mengenali bahwa perasaan seseorang mungkin

berbeda dari perasaannya, dapat sangat baik menemukan

sumber-sumber penderitaan orang lain, dan menemukan

10
cara sederhana memberikan bantuan atau menunjukkan

dukungan.

 Tahap 4 : Empati Kognitif (usia 6-11 tahun) Pada tahap ini

seorang anak dapat memahami persoalan dari sudut

pandang orang lain, sehingga ada peningkatan usahanya

mendukung dan membantu kebutuhan orang lain.

 Tahap 5 : Empati Abstrak (mulai usia 12) Pada tahap ini

anak dapat memperluas empatinya melampaui hal-hal yang

diketahui secara pribadi dan mengamati langsung

kelompok masyarakat yang memang belum pernah ditemui

Shapiro (1997) mengemukakan beberapa faktor yang

mempengaruhi empati yaitu:

a. Faktor kognitif. Bertambah matangnya wawasan dan

ketrampilan kognitif, anak-anak secara bertahap belajar

mengenali tanda-tanda kesedihan orang lain dan mampu

menyesuaikan kepeduliannya dengan perilaku yang tepat.

b. Faktor bawaan. Anak laki-laki sama sosialnya dengan anak

perempuan tetapi anak cenderung lebih suka memberikan

bantuan fisik atau bertindak sebagai pelindung. Sedangkan

anak perempuan lebih suka memberikan dukungan psikologis

misalnya menghibur anak lain yang sedang sedih.

c. Faktor pendidikan. Pendidikan khususnya pendidikan

agama mengambil peranan penting dalam pelaksanaan empati

11
tersebut. Penerapan akan pendidikan agama dalam kehidupan

sehari-hari justru efektif dalam mempengaruhi anak.

d. Keluarga. Penerapan peraturan keluarga yang jelas,

konsisten dan tidak mudah memberikan memberikan

keringanan kepada anak serta tuntutan akan tanggung jawab

kepada anak tanpa adanya imbalan apapun akan

mempengaruhi serta menghasilkan anak yang peduli,

tanggung jawab, peka dan lebih penyayang.

e. Pengalaman akan perilaku empati. Praktek akan perilaku

simpatik dapat mempengaruhi hidup manusia. Pelaksanaan

kebaikan secara acak dan melibatkan diri dalam kegiatan

bermasyarakat akan mengajari anak akan pengalaman untuk

melakukan perilaku empati serta lebih peduli pada orang lain.

Egan (1986) mengemukakan bahwa ada dua kemampuan

dasar dalam melakukan empati. Kemampuan dasar tersebut

merupakan suatu proses yang tidak dapat dipisahkan satu

dengan yang lainnya dan selalu berjalan bersama-sama.

Kemampuan dasar dalam berempati tersebut adalah sebagai

berikut:

A. Attending. Sebelum seseorang memberikan respon kepada

orang lain dan segala sesuatu yang berhubungan

dengannya, maka orang tersebut pertama kali harus

memperhatikan orang lain dan mendengarkan secara hati-

12
hati pada apa yang akan dikatakan. Apa yang ingin dicapai

ini bukanlah kemampuan seseorang untuk mengulangi

kata-kata orang lain. Attending membawah pada kehadiran

seseorang secara utuh sangat diharapkan, artinya adalah

kehadiran baik secara fisik maupun secara sosial emosional

dari orang lain. Pietrofesa et.al (1978) mengatakan bahwa

perilaku attending secara khusus banyak terdapat dalam

komunikasi non verbal. Perilaku attending tersebut dapat

mengkomunikasikan penghargaan, penuh perhatian pada

orang lain dan mencakup isi-isi yang penting untuk

hubungan yang bertujuan membantu orang lain (helping

relationship). Hal ini dapat mengekspresikan pada orang

lain sebuah tingkatan yang saling menerima, membuktikan

suatu persetujuan, penolakan dan perbedaan dari

seseorang dan secara sederhana merefleksikan

kemampuan dasar interpersonal yang baik dalam setiap

aspek kehidupan manusia. Attending yang baik

menampilkan seseorang untuk mendengarkan secara

penuh atau pada apa yang dikatakan oleh orang lain baik

secara verbal maupun non verbal. Sebuah

perilaku attending yang efektif mencakup:

1. Kontak mata. Seseorang yang sedang berbicara

memandang pada mata tetapi hal ini bukanlah

13
pandangan utama dan satu-satunya yang akan

menimbulkan suatu tekanan pada penerima. Hal ini

dapat dipertahankan untuk beberapa waktu yang agak

panjang. Perilaku kontak mata dapat menimbulkan

kepercayaan seseorang maupun ketidakpercayaan

seseorang pada orang lain. Kepercayaan terhadap

orang lain dapat timbul ketika seseorang tidak

memandang pada mata sehingga akan menimbulkan

keadaan yang tidak nyaman bagi dirinya, namun dengan

penghindaran kontak mata dapat pula berarti suatu

penghargaan terhadap orang tersebut. Kontak mata

dalam sebuah percakapan merupakan isi dasar yang

penting dalam perilaku attending (Pietrofesa, 1968).

2. Posisi tubuh yang bergerak maju. Mengindikasikan

pengaruh yang utuh dari sebuah perilaku, misalnya

keadaan untuk siap kerja. Beberapa posisi

dalam attending mungkin dapat membantu orang lain

untuk mendengarkan secara efektif.

3. Posisi tubuh yang terbuka. Posisi tubuh yang baik

seharusnya tidak dengan menyilangkan tangan atau

kaki karena dapat mengindikasikan berpegang teguh

pada diri sendiri pada tingkatan tertentu.

14
4. Menghadapi seseorang yang berbicara secara utuh atau

menyeluruh.

5. Bersahabat dengan orang lain melalui ekspresi wajah.

6. Pemberian nilai yang tertunda, artinya dalam attending

seseorang memberikan nilai memperhatikan dengan

sungguh-sungguh dan tidak tergesa-gesa dalam

membuat keputusan tentang orang lain maupun

masalah yang dihadapi oleh orang lain.

7. Menghindari gangguan dari seseorang.

Dalam perilaku attending tersebut seseorang harus

sadar dan mengurangi gangguan yang berhubungan

dengan hal-hal fisik sesedikit mungkin;

B. Active listening. Attending yang baik akan memudahkan

seseorang untuk mendengarkan secara hati-hati pada apa

yang dikatakan oleh orang lain baik secara verbal maupun

non verbal Egan (1986). Hal ini disebabkan

karena attending dan active listening merupakan suatu

proses yang berjalan secara beriringan dalam

pelaksanaannya. Menurut Verdeber (1996) mengemukakan

bahwa dalam active listening mencakup tiga hal yaitu:

1. Understanding. Menghadirkan pengertian-pengertian

yang tepat pada apa yang dikatakan, melihat keluar

15
tujuan yang berhubungan, melihat tema-tema utama

dan informasi yang mendukung.

2. Remembering. Mempertahankan informasi, mengingat

ulang informasi yang merupakan kunci dari masalah

yang ada, menciptakan nemonik mental untuk daftar-

daftar ide dan kata-kata, membuat suatu catatan yang

penting.

3. Evaluation. Pada evaluasi pendengar yang baik akan

mendengarkan secara kritis, membedakan fakta dari

pendukung dan mengevaluasi pendukung masalah.

2.3. Kecerdasan Intelektual (IQ)

Kecerdasan dalam arti umum adalah suatu kemampuan

umum yang membedakan kualitas orang yang satu dengan

orang yang lain Joseph (1978). Kecerdasan intelektual lazim

disebut dengan inteligensi. Istilah ini dipopulerkan kembali

pertama kali oleh Francis Galton, seorang ilmuwan dan ahli

matematika yang terkemuka dari Inggris Joseph (1978).

Inteligensi adalah kemampuan kognitif yang dimiliki organisme

untuk menyesuaikan diri secara efektif pada lingkungan yang

kompleks dan selalu berubah serta dipengaruhi oleh factor

genetik Galton dalam Joseph (1978). Menurut Moustafa dan

16
Miller (2003) dimensi yang membentuk kemampuan intelektual

yaitu meliputi:

1. Kecerdasan numeric yaitu kecerdasan dalam menangkap

serta mengolah angka dan data.

2. Pemahaman verbal yaitu kecerdasan yang berkaitan

dengan kepandaian membaca, menulis dan berbicara.

3. Kecepatan Persepsi yaitu kemampuan mengidentifikasi

kemiripan dan perbedan visual dengan cepat dan akurat.

4. Penalaran induktif yaitu kemampuan mengidentifikasi

urutan logis dalam sebuah masalah dan memecahkan

masalah itu.

5. Penalaran deduktif yaitu kemampuan menggunkan logika

dan menilai implikasi dari sebuah argumen.

6. Visualisasi spasial yaitu kemampuan membayangkan

bagaimana sebuah objek akan terlihat bila posisi dalam

ruangan diubah.

7. Ingatan yang baik yaitu kemampuan membayangkan

bagaimana sebuah objek akan terlihat bila posisi dalam

ruangan diubah.

Wiramiharja (2003) mengemukakan indikator-indikator dari

kecerdasan intelektual. Penelitiannya tentang kecerdasan ialah

menyangkut upaya untuk mengetahui keeratan besarnya

kecerdasan dan kemauaan terhadap prestasi kerja. Ia meneliti

17
kecerdasan dengan menggunakan alat tes kecerdasan yang

diambil darites inteligensi yang dikembangkan oleh Peter

Lauster, sedangkan pengukuran besarnya kemauan dengan

menggunakan alat tes Pauli dari Richard Pauli, khusus

menyangkut besarnya penjumlahan. Ia menyebutkan tiga

indikator kecerdasan intelektual yang menyangkut tiga domain

kognitif. Ketiga indikator tersebut adalah:

a. Kemampuan figur yaitu merupakan pemahaman dan nalar

dibidang bentuk

b. Kemampuan verbal yaitu merupakan pemahaman dan

nalar dibidang bahasa

c. Pemahaman dan nalar dibidang numerik atau yang

berkaitan dengan angka biasa disebut dengan kemampuan

numerik.

2.4. Peranan Orang Tua dalam Membacakan Dongeng

Banyak cara yang dapat dilakukan oleh orang tua dalam

optimalisasi tumbuh kembang anak. Dari banyak cara tersebut,

salah satu cara yang dapat dilakukan adalah melalui pemberian

dongeng sejak dini pada anak-anak. Menurut Bawono (2012)

dongeng merupakan tradisi lisan yang sejak dulu sudah ada

dan diwariskan oleh para pendahulu. Melalui dongeng-

dongeng tersebut, banyak muatan yang terkandung

didalamnya. Dari cerita maupun tokoh dongeng yang diberikan

18
pendongeng kepada anak-anak, banyak manfaat yang bisa

dipetik. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa saat ini

tradisi mendongeng atau membacakan cerita untuk anak-anak

seolaholah sudah mulai digeser oleh aktivitas yang lain. Hal ini

sebagaimana dikemukakan oleh Bawono (2006) yang

mengatakan bahwa Peran Orangtua dalam Optimalisasi

Tumbuh Kembang Anak Melalui Pemberian Dongeng Sejak

Dini | 183 Bawono, Y. [hal.177-186] jika orang tua sudah tidak

memiliki waktu lagi untuk mendongeng, maka orang tua akan

cenderung menyuguhkan beragam acara televisi,

menyediakan komputer (untuk main games atau akses

internet), VCD/DVD player, atau bahkan playstation jika

dibandingkan dengan mendongeng kepada anak-anak.

Padahal pada umumnya anak-anak menyukai dongeng.

Bahkan banyak diantaranya yang inginnya didongengi dengan

cerita-cerita yang itu-itu saja. Seolah-olah tidak ada kata bosan

di benaknya. Baik itu cerita-cerita lokal semacam Bawang

Merah Bawang Putih, Si Kancil, Timun Emas, maupun cerita-

cerita dongeng mancanegara macam Cinderella atau Putri

Salju. Maka tidak terlalu mengherankan apabila hampir

sebagian besar orang dewasa memiliki kenangan akan

dongeng pada masa kanak-kanaknya (Bawono, 2012).

19
Menurut Prasetyaningrum (dalam Bawono, 2006) sebagian

dari para orang tua merasa tidak cukup mempunyai waktu

untuk memberikan dongeng kepada anakanaknya. Bila hal ini

dialami maka kondisi ini dapat diatasi dengan membelikan

bukubuku cerita (bila si anak sudah bisa membaca), atau

dibelikan atau dipinjamkan cassette video yang berisi dongeng

anak-anak, atau melalui tayangan acara dongeng anak di radio

atau televisi, meskipun efeknya tidak sebaik bila orang tua atau

orang dewasa langsung mendongeng kepada anak-anak.

Menurut Ariyani (dalam Kartono, 1985) dongeng yang

disampaikan secara langsung akan lebih mempererat

hubungan batin antara orang tua dan anak-anak. Secara tidak

langsung mendongeng merupakan suatu kesempatan baik

untuk mengajarkan sesuatu kepada anak-anak. Dongeng akan

membuat anak-anak mengerti hal-hal yang baik dan yang

buruk. Artinya adalah hal-hal mana yang boleh diperbuat dan

mana yang tidak boleh diperbuat. Melalui dongeng, anak akan

dapat mempelajari, memahami dan menghayati segala bentuk

nilai-nilai, norma-norma, kaidah-kaidah dalam kehidupan

masyarakat. Nilai-nilai, normanorma atau kaidah-kaidah itu

misalnya seperti : keberanian, kecerdikan, kejujuran,

kebahagiaan, kelicikan, kebodohan, dan sebagainya. Melalui

20
dongeng-dongeng itu pula akan dapat secara sehat

mengembangkan emosinya (Sukardi, 1987).

Beberapa hasil penelitian mengenai dongeng telah

dipublikasikan, salah satunya adalah tulisan Sudarmoyo

(dalam Sukada, 1987) yang mengatakan bahwa dongeng

dapat meningkatkan IQ seorang anak. Melalui dongeng,

seorang anak akan dihinggapi (need for achievement) yang

akan menentukan cara berpikir dan tindakannya lebih jauh

secara efisien, untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari

sebelumnya. Ia mempunyai kebutuhan untuk selalu meraih

prestasi 184 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013

Dongeng, selain berpengaruh pada inteligensi anak, juga

diyakini bisa secara sehat mengembangkan emosinya

(Sukardi, 1987).

Pada saat mendengarkan dongeng, emosi anak dalam

keadaan tergerak dan terpengaruh oleh tema dongeng.

Misalnya ketika pendongeng mengisahkan ceritacerita yang

didukung oleh kelucuan si pendongeng, maka emosi anak akan

tergerak untuk merasa senang. Yang keluar dari wajahnya

adalah keadaan hati yang tampak dalam gejala muka riang.

Sebaliknya, manakala pendongeng mengisahkan hal-hal yang

sedih dan menakutkan, emosi anak akan tergerak ke hal itu

pula dengan tanda-tanda tingkah laku yang ketakutan dan

21
keadaan hati yang cemas (Sugihastuti, 1996). Melalui

dongeng, selain emosi anak perlu disalurkan juga perlu dilatih

untuk dapat diajak mengarungi berbagai perasaan manusia.

Anak dapat dididik untuk menghayati kesedihan, kemalangan,

derita, dan nestapa. Anak dapat pula diajak untuk berbagi

kegembiraan, kebahagiaan, keberuntungan, dan keceriaan.

Melalui dongeng pula perasaan atau emosi anak dapat dilatih

untuk merasakan dan menghayati berbagai lakon kehidupan

manusia (Handayu, 2001). Dongeng yang akan diberikan

tersebut akan menjadi lebih menarik lagi jika ada medianya.

Menurut Priyono (2001) beberapa media yang dapat digunakan

pada saat mendongeng kepada anak-anak, antara lain yaitu

dengan menggunakan alat peraga boneka, alat peraga buku

(dengan membacakan cerita atau dengan gambar), alat peraga

kertas karton di papan panel, maupun mendongeng dengan

gaya teater. Meskipun demikian, sebenarnya tanpa media

apapun, asalkan dongeng yang disampaikan tersebut memiliki

cerita yang menarik dengan pendongeng yang ekspresif, maka

anak-anak akan tetap menyukainya.

Menurut Sayy (dalam Bawono, 2006) agar seorang

pendongeng bisa dianggap berhasil dengan baik jika ia dapat

“menghidupkan” cerita. Untuk itu pendongeng perlu

mempersiapkan diri dengan : menguasai materi cerita,

22
menguasai olah suara (volume, artikulasi, intonasi, diksi),

menguasai berbagai macam karakter (tokoh), luwes dalam

berolah tubuh, dan menjaga daya tahan tubuh. Bertolak pada

paparan tentang beragamnya manfaat yang diperoleh dibalik

pemberian dongeng tersebut maka mendongeng sebagai

sebuah tradisi lisan yang turun-temurun di Indonesia dapat

dijadikan sebagai salah satu bentuk dari peran aktif orang tua

dalam mengoptimalisasikan tumbuh kembang anak.

Pernyataan ini diperkuat oleh Priyono (2001) yang menyatakan

bahwa mendongeng merupakan salah satu cara paling efektif

untuk membentuk tingkah laku di kemudian hari.

23
BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Pengaruh Yang Akan Didapatkan ketika Anak Dibacakan

Dongeng

Berdasarkan buku “Meningkatkan Kecerdasan Anak Usia

Dini melalui Mendongeng” pengaruh yang akan didapatkan

ketika anak dibacakan dongeng dibagi berdasarkan usia, yakni ;

 Manfaat dongeng bagi anak umur 0-4 tahun

Manfaat dongeng pada rentang usia ini, disebut juga

sebagai fase pembentukan dimana konsep yang harus

dipelajari anak pada masa ini, adalah memulai mempelajari

kehidupan dengan konkrit (nyata), itulah sebabnya tingkah laku

orangtua dan orang disekelilingnya akan mempengaruhi

kehidupan anak karena pada usia ini, anak sudah pandai

meniru serta berfantasi yang mencapai puncaknya pada usia 4

tahun.

a. Mengembangkan Daya Imajinasi Anak

Perlu kita ketahui bahwa dunia anak adalah dunia

imajinasi. Jadi anak mempunya dunianya sendiri dan tak

jarang mereka berbicaradengan teman khayalannya.

Dengan daya imajinasi yang masih sangat bagus ini, maka

kita sebagai orang tua harus bisa mengarahkannya kearah

24
yang positif dan tetap terkontrol. Melalui dongeng, adalah

cara terbaik untuk mengarahkan anak-anak kearah yang

baik. Diyakini para ahli, mendongeng pada anak usia 2-4

tahun akan merangsang daya imajinasinya dan serba

mungkin berfantasu (magic) sehingga masa ini cukup ideal

untuk mendongeng dengan cerita yang agak panjang (fairy

tale), seperti kisah-kisah Cinderella, pangeran yang baik

hati, putri tidur, dll. yang ditulis oleh Hans Christian

Andersen.

Pada usia ini anak juga mulai mengagumi dan suka

membayangkan dirinya sebagai tokoh tertentu yang berada

di dalam dongeng. Maka dipercaya bahwa dongeng-

dongeng yang terdapat di seluruh dunia mempunyai alur

cerita yang hampir sama tentang keberanian,

kepahlawanan melawan kejahatan, kesabaran dan

kesungguhan akan membawa kesuksesan. Hampir semua

dongeng mempunyai karakter dengan tipe tokoh yang mirip-

mirip yaitu ; ada tokoh yang kuat dan lemah serta tokoh

yang baik dan jahat.

b. Meningkatkan Keterampilan dalam Berbahasa

Dongeng merupakan stimulasi dini yang mampu

merangsang keterampilan berbahasa pada anak-anak.

Perlu kita ketahui bahwa cerita dongeng anak-anak

25
mamapu merangsang anak-anak terutama bagi anak

perempuan dalam meningkatkan keterampilan berbahasa

mereka.

Hal ini dikarenakan anak perempuan lebih fokus dan

konsentrasi daripada anak laki-laki. Kemapuan verbal

adalah kemampuan awal yang dimiliki anak-anak dan inilah

mengapa otak kanan mereka lebih berkembang dan ini juga

yang menyebabkan mereka lebih terlatih dalam berbahasa.

Kisah-kisah dongeng yang mengandung cerita positif

tentang petilaku dan sebgainya membuat anak-anak

menjadi lebih mudah dalam menyerap tutur kata yang

sopan.

c. Membangkitkan Minat Baca Anak

Jika ingin memiliki anak yang mempunyai minat baca

yang baik, maka mendongeng adalah jalan menuju hasil

tersebut. Dengan memberikan cerita dongeng anak-anak

maka anak-anak akan tertarik dan rasa penasaran ini

membuat mereka ingin mencari tahu. Inilah dimana

keinginan untuk membaca menjadi semakin meningkat.

Dengan membacakan buku cerita yang menarik kepada

anak adalah cara paling mudah yang bisa kita lakukan.

d. Membangun Kecerdasan Emosional Anak

26
Mendongeng kepada anak dapat membangkitkan

kecerdasan emosional mereka dan ini juga sarana hebat

yang mampu merekatkan hubungan ibu dan anak maupun

guru dengan murid. Seperti yang kita ketahui bahwa belajar

nilai-nilai morah tidaklah mudah perlu adanya keteladanan,

begitupun bagi anak-anak mempunyai kesulitan dalam

mempelajari nilai-nilai moral dalam kehidupan. Dengan

dongeng maka kita bisa memberikan contoh melalui tokoh

dalam cerita yang kita dongengkan. Dongeng pada anak-

anak akan membantu dalam menyerap nilai-nilai social

emosional pada sesame karena tidak bisa dipungkiri bahwa

kecerdasan emosional juga penting disamping kecerdasan

kognitif. Kecerdasan emosional sangat penting bagi

kehidupan social mereka kelak

 Manfaat bagi anak usia 5-7 tahun

Dongeng bagi anak usia 5-7 tahun akan mempengaruhi

alam bawah sadar anak dan meningkatkan daya fantasi anak.

Orangtua dapat memperkenalkan kepada anak dengan

doingeng yang lebih kompleks ceritanya karena anak mulai

menyukai cerita tentang terjadinya sesuatu dan bagaimana

cara kerjanya

a. Mendorong Minat

27
Pada tahap ini, dorongan minat anak untuk mengetahui

terhadap apa yang terjadi disekitarnya sangat besar. Maka

orangtua maupun guru dapat menciptakan intetaksi dengan

anak melalui dongeng tentang terciptanya sebuah sepda,

radio, televisi, computer dan lain sebagainya

b. Membangun Kasih Sayang

Pada tahap inilah, kita dapat memulai mengenalkan dan

membangun rasa kasih sayang terhadap anak dengan

dongeng melalui tokoh-tokoh dalam cerita dan ini dapat

membekas begitu dfalam disanubarinya dan ini merupakan

modal bagi kebahagiannya di masa mendatang.

c. Menambah Kosakata

Anak-anak yang terbiasa dibacakan cerita atau

didongengkan, terbiasa mendengarkan lebih banyak kata-

kata baru. Kemampuan otaknya yang seperti spons, akan

menyerap semua itu dan membuat kosa katanya bertambah

d. Membentuk Rasa empati Anak

Melalui stimulasi dongeng terhadap anak, maka

kepekaan anak pada usia ini akan dirangsang mengenai

situasi sosial disekitar mereka. Dengan metode dongeng

untuk anak maka mereka akan belajar berempati terhadap

lingkungan sekitar. Stimulasi yang akan lebih berhasil

adalah dengan merangsang indera pendengarannya.

28
Penting bagi kita memberikan stimulasi ini sebagai bekal

yang baik untuk amsa depannya. Dengan dongeng yang

mendidik, maka anak akan dengan mudah menyerap nilai

positif yang menjadikan mereka mudah berempati dengan

orang lain

e. Mengenalkan Kejadian Alam

Pada usia 7 tahun, sebaiknya orangtua maupun guru,

mulai menganjurkan anak membaca sendiri tentang cerita-

cerita yang terdapat di dalam buku pengetahuan misalnya

terjadinya hujan, gerhana, gunung melestus dan

sebagainya

 Manfaat doengeng bagi anak usia 8-12

Kegiatan mendongeng dapat diteruskan dengan tema atau

peristiwa yang dialami anak sehari-hari, misalnya bagaukana

kunjungan ke dokter gigi atau meminta anak untuk

menceritakan sebuah buku yang sudah dibacanya. Topik lain

yang menarik untuk diceritakan adalah tentang idolanya,

kesukannya cita-citanya serta hal-hal yang dicemaskannya.

Anak pada usia ini, lebih menyukai cerita tentang sejarah

orangtuanya atau keluarganya dan anak akan menikmati sekali

tentang momen-momen yang dihadapi orangtua dan tak dapat

dilupakan karena anak tertarik dengan masa-masa sedih.

Gembira ataupun perjuangan orangtuanya di masa lalu. Semua

29
itu akan mendorong anak untuk belajar membandingkan dan

belajar tenhtang perngalaman hidup.

Dan pada anak usia ini, orangtua maupun guru dapat

menanamkan budi pekerti dan nilai-nilai moral luhur melalui

tokoh-tokoh dalam dongeng serta dapat melatih anak untuk

berpikir rasional dan praktis dalam menyelesaikan masalah

yang dihadapinya dan dapat mengambil keputusan Karakter

anakpun sudah sangat kompleks dan mulai suka dengan intrik-

intrik.

Yang juga penting diperhatikan dan dilakukan orangtua

sata kegiatan mendongeng adalah menciptakan suasana

nyaman dan terkesan mendukung tentang kisah petualangan

yang sedikit berbau roman karena sudah bisa diberikan kepada

anak. Adapaun manfaat yang dapat diperoleh anak dari

mendongeng, saat usia 8-12 tahun, yaitu :

a. Menjalin Bonding

Saat membacakan cerita atau mendongeng untuk anak,

tentu kita tidak bersikap seperti pembawa acara berita di

televisi yang betul di televisi yang betul-betul ‘hanya

membaca, bukan? Namun lebih dari itu, ada pelukan,

belaian, senyuman, intonasi suara yang menunjukan

kepedulian dan kasih sayang. Nah kesemua ‘atribut’

30
dongeng itu bisa mempreerat hubungan orangtua dengan

anak ataupun guru dengan murid.

b. Mengoptimalkan kecerdasan

Seperti dikemukakan oleh Psikolog Efnie Indfriani, M.Psi

bahwa “dongeng akan merangsang pembentukan lipatan

pada otak anak (girus) yang berfungsi menyimpan

informasi lebih banyak sehingga mereka bisa jadi lebih

pintar”. Disini akan saya tambbahkan, bahwa kecerdasan

yang bisa diamati berkat dongeng bisa bermacam-macam,

jika anak memiliki kecerdasan linguistik yang baik,

menunjukkannya dengan mengarang dongeng sendiri,

anak lain yang memiliki kecerdasan musikal yang tinggi

bisa saja menunjukkan kecerdasanya dengan mengarang

lirik lagu yang berhubungan dengan dongeng favoritnya.

Atau si cerdas kinestetik akan menujunjukkan

kemampuannya dalam berpetualang (meski hanya

sekedar di sekitar rumah)

c. Menumbuhkan cinta buku

Jika kita sebgai orangtua, membasakan anak untuk

membaca sejak kecil. Atau setidaknya menyediakan buku

di rumah, maka anak akan terbiasa dengan budaya

membaca. Minimal jika dia memperhatikan bahwa

orangtuanya suka membaca, maka akan tumbuh rasa cinta

31
terhadap buku. Buku adalah jendela dunia, membaca

adalah salah satu cara untuk empelajarinya.

d. Belajar sikap moral positif

Sikap moral positif akan lebih efektif bila disampaikan

melalui contoh tokoh0tokoh dalam dongeng ketimbang

menasehati anak secara langsung. Misalnya saja dongeng

mengenai “Kelinci yang Sombong”, kisah ini akan sangat

membekas. Anak tahu bahwa kelinci yang pandai

melompat bisa kalah dalam balap lari dengan kura kura

karena kesombongannya,

Anak akan mengingat hal tersebut teradang suka

menasehati temannya jika ada yang suka pamer. Untuk ke

depannya, sikap moral positif yang tumbuh melalui

pembacaan dongeng yang baik, sangat muungkin bisa

membangun karakter yang baik dalam diri anak.

e. Melatih perhatian dan daya tangkap

Untuk poin ini, kita para orangtua bisa membeirkan “tes

kecil” poada anak sesaat setelah mendongeng, misalnya

dengan memberikan beberapa pertanyaan terkait isi

dongeng. Jawaban yang diberikan oleh anak bisa

menunjukkan sejauh mana perhatian serta daya

tangkapnya terhadap isi dongeng. Jawaban yang diberikan

oleh anak bisa menunjukan sejauh aman perhatian serta

32
daya tangkapnya isi cerita. Tidak usah bersikap seperti

guru yang sedang memberikan ujian (yang marah kalau

jawaban salah) tapi anggap saja ini sebagai periode

bermain sambil latihan. Ulangi lagi cerita, berikan sesi

tanya jawab, tanggapan dan biarkan anak

“menyimpuilkan”.

3.2. Manfaat dongeng terhadap empati anak

Dongeng merupakan suatu cerita yang imajinatif dan

bersifat khayalan karangan sang pendongeng. Anak lebih

menyukai dongeng karena pada usia ini anak lebih senang

paada hal-hal yang bersifat imajinatif sehingga pengaruh atau

stimulus positif dapat masuk dengan mudah apalagi tentang

pembentukan karakteristik positif seperti empati, bahasa, minat

membaca, dan kekuatan berfikir. Saat anak suka

mendengarkan dongeng, maka ia dapat menghilangkan rasa

tegang, mood yang buruk dan berbagai perasaan negatif

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 41

lainnya. Artinya dongeng telah membantu anak dalam

mengatasi masalah emosi (Hana, 2011).

Ketika mendengarkan dongeng yang menggambarkan

perasaan, anak akan ikut memahami apa yang ada dalam

perasaannya dan merasakan apa yang ada di dalam perasaan

33
tokoh atau orang lain. Tokoh-tokoh yang berada dalam suatu

dongeng akan terasa hidup dan anak akan terbiasa

membedakan antara tokoh yang satu dengan tokoh yang lain.

Bahkan anak akan menjadikan tokoh yang baik menjadi

idolanya. Dengan memahami tokoh, anak akan dapat

memahami dirinya. Dia akan mulai berpikir dan akan mampu

membedakan antara orang baik dengan orang jahat, orangtua

dengan anak-anak, laki-laki dan perempuan. Tentu saja akan

menjadi pelajaran yang sangat berharga dan disaat anak

tumbuh dewasa, dia akan belajar menghormati perbedaan

(Mal, 2008).

Seseorang dapat menjadi empatik kepada karakter fiktif

sebagaimana kepada korban pada kehidupan nyata (Baron

dan Byrne, 2005). Mendongeng memiliki manfaat untuk

merangsang kekuatan berpikir, sebagai media efektif,

mengasah kepekaan anak terhadap bunyi-bunyian,

menumbuhkan minat baca, dan juga menumbuhkan rasa

empati. Menurut Ahmad (1998) empati ialah suatu

kecenderungan untuk merasakan sesuatu yang dilakukan

orang lain andaikata dia berada disituasi orang tersebut.

Eissenberg dan Mussen (dalam Lindgren 1974)

mengatakan bahwa empati sebagai keadaan afektif yang

seolah-olah dialami sendiri yang berasal dari keadaan atau

34
kondisi emosi orang lain dan mirip dengan keadaan atau emosi

orang lain tersebut. Empati merupakan kemampuan seseorang

untuk menempatkan diri kedalam perasaan dan pikiran orang

lain serta perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to

user 42 melihat situasi dari sudut pandang orang lain, tanpa

harus secara nyata terlibat dalam perasaan dan tanggapan

orang tersebut. Di dalam dongeng anak dapat seolah-olah

menjadi tokoh didalamnya dan inilah yang akan mengajarkan

anak dengan tentang rasa empati.

Terbentuknya moral/karakter seorang anak dapat

melalui dan diawali dengan pendidikan di dalam keluarga,

dimana orangtua sebagai keluarga yang terdekat sangat

berperan dalam mendidik anaknya sehingga terbentuklah

karakter yang baik sebagai individu atau generasi penerus

sebagaimana yang diharapkan keluarga, agama, bangsa,

maupun Negara. Contoh dalam memberikan rangsangan atau

mengajarkan moral dan nilai-nilai kehidupan pada anak,

seharusnya dapat dengan mudah dilakukan Ayah & Bunda,

yang salah satu caranya dengan kegiatan “Mengdongeng”

dimana pesan-pesan moral dapat dengan mudah disampaikan

melalui tokoh-tokoh yang ada di dalam cerita (Meity, 2014)

Anak lebih menyukai dongeng karena pada usia ini anak

lebih senang pada hal-hal yang bersifat imajinatif sehingga

35
pengaruh atau stimulus positif dapat masuk dengan mudah

apalagi tentang pembentukan karakteristik positif seperti

empati, bahasa, minat membaca, dan kekuatan berfikir. Saat

anak suka mendengarkan dongeng, maka ia dapat

menghilangkan rasa tegang, mood yang buruk dan berbagai

perasaan negatif lainnya. Artinya dongeng telah membantu

anak dalam mengatasi masalah emosi (Hana, 2011).

Ketika mendengarkan dongeng yang menggambarkan

perasaan, anak akan ikut memahami apa yang ada dalam

perasaannya dan merasakan apa yang ada di dalam perasaan

tokoh atau orang lain. Tokoh-tokoh yang berada dalam suatu

dongeng akan terasa hidup dan anak akan terbiasa

membedakan antara tokoh yang satu dengan tokoh yang lain.

Bahkan anak akan menjadikan tokoh yang baik menjadi

idolanya. Dengan memahami tokoh, anak akan dapat

memahami dirinya. Dia akan mulai berpikir dan akan mampu

membedakan antara orang baik dengan orang jahat, orangtua

dengan anak-anak, laki-laki dan perempuan. Tentu saja akan

menjadi pelajaran yang sangat berharga dan disaat anak

tumbuh dewasa, dia akan belajar menghormati perbedaan

(Mal, 2008). Seseorang dapat menjadi empatik kepada

karakter fiktif sebagaimana kepada korban pada kehidupan

nyata (Baron dan Byrne, 2005)

36
Salah satu metode pembelajaran yang dapat

mengembangkan empati anak usia dini adalah dengan metode

dongeng. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh

Moeslichatoen (2004) bahwa mendongeng dapat menjadi

media untuk menyampaikan nilai-nilai yang berlaku di

masyarakat. Dongeng mempunyai makna penting bagi

perkembangan anak usia dini, karena dengan dongeng guru

atau orang tua dapat membantu mengembangkan nilai-nilai

sosial yang didalamnya termasuk mengembangkan empati

anak.

3.3. Manfaat dongeng terhadap kecerdasan (intrelektual) anak

Dokter Spesialis Anak yang juga Konsultan Tumbuh

Kembang Anak, Dr. Ahmad Suryawan SpA(K) mengatakan :

“Peran stimulasi dan nutrisi sangat penting dalam masa periode

emas anak-anak. Karena ini hanya terjadi satu kali di masa

kehidupan anak dan sangat menentukan perkembangan fisik

serta tingkat kecerdasannya di masa dewasa.

Nutrisi yang ditegaskan Dr. Ahmad, merupakan bagian

yang sangat penting. Dan pemberian stimulasi dengan

mendongeng yang dilengkapi nutrisi yang baik serta seimbang

akan mempengaruhi perkembangan otak anak sebelum usia 6

tahun.

37
Sementara itu, mendongeng sebagai nutrisi pendorong

keterampilan orangtua kepada anak-anaknya terutama

sebelum tidur untuk mengoptimalkan tumbuh kembang anak

terutama pada usia 0-6 tahun. Pada kenyataannya, saat ini

mendongeng sudah mulai ditinggalkan orangtua yang digantika

dengan tontonan televisi dan parahnya tanpa pendampingan

orangtua. Untuk mengoptimalkan stimulasi pada anak yang

dilakukan lewat mendongeng, orang tua sangat berperan

dalam mendukung peningkatan kualitas pendidikan

(intelektualitas) anak kelak.

Menurut pendapat Kak Seto, anak dapat dirangsang

untuk mengembangkan daya imajinasinya, dengan

mendengarkan dongeng dari orang tuanya. Mengembangkan

imajinasi merupakan bagian dari mengembangkan

kecerdasan.

Kecerdasan yang dimiliki seorang anak pada masa-

masa awal pertumbuhannya sampai usia sekolah, memang

tidak bisa dibiarkan sendiri untuk berkembang. Kadang, potensi

yang sudah ada dalam dini anak masih harus dibantu oleh

orang-orang terdekatnya dan juga perangkat sekolah supaya

dapat lebih berkembang.

Salah satu cara terbaik untuk meluangkan waktu bagi

anak-anak adalah melalui mendongeng bagi mereka," ungkap

38
psikolog anak, Efnie Indrianie, dalam talkshow bersama Wall's

Dreamy Creamy di Hongkong Cafe, Jakarta, Senin (14/5/2012)

lalu.

Sampai saat ini kegiatan mendongeng sudah banyak

ditinggalkan oleh para orangtua, karena dianggap merepotkan

dan membuat mereka semakin lelah setelah seharian bekerja.

Padahal sebenarnya mendongeng merupakan kegiatan positif

yang bisa mengeratkan hubungan ibu dan anak. "Mendongeng

sebenarnya bukanlah kegiatan untuk menidurkan anak, tapi

lebih berfungsi untuk meningkatkan kedekatan ibu dan anak,

dan mengembangkan kemampuan otak anak," bebernya.

Mendongeng juga membantu perkembangan psikologis dan

kecerdasan emosional anak, serta beberapa manfaat lain

Disampaikan Eddy Firmansyah, salah satu penulis novel

dari Universitas Trunojoyo, Bangkalan, sebelum pendidikan si

anak dikemas ke dalam bentuk formal, orang tua biasanya

menjadi guru si anak.

“Mendongeng memiliki elemen penting dan vital bagi

kuncup-kuncup pikiran anak. Sampai anak berusia enam

tahun, pola otak secara alami menyebabkan anak memiliki rasa

ingin tahu untuk menjelajahi semua hal yang ada di sekitarnya,”

kata Eddy.

39
Masih menurut Eddy, kekuatan mendongeng tidak boleh

diremehkan. Lebih lanjut disampaikannya, mendongeng itu

mampu merangsang rasa cinta pada daerah serta mampu

mendapatkan inspirasi dari orang-orang terkenal.

Dalam wawancaranya dengan The Guardian, Richard

dawkins, seorang ahli biologi revolusioner dan penulis

mengungkapkan 5 alasan mengapa dongeng sangat baik untuk

anak-anak, diantaranya :

1. Mereka meningkatkan imajinasi anak dan melek budaya

Imajinasi anak adalah hal yang sangat kuat dan unik. Ini

tidak hanya digunakan untuk membuat cerita dan

permainan, ini adalah faktor kunci dalam pemikiran kreatif

mereka dan dapat menentukan jenis pendidikan, karir dan

kehidupan yang mereka miliki. Dengan imajinasi ini muncul

sebuah literasi budaya; dongeng sering kali mencakup

berbagai budaya dan cara melakukan sesuatu. Mereka

mengajar anak-anak tentang perbedaan budaya di dunia di

luar bakat mereka sendiri sehingga mereka ingin tahu hal-

hal baru dan mengalami tempat-tempat baru.

2. Mereka mengajarkan kita benar dari yang salah

Berdiri kuat dalam dongeng kuda sihir dan sandal kaca

adalah tulang punggung moral. Dongeng memiliki pelajaran

moral yang kuat, perkelahian antara kebaikan & kejahatan,

40
cinta dan kehilangan, dan pelajaran ini menular pada anak-

anak kita.

Menurut The Telegraph, Nyonya Goddard Blythe,

direktur Institute for Neuro-Physiological Psychology di

Chester, mengatakan: "Dongeng membantu mengajarkan

kepada anak-anak pemahaman tentang benar dan salah,

bukan melalui pengajaran langsung, tapi melalui implikasi."

Cerita dongeng membantu mengajari anak-anak

pemahaman tentang benar dan salah, bukan melalui

pengajaran langsung, tapi melalui implikasi

Cerita dongeng mengajari anak-anak bahwa kebaikan

akan selalu menang dan, meski hal ini mungkin tidak benar

dalam aspek dunia nyata, pelajarannya sederhana dan

penting. Jadilah pahlawan, bukan penjahat. Belajarlah

untuk berharap lebih baik.

3. Mereka mengembangkan kemampuan berpikir kritis

Dongeng mengajarkan anak-anak berpikir kritis. Mereka

melihat konsekuensi dari keputusan karakter dan

mengetahui bahwa apa yang akan terjadi pada mereka

bergantung pada pilihan yang mereka buat. Tidak semua

karakter bisa menjadi teladan yang baik, bahkan keputusan

tersebut bisa menjadi boomerang bagi mereka, atau

pangeran sembrono (atau tidak cakap). Apa yang diajarkan

41
cerita-cerita itu, adalah bahwa ketika hal-hal buruk terjadi,

Anda memiliki keputusan untuk dibuat. Jika Anda membuat

yang benar, semuanya mungkin akan baik-baik saja.

4. Mereka dapat membantu anak mengatasi emosi itu sendiri

Cerita dongeng tidak hanya mempersiapkan anak-anak

kita untuk masyarakat dan membuat keputusan moral,

mereka juga mengajarkan bagaimana menghadapi konflik

di dalam diri mereka sendiri. Psikolog anak Bruno

Bettelheim, yang mengkhususkan diri pada pentingnya

dongeng di masa kanak-kanak, percaya bahwa dongeng

dapat membantu anak-anak dalam mengatasi kecemasan

mereka, hingga saat ini, tidak dapat menjelaskannya.

Dalam dongeng anak-anak sering menjadi karakter utama

dan lebih sering daripada tidak akan menang melawan

kejahatan cerita. Pembaca bisa berhubungan dengan ini

dan menemukan pahlawan dongeng dalam diri mereka.

5. Dan akhirnya,dongeng sangat menyenangkan!

Saya sangat menyukai kenangan meringkuk di tempat

tidur dan menghilang ke dunia lain dimana naga terbang

dan para pangeran berkelahi. Kenangan saya akan

kegembiraan yang luar biasa saat ayah saya pulang dengan

buku Harry Potter terbaru masih membuat saya tersenyum.

Permainan yang saya mainkan dengan teman-teman di

42
kebun kami tak terbantahkan oleh imajinasi kami, yang

masih berenang dalam cerita semalam.

Entah itu untuk pelajaran moral tidak langsung,

meningkatkan imajinasi mereka atau karena anak Anda

tidak dapat membuat anak itu mebaca buku, maka anak itu

harus didorong agar anak menyukainya . Bacalah bersama-

sama, bantulah anak-anak Anda menciptakannya sendiri

dan pastikan mereka tahu bahwa mereka bisa menang

melawan penyihir jahat manapun.

3.4. Mendongeng bagi orangtua kepada anak yang baik dan

benar

Metode Mendongeng sesuai usia

Ada yang berpendapat bahwa dongeng baru optimal

diberikan pada anak. saat mereka sudah lancar berbicara atau

bahkan sudah memasuki usia Taman Kanak-Kanak/PAUD.

Saya kurang sependapat dengan hal itu. Seperti saya

kemukakan sebelumnya bahwa dongeng sudah dapat mulai

diberikan pada anak sejak ia masih di dalam kandungan.

Namun mungkin yang perlu digarisbawahi di sini adalah

metode mendongengnya. Tentu tak sama dongeng yang kita

berikan untuk bayi, balita maupun anak usia sekolah.

Sepanjang pengetahuan dan pengalaman saya, sebaiknya

43
cara mendongeng pada anak sesuai dengan usianya, adalah

1. Saat usia 0-2 tahun

Sebaiknya mendongeng tidak usah memakai buku tapi

dikarang saja ceritanya agar Anda bisa memaksimalkan

gerakan tubuh, ekspresi wajah dan intonasi suara. Ini akan

ditangkap dengan lebih baik oleh bayi. Atau jikapun

memakai buku. berikanlah buku yang bertekstur lembut,

agar tak melukai anak. Gambarnya pun dipilih yang

berukuran besar dengan warna-warna mencolok. Bayi

biasanya menyukai gambar yang memperlihatkan

berbagai ekspresi wajah.

2. Saat Usia 3-6 tahun

Di usia anak sudah bisa diperkenalkan dengan buku

cerita yang memuat banyak gambar dengan buku cerita

yang memuat banyak gambar dengan huruf dan angka

berukuran besar dan jelas. Dongeng juga sebaiknya

dipilih yang ceritanya berkaitan dengan aktifitas sehari-

hari, misalnya manfaat makan sayur dan buah serta

manfaat menggosok gigi. Ini berguna untuk menasehati

anak secara tidak langsung. Dua anak di usia pra sekolah

kadang ada anak yang sudah bisa membaca maka baik

jugha diberikan buku cerita bergambar.

44
3. Saat usia 7-12 tahun

Anak usia sekolah seperti ini, orangtua bisa memberikan

buku/majalah pada anak. Namun sebaiknya dilihat dulu isi

buku/majalah tersebut, jangan sampai ada

kata/kalimat/gambar yang negatif atau belum selayaknya

‘dikonsumsi’ oleh anak. Apabila anak belum lancar

membaca, pendampingan diperlukan untuk

membimbingnya huruf-huruf tersebut menjadi

rangkaianya kata dalam kalimat sehingga memiliki makna.

Ciptakan bahwa mendongeng adalah sesuatu yang

ditunggu oleh anak. Yang terpenting dari dongeng adalah

menumbuhkan kondisi yang menyenangkan. Kita sebagai

orangtua haruslah menyediakan waktu yang berkualitas

saat mendongeng. Hindari mendongeng saat sudah lelah,

karena bisa jadi tidak optimal baik saat proses

mendongeng ataupun menjawab pertanyaan dari anak.

Juga ketika anak sudah jenuh dongeng dongeng, hentikan

saja. Ajak ia melakukan aktifitas lain yang disukainya.

Satu lagi. hindari menakut-nakuti anak secara tak logis

melalui dongeng. Contohnya saja : Jangan mendongeng

tentang hantu yang menyeramkan yang suka memakan

anak-anak. Ini selain berbohong juga menumbuhkan

sikap penakut pada diri anak.

45
Cara mudah menjadi pendongeng bagi anak adalah

para orangtua maupun guru harus memiliki daya imajinasi

yang kuat atau memiliki minat baca yang tinggi agar dapat

mentransformasikan apa yang telah dibacanya kepada

anak dan tentu dengan bahasa yang mudah dipahami

anak. Dan cara lain bagi orangtua yang suka menonton

film dapat mengajak anak namun harus pandai memilih

dan memilah cerita yang sesuai dengan usia anak.

Jika kita sulit memulai untuk mendongeng bagi anak

maka wajib bagi orangtua dan guru untuk mencari

referensi dari buku-buku atau dengan sering-sering

melihat story tellingyang banyak diselenggarakan di pusat

perbelanjaan, toko buku. dan acara di televisi. Sedangkan

cara mudah dan instan adalah dengan belajar dan sang

ahli dongeng lalu mempraktekkannya secara terus

menerus. Dari sini, kita akan menjadi pendongeng yang

baik dan profesional. Mungkin saja!!

Memilih Dongeng Berdasarkan Usia Anak

Salah satu cara untuk menyampaikan pesan moral

kepada anak adalah melalui media bercerita atau

mendongeng. Dengan bercerita atau mendongeng, kita

bisa memberikan nilai-nilai dan pembentukan kepribadian

anak tanpa ada kesan menggurui. Disamping itu pula

46
dengan mendongeng akan mendekatkan orangtua

dengan anak ataupun guru dengan murid sehingga

keterikatan dan kedekatan hati akan berbentuk. Ketika

kedekatan ini sudah terbentuk maka kita akan lebih

mudah untuk mendidik dan mengarahkan anak.

Dalam mendongeng atau bercerita agar menarik untuk

anak perlu diperhatikan beberapa hak, diantaranya adalah

: isi cerita, pembawaan cerita dan usia pendengar

dongeng/cerita. Untuk mendongeng alangkah baiknya

disesuaikan dengan usia pendengar atau siswa agar

pesan yang disampaikan melalui cerita tersebut bisa

dicerna dengan baik dan oleh anak.

Agar memudahkan dalam mencari cerita buat anak

berikut ini adalah batasan-batasan cerita untuk anak yang

disesuaikan dengan usianya, yaitu :

1. Untuk Anak usia 5 (lima) tahun ke bawah

Anak diusia ini biasanya belum mengetahui

dengan baik tentang isi cerita. Oleh karena itu, lebih

tepat apabila kegiatan bernyanyi dalam mendongeng

diperbesar porsinya. Untuk kelompok usia ini, dongeng

yang cocok adalah cerita yang berhubungan dengan

binatang. Misalnya : tentang kodok, cicak, bebek dan

lainnya sebagainya. Penguasaan yang harus dikuasai

47
oleh pendongeng adalah tentang meniru suara

binatang tersebut.

Selain cerita tentang binatang, cerita ini bisa juga

yang berhubungan dengan tumbuhan, misalnya :

tentang bunga melati, bunga mawar atau buah duren,

buah apel, dan lain sebagainya. Untuk konsep

ceritanya, anda bisa mengkreasikan sendiri.

2. Untuk usia anak 6-9

Anak pada usia ini sudah mulai kritis dalam

mendengarkanm dongeng/cerita. Anak-anak akan

menyukai cerita yang menyenang dan

menggembirakan. Pada usia ini juga si anak sudah

bisa untuk melihat sisi baik dan sisi buruk dari cerita

yang didongengkan oleh guru atau orangtua. Untuk

konsep cerita, kita bisa mengambil kisah-kisah rakyat

seperti : legenda Malin Kudang, si kancil. Bawang

merah dan bawang putih dan masih banyak lagi

inspirasi cerita rakyat lainnya yang bisa kita ambil

3. Untuk kelompok usia 9-12 tahun

Anak dalam kelompok usia ini diperlukan

pendekatan yang berbeda daripada kelompok-

kelompok-kelompok usia di atas. Pada usia ini, anak

akan mulai mendengarkan cerita dengan sikap yang

48
baik dan akan bersifat kritis terhadap cerita dengan

sikap yang baik dan dan akan bersifat kritis terhadap

cerita perlu dilakukan langkah pendekatan terhadap

anak yaitu dengan cara mengajaknya anak agar

nantinya mau mendengarkan cerita dengan baik.

Untuk kelompok usia ini biasanya lebih tertarik

dengan cerita-cerita fiksi. Contohnya : tentang cerita

petualangan, detektif cilik, manusia super dan lain

sebagainya.

Penyesuaian cerita dengan usia anak perlu

diperhatikan dengan baik agar visi dan misi sebuah

cerita tersampaikan dengan baik kepada anak-anak.

Apabila tidak disesuaikan dengan usia anak maka

bisa jadi cerita tidak akan menairk buat anak ataupun

anak terlalu berat untuk mencerna cerita yang

disampaikan.

49
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah penulis sampaikan dari

bab I sampai dengan Bab III, penulis mengambil kesimpulan

sebagai berikut:

1. Berdasarkan data yang penulis sampaikan dari studi

pustaka dan pendapat para ahli mengenai manfaat dongeng

terhadap kecerdasan dan empati, penulis dapat menyimpulkan

bahwa dongeng ternyata bermanfaat dalam banyak hal,

teruataa kecerdasan dan empati anak dapat ditingkatkan

melalui dongeng,

2. Berdasarkan data yang penulis sampaikan dari studi

pustaka dan pendapat para ahli mengenai manfaat dongeng

terhadap kecerdasan dan empati anak, penulis dapat

menyimpulkan bahwa mendongeng memiliki peran penting

bagi orang tua dan juga anak, sehingga orang tua perlu

mendongengkan anaknya pada masa kanak-kanak,

3. Berdasarkan data yang penulis sampaikan dari studi

pustaka dan pendapat para ahli mengenai manfaat dongeng

terhadap kecerdasan dan empati, penulis dapat menyimpulkan

bahwa dalam mendongeng kepada anak perlu menggunakan

50
metode yang disesuaikan dengan umur anak, agar anak mau

mendengar dongeng yang disampaikan, dan dongeng lebih

mudah diserap oleh anak,

4. Berdasarkan data yang penulis sampaikan dari studi

pustaka dan pendapat para ahli mengenai manfaat dongeng

terhadap kecerdasan dan empati, penulis dapat menyimpulkan

bahwa dalam mendongeng perlu pemilihan dongeng yang

sesuai dengan umur anak agar dongeng yang disampaikan

mudah dipahami dan diserap oleh anak.

Empat kesimpulan diatas didapatkan dengan

menyimpulkan dari beberapa buku dan juga pendapat

beberapa tokoh yang berkaitan yang penulis kaji berdasarkan

hasil dari studi pustaka.

4.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah disampaikan,

penulis menyarankan bagi para orang tua pada umumnya,

sangat dianjurkan untuk meningkatkan kecerdasan dan empati

anak terutama pada masa periode emas yang hanya terjadi 1

kali dalam kehidupan dan rentan waktuknya yang sangat

sebentar melalui pemberian stimulasi yang mudah diserap oleh

anak, salah satunya dan cara yang cukup mudah dilakukan

yakni melalui dongeng. karena jika periode itu dilewatkan tanpa

adanya stimulasi, hal itu akan sangat-sangat disayangkan.

51
Dan juga khususnya para orang tua sangat dianjurkan

dan perlu ditingkatkan akan kesadaran mendongeng bagi anak,

karena dongeng memiliki peran penting baik bagi orang tua

maupun sang anak, karena manfaat dongeng yang dapat

menjadikan hubungan orang tua dan anak menjadi lebih

harmonis, serta menubuhkan kecerdasan dan moral sang anak

dewasa kelak.

52
DAFTAR PUSTAKA

Saphiro.L.E., Mengajarkan Emosional Intelegensi Pada Anak , Terj.

Alex .T.(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), hlm 50

Goleman, Daniel. 1995. Emotional Intellegence. Jakarta : PT

Gramedia Pustaka

Partini Pudjiastuti Trihono. Best Practices in Pediatrics. (Jakarta :

Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang DKI Jakarta, 2013) hlm 25

Retno Hening. Happy Little Soul (Cetakan Kelima) (Jakarta : PT

Gagas Media, 2017) hlm 147

53
54

Anda mungkin juga menyukai