Anda di halaman 1dari 7

III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Protein Kasar

Protein adalah polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida.

Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi

sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dan pengatur. Molekul protein

mengandung unsur-unsur C, H, O, N, P, S, dan terkadang mengandung unsur logam seperti besi

dan tembaga (Winarno, 1992). Struktur primer protein biasanya diwakili oleh urutan huruf di atas

20 huruf alfabet yang terkait dengan 20 alami asam amino. Protein adalah blok pembangun utama

dan molekul fungsional sel, mengambil hampir 20% dari berat sel eukariotik, kontribusi terbesar

setelah air (70%). Protein prediksi struktur adalah salah satu masalah yang paling penting dalam

biologi komputasi modern. Oleh karena itu menjadi semakin penting untuk memprediksi struktur

protein dari urutan asam amino, dengan menggunakan wawasan yang diperoleh dari yang sudah

diketahui struktur sekunder. Protein ditentukan oleh urutan pengklasifikasikan setiap asam amino

yang sesuai struktur elemen sekunder yaitu (misalnya, alpha, beta, gamma) (Mandle dkk, 2012).

Kualitas nutrisi suatu protein bahan pangan ditentukan oleh kesesuaian antara jenis dan

jumLah asam amino yang terkandung dengan jenis dan jumLah asam amino yang dibutuhkan dan
mendorong untuk dilakukannya pengembangan metoda analisis asam amino. Pengembangan

berbagai teknik kromatografi memungkinkan penyususunan cara estimasi kadar protein dalam

suatu bahan secara instrumental melalui penetapan kadar asam amino, sebagai hasil hidrolisis

protein dalam bahan itu (Sumarno dkk, 2002).

3.2. Metode Protein Kasar

Analisis protein dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode

kuantitatif dan kualitatif. Analisis protein secara kualitatif adalah analisis yang bertujuan untuk
mengetahui ada atau tidaknya protein dalam suatu bahan pangan. Analisis kualitatif dapat
dilakukan dengan reaksi Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi Nitroprusida

dan reaksi Sakaguchi. Sedangkan analisis protein secara kuantitatif adalah analisis yang bertujuan

untuk mengetahui kadar protein dalam suatu bahan pangan. Analisis kuantitatif protein dapat

dilakukan dengan metode Kjeldahl, metode titrasi formol, metode Lowry, metode

spektrofotometri visible (Biuret) dan metode spektrofotometri UV. Metode Kjeldahl merupakan

metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa

yang mengandung nitrogen. Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar

dalam bahan makanan secara tidak langsung karena senyawa yang dianalisisnya adalah kadar

nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan faktor konversi 6,25 diperoleh

nilai protein dalam bahan makanan tersebut. Prinsip kerja dari metode Kjeldahl adalah protein

dan komponen organik dalam sampel didestruksi dengan menggunakan asam sulfat dan katalis.

Hasil destruksi dinetralkan dengan menggunakan larutan alkali dan melalui destilasi. Destilat

ditampung dalam larutan asam borat. Selanjutnya ion- ion borat yang terbentuk dititrasi dengan

menggunakan larutan HCl (Sudarmadji, 1989).

a. Tahap Destruksi

Pada tahap ini, sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi
menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon (C) dan hidrogen (H) teroksidasi menjadi karbon

monoksida (CO), karbondioksida (CO2), dan air (H2O). Elemen Nitrogen akan berubah menjadi

amonium sulfat. Banyaknya asam sulfat yang digunakan untuk destruksi diperhitungkan terhadap

kandungan protein, karbohidrat dan lemak.

b. Tahap Destilasi

Pada tahap destilasi, amonium sulfat dapat dipecah menjadi amonia, yaitu dengan

penambahan larutan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Amonia yg dibebaskan ditangkap oleh

larutan asam. Asam yg dapat dipakai adalah H2SO4. Agar kontak antara larutan asam dengan
amonia berjalan sempurna, maka ujung selang pengalir destilat harus tercelup kedalam larutan
asam. Destilasi diakhiri jika semua amonia sudah terdestilasi sempurna menggunakan indikator

mengsel sebagai indikator penunjuk.

c. Tahap Titrasi

Apabila penampung destilat yang digunakan adalah larutan asam sulfat, maka sisa asam

sulfat yang tidak bereaksi dengan amonia dititrasi dengan NaOH 0,025 N menggunakan indikator

mengsel (indikator campuran metil red dan metil blue). Selisih jumlah titrrasi sampel dan blanko

merupakan jumlah nitrogen.


IV

ALAT,BAHAN, DAN PROSEDUR KERJA

4.1. Alat

1) Labu Kjeldahl 300 mL, berfungsi tempat berlangsungnya analisis secara kimia

2) Satu set alat destilasi, berfungsi untuk mendestilasi sampel setelah proses destruksi

3) Erlenmeyer 250 cc, berfungsi tempat penampung hasil destilasi

4) Buret 50cc skala 0.1, berfungsi tempat larutan untuk dianalisis

5) Timbangan analitik, berfungsi menimbang sampel sebelum dan sesudah dianalisis

4.2. Bahan

1) Bahan pakan wheat pollard, berfungsi untuk sampel yang dianalisis

2) Asam sulfat pekat, sebagai zat protein kasar dalam proses destruksi

3) Asam klorida (yang sudah diketahui normalitasnya), berfungsi penetapan nilai titrasi

4) Natrium Hidroksida 40%, sebagai pemberi susunan

5) Katalis campuran (yang dibuat dari CuSO4, 5H2Odan K2SO4 dengan perbandingan 1:5),

berfungsi sebagai larutan indicator

6) Asam boraks, berfungsi mengikat NH3 dalam proses destilasi


7) Indikator campuran (brom, cresol green : methyl merah = 4:5 sebanyak 0.9 gr dilarutkan

dalam alkohol 100 mL, berfungsi mengetahui asam dalam keadaan berlebih

4.3. Prosedur Kerja

1) Destruksi

a. Ditimbang contoh sampel kering sebanyak kurang lebih 1 gr (dicatat sebagai A gr)

b. Dimasukan kedalam labu kjeldahl dan ditambahkan 6 gr katalis campuran

c. Ditambahkan 20 mL asam sulfat pekat


d. Dipanaskan dalam nyala api kecil dilemari asam, bila sudah tidak berbuih lagi destruksi

diteruskan dengan nyala api yang besar

e. Destruksi sudah dianggap selesai bila laturan sudah berwarna hijau jernih, kemudian

didinginkan

2) Destilasi

a. Disiapkan alat destilasi selengkapnya dengan hati-hati jangan lupa batu didih, vaseline dan

tali pengaman

b. Dipindahkan larutan hasil destruksi kedalam labu didih, kemudian dibilas dengan aquades

kurang lebih 50 mL

c. Dipasang erlenmeyer yang telah diisi asam boraks 5% sebanyak 15 mL untuk menangkap

gas amonia dan telah diberi indikator campuran sebanyak 2 tetes

d. Dibasahkan larutan bahan dan destruksi dengan ditambah 40-60mL NaOH 40% melalui

corong samping. Ditutup kran corong segera setelah larutan masuk kedalam labu didih

e. Dinyalakan pemasan bunsen dan dialirkan air kedalam kran pendingin tegak

f. Dilakukan destilasi sampai semua N dalam larutan dianggap telah tertangkap oleh asam

boraks yang ditandai dengan menyusutnya larutan dalam labu didih sebanyak 2/3 bagian

3) Titrasi

a. Erlemeyer berisi sulingan tadi diambil


b. Kemudian dititrasi dengan HCl yang sudah diketahui normalitasnya, dicatat sebagau B.

Titrasi dianggap selesai setelah berubah menjadi warna hijau keabu-abuan, dicatat larutan

jumLah HCl yang terpakai sebagai C


V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Pengamatan

Tabel 6. Hasil Pengamatan Analisis Protein Kasar


Bahan Berat Volume Normalitas Kadar
sampel Titrasi HCl Protein
(gr) (mL) Kasar
(%)
…………………….gram…………………………... ..…%.....
Wheat 0,651 13,5 0,105 19,05
Pollard
5.2. Pembahasan

Berdasarkan hasil kadar protein kasar yang didapat setelah proses destruksi, destilasi dan

titrasi adalah 19,05%. Hal ini menunjukan perbedaan dengan literatur yang dijelaskan oleh Hartadi

dkk (1993) bahwa kadar protein kasar pada wheat pollard adalah 16,1%. Perbedaan nilai ini

tentunya dapat disebabkan oleh beberapa alasan. Alasan-alasan yang utama adalah karena adanya

kekurangan dalam proses metode yang dilakukan.

Beberapa penyebab hasil nilai dari perhitungan melebihi literatur yang sudah dijelaskan

Hartadi dkk (1993) antara lain perbedaan karakteristik sampel,jenis sampel,ukuran sampel,banyak

sedikitnya kadar protein dalam sampel,jenis atau metode analisis yang dilakukan. Hal ini juga

dapat dipengaruhi oleh volume dan normalitas HCl yang digunakan.

Faktor konversi biasanya 6,25 dengan kadar nitrogen dalam protein sebesar 16%. Semakin

besar kandungan atau kadar nitrogen dalam bahan maka faktor konversi semakin kecil faktor

konversinya. ( Hartadi,dkk 1993 )

Analisis protein kasar terdiri dari tiga tahapan ( destruksi, destilasi, titrasi ). Fungsi dari

tahap destruksi untuk melepaskan nitrogen dari protein sehingga pada akhir destruksi akan

diperoleh ( NH4 )2 SO4 dengan cara sampel dipanaskan dalam larutan sulfat pekat, unsur C dan
H teroksidasi menjadi H2O, CO2, CO dan unsur N berubah menjadi ammonium sulfat atau ( NH4

)2SO4 ( Legowo,2005 ).

Fungsi dari tahap destilasi untuk memecah ammonium sulfat atau ( NH$ )2SO4 menjadi

ammonia. Prinsipnya memisahkan cairan berdasarkan perbedaan titik didih. Pada akhir destilasi

indikatornya adalah apabila cairan yang ditampung dalam larutan asam bersifat asam (

Legowo,2005 ). Fungsi dari tahap titrasi yaitu penepatan kadar kadar nitrogen dengan titrasi HCL.

( Legowo,2005 )

DAFTAR PUSTAKA

Analisis Protein Kasar


Hartadi, S.Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo, Tillman, A.D,H. S. Lebdosoekojo. 1993. Tabel
Komposisi Pakan Untuk Indonesia. Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta.
Mandle, Anil Kumar., Pranita Jain and Shailendra Kumar Shrivastava. 2012. Protein Structure
Prediction Using Support Vector Machine. International Journal on Soft Computing ( IJSC
), Vol.3, No.1, Hal: 67.
Sudarmadji, S. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Sumarno, dkk, 2002. Dasar – Dasar Biokimia Jilid I. Erlangga. Jakarta .
Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.
Legowo, A. 2005. Analisis Pangan. Badan Penerbit Universitas Diponogoro. Semarang.

Anda mungkin juga menyukai