Anda di halaman 1dari 20

ANALISA JURNAL

“PENGKAJIAN RESIKO BUNUH DIRI PADA 24 JAM


PERTAMA SETELAH MASUK RUMAH SAKIT JIWA”

Dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Profesi Keperawatan


Stase Keperawatan Jiwa di Bangsal P1 RS Ghrasia Propinsi DIY
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Disusun oleh :
Mekar Dwi Anggraini
Ayu Khuzaimah Kurniawati
Erwi Rochma Pangestuti
Martina Sinta Kristanti
Siswoyo

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
Y O G Y A K A R T A
2 0 0 4

0
PENGKAJIAN RESIKO BUNUH DIRI PADA 24 JAM PERTAMA
SETELAH MASUK RUMAH SAKIT JIWA

ABSTRAK
Pada 69 pasien yang masuk rumah sakit karena mempunyai resiko bunuh
diri, ternyata 30 pasien (44 %) benar-benar tidak mempunyai ide bunuh diri
(bebas dari ide bunuh diri) pada 24 jam pertama setelah masuk rumah sakit.
Penilaian yang dilakukan dengan menggunakan Skala Ide Bunuh Diri pada waktu
pasien masuk rumah sakit digunakan untuk membedakan kelompok pasien yang
terus-menerus mempunyai ide bunuh diri pada 24 jam selanjutnya (kelompok
SUSTAINED) dengan kelompok pasien yang tidak mempunyai ide bunuh diri
secara terus-menerus (kelompok TRANSIENT /ide bunuh diri sementara).
Kelompok TRANSIENT mempunyai kemungkinan bunuh diri yang lebih besar
pada minggu-minggu sebelum masuk rumah sakit daripada kelompok
SUSTAINED. Pasien-pasien yang masuk rumah sakit pada kelompok
SUSTAINED mungkin lebih mempunyai gejala-gejala psikotik dan riwayat
keluarga dengan gangguan jiwa.

PENDAHULUAN
Informasi klinik yang diperoleh dari pengkajian tentang faktor-faktor
resiko bunuh diri adalah hal utama (penting) dalam pengambilan keputusan ketika
dokter dihadapkan dengan kenyataan pada perawatan pasien di rumah sakit yang
beresiko melakukan percobaan bunuh diri. Faktor-faktor resiko yang berhubungan
dengan perilaku bunuh diri, cenderung mempunyai tingkat sensitivitas yang
tinggi, yaitu mampu untuk mengidentifikasi/menunjukkan orang-orang yang
mungkin beresiko melakukan bunuh diri. Bagaimanapun juga, faktor-faktor resiko
tersebut hanya mempunyai ciri khusus, atau kemampuan yang rendah untuk
mengeluarkan pasien yang tidak terus-menerus mempunyai ide bunuh diri.
Demikianlah, kemampuan faktor – faktor resiko tersebut untuk memprediksikan
resiko percobaan bunuh diri telah sangat disepakati. Jika ada suatu ketidakpastian
dalam memprediksikan prilaku bunuh diri, maka dokter cenderung untuk

1
memondokkan (merawat inap) pasien, meskipun sebenarnya data empiris kurang
menunjukkan bahwa rawat inap (hospitalisasi) secara mendadak efektif dalam
menurunkan resiko bunuh diri.
Hal ini telah menjado kesepakatan bersama di klinik kami bahwa alasan
dasar para pasien dimasukkan ke rumah sakit kami karena mereka dianggap
mempunyai faktor resiko yang signifikan sehingga tidak lama kemudian akan
melakukan bunuh diri secara mendadak. Tujuan dari study ini adalah secara
sistematik meneliti kesepakatan klinik tersebut. Jika hal tersebut telah disyahkan
kami berpikir untuk menentukan apakah batasan demografi dan variabel klinik
yang dipilih dapat membedakan kelompok TRANSIENT dan SUSTAINED.

METODE
Subyek penelitian terdiri dari 26 pasien laki – laki dan 43 pasien
perempuan yang masuk rumah sakit Hillside-Pusat Pengobatan Long Island
Jewish, dengan resiko bunuh diri cukup untuk digunakan sebagai alasan pasien
dirawat inap, sebagai pertimbangan/keputusan oleh Admitting Physician. Dari 4
pasien yang dimasukkan secara sukarela, para pasien dikeluarkan dari penelitian
jika mereka kurang cakap untuk menulis informed consent untuk partisipan. Tidak
ada pasien yang dikeluarkan dari penelitian berdasrkan diagnosis.
69 pasien telah dikaji selama 24 jam setelah masuk rumah sakit pada pusat
pelayanan. 19 pasien diantaranya juga diwawancarai pada saat masuk rumah sakit
karena petugas penelitian mampu melaksanakannya. Petunjuk wawancara yang
digunakan sama dengan yang digunakan pada subsampel yang terdiri dari 19
pasien yang telah dikaji saat masuk rumah sakit. Studi instrumen ini telah
dilakukan 2 kali pada pasien.
Data-data dikumpulkan selama wawancara, termasuk data demografik dan
riwayat yang berhubungan dengan penyakit/gangguan jiwa serta penanganannya.
Beberapa instrumen yang telah digunakan antara lain Scale for Siucide Ideation
(SSI), Beck Hopelessness Scale (BHS), Brief Psychiatric Rating Scale (BPRS),
dan Life Events Inventory. Data-data tambahan dikumpulkan sesuai dengan DSM-
IV axis I dan axis II yang diperoleh dari Rekam Medik, serum kolesterol karena

2
observasi yang pernah dilakukan menghubungkan antara tingkat kolesterol serum
rendah dengan perilaku bunuh diri, dan lamanya klien dirawat di rumah
sakit/pusat pelayanan.
Pasien-pasien yang telah dikelompokkan ke dalam kelompok
TRANSIENT, jika pada 24 jam follow-up mempunyai skor nol (0) yang
ditemukan pada 5 item pertama pada SSI, hal ini mengindikasikan tidak adanya
ide-ide bunuh diri. Pasien-pasien yang dilaporkan mempunyai ide-ide bunuh diri
pada 24 jam follow-up selama pengukuran dengan SSI dikelompokkan ke dalam
kelompok SUSTAINED.
Perbandingan antara kelompok TRANSIENT dan SUSTAINED
ditunjukkan dengan analisis Chi-Square untuk variabel non-kontinyu, dan
TRANSIENT-Test Independent serta pengukuran ulang dengan analisis variansi
(ANOVA) untuk variabel kontinyu.

HASIL
Dari 69 pasien yang mempunyai resiko bunuh diri, 30 orang (44 %) bebas
dari ide-ide bunuh diri pada 24 jam pertama setelah masuk rumah sakit. Mean±SD
umur dari pasien kelompok tersebut adalah 38±18 tahun. 39 pasien yang lain
digolongkan dalam kelompok SUSTAINED pada 24 jam pertama setelah masuk
rumah sakit. Mean±SD umur kelompok ini adalah 38±12 tahun.
Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok TRANSIENT dan
kelompok SUSTAINED yang ditemukan berdasarkan perbedaan jenis kelamin,
ras, agama, status perkawinana, pada anak (<18 tahun) yang tinggal di rumah,
orang yang hidup sendiri, para pekerja, manajer/pimpinan, pendidikan tingkat
tinggi, umur, dan jumlah stressor kehidupan, serta perilaku kekerasan yang
nampak.
Proporsi pasien pada kelompok SUSTAINED dan TRANSIENT tidak
mempunyai perbedaan dalam hal gangguan afektif pada axis I (masing-masing
83% dan 87%), axis II (30% dan 36%), riwayat penganiayaan (10% dan 28%),
dan riwayat bunuh diri pada keluarga (37% dan 36%).

3
Sebagai tambahan, bahwa tidak ada perbedaan yang ditemukan antara
kelompok TRANSIENT dan SUSTAINED dalam hal mean±SD percobaan bunuh
diri semasa hidup (masing-masing 1,7±1,9 kali, dan 3,1±5,1 kali), frekuensi rawat
di rumah sakit (3±5,8 kali dan 5,1±7,4 kali), tingkat serum kolesterol (195±40
mg/dL dan 201±51 mg/dL), dan lama perawatan di rumah sakit (16±14,2 hari dan
15,5±11,5 hari).
Pasien kelompok TRANSIENT mungkin lebih beresiko melakukan
percobaan bunuh diri pada minggu-minggu sebelum masuk rumah sakit, daripada
kelompok SUSTAINED (50% vs 23%). Pasien kelompok SUSTAINED mungkin
lebih mempunyai riwayat penyakit jiwa pada keluarga daripada kelompok
TRANSIENT (47% vs 68%), dan mempunyai gejala psikosis pada saat pasien
masuk rumah sakit (43% vs 60%).
Penilaian psikologis dianalisa secara terpisah pada pasien, yang dievaluasi
pada 24 jam pertama setelah masuk rumah sakit, dan untuk itu evaluasi dilakukan
pada 24 jam pertama setelah masuk rumah sakit maupun 24 jam setelahnya. Dari
hasil observasi menunjukkan bahwa pasien-pasien pada kelompok TRANSIENT
mempunyai skor yang lebih rendah pada semua skala penilaian. Hal ini
mengindikasikan adanya pengurangan gejala-gejala perilaku kekerasan secara
signifikan, dan berkurangnya perilaku perusakan selama 24 jam setelah masuk
rumah sakit serta selama follow-up 24 jam setelahnya.
Suatu kelompok dengan waktu interaksi yang terbukti dengan skor yang
jelas pada SSI, BDI, BHS, dan BPRS pada 19 pasien yang dikaji pada 2
kesempatan. Semua skor meningkat pada 24 jam pertama setelah masuk rumah
sakit pada kelompok TRANSIENT. Terlebih lagi, skor pasien saat masuk rumah
sakit pada SSI total dan pada 5 item pertama memprediksikan apakah mereka
akan dikelompokkan setelah 24 jam sebagai kelompok TRANSIENT atau
SUSTAINED. Pada saat masuk rumah sakit, skor SSI pada pasien kelompok
TRANSIENT mempunyai perbedaan yang bermakna, yaitu lebih rendah daripada
kelompok SUSTAINED. Skor SSI total (t=2,62; df=12,4; pasien=0,002), dan skor
SSI pada 5 item pertama (t=2,14; df=17; pasien=0,047).

4
DISKUSI DAN PEMBAHASAN
Menggunakan kriteria “tidak ada ide bunuh diri” yang diusulkan oleh
Beck, dkk, kami menegaskan kesepakatan klinik kami bahwa beberapa pasien
yang masuk rumah sakit karena mempunyai resiko bunuh diri.
Beberapa penjelasan yang bisa diterangkan dari observasi ini adalah
awalnya mungkin dimunculkan resiko bunuh diri yang dilebih-lebihkan dan
perawatannya tidak tepat pada beberapa pasien yang sudah aman, dapat
beristirahat dan mendapat dukungan dari rumah sakit.
Penemuan pendahuluan ini memberikan petunjuk untuk penelitian
berikutnya. Skor SSI saat masuk rumah sakit dihubungkan dengan kelompok
TRANSIENT dan tetap dalam jangka waktu 24 jam pertama setelah masuk rumah
sakit. Skor yang lebih rendah dihubungkan dengan ide-ide bunuh diri sementara
(TRANSIENT), dan nilainya lebih tinggi pada ide-ide bunuh diri terus-menerus
(SUSTAINED). Tidak ditemukan pasien baru yang melakukan percobaan bunuh
diri setelah adanya ide bunuh diri setelah 24 jam perawatan. Usaha bunuh diri
berhenti mempengaruhi dysphonic dan ide bunuh diri menjadi hilang/berkurang.
Ide yang sama ditunjukkan pada pasien yang melukai diri sendiri dengan
gangguan kepribadian borderline.
Kami tidak memberikan saran untuk dilakukannya perubahan pada praktik
klinik untuk perawatan dan untuk pengkajian individu dengan resiko bunuh diri
dan kebutuhan untuk hospitalisasi.
Penelitian ini mempunyai keterbatasan dengan ukuran sampel yang
sedikit, jumlah variabel yang besar, tidak ada format pengkajian diagnostik,
jumlah pasien sukarelawan yang banyak sebagai tambahan, penelitian ini tidak
menguji karakteristik pembuatan keputusan dari dokter. Keterbatasan ini
mempengaruhi validitas dan pengeneralisasian temuan penelitian.

5
TINJAUAN TEORI
PERILAKU BUNUH DIRI

A. Definisi
Pengertian bunuh diri adalah tindakan agresif atau maladaptif dengan
melukai dir sendiri dan dapat mengakhiri hidupnya (Stuart & Sundeen, 1998)
Bunuh diri adalah perbuatan yang dilakukan seseorang dengan sukarela
dan disengaja untuk mengakhiri hidupnya (Rawlin’s, 1993).
Bunuh diri meliputi keinginan secara sadar untuk mati dan diiringi tingkah
laku untuk mewujudkan keinginan tersebut (Komisi Bunuh Diri, cit. Rawlin’s,
1993).

B. Rentang Respon “Self-Protective” Stuart & Sundeen, 1998


Respon Adaptif Respon Maladaptif

Menghargai Berani ambil Tingkah laku Merusak diri Bunuh diri


diri atau resiko dalam merusak diri
meningkatka mengembangk secara tidak
n diri an diri langsung

Gambar 1. Rentang Respon Bunuh Diri

Perlindungan dan pertahanan diri adalah kebutuhan fundamental dalam


setiap kehidupan. Dalam rentang respon “Self-Protection” menghargai diri
sebagai respon yang sangat adaptif, tingkah laku merusak diri, melukai diri
dan bunuh diri sebagai respon maladaptif. Tingkah laku merusak diri menjadi
rentang/batas lemah dari adaptif ke maladaptif.
Tingkah laku merusak diri secara langsung terdapat beberapa bentuk
didalamnya seperti ancaman, percobaan, gerak isyarat dan bunuh diri yang
lengkap. Seseorang ini bermaksud untuk mati dan sadar terhadap tindakannya.

6
Tingkah laku merusak diri secara tidak langsung adalah aktivitas tidak
sadar yang merusak fisik seseorang, yang beresiko terjadi kematian. Dimana
seseorang mungkin tidak sadar bahwa itu beresiko dan menyangkal bila
dikonfrontasi, contohnya menolak makan dan penyalahgunaan alkohol serta
obat-obatan. Contoh lain : penyimpangan tingkah laku sosial (menarik diri),
kondisi stress/depresi, menolak pengobatan dan perawatan.
Teori menyatakan bahwa tingkah laku merusak diri dapat dihubungkan
dengan konsep diri dan gangguan alam perasaan (mood), memikirkan atau
mencoba bunuh diri ada pada seseorang yang rendah penghargaan dirinya,
harga diri rendah yang mengarah pada depresi, yang sering diketahui
mengakibatkan tingkah laku merusak diri (Stuart & Sundeen, 1998).
Rawlin’s, et.al, (1993) mengemukakan bahwa individu berharapan. Rentang
harapan-putus harapan merupakan rentang adaptif-maladaptif (lihat gambar 2)

Respon Adaptif Respon Maladaptif


Harapan : Putus Harapan :
 Yakin  Tidak berdaya
 Percaya  Putus asa
 Inspirasi  Apatis
 Tetap hati  Gagal dan kehilangan
 Ragu-ragu
 Sedih
 Depresi
 Bunuh diri
Gambar 2. Rentang Harapan-Putus Harapan (Rawlin’s, et.al, 1993)

Individu putus harapan menunjukkan perilaku yang tidak berdaya, putus


asa, apatis, kehilangan, ragu-ragu, sedih, depresi, serta yang paling berat
adalah bunuh diri.

Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis. Individu tidak berhasil


memecahkan masalah akan meninggalkan masalah, karena merasa tidak
mampu, seolah-olah koping yang biasa bermanfaat sudah tidak berguna lagi.
Harga diri rendah, apatis, dan tidak mampu mengembangkan koping serta
yakin tidak ada yang membantu.

7
Kehilangan, ragu-ragu. Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan
tidak realistis akan merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai.
Demikian pula jika individu kehilangan sesuatu yang sudah dimiliki misalnya
kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan. Individu akan
merasa gagal, kecewa, rendah diri yang semua dapat berakhir dengan bunuh
diri.

Depresi. Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai
dengan kesedihan dan rendah diri. Banyak teori yang menjelaskan tentang
depresi dan semua sepakat keadaan depresi merupakan indikasi terjadinya
bunuh diri. Individu berfikir tentang bunuh diri pada waktu depresi berat,
namun tidak mempunyai tenaga untuk melakukannya. Biasanya bunuh diri
terjadi pada saat individu keluar dari keadaan depresi berat.

Bunuh diri. Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri
untuk mengakhiri kehidupan. Keadaan ini didahului oleh respon maladaptif
yang telah disebutkan sebelumnya. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan
terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

C. Pengkajian Bunuh Diri


Faktor yang dikaji dari tingkah laku merusak diri adalah :
1. Mengkaji kondisi yang mengakibatkan percobaan bunuh diri
a. Peristiwa hidup yang memalukan sebagai pencetus
b. Tanda-tanda tindakan persiapan : mendapat metode bunuh diri,
memukul-mukul diri, bicara tentang bunuh diri, memberi hadiah
sebelum bunuh diri
c. Penggunaan cara bengis atau lebih mematikan dengan obat atau racun
d. Mengetahui metode pilihan yang mematikan
e. Perhatian yang menurun
2. Gejala yang dimunculkan
a. Keputusasaan

8
b. Mencela diri sendiri, merasa gagal dan tidak berguna
c. Depresi
d. Agitasi dan gelisah
e. Insomnia persisten
f. Bicara pelan, fatigue, menarik diri
g. Bicara dan merencanakan bunuh diri
3. Riwayat psikistri
a. Ada percobaan bunuh diri sebelumnya
b. Gangguan alam perasaan (depresi)
c. Alkoholisme atau penyalahgunaan zat atau obat
d. Gangguan tingkah laku dan depresi pada orang dewasa
e. Kombinasi dari kondisi di atas
4. Riwayat psikososial
a. Perpisahan yang baru saja terjadi, perceraian atau kehilangan pasangan
hidup
b. Hidup sendiri
c. Tidak bekerja, perubahan pekerjaan atau kehilangan pekerjaan
d. Stress yang multipel/kompleks dalam kehidupan (baru kehilangan,
masalah-masalah sekolah, dll)
e. Penyakit medik kronik
f. Peminum berat atau penyalahgunaan obat
5. Faktor kepribadian/personality
a. Impulsif, agresif, bermusuhan
b. Kekakuan kognitif dan negatif
c. Keputusasaan
d. Harga diri rendah
e. Gangguan kepribadian anti sosial
6. Riwayat keluarga
a. Riwayat keluarga yang melakukan bunuh diri
b. Riwayat keluarga gangguan alam perasaan, alkoholisme atau keduanya

9
D. Faktor Predisposisi
Tidak ada satupun teori yang secara adekuat menjelaskan terjadinya
respon melukai diri atau memberi petunjuk intervensi yang terapeutik
Teori tingkah laku memberi kesan bahwa melukai diri adalah
dipelajari dan diperoleh dalam masa kanak-kanak atau dewasa,
perbedaannya teori psikologi memfokuskan pada kerusakan yang penting
dalam awal perkembangan ego, ini memberi kesan bahwa melukai diri
mulai tumbuh pada trauma awal hubungan interpersonal. Dan kecemasan
yang tidak diatasi bisa menimbulkan kelanjutan episode tingkah laku
melukai diri (Stuart & Sundeen, 1998).
Teori interpersonal mengemukakan bahwa melukai diri mungkin
sebagai hasil dari interaksi antara perasaan kehilangan, bersalah pada
waktu kecil dan perasaan tidak berharga. Perilaku menyimpang atau incest
mungkin menjadi presipitasi dari tingkah laku merusak diri jika
mempunyai persepsi yang negatif (Stuart & Sundeen, 1998).
Faktor predisposisi lain berhubungan dengan tingkah laku merusak
diri termasuk di dalamnya adalah :
1. Ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhannya
dan mengungkapkan perasaannya
2. Perasaan bersalah
3. Depresi dan depersonalisasi serta fluktuasi emosi
Lima faktor predisposisi yang dominan, yaitu :
1. Diagnosis Psikiatri
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan
bunuh diri mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan
jiwa yang dapat membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu
gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
2. Ciri-Ciri Kepribadian dan Gangguan Kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko
bunuh diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.

10
3. Faktor Psikososial dan Lingkungan
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian, kehilangan
yang dini, dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor
penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
4. Riwayat Keluarga dan Genetik
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor
resiko penting untuk perilaku destruktif.
5. Faktor Biochemikal
Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, opiatergik, dan
dopaminergik menjadi media proses yang dapat menimbulkan perilaku
destruktif-diri.

E. Stressor Pencetus/Presipitasi
1. Perasaan stress yang berkelanjutan/berlimpah
2. Ansietas
3. Kehilangan kemampuan penilaian terhadap diri sendiri
4. Kehilangan harga diri
5. Isolasi sosial : menarik diri
6. Struktur sosial, Durkheim cit. Stuart dan Sundeen, 1998,
mengindikasikan tiga subkategori bunuh diri sebagai dasar motivasi
seseorang untuk bunuh diri :
a. Bunuh Diri Egoistic sebagai hasil interaksi yang tidak terintegrasi
dengan lingkungan (lemah dengan lingkungan).
b. Bunuh Diri Altruistic sebagai hasil kepatuhan dan kebiasaan adat.
c. Bunuh Diri Anomic ketika individu tidak dapat
mengatur/mengontrol lingkungan sosial tersebut.

F. Mekanisme Koping
Pasien mungkin menggunakan variasi dari mekanisme koping untuk
menyetujui tingkah laku merusak dirinya seperti denial, rasionalisasi,
regresi dan pikiran magis. Koping mekanisme ini mungkin berbeda pada

11
tiap individu dan tingkah laku merusak dirinya. Mereka yang mempunyai
respon emosional yang kuat akan membela diri terhadap kejadian-kejadian
hidup yang mengancam terutama terhadap egonya. Jika mereka berada
dalam kondisi yang lemah, depresi akan mengambil tindakan jahat untuk
melakukan bunuh diri.
Tingkah laku bunuh diri merupakan indikasi dari kondisi koping
mekanisme yang rapuh atau gagal. Usaha bunuh diri mungkin menjadi
usaha terakhir untuk mendapat pertolongan untuk dapat ditanggulangi.
Bunuh diri komplit menggambarkan kegagalan dari koping mekanisme
adaptif.

G. Instrumen Pengukuran
1. Pengkajian tingkat resiko bunuh diri dari Hasson, Valente dan Risk
(1997). Berisi perilaku atau gejala yang muncul pada pasien yang
beresiko untuk bunuh diri dan diukur dengan intensitas rendah, sedang,
dan berat (Keliat, 1994).
2. Menggunakan skala pengukuran kecenderungan bunuh diri dari
Institute of Psychiatric, Medical University of South Carolina cit.
Stuart & Sundeen (1998).
3. Skala bunuh diri Suicidal Intention Rating Scale (SIRS) dari Bailey
dan Dreyer (1997). Berisi 5 pertanyaan dengan skor 0-4 untuk
mengetahui kecenderungan/intensitas bunuh diri yang menggambarkan
ide/pikiran untuk bunuh diri sampai mencoba bunuh diri (Keliat,
1994).

12
KUESIONER DAN OBSERVASI KECENDERUNGAN BUNUH DIRI
SIRS (SUICIDAL INTENTION RATING SCALE)

1. Apakah anda saat ini atau yang lalu ada pemikiran untuk bunuh diri/mati ?
Pernah mencoba bunuh diri/tidak ?
2. Apakah anda sering memikirkan tentang bunuh diri ? Pernah mencoba bunuh
diri ? (mulai memberi hadiah, berbicara yang aneh-aneh tentang kematian, dll)
3. Apakah anda pernah mengancam untuk bunuh diri ? “Saya lebih baik mati
daripada dirawat”
4. Apakah ada riwayat/percobaan bunuh diri sebelumnya ? (minum racun,
overdosis obat/minuman keras, menyayat tangan, gantung diri, dll)

Keterangan :
Skor 0 : Tidak ada ide bunuh diri yang lalu dan yang sekarang
Skor 1 : Ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh diri, tidak
mengancam bunuh diri
Skor 2 : Memikirkan bunuh diri dengan aktif, tidak ada percobaan bunuh
diri
Skor 3 : Mengancam bunuh diri, misalnya “Tinggalkan saya sendiri atau
saya bunuh diri”
Skor 4 : Aktif mencoba bunuh diri

Penilaian :
Skor 0 : resiko rendah
Skor 1-2 : resiko sedang
Skor 3-4 : resiko tinggi

13
PEDOMAN OBSERVASI RESIKO BUNUH DIRI

Tidak perlu Observasi tiap Observasi tiap 15 Observasi tiap


observasi 30 menit menit 5-10 menit
melekat
▷ ▷ ▷ ▷
Tidak ada ide Verbalisasi ide Verbalisasi ide bunuh Perubahan
bunuh diri bunuh diri diri dan perilaku
secara verbal ▷ perencanaan yang cepat,
▷ Tidak ada rencana ▷ misalnya :
Sesuai verbal ▷ Tidak ada dukungan tiba-tiba
dan perilaku Tidak ada ▷ hiperaktif
▷ keinginan Kurang mengikuti ▷
100% menuruti ▷ rencana pengobatan Tidak dapat
program Mengikuti ▷ menyetujui
pengobatan program Frustasi diungkapkan untuk tidak
▷ pengobatan dengan subjektif bunuh diri
Mengetahui ada ▷ dan objektif ▷
sumber Sedikit menarik ▷ Melakukan
dukungan di diri Marah usaha bunuh
masyarakat ▷ ▷ diri
Ada percobaan Alam perasaan yang
bunuh diri labil
yang lalu ▷
Diam atau kurang
bicara

Menghindar dari staf
dan orang lain

Menarik diri

Gangguan orientasi
realita

Hiperaktif

Kurang mampu dalam
pemecahan masalah

14
PENGKAJIAN PADA KLIEN DENGAN RESIKO BUNUH DIRI

1. Mengkaji kondisi yang mengakibatkan percobaan bunuh diri


a. Peristiwa hidup yang memalukan sebagai pencetus
b. Tanda-tanda tindakan persiapan : mendapat metode bunuh diri, memukul-
mukul diri, bicara tentang bunuh diri, memberi hadiah sebelum bunuh diri
c. Penggunaan cara bengis atau lebih mematikan dengan obat atau racun
d. Mengetahui metode pilihan yang mematikan
e. Perhatian yang menurun

2. Gejala yang dimunculkan


a. Keputusasaan
b. Mencela diri sendiri, merasa gagal dan tidak berguna
c. Depresi
d. Agitasi dan gelisah
e. Insomnia persisten
f. Bicara pelan, fatigue, menarik diri
g. Bicara dan merencanakan bunuh diri

3. Riwayat psikistri
a. Ada percobaan bunuh diri sebelumnya
b. Gangguan alam perasaan (depresi)
c. Alkoholisme atau penyalahgunaan zat atau obat
d. Gangguan tingkah laku dan depresi pada orang dewasa
e. Kombinasi dari kondisi di atas

4. Riwayat psikososial

15
a. Perpisahan yang baru saja terjadi, perceraian atau kehilangan pasangan
hidup
b. Hidup sendiri
c. Tidak bekerja, perubahan pekerjaan atau kehilangan pekerjaan
d. Stress yang multipel/kompleks dalam kehidupan (baru kehilangan,
masalah-masalah sekolah, dll)
e. Penyakit medik kronik
f. Peminum berat atau penyalahgunaan obat

5. Faktor kepribadian/personality
a. Impulsif, agresif, bermusuhan
b. Kekakuan kognitif dan negatif
c. Keputusasaan
d. Harga diri rendah
e. Gangguan kepribadian anti sosial

6. Riwayat keluarga
a. Riwayat keluarga yang melakukan bunuh diri
b. Riwayat keluarga gangguan alam perasaan, alkoholisme atau keduanya

16
RENCANA INTERAKSI
PENGKAJIAN RESIKO BUNUH DIRI

1. Tahap Pre-Interaksi
 Mengumpulkan data fokus tentang pasien
 Eksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan diri perawat
 Membuat rencana pertemuan :
Tempat :
Waktu :
Topik :

2. Tahap Orientasi
 Selamat pagi Mbak…, Mbak suka dipanggil siapa ?
 Bagaimana kabarnya hari ini ?
 Perkenalkan, nama saya Perawat …., saya adalah perawat yang bekerja di
rumah sakit ini, dan saya yang akan merawat Mbak sampai Mbak sembuh.
Saya harap Mbak dapat bekerjasama dengan kami.
 Hari ini saya akan menanyakan beberapa hal yang berhubungan dengan
masalah Mbak, tujuannya untuk mengumpulkan data-data tentang masalah
Mbak, sehingga dapat digunakan untuk menentukan pengobatan dan
perawatan bagi Mbak.
 Waktu yang diperlukan sekitar 15 menit, dan saya berjanji akan
merahasiakan informasi yang saya peroleh dari Mbak, kecuali untuk
kepentingan perawatan Mbak.

3. Tahap Kerja
 Sebelum kita mulai, mungkin ada yang perlu ditanyakan ?
 Apa yang Mbak rasakan saat ini ?
 Bagaimana Mbak, bisa kita mulai sekarang ?
 Bisa Mbak ceritakan kepada saya, sebelum masuk rumah sakit apakah
Mbak mempunyai masalah ?
 Ketika Mbak mempunyai masalah, apa yang Mbak lakukan ?
 Apakah pada saat Mbak ada masalah, muncul keinginan untuk bunuh diri?
 Apakah yang Mbak lakukan ketika muncul keinginan untuk bunuh diri ?

17
 Pernahkah Mbak membicarakan keinginan bunuh diri tersebut dengan
orang lain ?
 Apa yang Mbak lakukan untuk mengakhiri hidup Mbak ?
 Apakah menurut Mbak, cara itu cukup efektif untuk mengakhiri hidup ?
 Di mana Mbak melakukannya ?
 Apakah tidak ada orang lain di sana ?
 Bisa Mbak ceritakan, apa yang Mbak rasakan ketika sebelum Mbak
melakukan usaha bunuh diri ?
 Apakah Mbak merasa putus asa, tidak berguna, atau gelisah /
 Apakah Mbak mengalami susah tidur ?
 Apakah Mbak mengalami penurunan berat badan ?
 Apakah Mbak sering menyendiri ?
 Apakah Mbak pernah melakukan usaha bunuh diri sebelumnya ?
 Apakah Mbak pernah menggunakan NARKOBA ?
 Apakah Mbak sering keluar malam ?
 Apakah Mbak sudah menikah ?
 Apakah ada masalah dalam rumah tangga Mbak ? Bisakah diceritakan
pada saya ?
 Dengan siapa Mbak tinggal saat ini ? Apakah ada masalah ?
 Bisa Mbak ceritakan situasi pekerjaan Mbak saat ini ?
 Apakah ada masalah dalam kehidupan Mbak beberapa bulan terakhir ini ?
 Apakah Mbak pernah menderita penyakit ?
 Kalau Mbak sedang marah, bagaimana cara mengungkapkannya ?
 Apakah Mbak lebih suka menyendiri daripada bergaul bergaul dengan
orang lain ? Bisakah Mbak ceritakan penyebabnya ?
 Apakah Mbak berfikir sudah tidak berguna lagi hidup di dunia ?
 Apakah Mbak merasa malu bertemu dengan orang lain ?
 Apakah Mbak merasa dibenci oleh orang lain sehingga Mbak ingin orang
lain celaka ?
 Di keluarga Mbak, apakah pernah ada yang melakukan usaha bunuh diri ?
Apakah berhasil ? Dengan cara apa ?
 Apakah dalam keluarga ada yang pernah masuk RSJ ?

4. Tahap Terminasi
 Baiklah Mbak, kita sudah ngobrol banyak tentang masalah Mbak, jadi
masalah utama mbak saat ini adalah ….
 Terima kasih Mbak sudah mau menjawab pertanyaan-pertanyaan saya.
 Bagaimana kalau besok kita lanjutkan pembicaraan kita tentang ….
 Nanti kita bertemu di ruang makan saja, sekitar pukul 10.00 WIB

18
 Saya rasa pertemuan kita cukup dulu, silahkan Mbak kalau akan
melakukan aktivitas yang lain.
 Selamat siang…

DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A., 1994, Tingkah Laku Bunuh Diri, EGC, Jakarta.


Rawlin’s, et.al., 1993, Menthal Psychiatric nursing A Holistic Life Cyrcle
Approach, 3ed, Mosby, USA.
Stuart and Sundeen, 1998, Principles and Practice of Psychiatric nursing, 6ed,
Mosby Year Book, USA.
Stuart and Sundeen, 1995, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3, EGC, Jakarta.
American Psychiatric Association, 1999, Assessment of Suicide Risk 24 hours
After Psychiatric Hospital Admission, Psychiatric Service.

19

Anda mungkin juga menyukai